Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Teknologi Hijau

2019, Vol. 2, No. 2

Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang dengan Proses Fermentasi Bakteri


Sacharomyces ceriviceae

Al Anisah Mai P*, Windy Anizatul Maghfiroh*, Ardista Izdhihar Kaloka, Antareza Manbaul,
Ubaydillah Dwi Sakti, dan
Prof. Dr. Ir. Soeprijanto, M.Sc
Teknik Kimia Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
27 Maret 2019 ; 1 April 2019

ABSTRAK. Kulit Pisang merupakan limbah yang selama ini tidak banyak dimanfaatkan, sehingga dalam
waktu yang relatif panjang keberadaan limbah tersebut mendatangkan masalah tersendiri antara lain
pencemaran. Kulit pisang memiliki kandungan lignosellulosa yang cukup tinggi yang dapat didegradasi
menjadi bentuk yang lebih sederhana yaitu glukosa sebagai sumber pembentukan bioetanol. Kandungan lignin
dalam Kulit Pisang perlu dihilangkan atau dirusak strukturnya. Pada penelitian ini digunakan metode proses
fermentasi dengan fermipan. Hasil bioetanol dari Kulit Pisang dari larutan 150 gram didapatkan sebanyak 3,6
ml. Kadar gula sampel yang didapatkan sebesar 1,8 gr/L. Bioetanol yang didapat tidak berwarna dengan pH
6. Hasil ini tidak sesuai dengan SNI dimana seharusnya pH bioetanol sebesar 6,5.

Kata Kunci Bioetanol, Destilasi, Fermentasi, Hidrolisa, dan Kulit Pisang

PENDAHULUAN

Pada masa sekarang kecendrungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber
bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu, perlu adanya
bahan alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti minyak bumi. Bioetanol dapat digunakan
sebagai bahan bakar untuk pemecahan masalah energi pada saat ini. Saat ini sedang diusahakan secara
intensif pemanfaatan bahan-bahan yang mengandung serat kasar dengan karbohidrat yang tinggi,
dimana semua bahan yang mengandung karbohidrat dapat diolah menjadi bioethanol. Misalnya umbi
kayu, ubi jalar, pisang, dan lain-lain. Bioethanol dapat dihasilkan dari tanaman yang banyak
mengandung senyawa selulosa dengan menggunakan bantuan dari aktivitas mikroba.
Bioetanol adalah etanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan
proses farmentasi. Etanol atau ethyl alkohol (C 2H5OH) berupa cairan bening tak berwarna, terurai
secara biologis (biodegradable), toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi udara yang besar
bila bocor. Etanol yang terbakar menghasilkan karbondioksida (CO 2) dan air (Rikana dan Adam,
2005).

Gambar 1. Rumus Bangun Bioetanol


(Fessenden dan Fessenden, 1986)

Etanol diproduksi dengan cara fermentasi menggunakan bahan baku hayati. Etanol atau Etil
Alcohol (lebih dikenal dengan alkohol, dengan rumus kimia C2H5OH) adalah cairan tak berwarna
dengan karakteristik antara lain mudah menguap, mudah terbakar, larut dalam air, tidak karsinogenik
dan jika terjadi pencemaran tidak memberikan dampak lingkungan yang signifikan.

