Anda di halaman 1dari 20

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

LANDASAN TEORI

Tinjauan Pustaka

1. Limbah

1.1 Limbah Peternakan

Industri peternakan merupakan industri yang menghasilkan limbah padat

dan cair dalam jumlah yang besar dengan konsentrasi karbon antara 8000-10000

mg (Mahajoeno 2009), sehingga industri tersebut berpotensi mencemari

lingkungan, jika tidak dilakukan pengelolaan.

Limbah peternakan babi merupakan salah satu sumber bahan yang dapat

dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas, sementara perkembangan

atau pertumbuhan industri peternakan menimbulkan masalah bagi lingkungan

karena menumpuknya limbah peternakan.

Industri peternakan babi menghasilkan kotoran ternak dalam bentuk

sludge dan sisa-sisa makanan ternak dengan pencucian kandang berupa slury.

Slury adalah buangan yang berasal dari peternakan babi yang berupa sisa-sisa

makanan ternak dan pencucian kandang, sedangkan sludge di sini dimaksudkan

adalah kotoran ternak babi itu sendiri. Oleh sebagian peternak, limbah cair (slury

dan sludge) tersebut dibuang langsung ke lingkungan, pekarangan rumah tangga

dan badan air tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu (Tjokrokusumo,

1998). Polutan yang dihasilkan dari limbah peternakan babi adalah senyawa

ammonia, nitrat dan bakteri pathogen.


commit to user

7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1.2 Limbah Makanan

Limbah rumah makan bisa berasal dari dapur, yakni bagian dari sayuran

dan bahan makanan lain yang tidak termasak dan memang harus dibuang. Limbah

bisa juga dari sisa makanan yang tidak habis disantap para tamu. Limbah seperti

sayuran, tepung ikan, dan bungkil memiliki kandungan energi dan nitrogen tinggi

(Nugroho, 2007).

Hammad (1996) menyatakan bahwa sampah organik sayur-sayuran dan

buah-buahan adalah substrat terbaik untuk produksi biogas. Limbah sayuran dapat

menghasilkan biogas 8x lebih banyak dibandingkan limbah kotoran ternak

(Haryati, 2006). Dari 1,5 kg limbah makanan dapat diproduksi 500 m3 gas metana

dan reaksi ini berjalan sempurna dalam waktu 48 jam. Sedangkan dalam system

biogas konvensional yang menggunakan kotoran hewan ternak atau kotoran

manusia sebagai substratnya, dari 40 kg limbah kotoran dapat diproduksi jumlah

gas metana yang sama, yaitu 500 m3 gas metana. Waktu yang dibutuhkan dalam

sistem biogas konvensional adalah 40 hari (Kale and Mehetre, 2009).

Menurut Unnithan (2008), limbah buangan biodegradable yang berasal

dari limbah dapur di dunia 25% atau kurang lebih 300 milyar kg dalam setahun.

Dari jumlah tersebut dapat dibuat 150 milyar meter kubik biogas. Dengan

demikian penggunaan biogas dari limbah dapur ini akan be rarti suatu

pengurangan konsumsi 150 milyar kg LPG, 210 milyar liter minyak tanah, 510

milyar kg arang dan 1.220 milyar kg kayu. Energi panas yang dihasilkan dari

biogas tersebut adalah satu milyar megawatt.

commit to user

8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Teknologi Fermentasi Anaerob

Proses daur hidup di alam oleh semua makhluk hidup berlangsung melalui

berbagai tahapan panjang yang dapat dibedakan menjadi dua arah, yaitu

pembentukan (biosintesa) dan pemecahan (biolisa). Kedua proses tersebut dikenal

istilah biokonversi.

Pada hakekatnya, energi yang terkandung dalam bahan organik

merupakan energi matahari yang diikat oleh tanaman melalui proses fotosintesis.

Pemanfaatan kembali energi tersebut, baik secara langsung maupun tidak

langsung adalah pengambilan kembali energi matahari yang terikat biomassa.

