Anda di halaman 1dari 7

101

Visca, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Optimasi Dosis Enzim Glukoamilase dan Waktu Fermentasi dalam Produksi


Bioetanol dari Air Cucian Beras

Optimization of Glucoamylase Enzyme Dosage and Fermentation Time in


Bioethanol Production from Rice Washing Drainage

Rinette Visca1*, Mubarokah Nuriani Dewi1, Marungkil Sinaga1, Siti Nurcahyati1


1Universitas Jayabaya, Jalan Raya Bogor Km. 28 Cimanggis, Jakarta Timur 13710, Indonesia

*Email korespondensi : rinettevisca@jayabaya.ac.id

ABSTRAK

Saat ini 85% dari kebutuhan energi dunia berasal dari bahan bakar minyak. Indonesia berupaya
mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak. Salah satu sumber energi alternatif
yang dapat mensubsitusi transportasi minyak mentah diperoleh dari biomassa berupa bahan
bakar bioetanol. Biomassa termasuk beras dimanfaatkan untuk pengembangan bioetanol
menggantikan bahan bakar minyak. Karbohidrat merupakan komponen utama beras yang
terdiri dari 85–90% pati. Air cucian beras yang mengandung karbohidrat dapat diubah menjadi
etanol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui waktu fermentasi terbaik dalam produksi
bioetanol dari air cucian beras dengan menggunakan enzim glukoamilase dan ragi. Pembuatan
bioetanol melalui tahap persiapan, hidrolisa air cucian beras, pemeriksaan kadar glukosa,
fermentasi, distilasi dan analisa hasil. Variabel yang digunakan adalah waktu fermentasi (3, 4,
5, 6, dan 7 hari), dan volume enzim glukoamilase (0.5, 1.5, dan 3.0 ml). Hasil penelitian
diperoleh densitas bioetanol optimum sebesar 0.998 g.ml-1 dengan enzim glukoamilase 0.5 ml.
Kadar glukosa sesudah inversi tertinggi sebesar 4.217%, dan kadar etanol tertinggi 19.387%
dihasilkan dengan dosis enzim glukoamilase 3.0 ml dalam waktu fermentasi selama lima hari.

Kata kunci: air cucian beras, bioetanol, enzim glucoamilase, fermentasi, ragi

ABSTRACT

Currently, 85% of the world's energy needs come from fuel oil. Indonesia overcomes dependence on fuel
oil. One of the alternative energy sources that can substitute crude oil transportation is obtained from
biomass in the form of bioethanol fuel. Biomass, including rice, is used for the development of bioethanol
to replace fuel oil. Carbohydrates are the main component of rice which consists of 85–90% starch. Rice
washing water which contains carbohydrates can be converted into ethanol. This study’s aim was to have
the best fermentation time in bioethanol production from rice washing water using glucoamylase enzymes
and yeast. Bioethanol production goes through the preparation stage, hydrolysis of rice washing water,
checking glucose levels, fermentation, distillation, and yield analysis. The variables were fermentation
time (3, 4, 5, 6, and 7 days), and the volume of the glucoamylase enzyme (0.5, 1.5, and 3.0 ml). The
results showed that the optimum bioethanol density was 0.998 g.ml-1 with 0.5 ml glucoamylase enzyme.
The highest glucose level after inversion was 4.217%, and the highest ethanol content was 19.387%,
which was produced with 3.0 ml glucoamylase enzyme dosage in five days of fermentation.

Keywords: rice washing water, bioethanol, glucoamylase enzyme, fermentation, yeast

PENDAHULUAN sebagaimana pertumbuhan populasi dunia


bertambah (Balat, 2008). Pengembangan
Konsumsi energi semakin meningkat energi baru dan terbarukan di Indonesia
dalam beberapa dekade terakhir merupakan program strategis pemerintah

Volume 7 Nomor 3 : 101-107 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2020.007.03.2


