Anda di halaman 1dari 10

PEMANFAATAN SPIROGYRA SEBAGAI BAHAN BAKU

BIOETANOL DENGAN PENAMBAHAN ENZIM α-AMILASE

APPLICATION OF SPIROGYRA AS RAW MATERIAL FOR


BIOETHANOL PRODUCTION WITH α-AMYLASE ADDITION
Sulfahri1), Siti Mushlihah2), Renia Setyo Utami2), dan Eko Sunarto1)
1)
Jurusan Biologi, FMIPA-ITS
2)
Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS
Jl. Arief Rahman Hakim, Sukolilo, Surabaya 60111
1)
e-mail: sulfahri@bio.its.ac.id

Abstrak
Salah satu solusi alternatif untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar adalah dengan memproduksi bioetanol
dari konsumsi tanaman seperti jagung dan singkong. Produksi bioetanol dari tanaman tidak efektif karena
memerlukan lahan besar untuk memasok kebutuhan bioetanol negara. Penelitian ini membahas penggunaan
Spirogyra untuk produksi bioetanol melalui proses fermentasi dengan penambahan enzim α-amilase dalam
konsentrasi yang berbeda dari 0, 0.03, 0.06, dan 0.09 g dalam 50 mL. Pengukuran kadar etanol dilakukan
melalui proses destilasi. Data yang diperoleh dari proses destilasi dianalisis dengan analysis of variance
(ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perbedaan penambahan jumlah enzim α-amilase terhadap kadar
etanol yang dihasilkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan enzim α-amilase berpengaruh
terhadap jumlah etanol yang dihasilkan dari fermentasi ekstrak Spirogyra. Perlakuan dengan penambahan
enzim α-amilase sebanyak nol menghasilkan etanol dalam jumlah yang tidak signifikan. Sedangkan,
perlakuan penambahan enzim α-amilase 0,06 g/50 mL dalam waktu fermentasi 10 hari menghasilkan
konsentrasi etanol tertinggi sebesar 9,245%.

Kata kunci: ganggang Spirogyra, bioetanol, enzim α-amilase.

Abstract
One alternative solution to cope with the increased demand of fuels is the production of bioethanol from
plants consumption such as maize and cassava. However, bioethanol production from plants is not effective
because it require a large land area in order to supply the needs of bioethanol in a country. This study
discusses the use of Spirogyra for bioethanol production with the addition of the α-amylase enzyme in
different concentrations of 0, 0.03, 0.06, and 0.09 g in 50 mL solution. Ethanol was measured by distillation.
The influence of differences in amylase addition in different concentrations to ethanol production were
analyzed using analysis of variance (ANOVA). The results showed that α-amylase addition gave influence
on ethanol production by Spirogyra. Ethanol formation in control reactor with zero addition of α-amylase
was insignificant. Addition of α-amylase enzyme of 0.06 g/50 mL in 10 day fermentation time produced
highest ethanol concentration of 9.245%.

Keywords: algae Spirogyra, bioethanol, α-amylase enzyme .


