Latar Belakang
1
Tujuan
2
METODOLOGI
Alat bahan
Metode
3
Larutan Urea
Larutan Molases
ngamatan terhadap jumlah gas, pH, OD 660 nm, kadar gula sisa
Hasil pengamatan
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
[Terlampir]
Pembahasan
Etanol atau lebih dikenal dengan alkohol mempunyai rumus kimia C 2H5OH.
Etanol sudah ditemukan sejak ratusan tahun lalu yakni pada proses peragian gula
menjadi arak yang dikenal sebagai minuman keras. Pada saat ini etanol banyak
digunakan sebagai bahan kosmetik, obat-obatan, pembuatan karet sintesis bahkan
sebagai bahan bakar motor yang dikenal sebagai gasohol, petranol. Adanya krisis
energi minyak bumi yang terjadi selama ini maka usaha pemanfaatan etanol sebagai
bahan bakar motor/mobil semakin intensif. Fermentasi merupakan salah satu upaya
untuk mengubah senyawa karbohidrat menjadi etanol dengan bantuan
mikroorganisme.
Salah satu metode pembuatan etanol yang paling terkenal adalah fermentasi.
Fermentasi mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan kimia pada
suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme. Bahan baku untuk proses fermentasi berupa bahan mentah seperti
mono/disakarida (gula tebu, tetes tebu), bahan berpati (padi, jagung, umbi, dll),
maltodekstrin, molase, dan bahan selulosa (kayu, limbah pertanian). Ragi yang dapat
digunakan dalam proses fermentasi etanol adalah Saccharomyces cerivisiae,
Saccharomyces uvarum (tadinya Saccharomyces carlsbergensis), Candida utilis,
Saccharomyces anamensis, Schizosccharomyces pombe. Proses fermentasi dapat
dijalankan secara batch maupun kontinyu. Fermentasi secara batch membutuhkan
waktu sekitar 50 jam, pH awal 4,5 dan suhu 20-30 oC untuk menghasilkan yield
etanol 90% dari nilai gula teoritis. Hasil akhir etanol sekitar 10-16% v/v (Bailey,
1986).
Secara teoritik tiap molekul glukosa akan menghasilkan 2 mol etanol dan 2
mol karbondioksida, dan melepaskan energi. Nutrien diperlukan dalam pertumbu han
5
ragi. Nutrien yang ditambahkan adalah karbon, nitrogen, fosfor, belerang, dan
hidrogen, sedangkan nutrien dalam jumlah kecil yaitu kalium, magnesium, kalsium,
mineral, dan senyawa-senyawa organik seperti vitamin, asam nukleat, dan asam
amino. Temperatur operasi yang digunakan tergantung pada jenis ragi, umumnya
adalah 30-40 oC. Berikut ini adalah tahapan fermentasi oleh mikroorganisme
Saccharomyces cerevisiae :
6
mekanisme utama fermentasi etanol melalui jalur EmbdenMeyerhofParnas terlihat
pada Gambar 1 (Berry 1988). Penggunaan Saccharomyces cerevisiae dalam
produksi etanol secara fermentasi telah banyak dikembangkan di beberapa
negara, seperti Brasil, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat (Kustyawati et al 2013).
Hal ini disebabkan karena Saccharomyces cerevisiae dapat memproduksi etanol
dalam jumlah besar dan mempunyai toleransi terhadap alkohol yang tinggi.
Pembuatan produk bioetanol ini menggunakan beberapa bahan antara lain
molases dan urea sebagai substrat serta khamir Saccharomyces cereviseae sebagai
agen reaksi enzimatis. Fungsi masing-masing komponen tersebut yakni molases
sebagai substrat yang mengandung gula (sumber karbon) dan urea sebagai sumber
nitrogen. Kedua nutrisi ini dibutuhkan oleh Saccharomyces cereviseae sebagai
nutrien untuk keperluan tumbuh serta melakukan proses metabolisme. Menurut
Waluyo (2005), peran utama nutrien adalah sebagai sumber energi, bahan
pembangun sel, dan sebagai aseptor elektron dalam reaksi bioenergetik (reaksi yang
menghasilkan energi). Oleh karenanya bahan makanan yang diperlukan terdiri dari
air, sumber energi, sumber karbon, sumber aseptor elektron, sumber mineral, faktor
pertumbuhan, dan nitrogen. Selain itu, secara umum nutrient dalam media harus
mengandung seluruh elemen yang penting untuk sintesis biologik oranisme baru
(Jawetz 2001). Semua organisme memerlukan karbon, energi dan elektron untuk
aktivitas metabolismenya. Karbon merupakan komponen utama dan penting bagi
sistem hidup khususnya sebagai kerangka makromolekul seluler. Nitrogen
merupakan komponen utama protein dan asam nukleat, yaitu sebesar lebih kurang 10
persen dari berat kering sel bakteri (Suriawiria 1999). Pada produksi bioetanol ini,
gula yang ada pada substrat molases akan dikonversi melalui reaksi enzimatis dalam
metabolisme sel Saccharomyces cereviseae sehingga akan terkonversi menjadi
etanol dan pertumbuhan sel Saccharomyces cereviseae.
Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam proses fermentasi
adalah derajat keasaman (pH), karena pH mempengaruhi pertumbuhan
Saccharomyces cerevisiae. Oleh karena itu, pada awal pelaksanaan penelitian
substrat yang akan dipakai terlebih dahulu diuji pHnya. Menurut Roukas (1994),
bahwa kisaran pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae adalah pada pH 3.6-6.5.
