Anda di halaman 1dari 17

BIOETANOL DARI KULIT SINGKONG DAN AMPAS TEBU DENGAN

VARIASI MASSA RAGI

Muhammad Ibnu Candra Mustofa1), Pathur Razi Ansyah2)


1,2
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat
Jl. Ahmad Yani KM 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 70714
E-mail : 1810816110003@mhs.ulm.ac.id
Abstract
This study aims to determine the effect of material composition and variations in
yeast mass on alcohol content, yield and color of bioethanol products from bagasse
and cassava peels produced. The test results showed that the highest alcohol content
was obtained from the composition of 100 grams of bagasse - 0 grams of cassava peel
with an alcohol content of 35.3%, 41.7%, and 45%, respectively. The highest yield
was obtained from the composition of 100 grams of bagasse - 0 grams of cassava peel
with 1.03%, 1.29% and 1.40% yields, respectively. The highest alcohol content was
obtained from a mass of 8 grams of yeast with an alcohol content of 45%, 44.3%,
39.7%, 42.3%, 39.7%, respectively. The highest yield was obtained from 8 gram
yeast mass with yields of 1.40%, 1.36%, 1.18%, 0.99% and 0.66%. The clearest
distillation color was obtained from a mass of 8 grams of yeast.

Keywords: Sugarcane Bagasse, Cassava Peel, Yeast Mass, Bioethanol

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi bahan dan variasi
massa ragi terhadap kadar alkohol, randemen dan warna produk bioetanol dari bahan
baku ampas tebu dan kulit singkong yang dihasilkan. Hasil pengujian didapatkan
kadar alkohol tertinggi diperoleh dari komposisi bahan 100 gram ampas tebu - 0 gram
kulit singkong dengan kadar alkohol berturut-turut 35.3%, 41.7%, dan 45%.
Randemen terbanyak diperoleh dari komposisi bahan 100 gram ampas tebu - 0 gram
kulit singkong dengan randemen berturut-turut 1.03%, 1.29%, dan 1.40%. Kadar
alkohol tertinggi diperoleh dari massa ragi 8 gram dengan kadar alkohol berturut-
turut 45%, 44.3%, 39.7%, 42.3%, 39.7%. Randemen terbanyak diperoleh dari massa
ragi 8 gram dengan randemen 1.40%, 1.36%, 1.18%, 0.99% dan 0.66%. Warna
distilasi paling bening diperoleh dari massa ragi 8 gram.

Kata Kunci : Ampas Tebu, Kulit Singkong, Massa Ragi, Bioetanol

PENDAHULUAN
Peningkatan jumlah penduduk dunia menyebabkan penggunaan bahan bakar
semakin banyak, dan cadangan minyak dunia dan Indonesia semakin menipis, salah
satunya karena ketergantungan kita pada konsumsi energi minyak. Keadaan ini juga
didorong oleh meningkatnya kebutuhan energi minyak bumi dari sektor transportasi
dan tumbuhnya sektor industri Indonesia. Hal tersebut memaksa kita untuk mencari,

1
memanfaatkan dan mengembankan sumber energi baru yang renewable sebagai
pengganti bahan bakar minyak bumi (Sasongko, 2018). Untuk itu pencarian sumber
energi alternatif untuk bahan bakar harus dikembangkan sehingga dapat diaplikasikan
untuk penggunaan massal. Salah satu sumber energi tersebut adalah bioetanol.
Bioetanol adalah salah satu energi alternatif baru yang berasal dari makhluk hidup,
seperti tumbuh-tumbuhan (Ahmad Dkk., 2020). Bioetanol ini dapat menjadi energi
alternatif untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar yang semakin hari semakin
meningkat.
Pada proses pembuatan bioetanol Massa ragi (S. cerevisiae) berpengaruh
besar terhadap kadar bioetanol yang dihasilkan dari proses fermentasi.
Mikroorganisme ini dipilih karena ragi roti adalah Saccharomyces cerevisiae yang
dapat memproduksi alkohol dalam jumlah besar dan mempunyai toleransi pada kadar
alkohol yang tinggi (12-18 % abv), tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap
aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32oC (Bahri Dkk., 2018). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semakin lama fermentasi semakin banyak dihasilkan etanol
sampai pada waktu tertentu dan semakin banyak ragi yang ditambahkan akan
dihasilkan etanol semakin rendah (Bahri Dkk., 2018).
Penelitian ini dilakukan berdasarkan penelitian Nugroho Dkk., 2020 dengan
mengembangkan pada jenis bahan yang dipakai yang tadinya ampas tebu dan kulit
pisang menjadi ampas tebu dan kulit singkong, dalam hal ini kulit singkong dipilih
karena memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi atau hampir sama dengan ampas
tebu. Dalam penelitian ini penulis juga memvariasikan massa ragi untuk mengetahui
massa ragi yang tepat terhadap kadar etanol yang dihasilkan dari fermentasi ampas
tebu dan kulit singkong.