10 Jurnal Purifikasi, Vol. 12, No. 1, Juli 2011: 9-16

1. PENDAHULUAN karena itu, perlu diadakan penelitian terhadap


algae jenis lain yang diduga lebih berpotensi
Kebutuhan bahan bakar semakin meningkat untuk dikembangkan menjadi sumber bahan
seiring dengan peningkatan jumlah populasi bioetanol, salah satunya adalah algae
dan aktivitas manusia. Tingkat kebutuhan Spirogyra yang menurut Becker (2006)
bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia memiliki kandungan karbohidrat hingga 64%.
mencapai 1,3 juta barrel per hari hingga Jika dibandingkan dengan singkong yang
Maret 2008, padahal produksi BBM nasional hanya 34%, kandungan karbohidat Spirogyra
hanya sebesar 900 ribu barrel per hari. Oleh jauh lebih tinggi, padahal karbohidrat meru-
karena itu, dibutuhkan sumber energi peng- pakan bahan baku dalam pembuatan bioetanol.
ganti. Bahan dasar energi pengganti tersebut
banyak terdapat di Indonesia dan belum Genus Spirogyra merupakan kelompok algae
termanfaatkan. Total produksi bioetanol Indo- hijau dari ordo Zygnematales. Spirogyra biasa
nesia hingga 30 Juni 2008 hanya 160.000 ditemukan di air tawar. Spirogyra mampu
kiloliter per tahun (Portal Nasional RI, 2008). berfotosintesis dan memiliki sel eukariotik.
Oleh karena itu, Indonesia masih meme Pigmen utama yang dikandung algae hijau
rlukan sumber bahan bakar bioetanol yang adalah klorofil. Tubuhnya berbentuk filamen
lebih efektif. yang tidak bercabang. Panjang tubuhnya
mencapai 1 kaki (30,48 cm). Spirogyra
Indonesia telah dikenal luas sebagai negara merupakan algae hijau berbentuk benang-
yang memiliki wilayah dan lahan yang luas. benang. Tubuhnya tersusun atas sel-sel yang
Selain itu, banyak perairan air tawar terdapat membentuk untaian panjang seperti benang.
di Indonesia misalnya sungai dan danau. Pada Setiap selnya memiliki kloroplas berbentuk
daerah perairan tersebut banyak organisme pita spiral dengan sebuah inti sel. Perkem-
yang dapat hidup misalnya algae. Ditinjau bangbiakan secara vegetatif dengan cara freg-
secara biologi, algae merupakan kelompok mentasi. Perkembangbiakan secara generatif
tumbuhan yang berklorofil, terdiri dari satu dengan konjugasi (Tjitrosoepomo, 2007).
atau banyak sel dan berbentuk koloni. Algae
memiliki kandungan bahan-bahan organik Pembuatan bioetanol dilakukan melalui proses
seperti polisakarida, hormon, vitamin, mine- fermentasi. Fermentasi adalah peruraian senya-
ral, dan juga senyawa bioaktif. Sejauh ini, pe- wa organik menjadi senyawa sederhana de-
manfaatan algae sebagai komoditi perda- ngan bantuan mikroorganisme sehingga meng-
gangan atau bahan baku industri masih relatif hasilkan energi. Kebanyakan fermentasi etanol
kecil jika dibandingkan dengan keaneka- skala komersial dilakukan oleh khamir, salah
ragaman jenis algae yang ada di Indonesia. satunya Sacharomycess cerevisiae yang meng-
Padahal komponen kimiawi yang terdapat hasilkan etanol (Judoamidjojo, 1992). S. Cere-
dalam algae sangat bermanfaat bagi bahan visiae dikenal juga sebagai ragi baker atau ragi
baku bioetanol. brewer yang mampu merubah hampir 90%
glukosa menjadi etanol (Pudjiastuti, Suwar-
Secara teoritis, produksi bioetanol dari algae sono, dan Nurhatika, 1999). S. cerevisiae dapat
dapat menjadi solusi yang realistik untuk menggunakan glukosa, fruktosa, maltosa, dan
mengganti gasolin. Hal ini dikarenakan maltotriosa (Sardjoko, 1991) sebagai bahan
kandungan karbohidrat dari algae yang cukup baku pembuatan bioetanol. Sedangkan untuk
tinggi dan juga perkembangbiakannnya yang mengubah senyawa organik menjadi bahan
sangat cepat dengan cara fregmentasi. Algae yang lebih sederhana agar bisa digunakan
jenis Ulfa fasciata dengan kandungan dalam proses fermentasi dibutuhkan enzim.
karbohidrat 30% dapat dimanfaatkan sebagai Enzim adalah molekul biopolimer yang
bahan baku bioetanol (Banati, 2009). Oleh tersusun dari serangkaian asam amino dalam
Sulfahri, Pemanfaatan Algae Spirogyra Sebagai Bahan Baku Bioetanol 11

