Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH WAKTU FERMENTASI DAN KONSENTRASI

ENZIM TERHADAP KADARBIOETANOL DALAM PROSES


FERMENTASI NASI AKING SEBAGAI SUBSTRATORGANIK

Roosdiana Muin *) Italiana Hakim, Ahmad Febriyansyah


*Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km.32 Indralaya Ogan Ilir 30662
Email : dian56@yahoo.co.id

Abstrak
Ketergantungan masyarakat terhadap minyak bumi menempati proporsi terbesar dalam pemakaiannya
sebagai sumber energi penduduk. Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki
sifat menyerupai minyak premium. Nasi aking merupakan limbah yang banyak mengandung karbohidrat.
Kandungan karbohidrat pada nasi aking sangat berpotensi sebagai sumber bahan bakar nabati ramah
lingkungan yang dapat dikembangkan sebagai energi bahan bakar alternatif. Pada penelitian ini dilakukan
pembuatan bioetanol dengan bahan baku nasi aking. Variabel yang dikaji adalah konsentrasi enzim
(4,6,8,10,12 gr) untuk menentukan konsentrasi enzim terbaik. Didapatkan konsentrasi enzim terbaik
adalah 8 gr setelah proses fermentasi selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan pengamatan waktu fermentasi
(24,48,72,96, 120,144,168,192,216 jam) untuk menentukan waktu fermentasi terbaik dengan melihat
kadar bioetanol dihasilkan. Dari penelitian didapatkan waktu fermentasi terbaik adalah 168 jam dengan
kadar bioetanol dihasilkan 26,464% melalui analisa Gas Chromatography dengan nilai kalor 190,9833
kkal/kg.

Kata Kunci : Bioetanol, Nasi Aking, Konsentrasi Enzim

Abstract

People's dependence on petroleum occupy the largest proportion in its use as an energy source.
Bioethanol is a fuel from vegetable oils that have properties resembling a premium oil. Parched rice is
waste containing carbohydrates. The content of carbohydrates in parched rice is very potential as a
source of environmentally friendly biofuels that can be developed as an alternative fuel energy. In this
research, the raw material for bioethanol production is parched rice. The variables studied were
concentration of the enzyme (4,6,8,10,12 gr) to determine the best enzyme concentration. The best
enzyme concentration is obtained 8gr after fermentation for 24 hours. Furthermore, the observation of the
fermentation time (24, 48, 72, 96, 120, 144, 168, 192, 216 hours) to determine the best fermentation time
by looking at the levels of bioethanol produced. From research shows the best fermentation time is 168
hours with levels of 26,464% of bioethanol produced by Gas Chromatography analysis with calorific
value of 190.9833 kcal / kg.

Keywords: Bioethanol, Parched rice, Enzym concentration

1. PENDAHULUAN
Kebutuhan masyarakat akan minyak bumi dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar
menempati proporsi terbesar dalam fosil. Dengan cara ini diharapkan masyarakat
pemakaiannya sebagai sumber energi. Dalam akan beralih menggunakan energi alternatif
hal penghematan energi, penggunaan bahan karena lebih ramah lingkungan dan ekonomis.
bakar premium pun harus bisa diminimalisir Bioetanol merupakan salah satu jenis
agar pasokan energi bahan bakar dari fosil ini biofuel (bahan bakar cair dari pengolahan
dapat bertahan lebih lama. Oleh karena itu, saat tumbuhan) di samping Biodiesel. Bioetanol
ini sedang dilakukan pengembangan penelitian adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi
untuk membuat energi bahan bakar alternatif glukosa yang dilanjutkan dengan proses
yang ramah lingkungan. Seiring dengan pemurnian. Bioetanol merupakan bahan bakar
dinaikkannya harga BBM, pemerintah maupun dari minyak nabati yang memiliki sifat
peneliti harus bekerjasama dalam hal menyerupai minyak premium. Untuk pengganti
menciptakan energi alternatif yang ramah premium, terdapat alternatif gasohol yang
lingkungan serta ekonomis sehingga nantinya merupakan campuran antara bensin dan

Jurnal Teknik Kimia No.3, Vol.21, Agustus 2015 Page 56


bioetanol. Bioetanol dapat dibuat dari bahan- Saccharomyces cerevisiae yang efektif dalam
bahan bergula atau berpati seperti singkong atau proses fermentasi limbah nasi aking menjadi
ubi kayu, tebu, nira, sorgum, nira nipah, ubi etanol dan menentukan waktu fermentasi yang
jalar, ganyong dan lain-lain. Kandungan optimal untuk menghasilkan kadar etanol
karbohidrat pada nasi aking cukup tinggi tertinggi dari limbah sisa nasi. Manfaat dari
sehingga sangat berpotensi sebagai bahan baku tugas penelitian ini adalah untuk memberikan
pembuatan bioetanol. Namun nasi aking informasi kepada pembaca mengenai cara yang
biasanya hanya dimanfaatkan sebagai campuran lebih efektif untuk mengolah limbah nasi aking
pakan ternak. Penggunaan nasi aking sebagai menjadi etanol sebagai energi alternatif.
bahan baku dalam pembuatan bioetanol dapat Ruang Lingkup dalam penelitian ini adalah
menjadi alternatif terbaru untuk menghasilkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
bioetanol, karena nasi aking merupakan limbah merupakan limbah nasi aking sisa yang berasal
yang mudah temukan dan belum dikembangkan dari limbah kosan dan rumah tangga di sekitar
secara optimal.. Dengan dasar itulah, kami kampus Unsri Inderalaya. Variabel yang akan
mencoba mengkombinasikan teori dan hasil diteliti dalam penelitian ini adalah konsentrasi
penelitian-penelitian sebelumnya untuk enzim 4gr ; 6gr; 8gr ; 10gr dan 12gr dari berat
membuat sebuah penelitian produk baru yaitu sampel) dalam fermentasi limbah nasi sisa
pembuatan bioetanol yang ramah lingkungan menjadi etanol, dengan lama waktu fermentasi
dari nasi aking. Dalam penelitian ini akan (24 jam; 48 jam; 72 jam; 96 jam; 120 jam; 144
digunakan bakteri Saccharomyces cerevisiae jam; 168 jam; 192 jam; 216 jam) Variabel yang
sebagai bakteri yang terdapat pada ragi roti. diteliti, dianalisis berdasarkan pengukuran
Tujuan dari penelitian ini adalah densitas, pH, kadar etanol dan nilai kalor yang
menentukan jumlah konsentrasi enzim dihasilkan oleh masing-masing sampel.

