Anda di halaman 1dari 9

D.A Pratiwi, Sri Maryati, Suharno, dan bambang S. 2018. Biologi SMA/MA XII.

Jakarta :
Erlangga.

BAHAN AJAR
Satuan Pendidikan : SMA PEKANBARU
Materi : Bioteknologi Pengolahan Limbah dan Bahan Bakar
Kelas/Semester : XII/II

Bioteknologi Pengolahan Limbah

Dampak perkembangan teknologi dan industri pada akhir abad 20-an memberi banyak
kerugian, khususnya kerugian dalam lingkungan. Kerusakan lingkungan oleh pengolahan
industri yang tidak bertanggung jawab menjadi akar permasalahan dalam kehidupan manusia.
Banyak zatzat berbahaya yang dibuang ke alam tanpa bertanggung jawab, seperti etanol,
asam asetat, asam organik, butanol, dan aseton. Oleh karena itu, perlu pengolahan air limbah
dan pembuatan kompos. Peran mikroorganisme dalam dekomposisi dan detoksifikasi air
selokan, akan membantu mengurangi pencemaran pada pembuangan limbah industri kimia.
Untuk itu, upaya mengembangbiakkan mikroorganisme yang dapat mencerna limbah-limbah
atau bahan pencemar lainnya selalu dilakukan.

Sebagai Pencerna Limbah. Limbah organik di rumah tangga, industri, pasar pada
umumnya dibuang ke sungai yang dapat mengakibatkan pencemaran. Mikroorganisme dapat
mengolah limbah melalui penguraian secara aerob dan anaerob. Secara aerob pada beberapa
mikroorganisme (bakteri, protista, dan jamur) yang menguraikan materi organik dari limbah
menjadi mineral-mineral, gas-gas, dan air. Hal tersebut membutuhkan banyak oksigen.
Pemrosesan limbah ada dua materi, yaitu menggunakan lumpur aktif dan proses
menggunakan saringan tetes. Sistem pengolahan dengan lumpur aktif merupakan pengolahan
limbah cair yaitu bakteri aerobik dalam suatu bak limbah yang telah diberi aerasi, bertujuan
untuk menurunkan bahan organik yang mengandung karbon atau nitrogen dalam limbah.
Sedangkan sistem pengolahan dengan saringan tetes merupakan pengolahan limbah cair yang
menggunakan biofilum yang merupakan lapisan mikroorganisme yang menutupi hamparan
saringan atau filter pada dasar bak limbah. Hamparan tersebut berupa tumpukan arang,
plastik, dan kerikil. Penguraian secara anaerob merupakan proses biologis gas bio (gas
metan= CH4). Gas bio dapat berguna sebagai sumber energi alternatif yaitu pembakaran
untuk menghasilkan listrik. Tahukah Anda bahwa bakteri dapat mencerna limbah? Bakteri
tersebut dimasukkan dalam bak yang berisi limbah yang diberi lubang untuk masuknya udara
(aerator), sehingga limbah akan terurai dan dapat dibuang ke lingkungan yang airnya sudah
dipisahkan dari endapannya. Misalnya limbah logam berat yaitu Chromium, limbah tersebut
dapat direduksi oleh bakteri Enterobacter cloaceae sehingga tidak akan membahayakan lagi
bagi manusia.

Ketika sampah yang menumpuk semakin menjadi masalah, bioteknologi dapat menjawab
tantangan tersebut. Pemanfaatan mikroba pencerna sampah terutama sampah organik dapat
mengatasi semakin banyaknya sampah, misalnya pencemaran oleh minyak dapat diatasi
dengan bakteri Pseudomonas yang mampu mengonsumsi senyawa hidrokarbon.

Campbel N.A. and Janee B. Reece. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta :
Erlanggga.
D.A Pratiwi, Sri Maryati, Suharno, dan bambang S. 2018. Biologi SMA/MA XII. Jakarta :
Erlangga.

Proses pengolahan limbah dapat dilakukan secara aerob ataupun anaerob. Bakteri
yang dimasukkan ke dalam bak penampungan sampah akan mencerna sampah yang ada.
Sampah yang sudah tercerna dapat dibuang ke lingkungan ketika air sudah dipisahkan
dengan endapan limbah yang sudah tidak berbahaya lagi.