(Judoamidjojo et. al, 1989).

Limbah peternakan babi memiliki kandungan organik cukup tinggi.

Sangat dimungkinkan jika di dalam limbah tersebut masih terkandung energi yang

masih diikat oleh biomassa selama proses daur hidupnya. Dengan teknologi

perombakan (biokonversi), anaerob, energi yang masih terkandung dalam

biomassa limbah makanan dapat dimanfaatkan. Proses fermentasi anaerob

merupakan proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas metanogen dan bakteri

asidogenik pada kondisi tanpa oksigen dengan memanfaatkan bahan organik

tersebut sebagai sumber karbon atau energi. Produk akhir biokonversi anaerob

adalah biogas, yaitu campuran metana dan karbondioksida yang dapat

dimanfaatkan sebagai energi terbarukan. Proses anaerob dapat berlangsung di

bawah kondisi lingkungan yang luas meskipun proses yang optimal hanya terjadi

pada kondisi yang terbatas (de Mez et.al., 2003 dan Haryati, 2006).
commit to user

9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penerapan teknologi ini selain murah dan praktis untuk buangan

dengan beban organik dan berat molekul tinggi, mampu mereduksi energi

terkandung dalam limbah untuk pengolahan lingkungan dan mampu

mendegradasi senyawa-senyawa senobiotik maupun rekalsitran. (Bitton, 1999).

2.1 Prinsip-prinsip Proses Fermentasi Anaerob

Senyawa kompleks organik tidak dapat digunakan secara langsung

oleh bakteri di dalam proses metabolismenya karena membran sel bakteri hanya

dapat dilewati oleh senyawa organik sederhana seperti glukosa, asam amino dan

asam lemak volatil.

Gambar 1. Proses Pembentukan Biogas ( Sufyandi,2001)

Proses fermentasi anaerob terdiri dari tiga tahap berikut, masing-masing

dengan karakteristik kelompok mikroorganisme yang berbeda.

commit to user

10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1) Tahap hidrolisis : adalah proses penguraian senyawa kompleks organiik

menjadi senyawa sederhana agar dapat diserap membran sel mikroba, dilakukan

oleh kelompok bakteri hidrolitik. Bahan organik degradasi/dicerna secara

eksternal oleh enzim ekstraseluler mikroorganisme (selulase, amilase, protease

dan lipase). Hidrolisis mencakup hidrolisis karbohidrat menjadi monomer-

monomernya, protein menjadi asam-asam amino, dan lemak atau minyak menjadi

asam-asam lemak rantai panjang ataupun alkohol. Hidrolisis akan mempenngaruhi

kinetika proses keseluruhan karena tahap yang berlangsung paling lambat dapat

mempengaruhi laju keseluruhan (Adrianto et.al., 2001).

2) Tahap Asidifikasi dan Asetogenesis (Pengasaman) : pada tahap asidifikasi,

bakteri menghasilkan asam dengan mengubah senyawa rantai pendek hasil proses

pada tahap hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen (H2) dan karbondioksida.

Bakteri tersebut merupakan bakteri anaerob yang dapat tumbuh dan berkembang

pada keadaan asam. Pembentukan asam pada kondisi anaerob penting untuk

pembentukan gas metana oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya. Bakteri

tersebut juga mengubah senyawa yang bermolekul rendah menjadi alkohol, asam

organik, asam amino, karbondioksida, H2S dan sedikit gas metana (tahap

asetogenesis).

3)Tahap akhir dalam proses fermentasi anaerob adalah pembentukan

gas metana. Metanogen mendekomposisikan senyawa dengan berat molekul

rendah menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi. Sebagai contoh kelompok

archaea ini menggunakan hidrogen, CO2, dan asam asetat untuk membentuk

metana dan CO2. Bakteri asam dan metan bekerjasama secara simbiosis. Bakteri
commit to user

11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

asam membentuk keadaan atmosfer yang ideal untuk metanogen. Sedangkan

metanogen menggunakan asam yang dihasilkan bakteri asam. Tanpa adanya

proses simbiotik tersebut, akan menciptakan kondisi tosik bagi mikroorganisme

penghasil asam (Werner et.al, 1989 dan Khasristya, 2004).