102
Visca, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Indonesia dalam mengurangi komposisi air cucian beras terdapat pada


ketergantungan bahan bakar minyak. Salah tabel 1.
satu sumber energi alternatif yang dapat
mensubsitusi transportasi minyak mentah Tabel 1. Komposisi air cucian beras
diperoleh dari biomassa berupa bahan Komposisi Persentase (%)
bakar bioetanol atau biofuel (Nguyen, Karbohidrat 30
2008). Protein 7
Bahan bakar nonfosil berbasis bahan Zinc 11
baku biomassa dan hasil samping serta Kalsium 10
limbah industri pangan merupakan sumber Fosfor 17
karbon untuk energi mikroba yang mampu Besi 8
memproduksi bioetanol sebagai alternatif Kalium 2
sumber energi terbarukan. Bahan bakar Thiamine 9
nonfosil diproduksi dengan teknologi Riboflavin 6
fermentasi berbasis substrat dari limbah Sumber : Eni et al., 2015
yang mengandung senyawa kimia organik
sangat menarik untuk dilaksanakan pada Air cucian beras yang mengandung
skala komersial (Kiran, 2014). karbohidrat dapat diubah menjadi etanol
Indonesia sebagai negara tropis yang Air cucian beras dihidrolisis menjadi
kaya akan keanekaragaman hayati, glukosa dengan menggunakan HCl 1N,
tanaman pertanian dan perkebunan kemudian dilanjutkan dengan fermentasi
membuka peluang besar untuk menggunakan Saccharomyces cerevisae (ragi)
pengembangan bioetanol (Arlianti, 2018). dan distilasi (Chethana, 2011). Air, karbon,
Berbagai jenis beras, umbi-umbian, dan nitrogen, mineral, diperlukan mikroba
buah-buahan menjadi sumber bahan baku, untuk tumbuh dan berkembang biak dalam
bahkan limbahnya dimanfaatkan untuk media fermentasi pada skala laboratorium,
pengembangan bioetanol menggantikan maka penyediaan dan pembuatan media
minyak mentah (Osazuwa, 2019). sangat mudah, namun pada industri skala
Beras sebagai sumber bahan makanan besar akan sulit.
pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Fermentasi merupakan reaksi biokatalis
Karbohidrat merupakan komponen utama yang digunakan untuk mengkonversi
beras yang terdiri dari 85–90% pati. bahan baku substrat oleh enzim dari
Selulosa, hemiselulosa, dan pentosan mikroba menjadi produk baru. Mikroba
sebagai komponen karbohidrat pada beras. terdiri atas bakteri, ragi dan jamur.
Pati beras merupakan pati yang diperoleh digunakan untuk memfermentasi
dari biji Oryza sativa. Pati beras memiliki monosakarida yang dilepaskan selama
serbuk yang berwarna putih dan bertekstur degradasi pati. Ragi merupakan organisme
halus. Pati beras tidak larut dalam air eukariotik dan dapat memfermentasi pati
dingin dan etanol. Bila diamati dengan (sakarifikasi) menjadi bioetanol dan karbon
mikroskopik tampak butir bersegi banyak dioksida. Glukosa difermentasi menjadi
ukuran 2 µm - 5 µm, tunggal atau majemuk produk bahan bakar nonfosil seperti etanol,
dan berbentuk bulat telur ukuran 10 µm – aseton-butanol dan biogas
20 µm. Dengan demikian sifat fisikokimia Bioetanol merupakan etanol (C2H5OH)
beras ditentukan oleh sifat fisikokimia yang diproduksi dengan cara fermentasi
patinya (Istianah, 2017). menggunakan bahan baku nabati
Pencucian beras menyebabkan sebagian (Puttaswamy et al., 2016). Etanol
kandungan biji beras melarut ke dalam air merupakan cairan tak berwarna, mudah
tersebut. Air cucian beras merupakan hasil menguap, mudah terbakar, larut dalam air,
air yang diperoleh dari proses pencucian dan tidak karsinogenik. Produksi bioetanol
beras sebelum dimasak menjadi nasi. melibatkan dua langkah, pertama hidrolisis
Pemanfaatan air cucian beras belum pati dalam kondisi aerobik dan fermentasi
optimal, misalnya untuk menyiram oleh ragi dalam kondisi anaerob. Hidrolisis
tumbuhan atau dibuang. Adapun pati dapat dicapai dengan hidrolisis

Volume 7 Nomor 3 : 101-107 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2020.007.03.2


103
Visca, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

enzimatik. Hidrolisis enzimatik merupakan leher tiga, saringan, gelas ukur, stirrer, hot
proses degradasi polimer menjadi plate dan perangkat distilasi.
monomer gula penyusunnya dengan Enzim yang digunakan dalam penelitian
bantuan enzim. ini adalah enzim glukoamilase dengan
Enzim merupakan protein yang berasal merek dagang Dextrozyme GA. Aktivitas
dari sel hidup dan berguna untuk glukoamilase didasarkan pada hidrolisis
mengkatalisis reaksi. Penelitian Hakim maltosa dan dinyatakan dalam
(2015) dinyatakan perlakuan enzim dengan Amyloglucosidase Units.g-1 (AGU.g-1) yang
varian yaitu (a) 2 ml α-amilase dan 2 ml tertera pada data bahan (product data
glukoamilase sebagai kontrol, (b) 2 ml α- sheet). Data spesifikasi bahan dari
amilase dan 2 ml glukoamilase, (c) 4 ml α- Novozymes (2005) menyebutkan
amilase dan 4 ml glukoamilase, (d) 6 ml α- Dextrozymes GA mengandung Aspergillus
amilase dan 6 ml glukoamilase. niger dengan aktivitas 270 AGU.g-1 dan
Beberapa penelitian terkait dengan densitas 1.17 g.ml-1. Produk ini sesuai
pemanfaatan air cucian beras diantaranya dengan spesifikasi kemurnian yang
dilakukan oleh Watanabe (2009) yang direkomendasikan untuk enzim kategori
memperoleh kadar etanol 6.2% dengan makanan (food grade) yang diberikan oleh
menggunakan proses enzim dan ultrasonik Joint FAO/WHO Expert Committee on Food
dalam produksi bioetanol dari air cucian Additives (JECFA) dan Food Chemical Codex
beras dan sekam padi. Perlakuan (FCC).
penambahan HCl juga mampu Pada tahap pembuatan bioetanol dari
meningkatkan kadar etanol (Sari, 2013). biomassa diperlukan beberapa proses yaitu
Hasil penelitian yang dilakukan Eni tahap persiapan, tahap hidrolisis air cucian
(2015) yaitu waktu hidrolisa yang lama dan beras, tahap pemeriksaan kadar glukosa,
penambahan enzim glukoamilase sebagai tahap fermentasi, tahap distilasi dan tahap
katalis dalam proses hidrolisa air cucian analisa. Variasi penelitian dilakukan
beras dapat meningkatkan kadar glukosa terhadap waktu fermentasi (3, 4, 5, 6, dan 7
yaitu pada 3 ml penambahan enzim hari) dan variasi volume enzim
glukoamilase dan 6 jam hidrolisa glukoamilase aktivitas 270 AGU.g-1 dari
menghasilkan kadar glukosa 93.02 mg.L-1. Novozymes (0.5, 1.5, 3.0 ml).
Waktu optimum fermentasi cucian air beras Tahap persiapan dilakukan dengan
adalah 4 hari yang menghasilkan kadar perendaman beras dengan air dengan
etanol 11.17%. Sedangkan dalam penelitian perbandingan 1:1 v/v (3000 gram beras
yang dilakukan Chethana (2011), dalam 3000 ml air) selama 6 jam guna
dinyatakan dengan penambahan Bacillus mendapatkan kadar pati yang lebih
licheniformis, HCl dan enzim dalam proses banyak. Lalu dilakukan penyaringan untuk
sakarifikasi menghasilkan bioetanol 68.8 memisahkan beras dengan air cucian beras.
mg.L-1 setelah melalui proses distilasi. Tahap hidrolisis air cucian beras
Adapun tujuan dari penelitian ini untuk dilakukan dengan penambahan HCl 1N
mengetahui waktu fermentasi yang terbaik dan enzim glukoamilase. Air beras yang
dalam produksi bioetanol dari air cucian sudah disaring kemudian diukur kadar pH
beras dengan variabel volume enzim nya lalu ditambahkan HCl 1N sedikit demi
glukoamilase dan kadar bioetanol. sedikit sambil diaduk hingga pH air beras
asam. Air cucian beras yang sudah asam
BAHAN DAN METODE dimasukkan ke dalam tiga gelas ukur
dengan volume masing masing 1000 ml,
Bahan dan peralatan yang diperlukan lalu ditambahkan enzim ke dalam masing
dalam penelitian ini diantaranya beras masing air cucian beras dengan volume 300
putih, asam klorida (HCl), asam sulfat ml dan variasi enzim 0.5 ml, 1.5 ml, 3.0 ml,
(H2SO4), kalium iodida (KI), natrium selanjutnya diaduk hingga homogen (Eni et
hidroksida (NaOH), Saccharomyces cereviseae al., 2015).
(ragi), narium tiosulfat (Na2S2O3), kalium Berikutnya dimasukkan kedalam labu
permanganat (KMnO4) erlenmeyer, labu leher tiga 1000 ml dan dipanaskan dengan
hot plate pada suhu tetap 60°C selama 6 jam.

Volume 7 Nomor 3 : 101-107 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2020.007.03.2


104
Visca, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Pengukuran kadar glukosa dengan cara Penelitian yang dilakukan Khodijah


mengambil 50 ml dan dianalisa dengan (2015) dinyatakan bahwa adanya
metode luff schrool (Masturi, 2017). perbedaan waktu fermentasi pada
Perhitungan prosentase kadar glukosa pembuatan bioetanol mempengaruhi besar
menggunakan menggunakan rumus pada kecilnya nilai densitas yang dihasilkan.
persamaan 1. Semakin lama waktu fermentasi maka
aktivitas mikroba mengalami pertumbuhan
Kadar glukosa (%) = berkembang biak semakin banyak,
𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔)
𝑥 100 % …..….(1) sehingga semakin banyak pula karbohidrat
yang terurai menjadi alkohol dan massa
Selanjutnya tahap fermentasi diawali jenis campuran alkohol-air akan semakin
dengan mendinginkan air beras yang rendah. Oleh karena itu dilakukan pula
sudah di hidrolisis. Air beras dimasukkan analisa pengaruh waktu fermentasi dan
ke dalam erlenmeyer sebanyak 200 ml enzim glukoamilase terhadap uji densitas
(sampel air beras masing masing variasi bioetanol.
enzim dimasukkan sebanyak 200 ml ke
dalam 5 buah gelas Erlenmeyer). Lalu HASIL DAN PEMBAHASAN
difermentasi secara anaerob dan dilakukan
Kadar Glukosa Pada Air Cucian Beras
pengukuran setelah 3, 4, 5, 6, dan 7 hari.
Setelah Hidrolisis
Tahap distilasi dengan langkah sebagai
Berdasarkan pengamatan data pada tabel 2
berikut:
kadar gula yang terkandung dalam air
1. Peralatan distilasi dirangkai
cucian beras masih sedikit, sehingga jika
selanjutnya hasil fermentasi
langsung difermentasi kemungkinan akan
dimasukkan ke dalam labu leher tiga.
menghasilkan jumlah etanol yang sangat
2. Ditambahkan 50 ml aquadest, aduk
sedikit sekali atau bahkan tidak akan
rata.
menghasilkan etanol. Kadar glukosa awal
3. Larutan dipanaskan hingga suhu
sebesar 1.145 %.
mencapai 80-85°C
4. Distilat ditampung dan diukur
Tabel 2. Analisa air cucian beras sebelum
volumenya.
dan setelah hidrolisa
Menurut Hanum et al. (2013) prosedur
analisa produk distilat sebagai berikut: Kadar Glukosa
1. Penentuan Jumlah Bioetanol (ml) Kode Berat
pH Setelah Hidrolisa
Sampel Jenis
 Distilat (bioetanol) diukur dengan (%)
meggunakan gelas ukur. 0.5 ml 6 1.007 2.058
 Volume dicatat pada tiap
1.5 ml 6 1.021 2.173
perlakuan
2. Densitas Bioetanol (gr.ml-1) 3.0 ml 6 1.013 4.217
 Piknometer diisi bioetanol lalu
ditimbang massanya.
Air cucian beras memiliki kandungan pati
 Selisih massa piknometer kosong
atau karbohidrat yang cukup tinggi.
dan berisi bioetanol merupakan
Karbohidrat tersebut dapat dirombak
massabioetanol.
menjadi glukosa melalui proses hidrolisis
 Densitas bioetanol diperoleh dari
secara enzimatis dengan menggunakan
hasil bagi massa bioetanol terhadap
enzim glukoamilase pada suhu tetap 60°C.
volumenya.
Suhu rendah mendekati titik beku tidak
 Penentuan kadar etanol dengan merusak enzim, namun enzim tidak dapat
cara membandingkan massa jenis
bekerja.
etanol hasil distilasi dengan
Pada tabel dapat diamati semakin besar
densitas bioetanol absolut sebesar dosis enzim glukoamilase maka kadar
0.789 g.ml-1. glukosa setelah hidrolisis (sesudah inversi)
mengalami peningkatan. sehingga akan
menghasilkan peningkatan bioetanol

Volume 7 Nomor 3 : 101-107 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2020.007.03.2


105
Visca, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

setelah fermentasi. Hasil kadar glukosa semakin berkurang dan mikroba menju
sesudah inversi tertinggi sebesar 4.217% fase kematian dan etanol yang dihasilkan
diperoleh dengan penambahan enzim akan semakin banyak.
glukoamilase 3 ml. Penelitian yang Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
dilakukan Istianah (2017) terhadap kadar densitas bioetanol optimum sebesar 0.998
glukosa setelah hidrolisis pada air cucian g.ml-1 yang dihasilkan pada dosis enzim
beras diperoleh konversi glukosa sebesar glukoamilase 0.5 ml. Sedangkan densitas
21% dan yield etanol yang dihasilkan terendah sebesar 0.993 g.ml-1 yang
sebesar 42%. dihasilkan dengan enzim glukoamilase 3.0
ml. Densitas bioetanol absolut sebesar 0.789
Pengaruh Waktu Fermentasi dan Enzim g.ml-1 (Hanum et al., 2013), sehingga nilai
Glukoamilasi Terhadap Uji Densitas densitas 0.998 g.ml-1 pada penelitian ini
Bioetanol menunjukkan etanol yang dihasilkan masih
Berdasarkan data yang diperoleh, dibuat belum murni karena masih bercampur
grafik hubungan waktu fermentasi dan dengan air.
enzim glukoamilase terhadap uji densitas Penelitian yang dilakukan Khodijah et
yang disajikan pada Gambar 1. Massa jenis al. (2015) menyebutkan bahwa waktu
sampel akan semakin menurun seiring fermentasi optimum selama 7 hari
pertambahan waktu fermentasi. Hal diperoleh densitas etanol 0.9438 g.ml-1.
tersebut dikarenakan semakin lama waktu Sedangkan jumlah bioetanol optimum yang
fermentasi maka mikroba berkembang biak diperoleh Hanum et al. (2013) sebesar 3.7 ml
semakin banyak, sehingga dengan semakin dengan densitas 0.9669 g.ml-1 dalam waktu
meningkatnya jumlah mikroba maka 2 hari dan pemberian jumlah ragi 6%.
semakin banyak pula polimer karbohidrat Adanya perbedaan waktu fermentasi dan
yang terurai menjadi alkohol. volume enzim glukoamilase dalam
produksi bioetanol mempengaruhi besar
1
kecilnya nilai densitas yang dihasilkan.
Massa Jenis Sampel (g/ml)

0,999
0,998
0,997
0.5 v/v Pengaruh Enzim Glukoamilasi dan Waktu
0,996
0,995 1,5 v/v Fermentasi Terhadap Uji Kadar Etanol
0,994 3 v/v Berdasarkan grafik pada Gambar 2 dapat
0,993
0,992
dianalisa bahwa kadar etanol paling tinggi
0,991 (19.387%) dihasilkan pada volume enzim
0,99 glukoamilase 3.0 ml dan waktu optimum
3 4 5 6 7
Waktu Fermentasi (hari)
fermentasi selama lima hari. Hasil
penelitian ini tidak jauh berbeda dengan
Gambar 1. Hubungan waktu fermentasi yang dilakukan Hatami et al. (2020),
dan enzim glukoamilase terhadap uji diperoleh konsentrasi etanol maksimum
massa jenis bioetanol 18.65%. Sementara konsentrasi etanol
tertinggi dalam penelitian yang dilakukan
Semakin tinggi persentase enzim Watanabe et al. (2009) sebesar 6.2% dengan
glukoamilase maka semakin rendah nilai bahan baku air cucian beras dan sekam
densitas. Dengan meningkatnya jumlah padi.
alkohol maka massa jenis campuran Adapun peningkatan pertumbuhan
alkohol-air akan semakin rendah. Hal ini bakteri semakin pesat pada saat fermentasi
disebabkan Saccharomyces cerevisiae di hari keempat dan kelima, dan akan
merubah glukosa menjadi etanol, dimana mengalami penurunan pada hari keenam.
jika ragi yang diberikan banyak maka Hal ini disebabkan mikroba telah masuk ke
etanol yang dihasilkan juga akan semakin fase pertumbuhan lambat. Pada fase ini
banyak dan begitu juga sebaliknya, pertumbuhan populasi jasad renik
sehingga densitasnya akan semakin diperlambat karena zat nutrisi di dalam
rendah. Dengan kata lain jika jumlah medium sudah sangat berkurang atau
Saccharomyces cerevisiae yang terdapat pada adanya hasil metabolisme yang mungkin
ragi semakin menurun, makanan mikroba

Volume 7 Nomor 3 : 101-107 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2020.007.03.2


106
Visca, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

beracun atau dapat menghambat DAFTAR PUSTAKA


pertumbuhan jasad renik.
Arlianti, L. (2018). Bioetanol sebagai
25
sumber green energy alternatif yang
Kadar Etanol (%)

20 potensial di Indonesia. Jurnal Keilmuan


15 0.5 v/v dan Aplikasi Teknik UNISTEK, 5(1), 16-
1,5 v/v 22
10 3 v/v http://ejournal.unis.ac.id/index.php/
5 UNISTEK/article/download/280/Uni
stek%20Januari%202018-
0
3 4 5 6 7 4%20Lily%20Arlianti
Waktu Fermentasi (hari) Balat, M. (2011). Production of bioethanol
from lignocellulosic materials via the
Gambar 2. Hasil pengamatan kadar etanol biochemical pathway: a review. Journal
yang dihasilkan Energy Conversion and Management,
52(2), 858-875.
Oleh karena massa jenis etanol lebih kecil https://www.sciencedirect.com/scien
dibandingkan air maka hubungan densitas ce/article/abs/pii/S0196890410003791
dengan kadar etanol berbanding terbalik, Chethana, Pratap, B., Roy, S., Jaiswal, A.,
semakin rendah nilai densitas etanol Shruthi, & Vedamurthy. (2011).
menunjukkan kadar etanol semakin tinggi. Bioethanol production from rice water
Konsentrasi enzim glukoamilase akan waste : a low cost motor fuel. Journal
sangat berpengaruh terhadap konsentrasi Pharmacogyonline, 3(1), 125–134.
etanol yang didapat pada proses https://pharmacologyonline.silae.it/fi
fermentasi. Semakin besar volume enzim les/newsletter/2011/vol3/015.sonali.
glukoamilase yang digunakan pada saat pdf
proses hidrolisis, maka semakin banyak Eni, Sari, W., & Moeksin, R. (2015).
jumlah etanol yang dihasilkan. Hal tersebut Pembuatan bioetanol dari limbah
disebabkan oleh peningkatan hidrolisa pati cucian beras menggunakan metode
menjadi glukosa jika volume enzim hidrolisis enzimatik dan fermentasi.
glukoamilase semakin tinggi. Jurnal Teknik Kimia, 21(1), 14-21.
Berdasarkan hasil analisa data diperoleh http://ejournal.ft.unsri.ac.id/index.ph
kesimpulan sebagai berikut: p/jtk/article/download/100/90
1. Hasil kadar glukosa sesudah inversi Hakim, M., Hastuti, E., & Parman, S. (2015).
tertinggi sebesar 4.217% dengan Pengaruh pemberian enzim amilase
penambahan enzim glukoamilase 3 ml. terhadap kadar bioetanol dari limbah
2. Densitas bioetanol optimum sebesar sagu padat. Jurnal Akademika Biologi,
0.998 g.ml-1 dihasilkan pada dosis enzim 4(2), 17-24.
glukoamilase 0.5 ml. https://ejournal3.undip.ac.id/index.p
3. Kadar etanol tertinggi 19.387% hp/biologi/article/view/19407
dihasilkan dengan dosis enzim Hanum, F., Pohan, N., Rambe, M.,
glukoamilase 3.0 ml dan waktu Primadony, R., & Ulyana, M. (2013).
optimum fermentasi selama lima hari. Pengaruh ragi dan waktu fermentasi
terhadap bioetanol dari biji durian.
UCAPAN TERIMA KASIH Jurnal Teknik Kimia USU, 2(4), 49-54.
https://jurnal.usu.ac.id/index.php/jt
Penulis mengucapkan terimakasih atas k/article/view/5620
bantuan Universitas Jayabaya yang telah Hatami, M., Younesi, H., & Bahramifar, N.
berkontribusi sehingga penelitian ini (2020). Fermentative production of
terlaksana dengan baik. ethanol from acid hydrolyzate of rice
water waste using saccharomyces
cerevisiae: experimental and kinetic
studies. Waste Biomass Valor Journal,
11(8), 3465–3475.

Volume 7 Nomor 3 : 101-107 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2020.007.03.2


107
Visca, et al. Jurnal Sumberdaya Alam dan Lingkungan

https://doi.org/10.1007/s12649-019- https://www.researchgate.net/public
00697-8 ation/334989474_Production_of_Bioet
Istianah, N. (2017). Evaporasi multi tahap hanol_from_Lignocellulosic_Biomass
menggunakan falling film evaporator Sari, C. (2013). Pembuatan Bioethanol dari Air
(FFE) untuk meningkatkan efisensi Cucian Beras (Air Leri) [Skripsi.
produksi konsentrat nanas madu. Universitas Pembangunan Nasional
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Veteran, Surabaya].
Teknologi Fakultas Teknik Universitas http://eprints.upnjatim.ac.id/5823/1/
Muhammadiyah Jakarta. file1.pdf
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/se Watanabe, M., Takahashi, M., Sasano,
mnastek/article/view/1922 Kashiwamura, T., Ozaki, Y., Tsuiki, T.,
Khodijah, S., & Abtokhi, A. (2015). Analisis Hidaka, H., & Kanemoto S. (2009).
pengaruh variasi persentase ragi Bioethanol production from rice
(Saccharomyces cerevisiae) dan waktu washing drainage and rice bran.
pada proses fermenasi dalam Journal of Bioscience and Bioengineering,
pemanfaatan duckweed (Lemna minor) 108(6), 524-526.
sebagai bioetanol. Jurnal Neutrino: https://www.sciencedirect.com/scien
Jurnal Fisika dan Aplikasinya, 7(2), 71-76. ce/article/pii/S1389172309002916
Kiran, E., Trzcinski, A., & Liu, Y. (2014).
Bioconversion of Food Waste To
Energy: A Review. Journal Fuel,
134(1), 389–399.
https://www.researchgate.net/public
ation/311664110_Bioconversion_of_fo
od_waste_to_energy_a_review
Masturi, Cristina, A., Istiana, N., Sunarno,
& Dwijananti, P. (2017). Ethanol
production from fermentation of arum
manis mango seeds (Mangifera Indica
L.) using Saccharomyces cerevisiae. Jurnal
Bahan Alam Terbarukan, 6(1), 56-60.
Nguyen, T., Gheewala & Bonnet, S. (2008).
Life cycle cost analysis of fuel ethanol
produced from cassava In Thailand.
International Journal of Life Cycle
Assessment, 13(1), 564-573.
Novozymes (2005). Product Data Sheet of
Dextrozyme GA. Novozymes.
https://www.bimber.info/files/dextr
ozyme-pds.pdf
Osazuwa, C., & Akinyosoye, F. (2019).
Comparative studies on production of
bioethanol from rice straw using
Bacillus subtilis and Trichoderma virideas
hydrolyzing agents. Microbiology
Research Journal International, 28(3), 1-
12.
https://doi.org/10.9734/mrji/2019/v
28i330134
Puttaswamy, K., Sagar, Simha, Manjappa,
& Kumar. (2016). Production of
bioethanol from lignocellulosic
biomass. Indian Journal of Advances in
Chemical Science, 31(1), 239-244.

Volume 7 Nomor 3 : 101-107 https://doi.org/10.21776/ub.jsal.2020.007.03.2

Anda mungkin juga menyukai