27 Maret 2019; 16 Mei 2019


Jurnal Teknologi Hijau
2019, Vol. 2, No. 2
Keuntungan penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi
yaitu penggunaan bahan bakar etanol dapat dikatakan tidak memberikan tambahan neto
karbondioksida pada lingkungan. Hal ini karena CO2 yang dihasilkan dari pembakaran etanol diserap
kembali oleh tumbuhan dan dengan bantuan sinar matahari digunakan dalam proses fotosintesis.
Bahan bakar bioetanol memiliki nilai oktan tinggi sehingga dapat digunakan baik sebagai bahan
peningkat oktan (octane enhancer) menggantikan penggunaan senyawa eter dan penggunaan logam
berat seperti Pb sebagai anti-knocking agent yang memiliki dampak buruk terhadap lingkungan.
Dengan nilai oktan yang tinggi, maka proses pembakaran menjadi lebih sempurna dan emisi gas
buang hasil pembakaran dalam mesin kendaraan bermotor lebih baik (Wheals et al.,1999 dalam Broto
dan Richana, 2007).
Lignoselulosa perlu perlakuan awal (pretreatmen) sebelum dikonversi menjadi bioetanol.
Perlakuan awal tersebut meliputi: perlakuan awal fisik (pengecilan ukuran, pemanasan); perlakuan
awal kimia (asam, alkali); dan perlakuan biologis (Taherzadeh and Karimi, 2007). Perlakuan awal
menggunakan asam (hidrolisis asam) lebih banyak diterapkan dibandingkan hidrolisis menggunakan
enzim karena harga enzim sangat mahal dan sulit didapatkan. Hidrolisis dengan asam bertujuan untuk
memecah ikatan lignin, selulosa dan hemiselulosa agar selulosa dan hemiselulosa mudah didegradasi
menjadi glukosa. Larutan asam seperti asam sulfat dapat memotong ikatan beta 1,4 selulosa sehingga
diharapkan dapat meningkatkan kadar gula yang dihasilkan dan dapat mengoptimalkan kadar
bioetanol yang dihasilkan. Kondisi optimal produksi bioetanol dengan perlakuan awal asam dari
bahan baku kulit pisang belum ditemukan sehingga pada penelitian ini akan dilakukan penelitian
mengenai optimasi proses hidrolisis dan fermentasi substrat kulit pisang.
Fermentasi berasal dari bahasa latin “Ferfere” yang berarti mendidihkan (Muljono, 2002).
Seiring perkembangan teknologi, definisi fermentasi meluas menjadi proses yang melibatkan
mikroorganisme untuk menghasilkan suatu produk. Pada mulanya istilah fermentasi digunakan untuk
menunjukan proses pengubahan glukosa menjadi etanol. Namun, kemudian istilah fermentasi
berkembang lagi menjadi seluruh perombakan senyawa organik yang dilakukan oleh mikroorganisme
Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi (Muljono, 2002) :
1. Ragi
Ragi atau khamir adalah jamur yang terdiri dari satu sel, dan tidak membentuk hifa. Termasuk
golongan jamur Ascomycotina. Reproduksi dengan membentuk tunas (budding). Contoh dan
peranan Ragi/Khamir:
1. Saccharomyces cerevciae: berfungsi untuk pembuatan roti, tape, dan alkohol.
2. Saccharomyces tuac: berfungsi untuk mengubah air niral legen menjadi tuak.
3. Saccharomyces ellipsoideus: berfungsi untuk peragian buah anggur menjadi anggur minuman
(akhyasrinuki , 2011).
Adapun ragi yang digunakan pada penelitian ini yaitu : ragi tape dan ragi roti.
Mikroorganisme ini dipilih karena ragi tape dan ragi roti adalah Saccharomyces cerevicae yang
dapat memproduksi alkohol dalam jumlah besar dan mempunyai toleransi pada kadar alkohol yang
tinggi. Kadar alkohol yang dihasilkan sebesar 8-20% pada kondisi optimum. Ragi tape dan ragi
roti yang bersifat stabil, tidak berbahaya atau menimbulkan racun, mudah di dapat dan malah
mudah dalam pemeliharaan. Bakteri tidak banyak digunakan untuk memproduksi alkohol secara
komersial, karena bakteri tidak dapat tahan pada kadar alkohol yang tinggi (Sudarmadji K., 1989).
2. Suhu
Suhu berpengaruh terhadap proses fermentasi melalui dua hal secara langsung mempengaruhi
aktivitas enzim khamir dan secara langsung mempengaruhi hasil alkohol karena adanya
penguapan, seperti proses biologis (enzimatik) yang lain, kecepatan fermentasi akan bertambah
sesuai dengan suhu yang optimum umumnya 27 – 32oC.
Ragi tape dan ragi roti mempunyai temperatur maksimal sekitar 40 – 50oC dengan temperatur
minimum 0oC. Pada interval 15 – 30 oC fermentasi mengikuti pola bahwa semakin tinggi suhu,
fermentasi makin cepat berlangsung. Suhu optimum untuk ragi roti adalah 19 – 32 oC dan suhu
optimum untuk ragi tape adalah 35 – 47 oC. Oleh karena itu, pengaturan suhu dibuat dalam range
tersebut (Winarno & Fardiaz,1992).
3. Oksigen
4. Pengaruh pH