Menurut Suyati (2006), tiga kelompok bakteri yang berperan dalam proses

pembentukan biogas antara lain :

a. Kelompok bakteri fermentatif : Streptococci, Bacteroides, dan

beberapa jenis Enterobacteriaceae.

b. Kelompok bakteri asetogenik : Desulvifibrio.

c. Kelompok metanogen : Methanobacterium, Methanobacillus,

Methanosarcina, dan Methanococcus.

2.2 Faktor-faktor yang berpengaruh pada fermentasi anaerob

Di dalam proses pembentukan biogas digunakan alat untuk

memfermentasikan substrat, yang disebut sebagai bioreaktor atau biodigester.

Berdasarkan cara pengisian bahan bakunya, biodigester dibedakan menjadi dua,

yaitu sistem pengisian curah (batch) dan kontinyu (Loebis & Tobing, 1992 :

Metcalf & Eddy, 2003).

Sistem pengisian curah (SPC) adalah cara penggantian bahan yang

dilakukan dengan mengeluarkan sisa bahan yang sudah dicerna dari biodigester

setelah produksi biogas terhenti dan selanjutnya dilakukan pengisian bahan baku

yang baru. Umumnya, sistem ini didesain untuk limbah padatan seperti sayuran

atau hijauan. Isi dari digester biasanya dihangatkan dan dipertahankan

commit to user

12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

temperaturnya. Selain itu kadangkala diaduk untuk melepaskan gelembung-

gelembung gas dari sludge (Khasristya, 2004).

Tipe batch digunakan untuk mengetahui kemampuan bahan yang diproses

sebelum unit yang dibangun (Meynell, 1976). Sistem ini terdiri dari dua

komponen, yaitu tangki pencerna dan tangki pengumpul gas. Tangki dapat dibuka

dan slurry buangan proses dapat dikeluarkan dan digunakan sebagai pupuk

kemudian bahan baku yang baru dimasukkan lagi. Tangki ditutup dan proses

fermentasi diawali kembali (Khasristya, 2004 dan Haryati, 2006).

Tergantung dari jenis bahan limbah dan temperatur yang dipakai, sistem

batch akan mulai berproduksi setelah minggu kedua sampai minggu keempat.

Sistem batch biasanya dibuat dalam beberapa set sekaligus sehingga paling tidak

ada yang beroperasi dengan baik (Haryati, 2006). Untuk memperoleh biogas yang

banyak, sistem ini perlu dibuat dalam jumlah yang banyak agar kecukupan dan

kontinyuitas hasil biogas tercapai (Abdullah, 1991; GTZ, 1997; Widodo, 2005;

UN, 1980 dalam Nurhasanah dkk., 2006).

Masing-masing sistem memiliki kelebihan maupun kekurangannya.

Sistem pengisian curah (batch) memiliki konstruksi yang lebih sederhana namun

biogas yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan pengisian kontinyu.

Keuntungan lain dari tipe batch adalah bila bahan berserat atau sulit diproses, tipe

batch akan lebih cocok dibanding tipe aliran kontinyu. Bila selama proses terjadi

kesalahan, misalnya karena bahan beracun maka proses dapat dihentikan dan

dimulai dengan yang baru (Meynell, 1976). Sedangkan sistem kontinyu, sifatnya

lebih efisien, lumpur dihasilkan setiap hari karena selalu diisi dengan substrat
commit to user

13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

yang baru (kontinyu), laju produksi gas lebih tinggi per volume bahan atau

substrat, namun desain digester lebih kompleks. Potensi biogas yang dihasilkan

dari biodigester bergantung pada : jenis substrat, kuantitas substrat, persentase

kandungan bahan organik, dan total padatan. (Werner et.al., 1989).