Ampas Tebu
Ampas tebu diketahui masih mengandung banyak gula, sehingga bisa
digunakan sebagai bahan untuk membuat minyak bioetanol. Hasil analisa kandungan
karbohidrat ampas tebu yaitu mengandung 61,12% hal ini menunjukkan
Kandungan karbohidrat ampas tebu cukup tinggi, memungkinkan digunakan sebagai
sumber energi bagi mikroorganisme untuk menghasilkan bioetanol (Isah dkk., 2019).
Hasil analisa kandungan karbohidrat ampas tebu yaitu mengandung 61,12% hal ini
menunjukkan Kandungan karbohidrat ampas tebu cukup tinggi, memungkinkan
digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme untuk menghasilkan bioetanol
(Isah dkk., 2019). Ampas tebu adalah bahan yang mengandung serat kasar berupa
senyawa lignoselulosa (senyawa kompleks hemiselulosa, selulosa, dan lignin) yang
potensial untuk dikembangkan menjadi sumber energi seperti bioetanol.

Kulit Singkong
Kulit singkong merupakan limbah dari pengolahan keripik kentang, tepung
singkong, tape dan bahan pangan singkong lainnya. Kulit singkong merupakan
sumber karbohidrat potensial yang diolah menjadi bioetanol. Hasil analisa kandungan
karbohidrat kulit singkong yaitu mengandung 67,39% hal ini menunjukkan
Kandungan karbohidrat kulit ubi kayu yang cukup tinggi, memungkinkan digunakan

2
sebagai sumber energi bagi mikroorganisme untuk menghasilkan bioetanol.(Isah
dkk., 2019).

Selulosa
Selulosa merupakan bagian terbesar dari lignoselulosa dimana selulosa yaitu
komponen utama yang menyusun dinding sel tanaman. Lignoselulosa terutama terdiri
dari polimer gula (yaitu, selulosa dan hemiselulosa) dan lignin. penggunaan polimer
ini untuk produksi produk bernilai tambah, seperti biofuel, aditif makanan, asam
organik, dan enzim, Hemiselulosa adalah polimer heterogen, yang mudah dihidrolisis
oleh asam menjadi komponen monomernya yang terdiri dari pentosa (D-xylose dan
D-arabinose), heksosa (D- glukosa, D-mannose, dan D-galaktosa), dan asam gula.
Lignin adalah polimer tanaman ketiga yang memberikan fleksibilitas dan kekuatan
yang dibutuhkan oleh tanaman. Lignin adalah polimer aromatik dan hidrofobik yang
disintesis dari satu, dua, atau tiga fenilpropanoid yang berbeda, yaitu, P- alkohol
kumaril ( P- hidroksi- fenil propanol), sinapyl alcohol (syringyl propanol), dan
coniferyl alcohol (guaiacyl propanol) yang berasal dari asam amino fenilalanin
melalui proses enzimatik.(Legodi dkk., 2021). Lignoselulosa merupakan bahan
mengandung tiga komponen utama yaitu selulosa (30-50% berat), hemiselulosa (15-
35% berat), dan algin (13-30% berat).

Bioetanol
Bioetanol merupakan bahan bakar subtitusi yang diproses dari tanaman
melalui proses bantuan bakteri anaerob sehingga terjadi proses fermentasi yang
menghasilkan alkohol, yang memiliki keunggulan, untuk dapat mengurangi, emisi
karbondioksida hingga 19%. Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari biomassa
dengan cara difermentasikan menggunakan bantuan mikroorganisme untuk
mengubah menjadi etanol secara hayati (Hainun dkk., 2020). Umumnya bioetanol
dibuat dari tanaman berpati seperti singkong dengan kandungan karbohidrat sebanyak
98,4674% ubi, dan jagung yang juga kaya karbohidrat (Jaya dkk., 2018).

Pretreatment
Menurut definisi, pretreatment adalah langkah prahidrolisis untuk
mengekstrak serat selulosa dan membuatnya rentan terhadap hidrolisis enzimatik
(memecah selulosa menjadi gula yang dapat difermentasi) sebelum fermentasi gula
dilepaskan. Efisiensi pretreatment dipengaruhi oleh metode yang digunakan dan sifat
dan komposisi bahan baku lignoselulosa. pretreatment dapat dilakukan melalui
penggunaan metode kimia, fisika/ mekanik, biologi, dan fisikokimia atau kombinasi
metode, memungkinkan biomassa menjadi berpori dan mudah diakses untuk
pertumbuhan mikroba dan rentan terhadap hidrolisis enzimatik.

Hidrolisis
Hidrolisis adalah proses memecah senyawa dikarenakan adanya reaktan
dengan air. Reaksi ini dinamakan reaksi orde satu, karena kandungan air yang lebih,
sehingga perubahan reaktan dapat diabaikan (Kusdianto dkk., 2021). Prinsip
hidrolisis pati adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa atau

3
monosakarida yaitu glukosa (C6H12O6) (Bahri dkk., 2018). Menurut Arlianti, (2018)
hidrolisis dapat berlangsung menggunakan empat cara yaitu :
1. Hidrolisis murni atau tanpa katalis, kekurangan proses ini berlangsung lambat
karena hanya menggunakan air sebagai katalis.
2. Hidrolisis dengan asam, asam disini berfungsi sebagai katalisator untuk
mengaktifkan air dari kadar asam yang encer. Biasanya asam yang digunakan
adalah asam encer atau pekat.
3. Hidrolisis dengan basa, basa yang dipakai adalah basa encer, basa pekat dan
basa padat.
4. Hidrolisis dengan enzim sebagai katalisator. Hidrolisis enzimatis adalah proses
pemecahan polimer menjadi monomer - monomer penyusunnya dengan bantuan
enzim.