komposisi dan susunan rantai yang teratur dan menjadi 4,5 dengan penambahan larutan HCl
tetap. Enzim yang berperan dalam merubah 30% (Munadjim, 1984). Kemudian diinkubasi
karbohidrat komplek adalah karbohidrase, dalam rotary shaker dengan kecepatan agitasi
amilase, dan selulase. Amilum merupakan 15 rpm pada suhu 30°C selama 24 jam
substansi yang terlebih dahulu harus diubah (Aktivasi I). Sebanyak 1 mL dari aktivasi I
menjadi molekul lebih sederhana supaya dipipet dan diinokulasi kembali ke dalam
dapat diserap oleh sel. Amilase mempunyai erlenmeyer 50 mL yang berisi 9 mL ekstrak
kemampuan untuk memecah molekul-mole- Spirogyra, diinkubasi dalam rotary shaker
kul pati dan glikogen. Molekul amilum yang dengan kecepatan agitasi 15 rpm pada suhu
merupakan polimer dari ikatan 1,4-α-gliko- 30°C selama 24 jam (Aktivasi II). Sebanyak 5
sida akan dipecah oleh enzim α-amilase pada mL dari aktivasi II dipipet dan diinokulasi
ikatan α-1,4 menghasilkan glukosa, maltose, kembali ke dalam erlenmeyer 100 mL yang
dan dekstrin (Manoj et al., 2005). Fermentasi berisi 50 mL ekstrak Spirogyra, diinkubasi
etanol dapat dipercepat dengan penambahan dalam rotary shaker dengan kecepatan agitasi
enzim α-amilase dalam jumlah yang tepat. 15 rpm pada suhu 30°C selama 24 jam yang
Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk disebut sebagai kultur fermentasi (Wignyanto
mengetahui jumlah enzim α-amilase yang dan Novita, 2001).
efektif pada fermentasi karbohidrat ekstrak
Spirogyra menjadi etanol. Dilakukan pengenceran dari 10-1 sampai
dengan 10-9 kali. Medium kultur diambil 1 mL
2. METODA dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
berisi 9 mL akuades steril. Tabung reaksi yang
Pembuatan Ekstrak Spirogyra berisi campuran tersebut di-vortex dengan vor-
Sampel Spirogyra dicuci dengan air untuk tex mixer, dipipet sebanyak 1 mL dan dima-
membersihkan dari kotoran, kemudian dike- sukkan ke dalam tabung reaksi berikutnya.
ringkan selama 3 hari di bawah sinar mata- Perlakuan diulangi sampai pengeceran ke 10-9.
hari. Spirogyra yang telah kering ditimbang Kurva pertumbuhan dibuat dengan mengukur
sebanyak 50 g, diberi akuades 100 mL, diha- absorbansi kultur S. cerevisiae pada ekstrak
luskan dengan diblender, dimasukkan ke da- Spirogyra. Pengukuran absorbansi S. cerevi-
lam erlenmeyer 250 mL (Munadjim, 1984). siae diukur pada panjang gelombang 600 nm
Ekstrak Spirogyra kemudian disterilisasi. Se- dengan interval tiap 1 jam sekali selama 24
lanjutnya ekstrak Spirogyra akan digunakan jam. Dibuat grafik kurva pertumbuhan dari ni-
untuk proses pembuatan kurva pertumbuhan lai absorbansi dan waktu fermentasi (Pudji-
S. cerevisiae, hidrolisis, pembuatan starter, astuti, Suwarsono, dan Nurhatika, 1999).
dan proses fermentasi.
Pembuatan Starter S. cerevisiae
Pembuatan Kultur Stok dan Kultur Kerja Sebanyak 1 ose S. cerevisiae diinokulasi ke
Isolat Sacharomycess cerevisiae disubkultur dalam erlenmeyer 50 mL yang berisi 5 mL
dalam tabung reaksi yang berisi medium ekstrak Spirogyra steril yang telah diatur pH
Sabouraud Dextrosa agar miring dan diin- menjadi 4,5 dengan penambahan larutan HCl
kubasi pada suhu 30°C selama 24 jam (Riya- 30% (Munadjim, 1984), diinkubasi dalam
ni, 1996). rotary shaker dengan kecepatan agitasi 15 rpm
pada suhu 30°C selama 24 jam (aktivasi I).
Pengukuran Kurva Pertumbuhan S. Sebanyak 1 mL dari aktivasi I dan diinokulasi
cerevisiae kembali ke dalam erlenmeyer 50 mL yang
S. cerevisiae diambil 1 ose dan diinokulasi ke berisi 9 mL ekstrak Spirogyra, diinkubasi
dalam erlenmeyer 50 mL yang berisi 5 mL dalam rotary shaker dengan kecepatan agitasi
ekstrak Spirogyra steril yang telah diatur pH 15 rpm pada suhu 30°C selama 24 jam (akti-
12 Jurnal Purifikasi, Vol. 12, No. 1, Juli 2011: 9-16