1.1. Kandungan Nasi Aking Menurut Mifta Nur Rahmat (2011), karbohidrat
dapat dibagi menurut panjang rantai karbonnya
Nasi aking adalah istilah yang umum
menjadi monosakarida, disakarida dan
digunakan untuk menyebut makanan yang
polisakarida. Pati merupakan polisakarida
berasal dari nasi sisa yang tidak termakan.
nutrient yang banyak terkandung dalam
Umumnya nasi aking memiliki tampilan fisik
tumbuhan sebagai cadangan makanan.
berwarna agak kecoklatan, struktur kering,
Kandungan pati pada biji beras berkisar antara
ditumbuhi jamur serta memiliki bau yang
50-60%. Pati terdiri dari dua polisakarida yang
kurang sedap. Bau kurang sedap pada nasi aking
berbeda yaitu amilosa dan amilopektin.
akibat perkembangan jamur.
Amilosa adalah komponen dari pati yang
Berdasarkan hasil penelitian Loppatanon,
mempunyai bentuk rantai lurus dan mudah larut
dkk (2012), didapatkan komposisi kimia yang
di dalam air. Umumnya amilosa menyusun pati
terdapat dalam tepung nasi aking adalah
17 – 21%, yang terdiri atas satuan glukosa
Karbohidrat 83,19% (b/b), Amilose 29,70%
kemudian bergabung melalui ikatan α-(1,4) D-
(b/b), Lemak 0,40% (b/b), Protein 3,36% (b/b),
glukosa. Amilopektin adalah komponen pati
Serat 0,11% (b/b) dan air 12,37%
yang memiliki rantai cabang yang terdiri dari
(b/b).Kandungan karbohidrat yang cukup besar
satuan glukosa kemudian bergabung melalui
dalam nasi aking ini dapat dimanfaatkan sebagai
ikatan α-(1,4) D-glukosa dan α-(1,6) D-glukosa.
bahan baku dalam pembuatan bioetanol dengan
Tidak seperti amilosa, amilopektin tidak larut di
cara mengkonversi karbohidrat pada nasi aking
menjadi alkohol melalui proses fermentasi.
dalam air akan tetapi larut dalam pelarut
dari bahan organik seperti butanol (Sahlan B.
E., 2007 dalam Mifta Nur Rahmat, 2011).
Dalam pembuatan bioethanol, pati dalam nasi
aking harus disederhanakan terlebih dahulu
melalui proses hidrolisis menjadi gula sederhana
agar kemudian dapat diuraikan menjadi alkohol
dalam proses fermentasi. Gambar 1. Struktur Amilosa

Jurnal Teknik Kimia No.3, Vol.21, Agustus 2015 Page 57


dengan bensin. Yang kedua adalah Anhydrous
ethanol (atau dehydrated ethanol), yaitu
bioetanol dengan kemurnian minimal 99%.
Bioetanol ini dapat dicampurkan pada gasoline
dengan kadar antara 5-85%. Gasoline dengan
campuran etanol antara 5-10% dapat langsung
digunakan pada mesin tanpa perlu modifikasi.
Sedangkan campuran etanol dengan kadar lebih
Gambar 2. Struktur Amilopektin tinggi misalnya 85% (E85) dapat digunakan
pada mesin yang sudah dimodifikasi tanki BBM
1.2. Bioetanol Sebagai Sumber Energi dan sistem injeksinya, mesin ini biasa disebut
Alternatif flexible fuel vehicle. Umumnya bioetanol yang
Bioetanol merupakan etanol (C2H5OH) digunakan dipasaran dengan kadar bioetanol
yang dapat diproduksi melalui proses fermentasi 10% dan gasoline 90% (E10) atau kadar
gula dari sumber karbohidrat menggunakan bioethanol 20% dan gasoline 80% (E20).
bantuan mikroorganisme. Pada proses
produksinya, bahan baku yang mengandung 1.3. Hidrolisis Asam
gula bisa langsung difermentasikan menjadi Hidrolisis asam dilakukan dengan
bioetanol. Sedangkan untuk bahan baku yang menggunakan asam-asam organik seperti
mengandung pati, harus dilakukan proses H2SO4, HNO3, dan HCl. Pemotongan rantai pati
hidrolisis terlebih dahulu untuk mengubah pati yang dilakukan oleh asam lebih tidak teratur
menjadi gula baru kemudian dapat jika dibandingkan dari hasil pemotongan rantai
difermentasikan menjadi bioetanol. Hidrolisis pati yang dilakukan oleh enzim. Hasil
yang dilakukan dapat berupa hidrolisis asam pemotongan yang dilakukan oleh asam adalah
maupun hidrolisis enzimatik. Setelah di campuran maltosa, dekstrin dan glukosa,
fermentasi bioetanol dimurnikan dengan cara sementara enzim akan bekerja secara spesifik
destilasi atau evaporasi. sehingga hasil hidrolisis bisa dikendalikan
Bioetanol memiliki sifat-sifat yang mirip (Assegaf, 2009).
terhadap petroleum sehingga sering dijadikan Hidrolisis asam menghasilkan proses yang lebih
campuran petroleum. Bioetanol berwarna murah tapi produk yang dihasilkan tidak sebaik
bening, tidak memiliki nilai toksisitas yang pada hidrolisis enzimatik yang memakan biaya
tinggi, dapat terurai secara biologis dan jauh lebih mahal. Namun pada hidrolisis asam,
memiliki emisi CO2 yang rendah saat terbakar proses hidrolisis dapat berlangsung dalam waktu
sehingga tidak mencemari lingkungan. beberapa menit saja sedangkan proses hidrolisa
Kandungan oksigen dalam etanol mampu enzimatik memerlukan waktu beberapa hari.
mengoksigenasi bahan bakar sehingga dapat Jika pati dipanaskan dengan asam maka
terbakar lebih sempurna. Hal ini dapat molekul-molekulnya akan terurai menjadi gula
meningkatkan nilai oktan dalam bensin dan yang lebih sederhana (glukosa) secara umum
mengurangi gas buang. Gasohol adalah reaksi hidrolisa dapat dituliskan:
campuran antara bioetanol dan bensin dengan
porsi bioetanol sampai dengan 25% yang dapat (C6H10O5)n + n-1 H2O nC6H12O6
langsung digunakan pada mesin mobil bensin Pati Air Glukosa
tanpa perlu memodifikasi mesin. Hasil
pengujian kinerja mesin mobil bensin Hidrolisis dengan asam, diperlukan suhu yang
menggunakan gasohol menunjukkan gasohol E- tinggi. Semakin lama hidrolisis asam maka
10 (10% bioetanol) dan gasohol E-20 (20% pemecahan secara acak molekul pati dan gula
bioetanol) menunjukkan kinerja mesin yang pereduksi yang dihasilkan akan semakin banyak
lebih baik dari premium dan setara dengan (Judoamidjojo, dkk., 1992).
pertamax (Sri Komarayati dan Gusmailina, Penambahan asam dalam proses hidrolisis
2010). adalah sebagai katalis untuk mempercepat
Menurut I Gede Wiratmaja (2010) ada reaksi pemutusan rantai polisakarida menjadi
beberapa jenis bioetanol dan cara penggunaan glukosa karena proses hidrolisis alami
bioetanol untuk campuran gasoline. Yang menggunakan air berlangsung lambat dan dalam
pertama adalah Hydrous ethanol (95% volume) waktu yang sangat lama. Penambahan asam
yang mengandung sedikit air sehingga dapat klorida (HCl) dalam proses hidrolisis asam akan
digunakan langsung sebagai bahan bakar menghasilkan pati dengan struktur yang
pengganti bensin pada kendaraan dengan mesin renggang sehingga saat proses pengeringan air
yang sudah dimodifikasi tanpa harus dicampur lebih mudah menguap. Hal ini secara tidak

Jurnal Teknik Kimia No.3, Vol.21, Agustus 2015 Page 58


langsung dapat meningkatkan konversi etanol dipecah menjadi senyawa-senyawa sederhana
yang dihasilkan. Pati dengan struktur yang rapat dalam proses fermentasi.
akan lebih banyak mengikat air. 2. Oksigen
Proses hidrolisis berlangsung saat suspensi Pada umunya proses fermentasi alkoholik
pati dipanaskan dalam air dengan suhu berlangsung pada kondisi anaerob atau tanpa
gelatinasi air. Suhu awal gelatinasi terjadi saat oksigen. Namun ada mikroba tertentu yang
mulai terjadi pembekuan granula pati. Saat suhu dapat berkembang dalam kondisi aerob maupun
naik ditambahkan asam encer sebagai katalis. anaerob seperti khamir Saccaromyces
Selama proses pemanasan, granula pati akan cerevisiae.
mengembang dan terjadi penekanan antar 3. Waktu Fermentasi
granula sehingga viskositasnya meningkat. Umumnya waktu yang digunakan untuk proses
Prinsip dasar hidrolisis adalah untuk memotong fermentasi adalah sekitar 1 sampai 6 hari.
ikatan α-1,4-glukosida dan ikatan α-1,6- Tergantung dari jumlah mikroba yang
glukosida dari amilopektin sehingga digunakan, kondisi operasi dan konsentrasi
menghasilkan pati yang ukurannya lebih kecil substrat. Adanya gangguan pada kondisi operasi
(glukosa) seperti pH dan kandungan oksigen dapat
menghambat proses fermentasi
1.4. Fermentasi 4. Konsentrasi Starter
Setelah dilakukan pemecahan molekul pati Susanto dan Saneto (1994), jumlah ragi yang
menjadi gula sederhana, selanjutnya dilakukan dipakai adalah 0,5% dari volume substrat yang
tahap fermentasi untuk mengkonversi gula akan difermentasikan. Pemberian ragi tidak
menjadi etanol (alkohol) dengan bantuan boleh terlalu banyak namun juga tidak boleh
mikroorganisme berupa yeast, ragi atau khamir. terlalu sedikit karena bila jumlah ragi yang
Proses fermentasi bertujuan untuk merubah dipakai terlalu sedikit maka proses fermentasi
senyawa yang kompleks menjadi sederhana. akan berlangsung lama, sedangkan jika ragi
Berdasarkan kebutuhan oksigen, fermentasi yang dipakai terlalu banyak maka keaktifan
dapat dibedakan menjadi dua, diantaranya khamir akan berkurang karena pada awal proses
(Afrianti, 2005) : alkohol yang terbentuk sangat banyak sehingga
a. Fermentasi aerob adalah fermentasi yang fermentasinya lebih lama dan banyak glukosa
prosesnya memerlukan oksigen karena dengan yang belum terkonversi. Sedangkan untuk
adanya oksigen maka mikroba dapat mencerna struktur kultur murni digunakan sebanyak 108
glukosa menghasilkan air, CO2 dan sejumlah cfu/g atau sama dengan 0,3% ragi.
energi. 5. Temperatur
b. Fermentasi anaerob adalah fermentasi yang Umumnya ragi dapat berkembang baik pada
tidak membutuhkan adanya oksigen karena suhu ruangan yaitu sekitar 25-30°C dalam
beberapa mikroba dapat mencerna bahan energi proses fermentasi.
tanpa adanya oksigen. Sehingga hanya sebagian 6. pH (Keasaman)
dari bahan energi yang dipecah. Untuk proses fermentasi alkohol ragi, pH
Mikroorganisme yang melakukan fermentasi ini optimum adalah 4 – 5. Jika pH terlalu asam atau
adalah yeast, beberapa jenis kapang dan bakteri. terlalu basa mikroba yang digunakan tidak dapat
Fermentasi pati menjadi etanol termasuk tumbuh optimal atau bahkan mati sehingga
dalam proses fermentasi alkoholik karena hasil proses fermentasi terganggu.
utamanya berupa alkohol. Dalam proses
fermentasi secara anaerob, terjadi perubahan 1.5. Saccaromyces Cerevisiae
senyawa gula oleh mikroorganisme menjadi Saccharomyces cerevisiae memiliki daya
akohol, gas CO2 dan energi. Dapat dinyatakan konversi gula menjadi etanol yang sangat tinggi,
dalam persamaan reaksi sebagai berikut: sehingga sering digunakan dalam fermentasi
alkohol. Saccharomyces cereviseae memerlukan
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2ATP suhu 30oC dan pH 4,0 - 5,5 agar dapat tumbuh
Glukosa Etanol dengan baik, (Sassner, 2008). Menurut Gaur
(2006), tingginya gula pada substrat dan sebagai
Menurut Winarno dkk, (1984), Proses produk akhir dapat menjadi penghambat pada
fermentasi alkoholik dipengaruhi oleh beberapa proses metabolisme khamir yang menyebabkan
faktor antara lain : kecepatan produksi etanol terbatasi. Konsentrasi
1. Jenis Bahan atau Substrat optimal gula pada substrat yang digunakan
Substrat merupakan sumber energi bagi adalah sebesar 16-24% brix. Apabila
mikroba. Substrat inilah yang nantinya akan konsentrasi substrat lebih dari itu maka tekanan

Jurnal Teknik Kimia No.3, Vol.21, Agustus 2015 Page 59


osmotik akan meningkat dan mengurangi pemisahan campuran dua senyawa atau lebih
efisiensi proses fermentasi. dalam fase homogen berdasarkan titik didih atau
Saccharomyces cerevisiae bersifat titik cairnya.
fermentatif kuat dan dapat hidup dalam kondisi Proses destilasi berlangsung dalam dua
aerob maupun anaerob (anaerob fakultatif), tahap yaitu pemanasan dan pendinginan. Saat
memiliki sifat yang stabil dan seragam, dipanaskan, zat yang memiliki titik didih lebih
memiliki pertumbuhan yang cepat dalam proses rendah akan menguap. Uap tersebut bergerak
fermentasi sehingga proses fermentasi dapat menuju kondenser yaitu pendingin. Proses
berlangsung dengan cepat pula serta mampu pendinginan terjadi karena air yang dialirkan
memproduksi alkohol dalam jumlah banyak. kedalam dinding (bagian luar kondenser),
Alkohol (etanol) yang dihasilkan dapat sehingga terjadi pertukaran panas antara uap
digunakan sebagai bahan pelarut selain air dan yang panas dengan air yang memiliki suhu lebih
bahan baku utama dalam laboratorium dan rendah, maka uap yang dihasilkan akan kembali
industri kimia (Buckle dkk, 1987). cair. Proses ini berjalan terus menerus dan
Saccharomyces sp melakukan fermentasi hingga dapat memisahkan seluruh senyawa-
terhadap gula jauh lebih cepat pada keadaan senyawa yang ada dalam campuran homogen
anaerobik, akan tetapi mengalami pertumbuhan tersebut.
lebik baik pada keadaan aerobik sehingga Proses pemurnian dengan cara destilasi
jumlahnya bertambah banyak. Secara singkat memiliki kelebihan yakni produk yang
proses fermentasi alkohol (etanol) dapat ditulis dihasilkan memiliki kemurnian yang tinggi, dan
sebagai berikut (Fardiaz, 1992) dapat memisahkan berdasarkan perbedaan titik
didih. Namun kekurangannya dalah proses ini
2 Hidrolase susah diterapkan pada campuran yang memiliki
2(C6H12O5) + H2O C12H22O11 perbedaan titik didih yang rendah, adanya
azeotrop juga dapat menghambat proses
Pati
destilasi, selain itu biaya instalasi peralatan pada
Disakarida skala besar cukup mahal.
Etanol memiliki titik didih 78oC
Intervase
sedangkan air memiliki titik didih 100 oC.
C12H22O11 + H2O 2C6H12O6 Selisih titik didih antara kedua campuran
memungkinkan proses pemisahan dengan cara
Disakarida
destilasi. Menurut Wahyudi Raditya Ardi
Glukosa (2009) Nilai rata-rata kadar etanol larutan sisa
destilasi pada suhu 78oC dan 85oC cenderung
Zimase
mengalami penurunan seiring dengan semakin
C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 lamanya waktu destilasi. Hal ini disebabkan
karena semakin tinggi suhu dan lama waktu
Glukosa Etanol
destilasi yang digunakan, maka semakin banyak
etanol yang menguap dan akan menurunkan
Etanol dan CO2 yang terbentuk dapat kadar etanol di dalam larutan yang tersisa di
menghambat proses fermentasi. Proses dalam labu destilasi. Sehingga kandungan
fermentasi akan berhenti saat konsentrasi etanol etanol yang dihasilkan semakin tinggi.
yang terbentuk sekitar 12–15 %. Hal ini terjadi
karena sel hidup khamir hanya toleran terhadap 1.7. Kromatografi Gas
etanol pada konsentrasi tertentu sehingga saat Kromatografi merupakan suatu cara
konsentrasi etanol sudah melebihi batas pemisahan dalam analisis kimia. Di dalam
toleransi khamir maka pertumbuhan khamir kromatografi diperlukan dua fase yang tidak
akan terhambat dan menghentikan proses bencampur, yakni fase gerak dan fase diam.
fermentasi. Masalah ini dapat diatasi dengan Fase gerak berupa gas pembawa atau cairan.
melakukan daur ulang khamir atau dengan Sedangkan Fase diam berupa zat padat yang
menggunakan teknologi fermentasi kontinu. biasanya ditempatkan dalam suatu kolom atau
bisa juga berupa cairan yang terserap
1.6. Destilasi (teradsorpsi).
Setelah proses fermentasi, alkohol yang Campuran zat yang akan dipisahkan
terbentuk harus memasuki tahap pemurnian komponen-komponennya dimasukan ke dalam
untuk mendapatkan etanol dengan tingkat kolom yang mengandung fase diam. Dibantu
kemurnian tinggi. Salah satu proses pemurnian oleh fase gerak, komponen campuran itu akan
etanol adalah destilasi. Destilasi adalah proses dibawa bergerak melewati fase diam dalam

Jurnal Teknik Kimia No.3, Vol.21, Agustus 2015 Page 60


kolom. Perbedaan afinitas atau antaraksi antara 1) Konsetrasi zat penghidrolisis dan berat
komponen campuran itu dengan ke dua fase, sampel sebagai variabel tetap.
menyebabkan komponen itu akan bergerak 2) Konsentrasi enzim dan waktu fermentasi
dengan kecepatan yang berbeda melalui kolom. sebagai variabel bebas.
Akibatnya terdapat perbedaan kecepatan
(differential migration), komponen itu terpisah
satu sama lain.
Alat kromatografi gas terdiri atas bagian-
bagian peralatan, yaitu:
1) Alat pengatur tekanan (regulator) yang
digunakan sebagai pengatur tekanan gas
yang digunakan.
2) Tangki gas pembawa. Gas yang digunakan
seperti hidrogen, helium, dan nitrogen.
3) Injection port merupaka tempat untuk
memasukkan cuplikan menggunakan cara
penyuntikan. Waktu injeksinya pun harus
singkat, suhu yang digunakan lebih tinggi
dari boiling point dan volume cuplikannya
berkisar 1-20 µL.
4) Oven yang digunakan untuk memanaskan
kolom sesuai dengan titik didih cuplikan Gambar 3. Diagram Alir Proses
serta tingkat pemisahan yang diinginkan.
5) Kolom merupakan tempat terjadinya proses 2.1.2. Persiapan Bahan Baku
pemisahan komponen cuplikan. 1) Nasi aking seberat 500 gr dihaluskan dengan
6) Recorder merupaka alat berfungsi untuk blender lalu dicuci hingga bersih.
mencatat isyarat listik. 2) Masukan nasi aking dan aquadest dengan
7) Detektor berfungi untuk mendeteksi perbandingan 1: 3 dalam panci, dan
komponen yang akan keluar dari kolom. panaskan diatas hotplate dengan temperatur
kemudian mengirimkan isyarat listrik 150oC, pengadukan dengan magnetik stire
tersebut ke alat pencatat (recorder). 150 rpm selama 1 jam hingga sampel
Terdapat jenis detektor kromatografi gas menjadi bubur nasi.
yaitu, Thermal Conductivity Detector, Flame
Ionisation Detector, dan Electron Capture 2.2. Deskripsi Proses
Detector. 2.2.1. Hidrolisis
1) Tambahkan HCl dengan konsentrasi 7%
2. METODELOGI kedalam sampel yang telah menjadi bubur
Penelitian ini akan dilaksanakan pada nasi hingga pH 2.
bulan Februari s/d Mei 2015 di Laboratorium 2) Kemudian larutan sampel dikukus selama 1
Jurusan Teknik Kimia Universitas Sriwijaya, jam dengan temperatur 95-97oC.
Inderalaya. 3) Sampel dikondisikan hingga pH 5
menggunakan larutan NaOH untuk
2.1. Rancangan Penelitian persiapan fermentasi.
Hidrolisis bahan dengan menggunakan 4) Setelah temperatur sampel 30oC, sampel
aquadest dengan perbandingan nasi aking dan diambil sebanyak 400ml lalu dimasukan
aquades adalah 1:3. Proses hidrolisis dalam labu erlemeyer untuk difermentasi
menggunakan katalis asam HCl 7%. dengan variasi konsentrasi enzim.
Pelaksanaan fermentasi menggunakan enzim
Saccharomyces cerevisiae. Rancangan 2.2.2. Fermentasi
percobaan yang terdapat dalam penelitian ini 1) Untuk menentukan konsentrasi enzim
akan dilaksanakan tiga kali (triplo) untuk terbaik, tuangkan masing-masing 400mL
penentuan konsentrasi enzim terbaik dan dua sampel ke dalam 5 labu erlemeyer yang
kali pengulangan (duplo) untuk penentuan sudah disterilkan.
waktu fermentasi terbaik. 2) Masukan enzim dengan konsentrasi 4gr ; 6gr
; 8gr ; 10gr dan 12gr ke dalam labu
2.1.1. Variabel -Variabel Penelitian erlemeyer yang terlah disterilkan.
Adapun beberapa variabel yang menjadi
fokus pada penelitian ini adalah:

Jurnal Teknik Kimia No.3, Vol.21, Agustus 2015 Page 61


3) Dilakukan pengamatan kandungan 3.2. Pengaruh Konsentrasi Enzim Terhadap
bioetanol hasil fermentasi masing-masing Berat Jenis dan Kadar Etanol
konsentrasi selama 24 jam. Pada penelitian ini, dilakukan fermentasi
4) Hasil fermentasi dimurnikan dengan proses selama 24 jam dengan variasi konsentrasi enzim
evaporasi. Dengan analisa densitas (4gr, 6gr, 8gr, 10gr, dan 12gr) untuk
didapatkan konsentrasi enzim terbaik untuk menentukan konsentrasi enzim terbaik dengan
proses fermentasi. melihat pengaruh masing-masing konsentrasi
5) Kemudikan ulangi langkah awal persiapan terhadap kadar etanol pada sample yang
bahan baku. Untuk membuat 9 sampel, dihitung dengan metode berat jenis.
menggunakan 900gr nasi aking.
5
6) Lakukan fermentasi kembali menggunakan

Bioetanol (%)
konsentrasi enzim terbaik dengan variasi

Kadar
waktu fermentasi selama 24 jam, 48 jam, 72 0
jam, 96 jam, 120 jam, 144 jam, 168 jam, 192
jam dan 216 jam untuk menentukan waktu 4 6 8 10 12
fermentasi terbaik.
7) Hasil fermentasi dimurnikan dengan proses
Konsentrasi Enzim…
evaporasi. Dengan analisa kandungan etanol
didapatkan waktu fermentasi terbaik. Gambar 4. Hubungan Kadar Etanol Setelah
Fermentas dengan Variasi
2.2.3. Destilasi Konsentrasi Enzim
1) Larutan fermentasi dimasukan dalam labu
sampel untuk destilasi dan dipanaskan dalam 0,989
Berat Jenis
waterbath dengan temperatur 78°C. 0,988
(gr/mL)
2) Proses destilasi dilakukan selama 20 menit. 0,987
3) Destilat (bioetanol) yang dihasilkan
0,986
disimpan di dalam botol yang tertutup
rapat dan disimpan pada suhu kamar. 4 6 8 10 12
4) Bioetanol diukur densitasnya dengan
menggunakan piknometer, di hitung pH nya Konsentrasi Enzim…
menggunakan pH meter dan dianalisa
kandungan bioetanolnya menggunakan
metode Gas Cromatography (GC). Gambar 5. Hubungan Berat Jenis Bioetanol
Setelah Fermentasi dengan Variasi
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Konsentrasi Enzim
3.1. Pengaruh Hidrolisis Terhadap
Peningkatan Kadar Glukosa Gambar 4. merupakan grafik data
kuantitatif yang menunjukkan hubungan kadar
Proses hidrolisis menggunakan asam HCl etanol (%) yang dihasilkan dengan variasi
dengan konsentrasi 7% dan waktu hidrolisis konsentrasi enzim (gram) dalam waktu
selama 60 menit dengan temperature 95-97oC. fermentasi yang sama yaitu selama 24 jam.
Setelah dilakukan analisa, didapatkan Sedangkan grafik 4.2. menunjukkan hubungan
kandungan glukosa pada nasi aking setelah di antara berat jenis (gr/cm3) dengan konsentrasi
hidrolisis adalah sebesar 52,255% enzim (gram) dalam waktu fermentasi yang
Judoamidjojo (1992) mengatakan bahwa, sama pula yaitu 24 jam.
semakin lama waktu hidrolisis maka akan Berdasarkan data pada gambar 4., kadar
terjadi peningkatan kadar glukosa yang etanol yang dihasilkan terus meningkat pada
menunjukan bahwa proses hidrolisis telah sampel 4 gram, 6 gram dan 8 gram lalu
memecah molekul pati secara acak menjadi mengalami penurunan pada konsentrasi enzim
glukosa. Setelah hidrolisis, terjadi perubahan 10 gram dan 12 gram. Hijri dkk (2013)
wujud sampel dari bubur nasi kental menjadi mengatakan dalam penelitiannya, bahwa proses
bubur nasi encer. Glukosa yang sederhana ini, fermentasi menggunakan bantuan
kemudian akan dikonversikan menjadi bioetanol mikroorganisme yang proses kerjanya
oleh enzim Saccaromyces cerevissiae melalui dipengaruhi oleh banyak faktor (salah Inhibisi
proses fermentasi. yang berupa jamur di dalam masa fermentasi
berlansung merupakan salah satunya).
Menurut Susanto dan Saneto (1994),
dalam proses fementasi, konsentrasi enzim yang

Jurnal Teknik Kimia No.3, Vol.21, Agustus 2015 Page 62


terlalu sedikit akan menyebabkan waktu selulosa) maka fermentasi yang dilakukan
fermentasi berjalan lambat. Sedangkan membutuhkan waktu lebih lama untuk
konsentrasi enzim yang terlalu tinggi dapat mengubah polisakarida menjadi glukosa
menyebabkan terlalu banyak alkohol yang sehingga akan diubah menjadi etanol. Berat
terkonversi saat awal proses dan banyak glukosa jenis bioetanol terus menurun dari waktu
yang belum terkonversi. Hal ini fermentasi 24 jam hingga waktu fermentasi 168
menyebabkankeaktifan enzim terhambat dan jam. Hal ini disebabkan karena masih terdapat
proses fermentasi menjadi lebih lama. substrat glukosa sehingga mikroorganisme yang
Berdasarkan gambar 5, kadar etanol terdapat dalam sampel terus ditunjang
berbanding terbalik dengan berat jenis bioetanol kehidupannya. Sedangkan berat jenis bioetanol
yang dihasilkan. Hal ini karena berat jenis meningkat pada waktu fermentasi 192 jam dan
bioetanol pada kondisi standar adalah 0,789 seterusnya. Hal ini menunjukan penurunan
gr/cm3 sedangkan berat jenis air adalah 1 gr/cm3 kadar etanol dalam produk. Pada fase ini proses
sehingga semakin besar berat jenis bioetanol fermentasi diindikasi memasuki fase
yang dihasilkan berarti semakin banyak pertumbuhan lambat karena glukosa yang akan
kandungan air dalam produk tersebut. dikonversi oleh enzim sudah semakin berkurang
Banyaknya kandungan air dalam bietanol sehingga terjadi penurunan kadar etanol yang
menyebabkan penurunan kadar kemurnian dihasilkan.
bioetanol.
3.4. Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap
3.3. Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap pH Bioetanol
Berat Jenis Bioetanol Dilakukan analisa pH bioetanol hasil
Pada penelitian ini, dilakukan fermentasi fermentasi variasi waktu untuk melihat
dengan konsentrasi ragi terbaik yang telah perubahan pH yang terjadi pada proses
dilakukan di atas yaitu 8 gram, dengan variasi fermentasi dengan menggunakan pH meter.
waktu fermentasi (24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 6
pH Bioetanol

jam, 120 jam, 144 jam, 168 jam, 192 jam, dan
216 jam) untuk menentukan waktu fermentasi 4
terbaik dengan melihat pengaruh masing-
masing waktu terhadap kadar etanol pada 2
sampel yang dihitung dengan metode berat
jenis. 0
24 48 72Fermentasi
Waktu 96 120144
120144168192216
(Jam)
1
Berat Jenis

0,98 Gambar 7. Hubungan pH Bioetanol Setelah


(gr/mL)

0,96 Fermentasi dengan Variasi Waktu


Fermentasi
0,94
24 72 120 168 216 Proses fermentasi dilakukan dengan pH
awal 5. Sesuai dengan kondisi optimum enzim
Waktu Fermentasi (Jam) Saccharomyces cerevisiaeyang berkembang
baik pada pH 4,5 – 5. Dari gambar 4.4.
Gambar 6. Hubungan Berat Jenis Bioetanol didapakan pH bioetanol yang dihasilkan pada
Setelah Fermentasi dengan Variasi waktu fermentasi 24 jam belum jauh berbeda
Waktu Fermentasi dari pH awal proses fermentasi yaitu pada pH
4,4. Pada waktu fermentasi 72 jam, mulai terjadi
Gambar 6. merupakan grafik berdasarkan penurunan pH menjadi 3,8. Pada waktu
data yang menunjukkan hubungan antara berat fermentasi 96 jam sampai 216 jam pH bioetanol
jenis dari etanol yang dihasilkan dengan waktu relatif stabil di 3,6 – 3,8.
fermentasi. Berdasarkan data pada gambar 6, pH yang dihasilkan cenderung asam
berat jenis terendah ditunjukkan pada waktu karena dalam pembentukan etanol, juga terjadi
fermentasi 168 jam. Hal ini menunjukan bahwa pembentukan asam asetat sebagai produk
kadar etanol pada waktu fermentasi 168 jam sampingnya. Hal ini sesuai dengan penelitian
adalah yang paling tinggi. Karena kadar etano (Hijri dkk, 2013) yang menyatakan bahwa
berbanding tebalik dengan berat jenis bioetanol peningkatan pembentukan asam asetat terjadi
yang dihasilkan. akibat penggunaan etanol sebagai sumber energi
Karena bahan yang digunakan dalam bagi Saccharomyces cerevisiae saat proses
penelitian ini berupa polisakarida (Pati dan fermentasi berlangsung.

Jurnal Teknik Kimia No.3, Vol.21, Agustus 2015 63


Page 66
Bioetanol…
3.5. Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap 40
Kadar Etanol dengan Metode Berat 20

Kadar
Jenis 0
30 GC

144
168
192
216
Bioetanol (%)
20
10
Waktu Fermentasi (Jam)
Kadar

0
24 72 120 168 216 Gambar 9. Hubungan Kadar Etanol (%)
Variasi Waktu Fermentasi dengan
Waktu Fermentasi (Jam) Metode Gas Cromatography (GC)
Berdasarkan data yang di dapat dari
Gambar 8. Hubungan Kadar Etanol (%) analisa kadar etanol dengan metode berat jenis,
Variasi Waktu Fermentasi dengan diambil empat nilai terbaik untuk dianalisa
Metode Berat Jenis kadar etanolnya menggunakan metode Gas
Cromatography (GC). Sebelum dianalisa
Kadar etanol dapat dihitung dengan menggunakan metode GC, dilakukan preparasi
melihat nilai berat jenis bioetanol yang didapat sampel terlebih dahulu untuk menurunkan
dengan metode piknometer. Waktu fermentasi turbiditas dan mengurangi impurutis yang
berpengaruh langsung terhadap kadar etanol terikut dalam sampel.
yang dihasilkan sampel. Dalam proses Hasil analisa GC didapatkan nilai kadar
fermentasi ini, digunakan ragi roti fermipan etanol tertinggi tetap pada waktu fermentasi 168
yang mengandung enzim S. cerevisae. Enzim jam yaitu sebesar 26,464 %. Nilai ini lebih
dalam ragi mengubah glukosa yang ada pada tinggi dari analisa kadar etanol menggunakan
sampel menjadi etanol dan CO2. metode berat jenis yaitu sebesar 23,6106 %.
Pada awal waktu fermentasi, kadar etanol Terjadi peningkatan kadar etanol pada analisa
yang dihasilkan hanya 5,5224 % hal ini dapat menggunakan metode GC karena pada metode
disebabkan karena kadar gula dalam sampel ini, sampel yang digunakan lebih murni dan
masih terlalu tinggi sehingga proses fermentasi tidak banyak mengandung impuritis.
berjalan lambat. Saat suatu mikroba Namun pada sampel dengan waktu
dipindahkan kedalam suatu medium, mikroba fermentasi 144 jam terjadi penurunan kadar
harus melakukan adaptasi terhadap lingkungan etanol yang telah diukur dengan metode berat
baru atau biasa disebut sebagai fase adaptasi. jenis yaitu dari 16, 2635 % menjadi 15,7 % pada
Pada fase ini, mikroba mengalami pembelahan analisa dengan metode GC. Hal ini dapat
yang masih sangat lambat sehingga pada waktu disebabkan karena pada penyimpanan, tutup
fermentasi 24-48 jam, peningkatan kadar etanol wadah sampel tidak tertutup secara sempurna
masih rendah. (Fardiaz, 1988). atau kurang kedap sehingga ada uap air yang
Pada waktu fermentasi 96 - 168 jam, terikut masuk dalam sampel saat penyimpanan.
mikroba sudah memasuki fasa log sehingga Bertambahnya kandungan air dalam sampel
terjadi peningkatan kadar etanol secara menurunkan kadar etanol yang terkandung
signifikan. Kadar etanol tertinggi terjadi pada dalam sampel.
waktu fermentasi 168 jam yaitu sebesar 23,6106
%. Namun memasuki waktu fermentasi 192 jam 3.7. Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap
kadar etanol yang dihasilkan mulai mengalami Nilai Kalor Bioetanol
penurunan. Pada waktu fermentasi 216 jam 300
kadar etanol yang dihasilkan mendekati hasil
Nilai Kalor

kadar etanol pada fase awal, hal ini menunjukan 200


(Kkal/Kg)

bahwa mikroba mulai mengalami penurunan


populasi dan memasuki fasa pertumbuhan 100
lambat. (Fardiaz, 1988).
0
3.6. Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap 24 48 72Fermentasi
96 120144
120144168192216
Kadar Bioetanol dengan Metode Gas Waktu (Jam)
Cromatography (GC) Gambar 10. Hubungan Nilai Kalor Bioetanol
pada Variasi Waktu Fermentasi