Fermentasi
Fermentasi mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan kimia
pada suatu substrat organic melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme (F. Anwar., 2020). Fermentasi bioetanol termasuk dalam proses
fermentasi anaerob. Bila pertumbuhan dalam keadaan anaerobik, kebanyakan
mikroorganisme lebih cenderung fermentasi substrat karbohidrat agar didapat etanol
bersama sedikit produk akhir (Hainun dkk., 2020).

Saccharomyces cerevisiae
Saccharomyces cerevisiae dapat memproduksi alkohol dalam jumlah besar.
Kadar alkohol yang dihasilkan sebesar 8-20% pada kondisi optimum. Salah satu
keunggulan S. cerevisiae adalah tahan terhadap kadar gula yang tinggi, masih dapat
difermentasi pada suhu 4ºC, dan juga dapat menghasilkan alkohol dalam jumlah
besar, yang memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi untuk industri besar
seperti industri.

Distilasi
Distilasi adalah pemurnian cairan pada titik didih dan memisahkan cairan dari
zat padat terlarut atau dari cairan lain yang memiliki perbedaan titik. Prinsip distilasi
pada dasarnya adalah menguapkan cairan pada suhu titik didih dan mengembunkan
kembali uapnya.Suhu titik didih adalah suhu di mana tekanan atmosfer sama dengan
tekanan uap. Hasil distilasi berupa randemen-randemen produk kemudian dihitung
dengan rumus sebagai berikut (B. Susilo Dkk, 2018):
volume produk akhir( mL)
Randemen = x 100% (1)
Volume produk awal (mL)
presentase alkohol daridistilasi(%) x Volume distilasi(mL)
Randemen = x 100% (2)
Volume larutan setelah fermentasi (mL)

Analisa Kadar Bioetanol


Kemudian gunakan refraktometer pena untuk mendeteksi apakah ada alkohol
dalam proses distilasi.Sampel terbaik untuk uji refraktometer pena adalah

4
menyiapkan cairan sebagai sampel, membuka pelat kaca pembiasan cahaya, lalu
menggunakan pipet di dalam kotak untuk meletakkan pada kaca prisma 2-3 tetes.
Tunggu sekitar 30 detik karena kaca prisma menyesuaikan sample terlebih dahulu.
Lihat hasilnya dengan mendekatkan viewfinder ke mata kita, maka anda akan melihat
grafik angka di tengah - tengah, yaitu grafik Brix (% v/v). Akan terlihat bagian atas
berwarna biru, bagian bawah berwarna putih. Dan batas dari warna biru dan warna
putih yang membentuk garis lurus menunjukkan hasil pengukuran.
Pengujian kadar alkohol dengan menggunakan alat gas chromatography
untuk mengetahui senyawa yang terkandung dalam sampel hasil destilasi. Gas
chromatography adalah suatu teknik chromatography dengan bantuan media gas.

Gambar 1 Cara kerja GC-MS


METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah botol, penutup kedap udara, penghalus bahan
(blender), oven, kompor, gelas ukur, saringan, timbangan , termometer, pH meter,
alat destilasi, wadah sampel, Refractometer dan gas chromatography. Bahan yang
digunakan adalah limbah kulit singkong, ampas tebu dan ragi fermipan
(saccharomyces cerevisiae).

Prosedur Penelitian
1. Persiapan Sampel
Kulit singkong dan ampas tebu yang sudah didapat lalu dicuci sampai bersih,
selanjutnya dijemur dengan sinar matahari yang cukup selama 3 hari. Setelah kering
bahan tadi dihaluskan menggunakan blender hingga menjadi tepung ampas tebu dan
kulit singkong. Lalu tepung ampas tebu dan kulit singkong tadi di takar atau sesuai
dengan komposisi campuran variasi 100 gram untuk komposisi 1 sampel, disini
komposisi ampas tebu dan kulit singkong yang dipakai adalah 100% Ampas tebu,
75% Ampas tebu dan 25% Kulit Singkong, 50% Ampas tebu dan 50% Kulit singkong
25% Ampas tebu dan 75% Kulit singkong. 100% Kulit singkong, Untuk variasi ragi
digunakan takaran sebanyak 4, 6, dan 8 gram.

2. Proses Pretreatment
Setelah bahan dihaluskan selanjutnya akan dilakukan pengayakan dengan
mesh 30 atau ukuran partikel 590 μm, Kemudian tepung ampas tebu dan kulit
singkong tadi ditimbang sebanyak 100 gram berdasarkan dari hasil pengayakan lalu

5
dikombinasikan komposisi bahan dengan perbandingan :
Tabel 1 Kombinasi campuran ampas tebu dan kulit singkong
Meshing Kombinasi Presentase berat bahan (gram)
bahan Ampas tebu Kulit singkong
1 100 0
2 75 25
3 50 50
30
4 25 75
5 0 100
1 100 0

3. Proses Hidrolisis
Campuran tadi di rebus sekitar kurang lebih 1 jam dengan suhu 95-98 oC
menggunakan 1 liter air suling dan di aduk – aduk hingga rata. Setelah 1 jam bahan
dimasak, tempatkan bahan tadi pada botol yang sudah siap sebagai tempat untuk
fermentasi. Lalu hasil hidrolisis didiamkan sampai suhu normal, lalu disaring sampai
tidak ada ampas tersisa dalam larutan hidrolisis.

4. Proses Penentuan pH
Kemudian pH larutan tersebut diukur hingga menjadi 4,8-5,0 jika PH terlalu
asam maka dengan menambahkan NaOH atau Na2CO3 sedikit demi sedikit
menggunakan pH meter digital. Jika pH terlalu basa maka HCl atau H 2SO4
ditambahkan untuk mempertahankan pH agar tetap pada range tersebut.