vasi II). Sebanyak 5 mL dari aktivasi II dan bang, berat yang didapat adalah W2. Kemu-
diinokulasi kembali ke dalam erlenmeyer 100 dian piknometer dikosongkan, akuades yang
mL yang berisi 50 mL ekstrak Spirogyra, tersisa diabsorbsi dengan aseton. Tabung pik-
diinkubasi dalam rotary shaker dengan nometer dikeringkan dengan oven. Piknometer
kecepatan agitasi 15 rpm pada suhu 30°C dan yang telah kering ditimbang, berat yang
diinkubasi. Inkubasi dilakukan sampai jam, di didapatkan adalah W1. Berat akuades (W) di-
mana fase log S. cerevisiae terjadi (aktivasi hitung dengan cara W2-W1 (Purwanto, 2004).
III) (Wignyanto dan Novita, 2001).
Distilat dipindahkan ke dalam gelas beaker
Proses Hidrolisis kering. Distilat diaduk supaya homogen
Ekstrak Spirogyra sebanyak 50 mL dima- sebelum diisikan ke piknometer. Piknometer
sukkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer kering diisi dengan distilat, permukaan luar
dipanaskan di atas hot plate, sesekali corong piknometer dikeringkan dan ditimbang. Hasil
dibuka sambil diaduk-aduk. Proses pema- yang didapat adalah W3. Berat distilat adalah
nasan berlangsung ± 2 jam dengan suhu W3-W1 = L. Berat air (L) dihitung dengan
pemanasan ± 100°C. Didinginkan selama 3 specific gravity (spg) = L/W. Nilai spg diten-
jam sampai suhu mencapai ± 40°C. Ditambah tukan dengan menggunakan Tabel Analysis of
enzim α-amilase dengan masing- masing kon- the Association of Official Analytical Chemists
sentrasi 0; 0,03; 0,06; dan 0,09 g (Prihandana, (AOAC) dan selanjutnya diukur kadar etanol
2007) dan diinkubasi pada suhu kamar selama yang terbentuk dihitung (Purwanto, 2004).
60 menit (Tamuri, 1981).
Rancangan Penelitian
Proses Fermentasi Rancangan penelitian yang digunakan adalah
Starter ditambahkan ke dalam erlenmeyer Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola
sebanyak 250 mL yang berisi ekstrak Spiro- faktorial dengan perlakuan konsentrasi enzim
gyra, diinkubasi selama 10 hari pada suhu amilase dengan ulangan sebanyak 2 kali.
kamar. Jika kadar etanol masih mengalami Selain itu juga diamati kadar etanol setiap 2
peningkatan, maka fermentasi dilanjutkan. hari sekali selama 10 hari. Parameter yang
Proses fermentasi dihentikan jika kadar etanol diamati adalah kadar etanol (%).
telah mengalami penurunan. Tutup botol dile-
pas, ditutup dengan kapas lemak dan dipas- Analisis Data
teurisasi pada suhu ± 80°C selama 10 menit Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis
(Munadjim, 1984). of Variance (ANOVA) untuk mengetahui
pengaruh perbedaan penambahan jumlah
Pengukuran Kadar Etanol enzim α-amilase terhadap kadar etanol yang
Tabung distilasi dan labu 250 mL disiapkan. dihasilkan dengan hipotesa. H0 menyatakan
Selanjutnya 50 mL sampel cairan hasil fer- tidak ada pengaruh antara perbedaan
mentasi diambil menggunakan labu ukur 50 penambahan jumlah enzim α-amilase terhadap
mL, dan dimasukkan ke dalam tabung desti- persentase (%) etanol yang dihasilkan.
lasi. Sampel cairan tersebut dididihkan de- Sedangkan H1 menyatakan ada pengaruh
ngan hati-hati untuk menghindari buih yang antara perbedaan penambahan jumlah enzim α-
berlebihan. Destilasi campuran alkohol dan amilase terhadap prosentase (%) etanol yang
air sampai dapat dikumpulkan tepat 50 mL dihasilkan.
distilat (Purwanto, 2004).
Jika H1 diterima maka dilanjutkan dengan uji
Sementara dilakukan destilasi, piknometer Tukey pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05)
dikalibrasi. Piknometer diisi akuades destilasi untuk mengetahui perbedaan nyata antara
dan ditutup. Piknometer dan akuades ditim- kombinasi perlakuan konsentrasi enzim
Sulfahri, Pemanfaatan Algae Spirogyra Sebagai Bahan Baku Bioetanol 13