Dalam bidang pengelolaan


lingkungan hidup, bioteknologi juga
memegang peranan yang penting.
Misalnya, penggunaan bakteri aktif
di instalansi-instalansi pengolahan
air limbah. Untuk mengefisienkan
pengolahan limbah, digunakan
mikroorganisme yang dapat
mengubah sampah organik menjadi
substansi yang lebih sederhana.
Penggunaan mikroorganisme untuk
pengelolaan lingkungan juga telah
terbukti ketika terjadi kebocoran
kapal tanker. Minyak mentah yang
mencemari pantai dibersihkan menggunakan bakteri yang dapat mengurai minyak mentah
tersebut (Gambar 8.14).

Campbel N.A. and Janee B. Reece. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta :
Erlanggga.
D.A Pratiwi, Sri Maryati, Suharno, dan bambang S. 2018. Biologi SMA/MA XII. Jakarta :
Erlangga.

Bioteknologi Bahan Bakar

A. Biogas

Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh
mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen biogas antara lain
sebagai berikut : ± 60 % CH4 (metana), ± 38 % CO2 (karbon dioksida) dan ± 2 % N2, O2,
H2, & H2S. Biogas dibuat dengan memanfaatkan kotoran ternak, karena itu dapat
mengurangi pencemaran oleh kotoran ternak, dan sisa-sisa biogas dapat dimanfaatkan untuk
pupuk

Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik secara anaerobik
(tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang sebagian besar adalah berupa gas
metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut
biogas.
Bakteri yang membantu pembentukan biogas :

· Bakteri fermentatif : Streptococci, Bacterioides, dan beberapa jenis Enterobacteriaceae

· Bakteri asetogenik : Kethanobacillus dan Desulfovibrio

· Bakteri metana : Methanobacterium, Methanobacillus, dan Methanococcus

B. Gasohol

Gasohol merupakan bahan bakar untuk otomotif yang ramah lingkungan dan dapat
diperbaharui dan tidak menimbulkan polusi. Bahan baku yang paling banyak digunakan
adalah tebu. Gasohol dihasilkan dari fermentasi khamir pada gula . Setelah tebu diambil
gulanya, maka tersisa limbah yang berserat yang disebut bagasse. Bagasse dapat dikeringkan
dan dibakar sebagai sumber energi untuk proses destilasi pembuatan gasohol.

Campbel N.A. and Janee B. Reece. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta :
Erlanggga.
D.A Pratiwi, Sri Maryati, Suharno, dan bambang S. 2018. Biologi SMA/MA XII. Jakarta :
Erlangga.

Proses pembuatan gasohol :

a. Penanaman tebu

b. Ekstrasi gula dengan memecah dan


menggilas tebu

c. Pengkristalan sukrosa, yang menyisakan


sirup glukosa yang disebut molase

d. Fermentasi molase oleh


khamir Saccharomyces cerevisiae menjadi
alcohol pekat

e. Destilasi (penyulingan) alcohol pekat menjadi alcohol murni (gasohol), memakai sumber
tenaga dari bagasse.

Ada juga gasohol yang bahan bakunya berasal dari singkong atau ubi kayu yang banyak
dijumpai di kebun. Tanaman ini dipilih karena selain menanamnya mudah, kadar pati
singkong cukup tinggi, 28 sampai 30 persen. Di panen setelah mencapai usia tanam 9 bulan.
Lalu singkong-singkong tersebut diproses menjadi ethanol, hingga kadar alkoholnya
mencapai angka 99,5 % atau bioetanol fuel grade. Selanjutnya dicampur dengan bensin biasa
atau premium, dengan perbandingan bensin 90 persen, etanol 10 persen.