5. Proses Fermentasi
Setelah sampel dimasukkan ke dalam botol. Kemudian tambahkan 4, 6, dan 8
gram Saccharomyces cerevisiae ke dalam sampel. Botol ditutup rapat dengan sealing
cap dan dibiarkan berfermentasi selama 96 jam atau 4 hari. Simpan larutan di tempat
gelap pada suhu kamar (28oC-30oC). Larutan hasil fermentasi kemudian disaring
dengan kertas saring, filtratnya dikeluarkan, kemudian dipisahkan menggunakan
destilasi sederhana.

Prosedur Pengujian
Gunakan alat refraktometer pena untuk menguji untuk mengetahui kadar
alkohol yang terbentuk, dan gunakan refraktometer pena untuk menguji kadar alkohol
tertinggi pada hasil pengujian dengan alat kromatografi gas untuk mengetahui
kandungan senyawa yang sebenarnya. Selanjutnya pengujian dilakukan dengan
menggunakan aplikasi colour grab untuk mendeteksi perbedaan warna hasil distilasi
yang dihasilkan baik dari kombinasi bahan dan variasi massa ragi.

Diagram Alir
Proses penelitian ini dapat dilihat pada gambar diagram alir di bawah ini :

6
Gambar 2 Diagram Alir Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Fermentasi Serta Distilasi Ampas Tebu dan Kulit Singkong
Fermentasi serta distilasi ampas tebu dilakukan 5 variasi kombinasi, yaitu
100 gram ampas tebu - 0 gram kulit singkong, 75 gram ampas tebu - 25 gram kulit
singkong, 50 gram ampas tebu - 50 gram kulit singkong, 25 gram ampas tebu - 75
gram kulit singkong dan 0 gram ampas tebu - 100 gram kulit singkong serta
memvariasikan massa ragi yang diberikan sebanyak 4 gram, 6 gram dan 8 gram
sehingga mendapatkan 15 sampel, untuk 1 sampel dilakukan tiga kali pembuatan

7
maka ada 45 sampel yang dipersiapkan kemudian hasilnya dirata - rata. Proses
fermentasi dilakukan selama 96 jam atau 4 hari pada temperatur 28-32 oC dan proses
destilasi dilakukan pada suhu 85 oC dengan holding time selama 2 jam. Berdasarkan
hasil penelitian proses distilasi dari bio-etanol hasil fermentasi ampas tebu dan kulit
singkong, diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 2 Hasil rata - rata fermentasi dan distilasi Sampel 1, 2 dan 3
Persentase Mas pH Laruta Volu Rande Volum Randem
campuran sa Fermentasi n Hasil me men e en
bahan Rag Ferme Distil Ferme Alkoh Distilasi
(gram) i ntasi asi ntasi ol dari /Kadar
Am Kulit Sebel Sesu (mL) (mL) (%) Distila Alkohol
pas singk um dah si (%)
tebu ong (mL)
100 0 5 3.87 378 11 1,03 3,9 35,3
75 25 5 4.27 364 10,3 0,85 3,1 29,8
50 50 4 5 4.6 432 11,5 0,69 3 25,7
25 75 5 4.4 503 9,6 0,63 3,2 33,2
0 100 5 4.9 623 9,6 0,41 2,6 26,7
100 0 5 3.67 349 10,7 1,29 4,5 41,7
75 25 5 3.7 344 10,5 1,08 3,7 35
50 50 6 5 4.5 396 11,3 0,99 3,9 34,7
25 75 5 4.27 580 12 0,79 4,6 38
0 100 5 4.63 573 9,4 0,49 2,8 29,7
100 0 5 3.57 318 9,9 1,40 4,5 45
75 25 5 3.77 317 9,7 1,36 4,3 44,3
50 50 8 5 4.33 357 10,7 1,18 4,2 39,7
25 75 5 4.1 462 10,9 0,99 4,6 42,3
0 100 5 4.5 637 10,6 0,66 4,2 39,7

Pengaruh Komposisi Bahan Dan Massa Ragi Terhadap Kadar Alkohol


Analisis kadar alkohol dilakukan untuk melihat seberapa banyak kadar alkohol
yang dihasilkan dari komposisi bahan dan massa ragi yang diberikan ketika proses
fermentasi. Analisis kadar alkohol diukur menggunakan pen refractometer alkohol
dengan skala 0-80%. Hasil analisis kadar alkohol ditunjukkan pada gambar berikut:

8
Kadar Alkohol (%)
Rata - rata kadar alkohol dari massa ragi 4, 6 dan 8 gram
45 40.7
40 36.4 37.8
33.4 32
35
30
25
20
15
10
5
0
100 AT - 0 KS 75 AT - 25 KS 50 AT - 50 KS 25 AT - 75 KS 0 AT - 100 KS

Gambar 4 rata - rata kadar alkohol yang dihasilkan dari bahan ampas tebu dan kulit
singkong
Pada Gambar 4 menunjukkan adanya penurunan kadar alkohol yang
dihasilkan dari kombinasi bahan seiring dengan pencampuran kulit singkong. Kadar
alkohol tertinggi diperoleh pada kombinasi bahan 100 gram ampas tebu - 0 gram kulit
singkong dengan kadar alkohol rata - rata 40,7%, hal ini disebabkan oleh kandungan
gula pereduksi pada kulit singkong yang lebih sedikit walau memiliki karbohidrat
yang tinggi. Gula pereduksi adalah monosakarida seperti glukosa, galaktosa dan
maltosa yang merupakan gula fermentasi yang digunakan untuk fermentasi (Ojewumi
Dkk., 2018).
Kadar Alkohol (%)