EPA USA 2002 (Prometheus, 2005) menyarankan agar reaktor biogas

menggunakan slurry (campuran substrat dan air yang telah dihomogenasikan)

dengan kandungan padatan maksimal sekitar 12.5%. Slurry bisa dimasukkan

hingga 3/4 volume tangki utama. Volume sisa di bagian atas tangki utama

diperlukan sebagai ruang pengumpulan gas. Di dalam reaktor bakteri-bakteri

metan mengolah limbah bio atau biomassa dan menghasilkan biogas metan. Pada

umumnya, produksi gas metana yang optimum akan terjadi pada HTR 20-30 hari

(Garcelon et al. -). Hal ini berarti harus diperkirakan bahwa slurry akan berada

selama 20-30 hari di dalam reaktor.

Selain mengandung substrat, fermentasi anaerob juga dipengaruhi oleh

faktor-faktor lingkungan (de Mez et.al., 2003). Proses fermentasi anaerob

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu biotik dan abiotik. Faktor biotik berupa

mikroorganisme dan jasad aktif, sedangkan faktor abiotik terdiri dari suhu, pH,

pengadukan (agitasi), substrat, kadar air substrat, rasio C/N dan adanya bahan

toksik (Wellinger, 1999).

commit to user

14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Faktor- faktor yang berpengaruh dalam produksi biogas:

1. Suhu

Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi aktivitas

mikroorganisme. Suhu optimal proses fermentasi anaerob dibedakan menjadi tiga

yaitu suhu tinggi (45 – 60o C) untuk penghancuran cepat dan produksi tinggi (m3

gas/m3 bahan per hari) serta waktu retensi pendek dan bebas dari desinfektan,

suhu sedan (27 – 40o C) (suhu kamar ruang/lingkungan), dan suhu rendah (< 22o

C) (banyak dipengaruhi udara musim sedang) (Metcalf & Eddy, 2003). Pada

kondisi rendah, proses perombakan berjalan lambat, kondisi sedang, perombakan

berlangsung cukup baik dan terjadi percepatan proses perombakan dengan

kenaikan suhu, serta kondisi tinggi untuk bakteri termofil dengan perombakan

optimal pada 55o C (NAS, 1981 dan Bitton, 1999). Proses fermentasi anaerob

sangat peka terhadap perubahan suhu, umumnya suhu optimal termofil pada

kisaran 52 – 58o C, namun dampak negatif dapat terjadi pada suhu lebih tinggi

dari 60o C. Hal ini disebabkan oleh toksisitas ammonia yang semakin meninkat

dengan meningkatnya suhu, tetapi pengenceran substrat pada suhu tinggi

memudahkan difusi bahan terlarut (Wellinger dan Linderberg, 1999).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Khasristya (2004) dan

Haryati (2006) bahwa temperatur yang optimal untuk biodigester adalah 30 – 35o

C. Temperatur ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan bakteri

dan produksi metana di dalam biodigester dengan lama proses yang pendek.

Temperatur yang tinggi jarang digunakan karena sebagian besar bahan sudah

dicerna dengan baik pada range temperatur sedang, selain itu bakteri termofilik
commit to user

15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mudah mati karena perubahan temperatur. Sedangkan bakteri mesofilik adalah

bakteri yang tetap aktif pada perubahan temperatur yang kecil, khususnya bila

perubahan berjalan perlahan.