27 Maret 2019; 16 Mei 2019


Jurnal Teknologi Hijau
2019, Vol. 2, No. 2
Pada umumnya pH untuk fermentasi dibutuhkan keasaman 3,4 – 4, ini didasari lingkungan
hidup dari starter yang dapat tumbuh dan melakukan metabolisme pada pH tersebut (Winarno &
Fardiaz,1992).
5. Kadar Gula
Kadar gula yang optimum untuk aktivitas pertumbuhan starter adalah 10-18%. Gula disini
sebagai substrat, yaitu sumber karbon bagi nutrient ragi tape dan ragi roti yang mempercepat
pertumbuhan untuk selanjutnya menguraikan karbohidrat menjadi etanol. Apabila terlalu pekat,
aktivitas enzim akan terhambat sehingga waktu fermentasi menjadi lambat disamping itu terdapat
sisa gula yang tidak dapat terpakai dan jika terlalu encer maka hasilnya berkadar alkohol rendah.
Jika kadar gula di bawah 10% fermentasi dapat berjalan tetapi etanol yang dihasilkan terlalu encer
sehingga tidak efisien untuk didestilasi dan biayanya mahal. Jika kadar gula di atas 18 %
fermentasi akan menurun dan alkohol yang terbentuk akan menghambat aktivitas ragi, sehingga
waktu fermentasi bertambah lama dan ada sebagian gula yang tidak terfermentasi (Winarno &
Fardiaz,1992).
Pisang merupakan tanaman hortikultura yang penting karena potensi produksinya yang cukup
besar dan produksi pisang berlangsung tanpa mengenal musim. Sejak lama pisang sudah dikenal
sebagai buah yang lezat dan berkhasiat bagi kesehatan, karena pisang mengandung gizi sangat baik,
antara lain menyediakan energi cukup tinggi dibanding dengan buah-buahan lain. Walaupun
demikian, pemanfaatan pisang masih terbatas. Selain dapat dimakan langsung sebagai buah segar,
pisang juga dapat diolah dalam keadaan mentah maupun matang. Pisang mentah dapat diolah menjadi
gaplek, tepung dan keripik, sedangkan pisang matang dapat diolah menjadi anggur, sari buah, pisang
goreng, pisang rebus, kolak, getuk dan lain sebagainya. Kulit pisang merupakan limbah yang dapat
menjadi bahan baku pembuatan etanol, karena banyak mengandung karbohidrat dengan melalui tahap
hidrolisis asam dan fermentasi menggunakan mikroogranisme. Etanol merupakan cairan hasil proses
fermentasi gula dari sumber karbohidrat (pati) menggunakan bantuan mikroorganisme, (Dewati,
2008). Mikroorganisme yang banyak digunakan untuk mengkonversi glukosa menjadi etanol adalah
Saccharomyces cerevisiae. Menurut (Schlegel, 1994 dalam Martiningsih, 2007) kebutuhan etanol
semakin bertambah dengan semakin banyaknya pabrik-pabrik farmasi dan sekolah farmasi maupun
kimia di Indonesia yang menggunakan etanol. Etanol dalam bidang industri dapat digunakan sebagai
bahan bakar, alat pemanas, penerangan atau pembangkit tenaga, pelarut bahan kimia, dan obat-obatan.
pisang digunakan karena mengandung karbohidrat. Karbohidrat tersebut diurai terlebih dahulu
melalui proses hidrolisis kemudian di fermentasi dengan menggunakan Saccharomyces cereviseae
menjadi alkohol. Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan dari fermentasi gula dari sumber karbohidrat
menggunakan bantuan mikroorganisme.
Komposisi limbah kulit pisang ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Limbah Kulit Pisang (100 gr)
Unsur Komposisi
Air 69,80%
Karbohidrat 18,50%
Lemak 2,11%
Protein 0,32%
Kalsium 715mg/100gr
Pospor 117mg/100gr
Besi 0,6mg/100gr
Vitamin B 0,12mg/100gr
Vitamin C 17,5mg/100gr
Sumber: (Anynomous, 1978)
Berdasarkan hal ini, maka peneliti akan memanfaatkan limbah kulit pisang raja yang tidak
dimanfaatkan lagi oleh masyarakat menjadi etanol dengan cara hidrolisis dan fermentasi
menggunakan Saccharomyces cerevisiae.
Di bawah ini merupakan tabel parameter kualitas bioetanol berdasrkan Standar Nasional
Indonesia (SNI).
Tabel 2. Standar Nasional Indonesia Kualitas Bioetanol (SNI 7390-2008)
Parameter Unit, Min/Max Spesifikasi Metode Uji