50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
100 AT - 0 KS 75 AT - 25 KS 50 AT - 50 KS 25 AT - 75 KS 0 AT - 100 KS
Massa ragi 4 Massa ragi 6 Massa ragi 8

Gambar 5 Perbandingan pengaruh komposisi bahan dengan massa ragi 4, 6 dan 8


gram terhadap kaar alkohol yang dihasilkan
Pada Gambar 5 menunjukkan adanya peningkatan kadar alkohol yang
dihasilkan seiring dengan naiknya pemberian massa ragi pada proses fermentasi.
Kadar alkohol tertinggi diperoleh pada sampel kombinasi bahan 100 gram ampas tebu
- 0 gram kulit singkong dengan massa ragi 8 gram dengan kadar alkohol 45%.
Meningkatnya kadar alkohol disebabkan oleh banyaknya ragi (Saccharomyces
Cerevisiae) yang ditambahkan sehingga mikroorganisme yang mengurai gula
pereduksi menjadi alkohol pun semakin banyak (Yuniarti Dkk., 2018).

9
Pengaruh Komposisi Bahan Dan Massa Ragi Terhadap pH Fermentasi
Analisis PH hasil cairan fermentasi dilakukan untuk mengetahui perubahan
pH awal sebelum fermentasi dan sesudah proses fermentasi. Pengukuran pH
dilakukan dengan pH meter yang sudah dikalibrasi terlebih dahulu. Hasil pengukuran
pH fermentasi ditunjukkan pada gambar berikut :

PH Fermentasi 6
5
4
3
2
1
0
100 AT - 0 75 AT - 25 50 AT - 50 25 AT - 75 0 AT -100 KS
KS Massa ragi KS
4 KS ragi 6
Mssa KS Massa ragi 8

Gambar 6 Pengaruh komposisi bahan dengan massa ragi 4, 6 dan 8 gram terhadap
pH yang dihasilkan
Pada Gambar 6 menunjukkan adanya penurunan pH cairan hasil fermentasi
seiring dengan kombinasi bahan yang digunakan. pH terendah diperoleh pada
kombinasi bahan 100 gram ampas tebu - 0 gram kulit singkong dengan rata - rata
nilai pH 3,6 hal ini disebabkan pada proses fermentasi selain produk alkohol yang di
hasilkan, proses fermentasi juga menghasilkan produk sampingan seperti CO2 dan
asetaldehid sebagai hasil akhir pemecahan piruvat. Asetaldehid dan CO2 yang
dihasilkan selama produksi alkohol dapat menurunkan pH larutan (Arif Dkk., 2017).
Hal ini menunjukkan pengaruh yang lumayan signifikan antara variasi massa ragi 4, 6
dan 8 terhadap pH yang dihasilkan, hal ini disebabkan juga oleh produksi alkohol
yang berbeda - beda seiring dengan variasi massa ragi sehingga produk sampingan
yang dihasilkan juga semakin banyak.

Pengaruh Komposisi Bahan Dan Massa Ragi Terhadap Randemen


Analisis randemen dilakukan untuk mengetahui presentase randemen yang
diperoleh dari kombinasi bahan dan massa ragi yang diberikan dan dapat dilihat pada
gambar berikut :
R andemen (% )

1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
100 AT - 0 75 AT - 25 50 AT - 50 25 AT - 75 0 AT - 100
KS Massa ragiKS
4 Massa
KS ragi 6 KS Massa ragiKS
8

Gambar 7 Pengaruh komposisi bahan dengan massa ragi 4, 6 dan 8 gram terhadap
randemen yang dihasilkan

10
Pada Gambar 7 menunjukkan adanya pengaruh komposisi bahan terhadap
randemen alkohol yang dihasilkan, randemen terbanyak diperoleh dari kombinasi
bahan 100 gram ampas tebu - 0 gram kulit singkong dengan nilai rata - rata randemen
3,03%, randemen menurun seiring dengan banyaknya campuran bahan kulit
singkong, hal ini disebabkan semakin banyak campuran bahan kulit singkong hasil
cairan fermentasi yang didapatkan semakin banyak namun tidak banyak mengandung
alkohol, sedangkan untuk ampas tebu hanya sedikit menghasilkan cairan fermentasi
hal ini disebabkan oleh struktur ampas tebu yang seperti penyimpan cairan sehingga
sebagian cairan hasil fermentasinya sulit untuk dilakukan pemerasan. Pada hasil
penelitian ini cairan fermentasi yang berupa alkohol, air dan protein masih menyatu
dengan bahan karena karakteristik bahan yang seperti serbuk, sehingga cairan yang
dihasilkan relatif banyak bercampur dengan air. Gambar 7 menunjukkan bahwa
semakin banyak massa ragi yang diberikan maka semakin cepat dan semakin banyak
mikroorganisme yang mengurai gula pereduksi pada bahan atau subtrat saat proses
fermentasi menjadi alkohol (Arif., 2021)