Menurut Haryati (2006), jika temperatur turun menjadi 100C, produksi gas

akan terhenti. Produksi gas yang memuaskan berada pada daerah mesofilik yaitu

antara 25 – 350C. Biogas yang dihasilkan pada kondisi diluar temperatur tersebut

mempunyai kandungan karbondioksida yang lebih tinggi. Sedangkan menurut Fry

(1974), pada temperatur yang rendah 15oC laju aktivitas bakteri sekitar

setengahnya dari laju aktivitas pada temperatur 35o C. Apabila bakteri bekerja

pada temperatur 40o C produksi gas yang akan berjalan dengan cepat hanya

beberapa jam dan untuk selanjutnya hanya akan diproduksi gas yang sedikit.

Massa bahan yang sama akan dicerna dua kali lebih cepat pada suhu 35o C

dibanding pada suhu 15o C dan menghasilkan hampir 15 kali lebih banyak gas

pada waktu proses yang sama (Lusk, 1991).

2. pH

Nilai pH pada awal proses menunjukkan penurunan karena terjadi hidrolisis

yang umumnya terjadi dalam suasana asam, tetapi nilai ini cenderung stabil pada

tahap selanjutnya, yaitu range 6.7 – 7.7 (Kresnawaty dkk., 2008). pH pada proses

fermentasi anaerob biasa berlangsun antara 6.7 – 7.6; bakteri metanogen tidak

dapat toleran pada pH diluar 6.7 – 7.4; sedangkan bakteri non metanogen mampu

hidup pada pH 5 - 8.5 (NAS, 1981). Nilai pH diluar interval ini dapat

menyebabkan ketidakseimbangan dalam proses fermentasi anaerob. Parameter pH

berpengaruh pada pertumbuhan bakteri dan mempengaruhi disosiasi ammonia,


commit to user

16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

sulfida dan asam-asam organik, yang merupakan senyawa penting untuk proses

fermentasi anaerob.

Beberapa senyawa seperti asam organik dan karbondioksida menyebabkan

penurunan nilai pH, sebaliknya senyawa seperti ammonia akan meningkatkan

nilai pH. Jika nilai pH menurun maka akumulasi asetat yang terbentuk selama

proses perombakan tidak dapat diketahui. Pembentukan asetat berlangsung selama

degradasi substrat dalam proses fermentasi anaerob. Karena itu, jika pH dalam

reaktor turun menunjukkan konsentrasi tinggi asetat dalam proses perombakan

dan proses menjadi terhambat (Reith et.al., 2002). Ketika nilai pH turun, maka

yang terjadi adalah perubahan substrat menjadi biogas terhambat sehingga

mengakibatkan penurunan kuantitas biogas. Sedangkan jika nilai pH terlalu tinggi

maka dapat menyebabkan produk akhir yang dihasilkan adalah CO2 sebagai

produk utama (Hermawan dkk., 2007). Umumnya penambahan Ca(OH)2

digunakan untuk meningkatkan pH limbah cair menjadi netral. Nilai pH pada

reaktor termofil lebih tinggi daripada reaktor mesofil (Bitton, 1999).

3. Agitasi (pengadukan)

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap fermentasi anaerob

adalah proses pengadukan (agitasi). Pengadukan dilakukan untuk

mendapatkan campuran substrat yang homogen dengan ukuran partikel

yang kecil. Selain itu, untuk mencegah terjadinya partikel-partikel

terapung pada permukaan cairan dan berfungsi mencampur metanogen

dengan substrat. Pengadukan memberikan temperatur yang seragam dalam

biodigester (Suyati, 2006).


commit to user

17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Starter

Pengaruh starter juga penting karena starter mengandung metanogen yang

diperlukan untuk mempercepat proses fermentasi anaerob. Beberapa jenis starter

antara lain : Starter alami, yaitu lumpur aktif seperti lumpur kolam ikan, ikan

selokan atau cairan septictank, sludge, timbunan kotoran, dan timbunan sampah

organik. Starter semi buatan; yaitu dari fasilitas biodigester dalam stadium aktif.

Starter buatan, yiatu bakteri yang dibiakkan secara laboratorium dengan media

buatan (Suyati, 2006).