Hasil campuran bensin dengan bio-etanol inilah yang kemudian diberi nama dengan gasohol
bio-etanol 10% atau disingkat Gasohol Be-10 atau cukup disebut dengan gasohol. Sebagai
aditif atau substitusi bahan bakar otomotif, campuran etanol fuel grade dengan bensin ini,
bisa mencapai angka 20 %, tanpa harus mengubah mesin yang sudah ada. Dari uji coba yang
telah dilakukan, diperoleh beberapa keunggulan. Gasohol mengandung oksigen yang
membuat pembakaran lebih sempurna dan lebih ramah lingkungan karena asap pembuangan
tidak hitam.

C. Biodiesel

Biodiesel adalah bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati, baik
minyak baru maupun bekas penggorengan dan melalui proses transesterifikasi. Proses ini
menghasilkan dua produk yaitu metil esters (biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang
merupakan produk samping. Bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel antara lain
minyak nabati, lemak hewani, lemak bekas/lemak daur ulang, minyak kelapa, minyak kelapa
sawit, minyak jarak, minyak goreng bekas. Sedangkan sebagai bahan baku penunjang yaitu
alkohol. Pada pembuatan biodiesel dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi. Biodiesel
digunakan untuk bahan bakar alternative pengganti BBM untuk motor diesel. Produk
biodiesel tergantung pada minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku serta
pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut.

Campbel N.A. and Janee B. Reece. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta :
Erlanggga.
D.A Pratiwi, Sri Maryati, Suharno, dan bambang S. 2018. Biologi SMA/MA XII. Jakarta :
Erlangga.

Alkohol yang digunakan sebagai pereaksi


untuk minyak nabati adalah methanol, namun
dapat pula digunakan ethanol, isopropanol
atau butyl, tetapi perlu diperhatikan juga
kandungan air dalam alcohol tersebut.
Bila. Hasil biodiesel juga dipengaruhi oleh
tingginya suhu operasi proses
produksi, kandungan air (kandungan air
tinggi menyebabkan hasil biodiesel kualitas
rendah), lamanya waktu pencampuran atau
kecepatan pencampuran alkohol.

Katalisator dibutuhkan pula guna


meningkatkan daya larut pada saat reaksi
berlangsung, umumnya katalis yang digunakan
bersifat basa kuat yaitu NaOH atau KOH atau
natrium metoksida. Katalis tersebut pada
umumnya sangat higroskopis dan bereaksi membentuk larutan kimia yang akan dihancurkan
oleh reaktan alkohol. Jika banyak air yang diserap oleh katalis maka kerja katalis kurang baik
sehingga produk biodiesel kurang baik. Setelah reaksi selesai, katalis harus di netralkan
dengan penambahan asam mineral kuat. Setelah biodiesel dicuci proses netralisasi juga dapat
dilakukan dengan penambahan air pencuci, HCl juga dapat dipakai untuk proses netralisasi
katalis basa, bila digunakan asam phosphate akan menghasil pupuk phosphat (K3PO4)

D. Pure Plant Oil (PPO)

Pure Plant Oil (PPO) adalah minyak yang diperoleh secara langsung baik dari pemerahan
atau pengempaan biji sumber minyak, minyak yang telah dimurnikan, maupun minyak kasar
tanpa melibatkan modifikasi secara kimia. PPO biasa disebut juga sebagai unmodiefied oil
atau SVO (straight vegetable oil). PPO dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung
minyak baik yang berasal dari hewan maupun tumbuh-yumbuhan melalui proses
pemerahan. Pengembangan PPO ini bertujuan sebagai solusi terhadap kelangkaan BBM dan
isu lingkungan yang ditimbulkan akibat penggunaan BBM. Dalam aplikasinya, PPO tidak
dapat digunakan secara langsung pada mesin diesel, karena membutuhkan modifikasi atau
tambahan peralatan khusus untuk mesin.

Campbel N.A. and Janee B. Reece. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta :
Erlanggga.
D.A Pratiwi, Sri Maryati, Suharno, dan bambang S. 2018. Biologi SMA/MA XII. Jakarta :
Erlangga.