Pengaruh Komposisi Bahan, Massa Ragi Terhadap Warna Hasil Distilasi (Hue,
Saturation dan Value)
Pada proses distilasi terjadi perubahan warna pada bioetanol hasil fermentasi
kombinasi bahan Ampas tebu dan kulit singkong serta dari penambahan massa ragi
yang bervariasi. Berdasarkan hasil penelitian proses distilasi dari bioetanol hasil
fermetasi, diperoleh hasil warna bioetanol sebagai berikut :
Tabel 3 perbandingan warna hasil distilasi sampel rata - rata
Persentase campuran bahan Massa Warna Hue (o) Saturation Value
(gram) Ragi (%) (%)
Ampas tebu Kulit
singkong
100 0 Putih kebiruan 217 43,3 40,7
75 25 Putih 215,7 26,7 59
50 50 4 Putih kebiruan 216 35,7 47
25 75 Putih kebiruan 218,3 27,3 41,3
0 100 Putih kebiruan 211 24,3 55,3
100 0 Bening 223,7 29 38,3
75 25 Putih kebiruan 224,7 20,7 45
50 50 6 Putih kebiruan 224 21 31
25 75 Bening 226 26,3 40
0 100 Putih kebiruan 227,3 21,7 33,3
100 0 Bening 249 12,7 28,3
75 25 Bening 242,7 19 20,3
50 50 8 Bening 255 18 16
25 75 Bening 280,7 15 23,3
100 0 Bening 229 15,7 25
Pengujian ini untuk mendapatkan nilai HSV menggunakan aplikasi scanner
camera yaitu “Colour Grab” untuk mengkuantitatifkan pengujian warna ini. HSV
adalah salah satu metode untuk menjelaskan warna yang didasari campuran
lingkaran warna. Hue mengukur sudut warna merah pada 0 derajat, hijau 120 derajat
dan biru 240 derajat, Saturation menunjukkan radius tingkat warna antara gelap

11
(pusat) dan putih (diluar). Sedangkan Value mengatur nilai kecerahan yang berkisar
dari 0 sampai 100. HSV memiliki keunggulan dibanding ruang warna yang lain, yaitu
HSV dapat menoleransi perubahann intensitas cahaya (Panggabean Dkk., 2020).

300
250
Hue (o) 200
150
100
50
0
100 AT - 0 75 AT - 25 50 AT - 50 25 AT - 75 0 AT - 100
KS KS KS KS KS
Massa ragi 4 Massa ragi 6 Massa ragi 8

Gambar 8 Pengaruh komposisi bahan dengan massa ragi 4, 6 dan 8 gram terhadap
warna (hue) yang dihasilkan
Pada gambar 8 menunjukkan adanya pengaruh antara massa ragi terhadap
warna (hue) yang dihasilkan. Hue meningkat seiring dengan penambahan massa ragi
hal ini disebabkan tingkat kepekatan warna putih menurun seiring dengan
penambahan masa ragi sehingga warna latar belakang (hitam) semakin terlihat karena
kandungan alkohol yang semakin meningkat.
Saturation (%)

50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
100 AT - 0 KS 75 AT - 25 KS 50 AT - 50 KS 25 AT - 75 KS 0 AT - 100 KS
Massa ragi 4 Massa ragi 6 Massa ragi 8

Gambar 9 Pengaruh komposisi bahan dengan massa ragi 4, 6 dan 8 gram


terhadapWarna (Saturation) yang dihasilkan
Pada Gambar 9 menunjukkan adanya pengaruh antara massa ragi terhadap
warna (saturation) yang dihasilkan. Saturation menurun seiring dengan penambahan
massa ragi, hal ini disebabkan oleh intensitas warna putih yang semakin memudar
seiring dengan massa ragi yang diberikan sehingga warna latar belakang semakin
terlihat (hitam) yang menunjukkan semakin jernihnya cairan karena kandungan
alkohol yang tinggi.

12
70
60

Value (%)
50
40
30
20
10
0
100 AT - 0KS 75 AT - 25 KS 50 AT - 50 KS 25 AT - 75 KS 0 AT - 100 KS
Massa ragi 4 Massa ragi 6 Massa ragi 8

Gambar 10 Pengaruh komposisi bahan dengan massa ragi 4, 6 dan 8 gram terhadap
Warna (Value) yang dihasilkan
Pada gambar 10 menunjukkan value menurun seiring dengan penambahan
massa ragi hal ini disebabkan oleh kecerahan warna putih yang menurun akibat kadar
etanol yang meningkat dan warna latar belakang semakin terlihat (hitam). semakin
tinggi nilai value maka warna akan semakin sempurna. Sebaliknya semakin rendah
nilai value maka warna akan semakin gelap.

Hasil Pengujian GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry)


Pada pengujian GC-MS terdapat 6 sampel yang diuji yaitu, 100 gram ampas
tebu - 0 gram kulit singkong dengan 6 gram massa ragi, 100 gram ampas tebu - 0
gram kulit singkong dengan 8 gram massa ragi, 75 gram ampas tebu - 25 gram kulit
singkong dengan 8 gram massa ragi, 50 gram ampas tebu - 50 gram kulit singkong
dengan 8 gram massa ragi, 25 gram ampas tebu - 75 gram kulit singkong dengan 8
gram massa ragi dan 0 gram ampas tebu - 100 gram kulit singkong dengan 8 gram
massa ragi, dari 6 sampel yang di uji GC-MS terdapat kandungan sebagai berikut :
Tabel 4 Hasil pengujian GC-MS distilasi cairan fermentasi 100 gram ampas tebu - 0
gram kulit singkong dengan massa ragi 6 gram
No Nama Senyawa Satuan Hasil Uji Metode Uji
100 AT - 0 KS
6 gram
1 4H-Pyran-4-one % 0,543
2 METHYLSULFIDTIOL % 98,699
3 1-Propanol % 0,254 GC-MS
4 1-Butanol % 0,504
(Sumber : Balai Riset dan Standarisasi Industri Banjarbaru)
Tabel 5 Hasil pengujian GC-MS distilasi cairan fermentasi 100 gram ampas tebu - 0
gram kulit singkong dengan massa ragi 8 gram
No Nama Senyawa Satuan Hasil Uji Metode Uji
100 AT - 0 KS
8 gram
1 METHYLSULFIDTIOL % 98,739
2 1-Propanol % 0,634 GC-MS
3 1-Butanol % 0,627
(Sumber : Balai Riset dan Standarisasi Industri Banjarbaru)