5.Mikroorganisme dan Nutrien

Selain suhu dan pH, fermentasi anaerob juga dipengaruhi oleh kehidupan

mikroorganisme yang ada dalam biodigester. Semua mikroorganisme memerlukan

nutrien yang akan menyediakan : a) energi, biasanya diperoleh dari substansi yang

mengandung karbon, b) nitrogen untuk sintesis protein, c) vitamin dan yang

berkaitan dengan faktor pertumbuhan, dan d) mineral (Sherrington, 1981). Nutrien

tersebut antara lain : a) Hydrogen H, nitrogen N, oxygen O, dan carbon C sebagai

bahan utama penyusun bahan organik b) Sulfur: kebutuhan untuk sintesis asam

amino c) Phosphor: komponen penting dalam asam nukleat d) Kalium (K),

kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan besi (Fe): dibutuhkan untuk aktifitas enzim

dan komponenkomponen logam kompleks. Sepuluh unsur di atas sebaiknya

terdapat dalam konsentrasi sekitar 10-4 M. Unsur lain yang sebaiknya terdapat

dalam konsentrasi lebih kecil, misalnya Nikel (Ni) penting untuk pertumbuhan

bakteri anaerob. Konsentrasi tinggi Ca, Mg, K dan Na dapat menjadi faktor
commit to user

18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

penghambat, sementara konsentrasi rendah (0,01- 0,005 M) kation-kation sel

tersebut dapat aktif dan meningkatkan proses perombakan (Werner et al., 1989).

Seperti yang telah dijelaskan di atas, mikroba metanogen juga membutuhkan

garam-garam anorganik dalam jumlah mikro. Garam-garam anorganik tersebut

digunakan untuk mengendalikan tekanan osmosis internal dan sebagai kofaktor

enzim (Adam, 1980). Penambahan seperti kalsium, kobalt, besi, magnesium,

molibdenum, nikel, baik secara tunggal maupun kombinasi dengan logam lain

dapat meningkatkan produksi biogas karena kondisi tersebut dapat meningkatkan

populasi bakteri metanogen dalam biodigester (Kresnawaty et al.,2008).

2.3 Keuntungan fermentasi anaerob

Pengolahan limbah secara anaerob memberi banyak keuntungan antara

lain : energi yang bermanfaat, keuntungan lingkungan dan keuntungan ekonomi,

yang secara keseluruhan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Memberikan sumber energi bersih yaitu bioas, merupakan bahan bakar

yang tidak mengeluarkan asap sehingga memberikan emisi yang rendah

(terutama kandungan CO2). Hal ini sesuai dengan persetujuan dalam

Protokol Kyoto.

2. Mengurangi jumlah padatan, yaitu dapat mengurangi volume maupun

beban limbah organik yang digunakan sebagai substrat dalam fermentasi

anaerob.

3. Mengurangi bau dan tidak merusak nilai estetika lingkungan. Selain itu,

bahan yang telah terfermentasi dapat digunakan sebagai pupuk organik

karena selama fermentasi, senyawa-senyawa biodegradable efektif


commit to user

19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dihilangkan, dan meninggalkan senyawa tereduksi seperti ammonium,

senyawa N organik, sulfida, senyawa P organik yang dapat dimanfaatkan

sebagai campuran pupuk.

4. Biaya pembangunan relatif terjangkau (Reith et.al., 2002 dan Werner

et.al., 1989)

3. Biogas

Dekomposisi bahan-bahan organik di bawah kondisi-kondisi anaerobik

menghasilkan suatu gas yang sebagian besar terdiri atas campuran metan dan

karbondioksida. Gas ini dikenal sebagai rawa ataupun biogas (Kadir, 1995).