Proses Produksi PPO :

a) Proses Ekstrasi Mekanis

Proses Ekstrasi mekanis bertujuan untuk memperoleh minyak dari biji yang mengandung
minyak. Proses yang sering digunakan adalah pengepresan hidrolik (hydraulic presssing) dan
pengepresan berulir (screw press). Ekstrasi mekanis dipandang lebih ekonomis, terutama
untuk bahan-bahan yang mengandung minyak lebih besar dari 10%.

1. Pengepresan Hidrolik (Hydraulic Presssing)

Metode hydraulic presssing merupakan proses ekstrasi dengan memanfaatkan tekanan.


Banyaknya minyak terekstrasi tergantung dari besarnya tekanan, lama pengepresan, dan
kandungan minyak dalam bahan asal. Tekanan yang umum digunakan pada hydraulic
presssing sekitar 140,6 kg/cm (136 atm) dan digunakan untuk bahan-bahan yang
mengandung minyak lebih besar dari 20%.

Biji yang mengandung minyak dimasak dahulu sebelum dipres dengan tujuan
menggumpalkan protein, mematikan enzim-enzim terutama enzim lipase, dan untuk
membuka sel-sel pembungkus minyak di dalam daging biji. Biji kemudian dipres hingga
menghasilkan minyak. Kemudian dilanjutkan dengan penyaringan (filtrasi) untuk
menghilangkan kotoran yang masih terkandung dalam minyak.

2. Pengepresan Berulir (Screw Pressing)

Pengepresan berulir memiliki beberapa kelebihan dibanding pengepresan hidrilic yaitu :

a. Biji dapat langsung dipres sehingga menghemat waktu proses.

b. Kapasitas produksi lebih besar karena proses dapat berjalan kontinu.

c. Menghasilkan rendemen yang besar.

Campbel N.A. and Janee B. Reece. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta :
Erlanggga.
D.A Pratiwi, Sri Maryati, Suharno, dan bambang S. 2018. Biologi SMA/MA XII. Jakarta :
Erlangga.

Sebagai contoh, biji jarak yang dipres berulir menghasilkan minyak 27-30% dan dari jumlah
biji.

Minyak yang diproses melalui metode tersebut diproses lebih lanjut untuk menghilangkan
fosfor dan asam-asam lemak bebas dalam minyak. Proses penghilangan fosfor
disebut degumming, yaitu menambahkan asa, (umumnya asam fospat) pada konsentrasi 0,01-
0,2%. Penghilangan asam-asam lemak bebas dalam minyak melalui proses netralisasi dengan
menambahkan larutan alkalin. Minyak yang telah mengalami proses degumming dan
netralisasi disebut dengan PPO.

Metode ekstrasi dengan pelarut menghasilkan minyak dengan rendemen tinggi.


Namun, metode ini tidak banyak digunakan karena memerlukan biaya investasi yang besar.
Bahan yang akan diekstrak minyaknya, dikecilkan ukurannya terlebih dahulu. Umumnya
proses ekstraksi berlangsung 6 jam. Biasanya, minyak yang dihasilkan tidak perlu
dimurnikan lebih lanjut.

E. Biobriket

Biobriket adalah bahan bakar yang potensial dan dapat diandalkan untuk rumah
tangga. Biobriket mampu menyuplai energi dalam jangka panjang. Biobriket didefinisikan
sebagai bahan bakar yang berwujud padat dan berasal dari sisa-sisa bahan organik yang telah
mengalami proses pemampatan dengan tekan tertentu. Harga biobriket relatif murah dan
terjangkau masyarakat.

Proses pembuatan biobriket meliputi 4 tahap, yaitu pengeringan, penggerusan,


pencampuran, dan pembentukan campuran menjadi biobriket.

Pembuatan biobriket bisa menggunakan sekam, bungkil jarak pagar, dan tempurung
kelapa sebagai bahan bakunya. Pembuatan biobriket menggunakan sekam, sekam yang telah
kering diarangkan terlebih dahulu dengan tujuan memperbaiki sifat fisik sekam. Pengarangan
dilakukan dengan memanaskan sekam dalam drum. Proses berakhir jika sekam terlihat
berwarna gelap seperti terbakar.