α-amilase dan lama fermentasi (Walpole, tumbuhan berlangsung dengan mengkon-sumsi


1992). nutrien sekaligus mengeluarkan (eksre-si)
produk-produk metabolisme yang terben-tuk.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berhentinya pertumbuhan dapat disebab-kan
karena beberapa nutrien esensial dalam
Penentuan Umur Starter S. cerevisiae pada medium atau karena terjadinya akumulasi
Medium Fermentasi autotoksin dalam medium atau kombinasi
Setiap mikroorganisme memiliki bentuk keduanya (Rachman, 1989). Suatu kurva
kurva pertumbuhan yang spesifik. Pada pertumbuhan memberikan gambaran mengenai
Gambar 1 dapat dilihat kurva pertumbuhan S. faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
cerevisiae memiliki beberapa fase diantaranya pertumbuhan suatu mikroorganisme, misalnya:
fase log (eksponensial). yaitu pada jam 0 subtrat, suhu lingkungan, pH, dan menentukan
sampai jam 11. Fase eksponensial merupakan umur starter (Gandjar, 2006). Umur starter
fase perbanyakan jumlah sel, aktivitas sel yang baik untuk digunakan sebagai inokulum
meningkat, dan merupakan fase yang penting medium fermentasi adalah di sepanjang fase
dalam pertumbuhan S. cerevisiae. Kemudian logaritma karena pada fase ini sel mikro-
terdapat fase kematian, di mana pada fase ini organisme memiliki kemampuan membelah
jumlah sel yang mati lebih banyak dari pada yang maksimum, laju pertumbuhan dan akti-
sel yang hidup yaitu pada jam ke 11 sampai vitas metabolisme konstan.
jam ke 15. Namun, pada kurva pertumbuhan
S. cerevisiae tidak dijumpai fase log yaitu Umumnya umur kultur yang digunakan di-
fase di mana terjadi penyesuaian sel dengan ambil pada pertengahan fase eksponensial.
lingkungan. Hal ini disebabkan karena pada Yudoamijoyo et al., (1992) menjelaskan bah-
saat pembuatan kurva pertumbuhan ada masa wa pada fase eksponensial sel mikroorganisme
aktivasi dari starter yaitu sampai tiga kali dalam keadaan stabil, sel-sel baru terbentuk
aktivasi. Starter merupakan kumpulan mikro- dengan laju konstan dan sel mikroorganisme
organisme yang siap diinokulasikan ke dalam membelah secara optimum tercapai pada saat
medium fermentasi. doubling time (waktu lipat dua), yang biasanya
tercapai di tengah-tengah fase logaritma.
Pada dasarnya pertumbuhan sel mikroba ber- Pada penelitian ini, kurva dibuat dengan
langsung tanpa batas. Tetapi, setelah waktu menggunakan absorbansi cahaya dari alat
tertentu laju pertumbuhan akan menurun dan spektrofo-tometer yang dilakukan setiap jam
akhirnya berhenti sama sekali karena pe- sekali.