27 Maret 2019; 16 Mei 2019


Jurnal Teknologi Hijau
2019, Vol. 2, No. 2
(SNI 7390-2008)
Kadar etanol %-v, min. 99,5(sebelum denaturasi) Sub 11.1
94,0 (setelah denuturasi)
Kadar methanol Mg/L, max. 300 Sub 11.1
Kadar air %-V, max. 1 Sub 11.2
Kadar denaturan %-V, min. 2 Sub 11.3
%-V, max. 5
Kadar Cu Mg/kg, max. 0,1 Sub 11.4
Keasaman sbg Mg/L, max. 30 Sub 11.5
CH3COOH
Tampakan Jernih dan tdk ada endapan Peng. Visual
Ion klorida Mg/L, max. 40 Sub 11.6
Kandungan sulfur Mg/L, max. 50 Sub 11.7
Getah (gum), dicuci Mg/100mL, max. 5,0 Sub 11.8
pH 6,5-9,0 Sub 11.9

METODOLOGI PERCOBAAN

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit pisang. Bahan lain yang
digunakan adalah Natrium Hidroksida (NaOH), HCl, air suling, asam sulfat (H 2SO4), fehling A,
fehling B, larutan glukosa, mpk, fermipan dan urea.
Alat-alat yang digunakan antara lain labu ukur, gelas ukur, gelas beker, Erlenmeyer, batang
pengaduk, thermometer dan penangas listrik.
Penelitian ini menggunakan hidrolisis adan fermentasi. Pertama kulit pisang dikecilkan
ukurannya dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100 oC hingga kadar air konstan. Kulit
pisang yang telah dioven dikecilkan ukurannnya, kemudian disimpan dalam kondisi kering pada suhu
ruang. Analisa gula standar dan sampel dengan membuat 10 mL fehling A + 10 mL fehling B + 4 tetes
metilen B ketiga bahan tersebut dicampur lalu dipanaskan hingga mendidih. Pada analisa gula standar
dilakukan titrasi larutan glukosa 5 gram/liter dengan penitran campuran bahan diatas tadi hingga
menjadi warna merah bata. Titrasi dilakukan diatas pemanasnya dengan meneteskan penitran
menggunakan pipet tetes. Lalu hasil dari titrasi tersebut di titrasi lagi dengan sampel dilakukan dengan
cara yang sama hingga berubah warna menjadi merah bata.
Kulit pisang kering ditimbang, kemudian dimasukan ke dalam gelas beker ukuran 500 mL,
lalu menghidrolisis sampel dengan HCl 1N sebanyak 1 liter. Lalu dipanaskan selama 2 jam sambil
diaduk. Setelah itu didinginkan dan menjaga pH tetap 4-5. Lalu menambahkan mpk sebanyak 0,1%
dari kadar gula sampel. Lalu menambahkan urea 0,5% kadar gula dalam larutan tersebut.
Menambahkan fermipan 10% dari berat sampel awal. Didiamkan selama 8 hari kemudian hasil
fermentasi dilakukan distilasi untuk mendapatkan etanolnya setelah itu menganalisa volume etanol
yang didapat.
Mulai