Gambar Produk Biobriket

Campbel N.A. and Janee B. Reece. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta :
Erlanggga.
D.A Pratiwi, Sri Maryati, Suharno, dan bambang S. 2018. Biologi SMA/MA XII. Jakarta :
Erlangga.

F. Bio-oil

Bio-oil adalah sejenis minyak seperti halnya minyak jarak, minyak sawit atau minyak
kelapa yang diperoleh dari hasil ekstraksi bahan yang mengandung minyak. Bio-oil juga
merupakan bahan bakar cair berwarna gelap, beraroma, seperti asap, dan diproduksi dari
biomassa seperti kayu, kulit kayu, kertas atau biomassa lainnya melalui teknologi pirolisa.
Bahan baku bio-oil dapat berupa bagas (ampas tebu), limbah pertanian jagung(klobot dan
tongkol jagung), limbah industry pulp dan kertas, serbuk kayu gergaji, tandan kosong kelapa
sawit.

Proses pembuatan Bio-oil :

Fast pyrolysis adalah dekomposisi termal dari komponen organic tanpa kehadiran
oksigen dalam prosesnya untuk menghasilkan cairan, gas, dan arang. Cairan yang dihasilkan
ini lebih lanjut kita kenal sebagai bio-oil. Produk yang dihasilkan dalam proses fast
pyrolisis tergantung dari komposisi biomassa yang digunakan sebagai bahan baku, kecepatan,
serta lama pemanasan. Rendemen cairan tertinggi yang dapat dihasilkan dari proses fast
pyrolysis berkisar 78% dengan lama pemanasan 0,5-2 detik, suhu 400-600ᵒC, dan proses
pemadaman yang cepat pada akhir proses. Pemadaman yang cepat sangat penting untuk
memperoleh produk dengan berat molekul tinggi sebelum akhirnya terkonversi menjadi
senyawa gas yang memiliki berat molekul rendah.

Proses produksi bio-oil dimulai dengan persiapan bahan baku lignoselulosa seperti kayu atau
limbah agroindustri menjadi partikel-partikel yang lebih kecil hingga berdiameter kurang dari
1mm. Pengecilan ukuran dimaksudkan untuk mempercepat reaksi pirolisis. Selanjutnya,
bahan dimasukkan ke dalam reactor yang dipanaskan pada suhu 450-500ᵒC tanpa kehadiran
oksigen. Di dalam reactor pirolisis, partikel akan dikonversi menjadi uap yang dapat
dikondensasi, gas yang tidak dapat dikondensasi, dan padatan arang. Kemudian, produk
ditransportasikan ke dalam cyclone. Di dalam cyclone, gas yang dapat dikondensasi akan
dikondensasikan (selanjutnya disebut sebagai bio-oil) dan arang yang terbentuk dipisahkan.
Sementara itu, gas yang tidak dapat terkondensasi (termasuk didalamnya CO2, H2, CH4,)
akan dibakar dibakar dan dikembalikan ke reactor untuk menjaga panas proses.
Campbel N.A. and Janee B. Reece. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta :
Erlanggga.
D.A Pratiwi, Sri Maryati, Suharno, dan bambang S. 2018. Biologi SMA/MA XII. Jakarta :
Erlangga.

Dalam reaksi produksi bio-oil tidak dihasilkan limbah. 100% bahan baku dikonversi menjadi
bio-oil dan arang, sedangkan gas yang tidak dapat dikondensasi dikembalikan ke dalam
proses sebagai sumber energy. Tiga produk akhir yang dihasilkan dalam proses pirolisis
yaitu (60-75wt%), arang (15-20wt%), dan gas tidak terkondensasi (10-20wt%).

Arang merupakan by product dalam pembuatan bio-oil, berwujud padatan berbentuk


granular. Seperti halnya bio-oil , arang termasuk bahan bakar ramah lingkungan. Arang dapat
digunakan sebagai bahan bakar karbon aktif dan setelah dimurnikan dapat digunakan sebagai
bahan pensubstitusi anthracite coal yang umumnya dimanfaatkan dalam pembuatan baja .

Campbel N.A. and Janee B. Reece. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Jakarta :
Erlanggga.

Anda mungkin juga menyukai