Gambar 1. Kurva Pertumbuhan S. cerevisiae


14 Jurnal Purifikasi, Vol. 12, No. 1, Juli 2011: 9-16

10
9
8
7
Kadar Etanol (%)

6 0 gram
0,03 gram
5
0,06 gram
4
0,09 gram
3
2
1
0
0 hari 2 hari 4 hari 6 hari 8 hari 10 hari
Waktu Fermentasi

Gambar 2. Grafik Pengaruh Enzim α-amilase dan Lama Waktu Fermentasi terhadap Kadar
Etanol (%)

Kadar Etanol diubah menjadi etanol dalam keadaan


Grafik pertambahan bioetanol yang dihasilkan anaerob.
terhadap lama waktu fermentasi dapat dilihat
pada Gambar 2 dan Tabel 1. Berdasarkan Produk etanol dari hasil fermentasi, dapat
hasil penelitian, kadar etanol mengalami dipengaruhi oleh penambahan enzim α-
peningkatan sesuai dengan penambahan amilase. Enzim α-amilase akan memotong
konsentrasi enzim α-amilase dan lama waktu ikatan α-1,4 glikosida dengan produk akhir
fermentasi. Secara umum hasil fermentasi dekstrin, maltosa, dan glukosa (Fogarty,
cenderung meningkat. Semakin banyak 1983). Kecepatan reaksi enzim berbanding lu-
penambahan konsentrasi enzim α-amilase, rus dengan konsentrasi enzim, semakin besar
cenderung menambah jumlah kadar etanol jumlah enzim akan semakin cepat reaksinya
yang dihasilkan. Namun, terjadi penurunan dan semakin banyak produk yang dihasilkan
jumlah bioetanol pada jumlah enzim α- (Soemitro, 2005).
amilase sebanyak 0,09 g. Sehingga hasil
tertinggi diperoleh pada hari ke-10 dan Enzim α-amilase banyak digunakan untuk
jumlah enzim α-amilase sebanyak 0,06 g. proses hidrolisis amilum yang memutus ika-
tan α-glikosidik menjadi monomer-monomer
Fermentasi Etanol glukosa. Kelebihan enzim α-amilase yaitu
Karbohidrat merupakan substrat utama yang memutus ikatan yang spesifik pada ikatan α-
dipecah dalam proses fermentasi. Substrat 1,4-glukosidik sehingga menghasilkan gluko-
yang dapat dikonsumsi langsung oleh S. sa. Sedangkan hidrolisis secara kimiawi,
cerevisiae adalah dalam bentuk disakarida menggunakan asam sulfat (H2SO4) atau asam
atau monosakarida (gula reduksi) (Gandjar, chlorida (HCl) akan memutus rantai polimer
2006). Kandungan gula reduksi yang dimiliki pati secara acak, dan belum tentu meng-
Spirogyra adalah 10,05%. Syarat gula reduksi hasilkan glukosa (Manoj et al., 2005).
dapat digunakan untuk proses fermentasi
adalah ± 10% sehingga gula reduksi tersebut Pada proses fermentasi, gula reduksi diubah
dapat digunakan sebagai substrat pada proses menjadi asam piruvat dan asam piruvat
fermentasi. S. cerevisiae dapat memanfaatkan diubah l lebih lanjut menjadi etanol.
glukosa melalui jalur glikolisis yang Asetaldehida bertindak sebagai penerima
mengubah atom berkarbon enam menjadi hidrogen dalam fermentasi, dimana hasil
atom berkarbon tiga yaitu molekul piruvat reduksinya oleh NADH2 menghasilkan etanol,
(Fardiaz, 1992). Kemudian molekul piruvat dan NAD yang teroksidasi kemudian dapat
Sulfahri, Pemanfaatan Algae Spirogyra Sebagai Bahan Baku Bioetanol 15