Hidrolisis HCl 1 N

Fermentasi NPK, Urea, Fermipan


HASIL DANSelesai
PEMBAHASAN
Destilasi 3 jam suhu 78-850C
Berat kulit pisang yang digunakan 150 gram. Dihidrolisis menggunakan larutan HCl 1 N.
Hidrolisis bertujuan untuk memecah polisakarida menjadi monosakarida. Polisakarida dapat diubah
menjadi alkohol melalui proses biologi dan kimia (Dompeipen, Edward J, 2015). Setelah dihidrolisis
larutan diuji kadar gulanya menggunakan glukosa 5 gr/L. Kadar gula yang didapatkan sebesar 1,8

27 Maret 2019; 16 Mei 2019


Jurnal Teknologi Hijau
2019, Vol. 2, No. 2
gr/L. Semakin tinggi kadar glukosa hasil hidrolisis maka semakin tinggi pula kadar bioetanol yang
dihasilkan hal ini dikarenakan banyaknya jumlah glukosa yang dapat dikonversi oleh mikroba
fermipan menjadi etanol pada proses fermentasi (Fardiana, 2018).
Kadar gula yang tinggi dapat menyebabkan turunnya aktivitas yeast. Hal tesebut disebabkan
oleh sel fermipan memanfaatkan gula reduksi sebagai sumber nurtrisi yaitu karbon dan nitrogen yang
terdapat pada media fermentasi dan sebagai bahan baku untuk menghasilkan etanol (Meisela, 2016).
Berikut perhitungan kadar gulanya :
C1.V1 = C2.V2
0,5 gr/L × 0,0036 L = C2 × 0,001 L
0,0018 gr = 0,001 C2 L
C2 = 0,0018/0,001 gr/L
C2 = 1,8 gr/L

Larutan kulit pisang difermentasi selama 8 hari. Pada penelitian ini, mikroba yang digunakan
adalah fermipan. Mikroba ini mampu mengkonversi selulosa dan hemiselulosa berantai karbon 5
menjadi bioetanol (Irvan, 2016).
Destilasi dilakukan selama 3 jam dengan menstabilkan suhu 78-85C. Tujuan dari destilasi
adalah untuk memisahkan etanol dari campuran etanol-air. Titik didih etanol adalah 78 oC dan titik
didih air adalah 100oC sehingga dengan pemanasan pada suhu 78-85C dengan metode detilasi maka
etanol dapat dipisahkan dari campuran etanol-air (Wildha Walidhatun Nisa’, 2014). Hasil yang
didapatkan sebanyak 3,6 ml dengan pH 6. Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan SNI karena pada
proses fermentasi pH sampel sebesar 6.
Faktor yang berpengaruh antara lain penambahan nutrisi, derajat keasaman pH, dan lama
fermentasi. Lama fermentasi mempengaruhi perolehan bioetanol, dimana semakin lama fermentasi
dilakukan, volume yang diperoleh semakin meningkat sampai batas waktu tertentu dan kemudian
menurun (Irvan, 2016). Semakin lama waktu fermentasi maka semakin tinggi kadar bioetanol yang
dihasilkan. Tetapi jika kadar bioetanol dalam substrat terlalu tinggi akan berpengaruh buruk terhadap
pertumbuhan fermipan.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari percobaan bioetanol yaitu :


1. Volume bioetanol yang didapatkan setelah fermentasi 8 hari sebesar 3,6 ml.
2. pH sebesar 6, pH hasil bioetanol tidak sesuai dengan SNI yaitu sebesar 6,5.
3. Kadar gula sampel yang didapatkan sebesar 1,8 gr/L.

Ucapan terima kasih. Terimakasih kepada Departemen Teknik Kimia Industri Institut Teknologi
Sepuluh Nopember menfasilitasi alat percobaan beserta Prof. Dr. Ir. Soeprijanto, M.Sc selaku dosen
pengampu modul bioetanol diwakili asisten laboratorium Teknologi Hijau (Sashi Agustina)
mengijinkan dan membimbing kami dalam percobaan ini.
REFERENSI

Akhyasrinuki, 2011. http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2150298-definisiragi-khamir-


protozoa. Diakses 20 Oktober 2012.
Broto, Wisnu dan N. Richana. (2007). Inovasi Teknologi Proses Industri Bioetanol dari Ubi Kayu
Skala Perdesaan. Malang: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

27 Maret 2019; 16 Mei 2019


Jurnal Teknologi Hijau
2019, Vol. 2, No. 2
Dewati Retno. (2008). Limbah Kulit Pisang Kepok Sebagai Bahan Baku Pembuatan Ethanol. Skripsi.
UPN ”Veteran” Jatim.
Edward J. Dompeipen (2015). Pengaruh Waktu Dan Ph Fermentasi Dalam Produksi Bioetanol Dari
Rumput Laut Eucheuma Cottonii Menggunakan Asosiasi Mikroba (Sacchromyces Cerevisiae,
Aspergilus Niger Dan Zymomonas Mobilis). Ambon : Balai Riset dan Standardisasi Industri
Ambon.
Fardiana (2018). Analisis Bioetanol Dari Limbah Kulit Buah Sukun (Artocarpus Altilis) Dengan Cara
Hidrolisis Dan Fermentasi. Palu : Universitas Tadulako.
Fessenden & Fessenden, 1994, Kimia Organik, Jakarta: Erlangga.
Heppy Rikana, Risky Adam. (2010). “Pembuatan Bioethanol dari Kulit pisang Secara Fermentasi
Menggunakan Ragi Tape.” Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Semarang.
Hidayat,N.,M.C. Pradaga dan S.Suhartini. (2011).Mikrobiologi Industri. Andi: Yogyakarta.
Irvan (2016). Pengaruh Konsentrasi Ragi Dan Waktu Fermentasi Pada Pembuatan Bioetanol Dari
Biji Cempedak (Artocarpus Champeden Spreng). Medan : Universitas Sumatera Utara.
Martiningsih Endang. (2007). Pemanfaatan Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca L. var sapientum)
sebagai Substrat Fermentasi Etanol menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Skripsi.
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta : Surakarta.
Meisela. (2016). Hubungan Antara Kadar Etanol, Kadar Gula Reduksi Dan Jumlah Sel Dalam
Produksi Bioetanol Dari Air Kelapa Kental Dengan Penambahan Tween80tm. Pekanbaru.
Muljono, Judoamidjojo, Darwis, Aziz, A., dian Gumbira, E. (2002). Teknologi Fermentasi. Rajawali
pers: Jakarta.
Septiyani, R. (2011). Pengaruh konsentrasi dan lama inkubasi enzim selulase terhadap kadar gula
reduksi ampas tebu. (Skripsi). Universitas Lampung. Lampung.
Sudarmadji, S. Bambang, H. dan Suhardi. (1984). Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan
Pertanian. edisi ketiga. Liberty. Yogyakarta.
Taherzadeh, M.J. and K, Karimi. (2007). Acid-Based Hydrolysis Processesor Ethanol from
Lignocellulosic Materials : A Review. Bio Resources 2 (3) : 472-499.
Wildha Walidhatun Nisa’ (2014). Produksi Bioetanol dari Onggok (Limbah Padat Tapioka) dengan
Proses Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak menggunakan Khamir Hasil isolasi dati Tetes
Tebu. Malang : Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.

27 Maret 2019; 16 Mei 2019

Anda mungkin juga menyukai