Tabel 1. Komposisi Biogas

Penjelasan Rumus Persentase Persentase

Metan CH 4 55-65%

Karbondioksida CO 2 36-45%

Nirogen N2 0-3%

Hidrogen H2 0-1%

Oksigen O2 0-1%

Hidrogen Sulfida H2 S 0-1%

Sumber : Energi Resources Development Series No. 19, Escap, Bangkok (Kadir, 1995)

Penggunaan biogas sebagai energi alternatif tidak menghasilkan polusi,

disamping berguna menyehatkan lingkungan karena mencegah penumpukan

limbah sebagai sumber penyakit, bakteri, dan polusi udara. Keunggulan biogas

adalah karena konstruksi digester sederhana, hemat ruang, awet, mudah perawatan

commit to user

20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan penggunaannya, dan dihasilkan lumpur kompos maupun pupuk cair

(Abdullah, 1991).

Gas metana termasuk gas rumah kaca (green house gas), bersama dengan

gas karbondioksida (CO2) memberikan efek rumah kaca yang menyebabkan

terjadinya fenomena pemanasan global. Pengurangan gas metana secara lokal ini

dapat berperan positif dalam upaya penyelesaian permasalahan global. Campuran

gas ini adalah hasil daripada fermentasi atau peranan anaerobik yang disebabkan

sejumlah besar jenis organisme mikro, terutama bakteri metan. Suhu yang baik

untuk proses fermentasi ini adalah dari 30 0 C hingga kira-kira 55 0 C (Kadir,

1995).

Gas metana (CH4) yang merupakan komponen utama biogas merupakan

bahan bakar yang berguna karena mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi (Tabel

1.3). Karena nilai kalor yang cukup tinggi itulah biogas dapat dipergunakan untuk

keperluan penerangan, memasak, menggerakkan mesin dan sebagainya (Abdullah,

1991; GTZ, 1997; UN, 1980 dalam Nurhasanah dkk, 2006). Sistem produksi

biogas juga mempunyai beberapa keuntungan seperti (a) mengurangi pengaruh

gas rumah kaca, (b) mengurangi polusi bau yang tidak sedap, (c) sebagai pupuk

dan (d) produksi daya dan panas (Koopmans, 1998; UN, 1980; Yapp et al, 2005

dalam Nurhasanah dkk, 2006).

Energi biogas mengandung nilai kalori lebih dari bahan bakar lainnya,

artinya akan lebih banyak panas yang dihasilkan untuk memasak dan lebih cepat

proses masak tersebut. Dalam pemakaian biogas, bau akan limbah akan berkurang

commit to user

21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

karena proses penguraian bahan organik yang berlangsung. Selain itu pencemaran

karena asap seperti pada proses memasak dengan kayu sedikit saja terjadi.

Tabel 2. Nilai Kalori Biogas dan Bahan Bakar Lain

Bahan Bakar Nilai Kalori (KJ/Kg)

Bio Gas 15.000

Kayu 2.400

Arang 7.000

Minyak Tanah 8.000

(Ginting, 2007).

Bahan biogas dapat diperoleh dari limbah pertanian yang basah, kotoran

ternak (manure), kotoran manusia dan campurannya. Kotoran ternak seperti sapi,

kerbau, babi dan ayam telah diteliti untuk diproses dalam alat penghasil biogas

dan hasil yang diperoleh memuaskan (Harahap et al., 1978).

Prinsip Pembuatan Biogas

Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik

secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan suatu gas yang

sebagian besar berupa metana (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan

karbondioksida.

Proses dekomposisi anaerobik dibantu oleh sejumlah mikroorganisme,

terutama bakteri metan. Suhu yang baik untuk proses fermentasi adalah 30-55 0 C.

Pada suhu tersebut mikroorganisme dapat bekerja secara optimal merombak

bahan-bahan organik (Ginting, 2007).

commit to user

22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka

Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), sebuah persetujuan internasional

mengenai pemanasan global. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini

berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas

rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka

menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan

dengan pemanasan global (Nature, 2003).