Tabel 1. Jumlah Bioetanol yang Dihasilkan


Kadar Bioetanol yang Dihasilkan (%) dalam Waktu
Kadar enzim α-Amilase (g/50 mL)
0 hari 2 hari 4 hari 6 hari 8 hari 10 hari
0 0,000 1,095 2,105 3,120 4,155 4,505
0,03 0,035 2,235 3,265 5,485 6,750 8,265
0,06 0,035 2,925 4,415 6,525 8,370 9,245
0,09 0,035 2,790 4,095 6,415 8,310 8,465

digunakan lagi untuk menangkap hidrogen apabila dibandingkan dengan perlakuan yang
(Fardiaz, 1987). lain. Pada hasil pengujian ganda berdasarkan
waktu fermentasi menunjukan bahwa fermen-
Kadar Etanol dari Perlakuan oleh Jumlah tasi pada hari ke-0 menunjukan nilai paling
Enzim α-Amilase dan Lama Fermentasi rendah yang berarti jumlah etanol yang
Berdasarkan hasil analysis of variance (Two- dihasilkan paling rendah. Kemudian pada hari
way ANOVA) dengan menggunakan software ke-2 dan seterusnya menunjukan nilai yang
Minitab release 14, data output menunjukkan terus naik hingga pada hari ke-10 menunjukan
bahwa P-value = 0. Hal ini telah nilai tertinggi. Hal ini menunjukan bahwa
membuktikan bahwa penambahan enzim α- pada hari ke-10 merupakan jumlah etanol
amilase berpengaruh terhadap persentase terbanyak yang dihasilkan.
etanol yang dihasilkan. Kemudian
berdasarkan uji perbandingan ganda pada 4. KESIMPULAN
perlakuan tanpa pemberian enzim α-amilase
(0 g) menunjukkan perbedaan nyata dengan Penambahan enzim α-amilase berpengaruh
perlakuan dengan pemberian enzim α-amilase terhadap jumlah etanol yang dihasilkan dari
0,03; 0,06; dan 0,09 g. Pada pemberian enzim fermentasi ekstrak algae Spirogyra. Perlakuan
0,03 g dibandingkan dengan pemberian enzim dengan penambahan enzim α-amilase
0,06 dan 0,09 g tidak menunjukan perbedaan sebanyak 0 g dan lama waktu fermentasi 0
nyata. Hal ini berarti etanol yang dihasilkan hari menghasilkan etanol terendah yaitu
dari pemberian enzim α-amilase 0,03; 0,06; 0,00%. Perlakuan penambahan enzim α-
dan 0,09 g rata-rata hampir sama. Dengan amilase 0,06 g dan lama waktu fermentasi 10
demikian dapat diinformasikan bahwa pembe- hari menghasilkan etanol yang tertinggi
rian enzim α-amilase yang semakin banyak sebesar 9,245%. Perlakuan yang paling
tidak berpengaruh nyata terhadap kadar etanol optimum dan efisien yaitu dengan
yang dihasilkan. penambahan enzim α-amilase 0,06 g dan lama
waktu fermentasi 10 hari.
Tanpa adanya penambahan enzim α-amilase
proses fermentasi etanol yang terjadi kurang DAFTAR PUSTAKA
efektif. Enzim α-amilase berfungsi menghi-
Banati, F.S. (2009). Pengaruh Penambahan
drolisis amilum secara spesifik pada ikatan
Enzim α-amilase Pada Fermentasi
1,4-glikosida menjadi monosakarida dan
Karbohidrat Ekstrak Ulfa fasciata Dari
disakarida (Fogarty, 1983). Saccharo-myces
Balekambang Malang Menggunakan
cerevisiae sebenarnya memproduksi enzim
Ragi Roti Fermipan. Tugas Akhir.
sendiri untuk merubah glukosa menjadi
Jurusan Biologi, FMIPA-ITS, Surabaya.
etanol. Enzim tersebut adalah enzim zimase
yang mengubah glukosa menjadi etanol Becker, E.W. (2006). Microalgae as a Source
(Judoamidjojo dan Sa’id, 1992). Maka of Protein. Medical Clinic, Department
pemberian 0,06 g enzim α-amilase merupakan II, University of Tubingen, Germany.
perlakuan yang paling optimum dan efisien.
Selain itu, penambahan enzim α-amilase 0,06 Fardiaz (1987). Fisiologi Fermentasi. Pusat
g lebih bersifat ekonomis dan tepat guna Antar Universitas Institut Pertanian
16 Jurnal Purifikasi, Vol. 12, No. 1, Juli 2011: 9-16

Bogor Dengan Lembaga Sumberdaya ta No. 1 th. XXXII/ISSN 0854-1981.