Gambar 4.7 menunjukan data nilai kalor


bioetanol yang didapat dari perhitungan specific

Jurnal Teknik Kimia No.3, Vol.21, Agustus 2015 64


Page 67
gravity dan API gravity menggunakan data mutu. Hal ini dapat disebabkan karena kurang
berat jenis yang telah di dapat sebelumnya. Dari optimalnya proses pemurnian yang dilakukan
data didapatkan nilai kalor tertinggi pada kadar pada bioetanol hasil fermentasi. Kondisi operasi
etanol tertinggi yaitu bioetanol dengan waktu yang kurang stabil juga dianggap sebagai salah
fermentasi 168 jam. Kadar bioetanol berbanding satu faktor penghambat dalam proses hidrolisis
lurus dengan nilai kalor bioetanol. Semakin maupun fermentasi nasi aking menjadi
tinggi kadar bioetanol maka semakin mudah bioetanol.
bioetanol terbakar. Namun dalam penelitiian ini,
4. KESIMPULAN
nilai kalor yang di dapat masih sangat kecil
1) Konsentrasi enzim terbaik yang dapat
yaitu sebesar 190,9833 kkal/kg. Sedangkan nilai
digunakan untuk proses fermentasi nasi
kalor bioetanol dari sampah organik pada
aking menjadi bioetanol adalah sebesar 8gr
umumnya berkisar antara 10.000 – 11.000
2) Waktu Fermentasi terbaik adlah 168 jam
kkal/kg. Rendahnya nilai kalor yang dihasilkan
dengan kadar etanol dengan analisa Gas
dapat disebabkan karena proses pemurnian
Cromatography sebesar 26,464 % dengan
bioetanol yang belum terlalu baik dan hanya
nilai kalor sebesar 190,9833 kkal/kg
menggunakan rotary evaporator sederhana.
3.8. Perbandingan Standar Baku Mutu DAFTAR PUSTAKA
Bioetanol Afrianti, H. L., 2004, Fermentasi,
http://www.forumsains.com/index.php/to
Dalam produksi bioetanol, Badan Standar
pic, 783.msg2697.html diakses 17
Nasional (BSN) telah menetapkan standar baku
November 2014.
mutu umum untuk bioetanol yang diproduksi
Assegaf, F., 2009. Prospek Produksi Bioetanol
dari bahan nabati yang dapat dilihat pada tabel
Bonggol Pisang (Musa Paradisiacal)
berikut
Menggunakan Metode Hidrolisis Asam
Tabel 1. Syarat Mutu Bioetanol dan Enzimatis. Skripsi. Universitas
Jenderal Soedirman : Purwokerto.
Parameter Satuan Mutu Bio Ket. Buckle, K.A., dkk, 1987. Ilmu Pangan,
Standar etanol Universitas Indonesia (UI. Press) :
Bio Nasi Jakarta.
etanol Akin Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan.
g Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kadar % v/v Min. 26,46 Belum Gaur . 2006. Process Optimization for the
Etanol 94,1 4% sesuai Productionof Ethanol Via Fermentation.
standar Dissertation. Depaartment of
Minyak mg/L Maks. - - Biotechnology and Enviroment Sciences
Fusel 15 Thapar Institute of engineering and
Aldehid mg/L Maks. - - Technology (Deemed University).
30 Payiala 147004. Patiala Punjab India.
Metanol mg/L Maks. - - Judoamidjojo, R.M., darwis, dan E.G. Sa’id.
30 1992. Teknologi Fermentasi.Bogor.
Berat Jenis gr/mL Maks. 0,958 Belum Departemen Pendidikan dan
0,8215 3 sesuai Kebudayaan, Direktorat Jendral
standar Pendidikan Tinggi, Pusat Antar
Specific gr/mL Maks. 0.960 Belum Universitas Bioteknologi Institut
Gravity 0,8215 2 sesuai Penelitian Bogor.
standar Komarayati, Sri dan Gusmailina. 2010. Prospek
Nilai Kkal/k Maks. 190,9 Belum Bioetanol sebagai Pengganti Minyak
Kalor g 5000 833 sesuai Tanah. Pusat Penelitian dan
standar Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.
Keasaman mg/L Maks. - - Lopattananon, N., Thongpin, C. &
(As. 30 Sombabsompop, N. 2012. Bioplastic
Asetat) from Blend of Cassava and Rice Flours:
Kasar Air % b/b Maks. - - The Effect of Blend Composition.
2 International Polymer Processing,
XXVII, 3, 334 – 340.
Dari pengamatan pada tabel 1. diketahui
bahwa bioetanol yang didapat dari hasil
penelitian ini belum memenuhi standar baku

Jurnal Teknik Kimia No.3, Vol.21, Agustus 2015 Page 65


Rahmat, Miftah Nur 2011. Laporan Praktikum
Biokimia Umum. Universitas Haluoleo :
Kedari.
Rakhmadani, Hijri Agista,dkk.2013. Studi
Pemanfaatan Limbah Makanan Sebagai
Bahan Penghasil Etanol untuk Biofuel
Melalui Proses Hidrolisis pada
Kecepatan Pengadukan dan Waktu
Fermentasi yang Berbeda. Jurnal Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik.
Universitas Dipenogoro : Semarang.
Sassner P, CG Martensson, M Galbe, G Zacchi.
2008. Steam Pretreatment of H2SO4-
impregnated Salix for Production of
Bioetanol. J. Bioresource Technol.
Susanto, T dan B, Saneto. 1994. Teknologi
Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu :
Surabaya.
Taherzadeh, Mohammad J. and Kamiri,
Keikhorso. 2007. Acid-BasedHydrolysid
Processes for Ethanol from
Lignocellulosic Material, BioResources,
Vol.2, no. 3, pp 472-499.
Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi .
PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Wiratmaja, I Gede., Kusuma, I Gusti B.W., dan
Winaya, I Nyoman S., 2011. Pembuatan
Etanol Generasi Kedua dengan
Memanfaatkan Limbah Rumput Laut
Eucheuma Cottonii Sebagai Bahan Baku.
Jurnal Ilmiah Teknik Mesin Vol. 5 No.1,
Teknik Mesin Universitas Udayana :
Bali.

Jurnal Teknik Kimia No.3, Vol.21, Agustus 2015 Page 66

Anda mungkin juga menyukai