Pemanfaatan biogas dan bahan bakar hayati belum menjadi kebutuhan di

Amerika Utara. Alasan penting mengapa belum tersebar luas seperti di Eropa

adalah ketidakstabilan selama permulaan dan operasi sistem biogas. Akan tetapi

dengan meratifikasi Protokol Kyoto, Kanada sepakat mengurangi emisi Gas

Rumah Kaca (GRK) sebesar 20% pada 2012, rupanya menjadi pilihan terbaik

penerapan sistem biogas untuk memenuhi kebutuhan energi. Biogas dengan

mudah menjadi sumberdaya signifikan mengurangi produksi GRK, sebanding

dengan emisi gas landfill ke atmosfer (Werner et al., 2004)

commit to user

23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

A. Kerangka pemikiran

Limbah organik seperti limbah peternakan dan limbah makanan

merupakan limbah yang keberadaanya kurang bermanfaat. Limbah tersebut bila

dibiarkan atau dibuang tanpa diolah lebih lanjut dapat melepaskan gas metana

yang berbahaya. Limbah organik yang membusuk akan dihasilkan gas metana

(CH4) dan karbondioksida (CO2). Tetapi hanya CH4 yang dapat dimanfaatkan

sebagai bahan bakar. Penggunaan biomassa (bahan-bahan organik) sebagai bahan

bakar akan mengkonversi metana menjadi bahan bakar yang lebih bermanfaat

sehingga

potensi metana yang dilepaskan ke atmosfer menjadi berkurang Penggunaan

biomassa (bahan-bahan organik) sebagai bahan bakar akan mengkonversi metana

menjadi bahan bakar yang lebih bermanfaat sehingga potensi metana yang

dilepaskan ke atmosfer menjadi berkurang (Pambudi, 2008).

Limbah cair industri peternakan babi memiliki kandungan pencemar yang

tinggi. Oleh karena itu limbah kotoran harus diolah terlebih dahulu sebelum

dibuang ke perairan. Limbah cair peternakan babi dapat diolah secara biologi

karena mengandung bahan-bahan organik yang dapat dimanfaatkan oleh

mikroorganisme (Anwar, 2006). Limbah makanan masih mengandung bahan

organik seperti karbohidarat, lemak,protein, selulosa. Limbah yang mengandung

pencemar organik tinggi, diperkirakan akan Iebih menguntungkan jika diolah

pada kondisi anaerobik. Substrat dari limbah kotoran babi dan limbah makanan

dengan inokulum lumpur aktif limbah kotoran babi akan mengalami proses

perombakan anaerob oleh bakteri di dalambiodigester anaerob. Perombakan


commit to user

24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

anaerob merupakan proses sederhana, secara teknologi membutuhkan energi

rendah untuk mengubah bahan organik dari berbagai jenis air limbah, buangan

padat dan biomasa menjadi metana.

Menurut Grady (1980), proses anaerob mampu merombak bahan organic

komplek menjadi bahan organik yang lebih sederhana secara alami. Pada

perombakan anaerob terjadi proses hidrolisis, asidogenenesis, asetogenesis dan

metanogenesis. Produk akhir biokonversi anaerob adalah biogas, campuran

metana dan karbondioksida yang bermanfaat sebagai sumber energi terbarukan.

Potensi gas metan yang besar bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti

bahan bakar fosil (Singgih dan Mera, 2008). Biogas memberikan solusi terhadap

masalah penyediaan energi dengan murah dan tidak mencemari lingkungan.

commit to user

25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

inokulum

Substrat ( limbah kotoran


babi dan limbah makanan)

Variasi pengenceran
Biodigester Limbah aktif kotoran
dan Substrat
anaerob babi

Perombakan
anaerob
Hidrolisis

Alkohol, asam lemak, asam laktat, senyawa mineral

Asidogenesis

Glukosa, asam amino, asam lemak rantai panjang

Asetogenesis

Asam asetat
Metanogenesis

CH4 CO2

Biogas

Gambar 2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

commit to user

26

Anda mungkin juga menyukai