Informasi Institut Pertanian Bogor,
Bogor. Rachman, A. (1989). Pengantar Teknologi
Fermentasi. Departemen Pendidikan
Fogarty, W.M.(1983). Microbial Enzymes Dak Kebudayaan Direktoral Jendral
and Technology. Applied Science Pu- Pendidikan Tinggi Pusat Antar
lishers. London Universitas Pangan Dan Gizi Institut
Pertanian Bogor; Bogor.
Gandjar, I, dan Wellyzar, S. (2006). Mikologi
Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Riyani, K. (1996). Produksi Etanol dari Sari
Indonesia:Jakarta. Buah Nenas (Ananas comosus L. Merr)
dengan Glukosa Murni Menggunakan
Judoamidjojo, M.D., Sa’id, E.G. (1992). Saccharomyces cerevisiae. Tugas Akhir.
Teknologi Fermentasi. Pusat Antar Jurusan Kimia, FMIPA-ITS, Surabaya.
Universitas Institut Pertanian Bogor
dengan Lembaga Sumberdaya Informasi Sardjoko (1991). Bioteknologi, Latar
Institut Pertanian Bogor, Bogor. Belakang, dan Beberapa Penerapannya.
Gramedia, Jakarta.
Manoj, S. Pradeep, K. Chandraraj, and N. G.
Sathyanarayana. (2005). Hydrolysis of Soemitro,S. (2005). Pengaruh modifikasi
Starch by Amylase From Bacillus sp. kimiawi selektif terhadap Kestabilan α-
KCA102: a Statistical Approach. amilase dari saccharomycopsis
Journal Process Biochemestry. Vol. 40, fibuligera. Jurnal Bionatura, Vol. 7,
No.2499-2507. No. 3, November 2005 : 259 – 273.

Munadjim (1984). Teknologi Pengolahan Tamuri, M. (1981). Heat and Acid-stable


Pisang. Gramedia, Jakarta. Alpha-amylase Enzymes and Processes
for Producing The Same. United States
Portal Nasional Republik Indonesia (2008). Patent, August, Eenglewood, Cliffs.
Minyak dan Gas. 93(407).
http://www.indonesia.go.id/id/index.php
?option=com_content&task=view&id=7 Tjitrosoepomo, G. (2007). Taksonomi
702&Itemid=718. 30 Juni 2008. Diakses Tumbuhan. Gadjah Mada University
tanggal 2 Desember 2008. Press, Yogyakarta.

Prihandana. (2007). Bioetanol Ubi Kayu Walpole, R.E. (1992). Ilmu Peluang dan
Bahan Bakar Masa Depan. Statistika untuk Insinyur dan Ilmuwan.
http://www.empatyheart.wordpress.com Institut Teknologi Bandung, Bandung.
/2007/12/10/html.
Wignyanto, S. dan Novita (2001). Pengaruh
Pudjiastuti, L., Suwarsono, N., dan Nurhatika, Konsentrasi Gula Reduksi Sari Kulit
S. (1999). Pemanfaatan Limbah Padat Nana dan Inokulum Saccharomyces
Industri Tepung Tapioka Menjadi cerevisiae pada Fermentasi Etanol.
Etanol dalam Usaha Minimasi Pen- Jurnal Teknologi Pertanian. 2(1). 68-
emaran Lingkungan. Pusat Penelitian 77.
KLH, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya. Yudoamijoyo, M., A. A. Darwis dan E. G.
Sa’id. (1992). Teknologi Fermentasi.
Purwanto. (2004). Aktivitas Fermentasi Alko- Penerbit Rajawali Press dengan Pusat
olik Cairan Buah. Jurnal Universitas Antar Universitas Bioteknologi, Institut
Widya Mandala Madiun. Wadya War- Pertanian Bogor. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai