Anda di halaman 1dari 6

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Fermentasi Singkong menggunakan Trichoderma viride, Aspergillus niger dan Saccharomyces


Menghasilkan Pioethanol

Anita Christin, Eve Valentina Aruan, Novi Wulandari

Departemen Teknik Kimia, Fakultas Bioteknologi, Institut Teknologi DEL

Sitoluama, Toba Samosir 22381, Sumatera Utara, Indonesia

Abstrak

Singkong merupakan salah satu tanaman pokok yang banyak diproduksi di Indonesia, singkong memiliki
banyak sekali manfaat mulai dari umbi hingga daunnya terutama singkong, dalam tinjauan pustaka ini kami
fokus mengulas tentang pemanfaatan singkong sebagai bahan baku utama penghasil bioetanol, pada
sebelumnya Penelitian hanya kandungan pati pada singkong yang akan dihidrolisis melalui proses fermentasi
untuk menghasilkan bioetanol, sedangkan kandungan lain seperti selulosa belum dimanfaatkan sehingga
diperlukan alternatif lain seperti enzim yang dapat menghidrolisis selulosa menjadi bioetanol. , Aspergillus
niger dan Saccharomyces, hasil penelitian menunjukkan bahwa enzim yang dihasilkan dari proses fermentasi
dapat menghidrolisis kandungan pati dan selulosa, dengan alternatif ini rendemen bioetanol dari fermentasi
diperoleh lebih banyak.

Kata kunci:Singkong, Mikroorganisme, Fermentasi, Bioetanol

PENGANTAR

Latar belakang

Bioetanol dapat dihasilkan dari fermentasi singkong, dengan memanfaatkan kandungan pati dan selulosa,
kedua komponen ini merupakan homopolimer glukosa, bioetanol digunakan sebagai sumber energi, singkong
digunakan sebagai bahan utama karena mudah tumbuh dan merupakan tanaman pokok yang banyak
ditemukan di Indonesia, dan pemanfaatannya belum dimanfaatkan secara maksimal.

Penelitian sebelumnya hanya menggunakan pati sebagai sumber bioetanol, dimana pengolahan
singkong menjadi bioetanol umumnya dimulai dari proses pencucian, pemarutan, hidrolisis atau
pencairan menggunakan enzim -mylases. Kandungan pati terlebih dahulu akan dihidrolisis menjadi
glukosa oleh mikroorganisme A. niger untuk menghasilkan glukosa, untuk senyawa seperti selulosa yang
belum dimanfaatkan, penelitian ini akan fokus pada hidrolisis pati, selulosa dan hemiselulosa
menggunakan enzim yang diperoleh dari mikroorganisme, untuk menghidrolisis selulosa, dilakukan
penelitian Selanjutnya perlu dihasilkan suatu teknik bioproses alternatif dimana untuk menghidrolisis
selulase menjadi glukosa, dapat dihasilkan enzim selulase oleh mikroorganisme, seperti T. viride, glukosa
yang dihasilkan dari proses fermentasi A. niger dan T. viride, kemudian difermentasi kembali oleh S.
cerevisiae sehingga akan difermentasi kembali. menghasilkan produk bioetanol.
Tujuan

Singkong (Manihot utilisima) merupakan salah satu bahan baku pembuatan bioetanol yang
mengandung fraksi pati dan serat. Kedua fraksi ini dapat dihidrolisis oleh asam atau enzim. Jenis kapang
T. viride mampu menghasilkan selulase yang berguna untuk menghidrolisis serat (selulosa) dan A. niger
mampu menghasilkan amiloglukosidase untuk menghidrolisis pati. Hasil hidrolisis berupa glukosa dapat
digunakan oleh S. cerevisiae sebagai substrat fermentasi untuk menghasilkan etanol. Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan teknologi alternatif terbaik untuk produksi bioetanol dari singkong
menggunakan kultur campuran T. viride, A. niger dan S. cerevisiae baik pada hidrolisat asam maupun
enzim.

Rumusan masalah

1. Bagaimana cara memaksimalkan produk bioetanol dari singkong?


2. Bagaimana proses fermentasi T.viride dengan substrat selulosa menghasilkan selulosa?
3. Apa kepentingan dan manfaat dari penelitian ini?

Pentingnya belajar

Bioetanol dipilih karena merupakan bahan bakar yang tidak beracun dan ramah lingkungan, proses fermentasi lebih
murah, ramah lingkungan, dan sederhana. Bahan baku yang digunakan adalah singkong, dimana tanaman ini
mudah perawatannya dan menjadi tanaman pokok dengan persentase karbohidrat yang tinggi, menggunakan
singkong. diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi petani.