13
Tabel 6 Hasil pengujian GC-MS distilasi cairan fermentasi 75 gram ampas tebu - 25
gram kulit singkong dengan massa ragi 8 gram
No Nama Senyawa Satuan Hasil Uji Metode Uji
75 AT - 25 KS
8 gram
1 METHYLSULFIDTIOL % 97,224
2 1-Propanol % 0,912
3 1-Butanol % 0,731 GC-MS
4 Ethane % 1,133
(Sumber : Balai Riset dan Standarisasi Industri Banjarbaru)
Tabel 7 Hasil pengujian GC-MS distilasi cairan fermentasi 50 gram ampas tebu - 50
gram kulit singkong dengan massa ragi 8 gram
No Nama Senyawa Satuan Hasil Uji Metode Uji
50 AT - 50 KS
8 gram
1 METHYLSULFIDTIOL % 84,551
2 1-Propanol % 11,625
3 1-Butanol % 1,945
4 2-Propanol % 0,968 GC-MS
5 2-Butanol % 0,911
(Sumber : Balai Riset dan Standarisasi Industri Banjarbaru)
Tabel 8 Hasil pengujian GC-MS distilasi cairan fermentasi 25 gram ampas tebu - 75
gram kulit singkong dengan massa ragi 8 gram
No Nama Senyawa Satuan Hasil Uji Metode Uji
25 AT - 75 KS
8 gram
1 METHYLSULFIDTIOL % 82,138
2 1-Propanol % 14,346
3 1-Butanol % 2,376 GC-MS
4 2-Propanol % 0,635
5 2-Butanol % 0,504
(Sumber : Balai Riset dan Standarisasi Industri Banjarbaru)
Tabel 9 Hasil pengujian GC-MS distilasi cairan fermentasi 0 gram ampas tebu - 100
gram kulit singkong dengan massa ragi 8 gram
No Nama Senyawa Satuan Hasil Uji Metode Uji
0 AT - 100 KS
8 gram
1 METHYLSULFIDTIOL % 79,336
2 1-Propanol % 17,493
3 1-Butanol % 2,255 GC-MS
4 2-Propanol % 0,496
5 2-Butanol % 0,420
(Sumber : Balai Riset dan Standarisasi Industri Banjarbaru)

Pada hasil pengujian GC-MS Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6, Tabel 7, Tabel 8


dan Tabel 9 sampel yang diuji terdapat kandungan senyawa yang paling mendominasi
pertama adalah methylsulfidtiol dimana senyawa ini diindikasikan sebagai senyawa

14
tiol atau organosulfur. Tiol adalah suatu sulfur yang dianalogkan dengan alkohol,
yakni oksigen yang terdapat pada alkohol (-OH) diganti dengan sulfur (-SH),
senyawa ini diindikasikan terbentuk karena metanol dan hidrogen sulfida yang masih
terikat atau bereaksi (Kusuma, 2018), Pada dasarnya methylsulfidtiol dapat
digunakan menjadi bahan bakar namun adanya belerang didalamnya tidak
dikehendaki karena dapat menimbulkan korosi sehingga bisa merusak material sistem
bahan bakar tersebut, selain itu sulfur yang ikut terbakar bersarna dengan bahan bakar
akan menimbulkan rnasalah bagi lingkungan. Proses pengurangan sulfur dalam
minyak dilakukan dengan mengoksidasi senyawa organosulfur yang terdapat dalam
minyak menjadi senyawa yang lebih reaktif sehingga dapat dipisahkan dengan cara
ekstraksi. Pada proses fermentasi alkohol, juga menghasilkan produk sampingan lain
seperti karbondioksida (CO2) dan hidrogen sulfide (H2S).

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dari pengujian spss tidak dapat pengaruh antara kombinasi bahan terhadap kadar
alkohol yang dihasilkan dan terdapat pengaruh antara kombinasi bahan dengan
randemen yang dihasilkan. Kadar alkohol tertinggi diperoleh dari komposisi
bahan 100 gram ampas tebu - 0 gram kulit singkong dengan kadar alkohol 45 %.
Randemen terbanyak diperoleh dari komposisi bahan 100 gram ampas tebu - 0
gram kulit singkong dengan randemen 1,40%.
2. Dari pengujian spss terdapat pengaruh antara massa ragi terhadap kadar alkohol
yang dihasilkan dan juga terdapat pengaruh antara massa ragi terhadap randemen
yang dihasilkan. Kadar alkohol tertinggi diperoleh dari massa ragi 8 gram
dengan kadar alkohol 45% pada komposisi bahan 100 gram ampas tebu - 0 gram
kulit singkong. Randemen terbanyak diperoleh dari massa ragi 8 gram dengan
randemen 1,40% .
3. Dari pengujian warna diperoleh hasil warna paling jernih dari komposisi bahan
100 gram ampas tebu - 0 gram kulit singkong massa ragi 8 gram pada komposisi
bahan 75 gram ampas tebu - 25 gram kulit singkong massa ragi 8 gram,
komposisi bahan 50 gram ampas tebu - 50 gram kulit singkong massa ragi 8
gram, komposisi bahan 25 gram ampas tebu - 75 gram kulit singkong massa ragi
8 gram dan komposisi bahan 0 gram ampas tebu - 100 gram kulit singkong
massa ragi 8 gram.

SARAN
Adapun saran dari penelitian yang telah dilakukan ini adalah ampas tebu dan
kulit singkong merupakan bahan yang murah dan berpotensi untuk dijadikan
bioetanol skala besar, namun pada ampas tebu perlu dilakukan pretreatment yang
memakan waktu dan tenaga agar gula pereduksinya bisa diekstraksi karena ampas
tebu bertekstur seperti serat sehingga agak sulit untuk memperkecil ukuran
partikelnya sebagai bagian dari proses memudahkannya gula pereduksi bisa di
ekstraksi. Sehingga dengan kendala ini perlu adanya metode cepat untuk

15
mengekstraksi kandungan gula pereduksi tadi tanpa harus memperkecil ukuran
partikel bahan menjadi ukuran yang kecil sekali.

REFERENSI
Ahmad, A., Amri, I., & Wani, S. (2020). Pemanfaatan Serat Buah Kelapa Sawit
menjadi Bioetanol dengan Variabel Konsentrasi H 2 SO 4 pada Proses
Hidrolisis. 14–15.
Arif, A. Bin, Budiyanto, A., & Diyono, W. (2017). Optimasi Waktu Fermentasi
Produksi Bioetanol Dari Dedak Sorghum Manis ( Sorghum Bicolor L ) Melalui
Proses Enzimatis. 67–78.
Arlianti, L. (2018). Bioetanol Sebagai Sumber Green Energy Alternatif yang
Potensial Di Indonesia. 1, 16–22.
Bahri, Syamsul, Aji, A., & Yani, F. (2018). Jurnal Teknologi Kimia Unimal
Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang Kepok dengan Cara Fermentasi
menggunakan Ragi Roti. 2(November), 85–100.
Hainun, W. N., Marlina, L., & Kimia, T. (2020). Pembuatan Bioetanol Dari Air
Kelapa Melalui Fermentasi Dan Destilasi-Dehidrasi Dengan Zeolit. 14(3).
Isah, Y., Kabiru, H. D., Danlami, M. A., & Kolapo, S. F. (2019). Comparative
Analysis of Bioethanol Produced From Cassava Peels and Sugarcane Bagasse by
Hydrolysis Using Saccharomyces Cerevisiae. J. Chem Soc. Nigeria, 44(2), 233–
238.
Jaya, D., Setyaningtyas, R., & Prasetyo, S. (2018). Pembuatan Bioetanol Dari Alga
Hijau Spirogyra sp Bioethanol Production From Green Algae Spirogyra sp.
15(1), 16–19.
Kusdianto, E., Energi, M., Pascasarjana, S., Diponegoro, U., Biologi, D., Diponegoro,
U., Kimia, D. T., & Diponegoro, U. (2021). Efektivitas Limbah Kulit Kering
Nanas Madu ( Ananas Comosus L . Merr ) Untuk Pembuatan Bioetanol.
2006(2), 32–41. Https://Doi.Org/10.14710/Jebt.2020.9019
Kusuma, S. W. (2018). Pabrik Pembuatan Metil Merkaptan Dari Syn Gas Dan
Hidrogen Sulfida Dengan Kapasitas 36 . 000.
Legodi, L. M., Lagrange, D. C., Lukas, E., Rensburg, J. Van, & Ncube, I. (2021).
Artikel Penelitian Hidrolisis Enzimatik dan Fermentasi Hidrolisat Pseudostem
Pisang Menghasilkan Bioetanol. 2021.
Ojewumi, m. E., job, a. I., taiwo, o. S., obanla, o. M., ayoola, a. A., omotayo, e., &
oyeniyi, e. A. (2018). Bio-konversi limbah kulit ubi jalar menjadi bio- etanol
menggunakan saccharomyces cerevisiae. 6084.
Panggabean, a. K., syahfaridzah, a., & ardiningih, n. A. (2020). Warna hsv
menggunakan aplikasi matlab. 4(2), 94–97.
Sasongko, M. N. (2018). Pengaruh Prosentase Minyak Goreng Bekas Terhadap
Karakteristik Pembakaran Droplet Biodiesel. Flywheel : Jurnal Teknik Mesin
Untirta, IV(Volume IV Nomor 2, Oktober 2018), 8–13.
http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl/article/view/3656
Susilo, b. S. H. S. Dan d. F. N. (2017). Pemurnian bioetanol menggunakan proses
distilasi dan adsorpsi dengan penambahan asam sulfat (H2SO4) pada aktivasi
zeolit alam sebagai adsorben. Jurnal keteknikan pertanian tropis dan biosistem,

16
5(1), 19–26.
Yuniarti, D. P., Hatina, S., & Efrinalia, W. (2018). Pengaruh Jumlah Ragi Dan
Waktu. 3, 1–12

17

Anda mungkin juga menyukai