Tinjauan Sastra

Singkong
Singkong cocok sebagai bahan baku bioetanol karena patinya mengandung selulosa dan hemiselulosa. Selulosa
memiliki ikatan -1,4 glikosidik yang menyebabkan selulosa menjadi kristal. Ubi kayu juga memiliki keunggulan yaitu
dapat tumbuh pada lahan yang kurang subur, memiliki ketahanan yang tinggi terhadap penyakit dan dapat
mengatur masa panen (Arnata, 2014).

Bioetanol
Bioetanol dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang memiliki beberapa keunggulan yaitu
mampu mengurangi emisi CO2, tidak beracun, dan diproduksi dengan proses yang cukup sederhana.
Tahap inti produksi etanol adalah fermentasi oleh khamir atau khamir khususnya bakteri S. cerevisiae
dan Z. mobilis menjadi gula berupa glukosa, fruktosa dan sukrosa. Secara umum produksi bioetanol
meliputi 3 tahap, yaitu tahap preparasi, fermentasi, dan pemurnian.

Metodologi

Pencarian menyeluruh dari jurnal-jurnal besar yang kita gunakan, ketika akan meninjau literatur kita akan
mengambil sumber berdasarkan kata kunci literatur, langkah-langkah yang kita lakukan adalah data diambil dari
jurnal atau buku pendukung, studi empiris dan konseptual yang digunakan, poin terpenting diambil dan mencapai,
mensintesis, meringkas, dan parafrase untuk menghindari plagiarisme, inilah yang kami lakukan untuk mendapatkan
hasil tinjauan pustaka yang baik.
batasan sumber untuk tinjauan literatur kami adalah 10 tahun dengan kata kunci, singkong,
fermentasi, bioetanol, mikroorganisme, enzim selulase dan glukoamilase. Filter yang kami gunakan
adalah Relevansi, Judul, dan Abstrak. (i) Tahun Terbit, yaitu 2012-2022 (ii) Peneliti, (iii) Kategori
Penelitian, (iv) Jenis Penelitian, (v) Judul Sumber, dan (vi) Daftar Jurnal. Hal ini sangat penting untuk
diperhatikan karena pedoman sumber dan kata kunci yang baru akan memudahkan kita dalam
menulis literature review.

Hasil

1.Budidaya Aspergillus niger dan produksi amiloglukosidase

Kultur A. niger juga dilakukan selama 7 hari dengan menghitung jumlah spora yang terbentuk
setiap hari. Pada awal inokulasi rata-rata jumlah spora adalah 3,47 x 106/ml. Pada akhir hari
ke-1 spora berkurang karena diduga spora telah berkecambah membentuk miselium hitam.
Pada hari berikutnya spora mulai terbentuk dengan jumlah rata-rata 3,45 x 108/ml.
Pengukuran aktivitas enzim kasar amiloglukosidase menunjukkan bahwa variasi waktu
fermentasi berpengaruh nyata terhadap aktivitas enzim (p-value).

Dari gambar di atas terlihat bahwa aktivitas enzim glukoamilase pada hari ke-1 sampai
hari ke-3 fermentasi menurun dari 32,41 U/ml -26,47 U/ml, hal ini dapat disebabkan
oleh enzim pada masa penyesuaian, sedangkan pada hari ketiga, 4 sampai 7 hari
aktivitas enzim meningkat. Enzim glukoamilase I merupakan komponen kompleks
glukoamilase yang aktif menghidrolisis ikatan -1,6 glikosidik pada rantai cabang pati
dan glukoamilase II aktif menghidrolisis ikatan -1,4 glikosidik pada rantai pati. Selama
proses fermentasi terjadi penurunan pH awal dari 4,0 menjadi 2,68 pada hari ke-3.
Penurunan pH berhubungan dengan konsumsi karbohidrat oleh mikroba. Ketika
karbohidrat atau glukosa telah dikonsumsi, aktivitas glukoamilase dan pH akan
meningkat kembali.
2.Proses Hidrolisis dan Karakteristik Hidrolisat

Proses pembuatan hidrolisat dilakukan dengan menghidrolisis fraksi pati dan serat yang
terkandung dalam bahan. Pada penelitian ini hidrolisat dibuat dengan 2 cara yaitu hidrolisis
menggunakan asam dan enzim. Asam yang digunakan adalah H2SO4 0,4 M dengan waktu
hidrolisis 10 menit pada suhu 1210C, tekanan 1 atm. Pada tahap ini tepung diubah menjadi gula
melalui proses pemecahan gula yang kompleks. Pada tahap pencairan, enzim -amilase
ditambahkan untuk memutuskan ikatan -1,4 glikosida pati menjadi dekstrin. Proses ini dilakukan
pada suhu 36-900C selama 1 jam. Proses gelatinisasi menyebabkan ikatan antar molekul pati
menjadi lebih lemah sehingga kerja enzim menjadi lebih mudah. Tahap sakarifikasi dilakukan pada
suhu 50°C selama 48 jam. Dosis AMG yang digunakan adalah 1,2 ml/kg pati.

3.Proses Fermentasi

Produksi etanol umumnya dilakukan melalui proses fermentasi. Fermentasi adalah proses
untuk mengubah glukosa menjadi etanol dan CO2 (Harsojuwono dan Arnata 2014). Fermentasi
etanol adalah pengubahan 1 mol gula menjadi 2 mol etanol dan 2 mol CO2. Pada proses
fermentasi etanol, khamir akan memetabolisme glukosa dan fruktosa menjadi asam piruvat
melalui tahapan reaksi pada jalur Embden-Meyerhof Parnas (EMP), sedangkan asam piruvat
yang dihasilkan akan didekarboksilasi menjadi asetaldehida yang kemudian didehidrogenasi
menjadi etanol. Kondisi fermentasi dilakukan pada suhu kamar, dimana pada 24 jam pertama
proses pengadukan dilakukan dengan kecepatan 150 rpm. Proses fermentasi dilakukan selama
96 jam dan secara berkala diamati perubahan total gula dan pH. Pada akhir fermentasi, analisis
kandungan serat kasar residu, gula total residu dan kandungan etanol dilakukan. Etanol yang
dihasilkan akan dihitung efisiensi fermentasinya berdasarkan jumlah substrat yang dikonsumsi
khamir untuk menghasilkan etanol secara teoritis. Perhitungan didasarkan pada metabolisme
glukosa menjadi etanol melalui jalur EMP.

Diskusi

Pada semua perlakuan terdapat hubungan searah antara penurunan gula total dengan
pH, yaitu penurunan konsentrasi gula total yang diikuti dengan penurunan pH substrat.
Selama proses glikolisis, setiap satu mol glukosa akan dipecah menjadi dua mol asam
piruvat dan melepaskan dua mol ion H+. Adanya ion H+ diduga dapat menurunkan pH
larutan fermentasi. Keseluruhan proses glikolisis dapat dilihat dari persamaan reaksi
berikut:

Glukosa + 2 ADP + 2 NAD+ + 2 Pi 2 Piruvat + 2 ATP + 2 NADH + 2 H+

Asam piruvat yang terbentuk kemudian diubah menjadi asetaldehida dan CO2 oleh enzim piruvat
dekarboksilase yang kemudian diubah menjadi alkohol oleh enzim alkohol dehidrogenase.
Penurunan pH selama proses fermentasi juga dapat disebabkan oleh proses ionisasi H+ dan
penggunaan (NH4)2SO4 . Lambatnya fermentasi diduga disebabkan oleh adanya senyawa
penghambat yang terbentuk selama proses hidrolisis asam seperti senyawa furfural, HMF, asam
karboksilat dan komponen fenol (Ratnawati et al., 2015). Fase adaptasi berkaitan dengan sintesis
enzim baru untuk mengubah furfural menjadi furfural alkohol, dan proses ini melibatkan enzim
alkohol dehidrogenase (ADH) yang sebenarnya berfungsi untuk mengubah
asetaldehida menjadi etanol. Furfural dapat menyebabkan lambatnya laju pertumbuhan spesifik dan laju produksi etanol baik dalam kondisi
anaerobik maupun aerobik dalam kultur dan sistem fermentasi menggunakan kultur batch S. cerevisiae CBS 8066. Pada konsentrasi 4 g/L
furfural dapat mengurangi laju pembentukan CO2 sekitar 35%. Penurunan laju pembentukan CO2 ini terjadi dengan cepat pada fase awal
budidaya dan fermentasi. Laju pertumbuhan spesifik mikroba menurun dari 0,4 menjadi 0,03 ± 0,02 /jam, sedangkan laju produktivitas etanol
menurun dari 1,6 ± 0,1 g/g jam menjadi 0,5 ± 0,2 g/g jam. Laju pertumbuhan spesifik dan produktivitas akan meningkat segera setelah furfural
diubah menjadi furfural alkohol dengan laju konversi 0,6 ± 0,03 g (furfural)/g (biomassa) jam. Pada fermentasi enzim hidrolisat, Laju
fermentasi yang ditandai dengan laju penurunan konsentrasi gula terjadi lebih cepat pada fase awal hingga memasuki jam ke-24 dan
umumnya setelah jam ke-24 laju penurunan konsentrasi gula relatif lambat. Hal ini diduga disebabkan oleh akumulasi etanol, keasaman tinggi
dan terbatasnya peningkatan konsentrasi substrat. Etanol dapat menghambat proses fermentasi dengan mekanisme penghambatan produk,
sedangkan asam dapat menurunkan pH substrat sehingga khamir tidak dapat tumbuh secara optimal. keasaman tinggi dan peningkatan
terbatas dalam konsentrasi substrat. Etanol dapat menghambat proses fermentasi dengan mekanisme penghambatan produk, sedangkan
asam dapat menurunkan pH substrat sehingga khamir tidak dapat tumbuh secara optimal. keasaman tinggi dan peningkatan terbatas dalam
konsentrasi substrat. Etanol dapat menghambat proses fermentasi dengan mekanisme penghambatan produk, sedangkan asam dapat
menurunkan pH substrat sehingga khamir tidak dapat tumbuh secara optimal.

Kesimpulan

Proses pencairan dengan -amilase, sakarifikasi dengan AMG dan selulase kasar, serta fermentasi menggunakan S. cerevisiae mampu meningkatkan konsentrasi etanol dari 5,36 ±

0,63% (b/v) menjadi 9,29 ± 1,76% (b/v). ) atau meningkat sebesar 73,45% terhadap kontrol. Rendemen yang dihasilkan sebesar 34,77% (v/b) atau untuk menghasilkan 1 liter etanol

membutuhkan 2,88 kg tepung singkong, sedangkan efisiensi fermentasi dan pemanfaatan substrat berturut-turut adalah 51,03% dan 94,52%. Penggunaan kultur campuran T.

viride, A. niger dan S. cerevisiae pada proses fermentasi substrat enzim hidrolisat dengan SFS selama 4 hari dapat meningkatkan konsentrasi etanol etanol dari 5,36 ± 0,63% (b/v)

menjadi 7,41 ± 1 0,79% (b/v) atau meningkat sebesar 38,29% dibandingkan penggunaan kultur tunggal S. cerevisiae, sedangkan penggunaan kultur campuran yang ditambahkan

secara bertahap pada proses fermentasi hanya mampu meningkatkan konsentrasi etanol dari 5,36 ± 0,63% ( b / v) menjadi 6,38 ± 0,83% (b/v) atau meningkat sebesar 19,06 %

terhadap penggunaan kultur tunggal S. cerevisiae. Penggunaan kultur campuran T. viride dan S. cerevisiae pada proses fermentasi substrat hidrolisat asam, baik secara bertahap

maupun bersamaan dengan sakarifikasi, belum mampu meningkatkan konsentrasi etanol jika dibandingkan dengan kontrol. Penambahan AMG komersial pada tahap sakarifikasi

dapat meningkatkan konsentrasi etanol dari 5,36 ± 0,63% (b/v) menjadi 8,92 ± 0,73% (b/v) atau meningkat 64,42% terhadap kontrol. 06 % menentang penggunaan kultur tunggal S.

cerevisiae. Penggunaan kultur campuran T. viride dan S. cerevisiae pada proses fermentasi substrat hidrolisat asam, baik secara bertahap maupun bersamaan dengan sakarifikasi,

belum mampu meningkatkan konsentrasi etanol jika dibandingkan dengan kontrol. Penambahan AMG komersial pada tahap sakarifikasi dapat meningkatkan konsentrasi etanol

dari 5,36 ± 0,63% (b/v) menjadi 8,92 ± 0,73% (b/v) atau meningkat 64,42% terhadap kontrol. 06 % menentang penggunaan kultur tunggal S. cerevisiae. Penggunaan kultur campuran

T. viride dan S. cerevisiae pada proses fermentasi substrat hidrolisat asam, baik secara bertahap maupun bersamaan dengan sakarifikasi, belum mampu meningkatkan konsentrasi

etanol jika dibandingkan dengan kontrol. Penambahan AMG komersial pada tahap sakarifikasi dapat meningkatkan konsentrasi etanol dari 5,36 ± 0,63% (b/v) menjadi 8,92 ± 0,73%

(b/v) atau meningkat 64,42% terhadap kontrol.

Referensi

Bambang Admadi Harsojuwono* dan I Wayan Arnata.Optimalisasi pH dan Suhu pada


Sakarifikasi Proses Fermentasi Serentak Produksi Bioetanol dari Ubi Jalar. Media Ilmiah
Teknologi Pangan ©2014, PS Ilmu dan Teknologi Pangan Vol. 1, No. 1, 50 – 57, 2014

Lia Ratnawati, Takiah SAlim, Wawan Agustina, Sriharti.Isolasi mikroba termofilik tahan
etanol dari sumber air panas ciater, Subang-Jawa Barat.Tersedia secara online di
www.sciencedirect.com . Kimia Procedia 16 ( 2015 ) 548 – 554
Ruri Agung Wahyuono, Muhammad Naufal HAkim, Surya Alam Santoso.Studi Kelayakan Produksi
Bioethanol Dari Limbah Padat Tapioka Untuk Memenuhi Kebutuhan Biofuel Nasional. Tersedia
secara online diwww.sciencedirect.com . Ilmu Langsung. Procedia Energi 65 ( 2015 ) 324 – 330

Anda mungkin juga menyukai