Namun, pada kondisi basa Saccharomyces cerevisiae tidak dapat tumbuh. Menurut
7
Sassner et al (2008) bahwa produksi etanol menggunakan Saccharomyces cerevisiae
paling optimal pada pH 4.5 dan suhu 300C.
Asam sulfat (H2SO4) merupakan asam yang sering digunakan sebagai katalis
kimia untuk hidrolisis asam meskipun asam yang lain juga bisa digunakan seperti
asam klorida (HCl). Hidrolisa merupakan tahapan proses yang sangat penting yang
dapat mempengaruhi perolehan yield etanol. Proses ini bertujuan memecah ikatan
lignin, menghilangkan kandungan lignin dan hemisellulosa, merusak struktur krital
dari sellulosa serta meningkatkan porositas bahan. Rusaknya struktur kristal sellulosa
akan mempermudah terurainya sellulosa menjadi glukosa. Hidrolisis asam dapat
memecah hemiselulosa dengan efektif menjadi monomer-monomer gula (arabinosa,
galaktosa, glukosa, manosa, dan xilosa) dan larutan oligomer yang meningkatkan
konversi selulosa, lalu akan difermentasi oleh mikroorganisme menghasilkan etanol
(Osvaldo et al 2012).
Semakin tinggi konsentrasi asam sulfat, maka kadar glukosa yang dihasilkan
semakin besar. Asam sulfat dalam hal pembuatan bioetanol bertindak sebagai
katalisator yang bertujuan untuk mempercepat jalannya reaksi hidrolisis (Muin et al
2014). Menurut Artati et al (2006), semakin banyak jumlah katalisator yang
digunakan dalam pembuatan bioetanol, maka semakin cepat reaksi hidrolisis yang
terjadi. Namun, meningkatnya konsentrasi asam dalam proses hidrolisis dapat
mengakibatkan glukosa dan senyawa gula lain mengalami degradasi menjadi
8
senyawa Hidroksi Metil Furfural (HMF) dan furfural yang akan membentuk asam
formiat (Taherzadeh et al 2008).
9
Parameter gula sisa menunjukkan sisa gula yang belum terkonversi oleh
khamir. Gula yang didapat dari substrat molases masih terdapat dalam campuran
produk bioetanol, dari hasil pengamatan didapatkan bahwa nilai gula sisa terus
menurun seiring dengan lamanya waktu kultivasi. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin lama waktu kultivasi maka semakin banyak gula yang terkonversi menjadi
produk bioetanol oleh khamir. Hal ini juga sesuai dengan literatur bahwa
pertumbuhan khamir akan meningkat pada kultivasi hari ke-3 dan memasuki masa
stasioner pada hari ke-5.
Selanjutnya yaitu parameter jumlah produk etanol yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa produk etanol yang didapat
jumlahnya meningkat sejalan dengan waktu kultivasi. Hal ini sesuai dengan literatur
yang ada dan sesuai dengan hasil gula sisa yang terus menurun. Gula sisa yang
menurun seiring dengan waktu kultivasi berkaitan dengan peningkatan produk
etanol. Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung dalam substrat telah
dikonversi menjadi produk bioetanol oleh khamir.
10
PENUTUP
Simpulan
Salah satu metode pembuatan etanol yang paling terkenal adalah fermentasi.
Fermentasi substrat gula menjadi etanol dapat dilakukan dengan bantuan khamir
Saccharomyces cerevisiae. . Dalam fermentasi ini glukosa didegradasi menjadi
etanol dan CO2 melalui suatu jalur metabolisme yang disebut glikolisis. Pembuatan
produk bioetanol yang dilakukan menggunakan beberapa bahan antara lain molases
dan urea sebagai substrat serta khamir Saccharomyces cereviseae sebagai agen reaksi
enzimatis. Fungsi masing-masing komponen tersebut yakni molases sebagai substrat
yang mengandung gula (sumber karbon) dan urea sebagai sumber nitrogen. Kedua
nutrisi ini dibutuhkan oleh Saccharomyces cereviseae sebagai nutrien untuk
keperluan tumbuh serta melakukan proses metabolisme. Salah satu faktor penting
yang harus diperhatikan dalam proses fermentasi adalah derajat keasaman (pH),
karena pH mempengaruhi pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Kisaran
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae adalah pada pH 3.6-6.5. Analisis dilakukan
terhadap pH, bobot CO2, sisa gula, serta jumlah etanol. Hasil yang didapat sesuai
dengan literatur bahwa semua parameter tersebut menunjukkan fase pertumbuhan
yang dialami oleh khamir yang tumbuh dalam kondisi batch yakni fase penyesuaian,
fase logaritmik, dan fase stasioner.
Saran
Praktikum sudah berjalan dengan cukup baik. Akan tetapi lebih baik jika
peralatan yang ada di laboratorium ditingkatkan kinerja dan jumlahnya agar kegiatan
praktikum dapat berjalan dengan lebih baik dan praktikan semakin memahami materi
dan menguasai materi praktikum bioindustri.
11
DAFTAR PUSTAKA
Muin R, Lestari D, Sari T W. 2014. Pengaruh konsentrasi asam sulfat dan waktu
fermentasi terhadap kadar bioetanol yang dihasilkan dari biji alpukat.
Jurnal Teknik Kimia. 4(20) : 5-10.
Osvaldo ZS, Putra PS, Faizal M. 2012. Pengaruh Konsentrasi danWaktu pada Proses
Hidrolisis dan Fermentasi Pembuatan Bioetanol dari Alang Alang. Jurnal
Teknik Kimia. 18 (2) : 52-62.
Sarmidi A. 1993. Mutu Kakao. Iptek Proses Enzimatis Pada Fermentasi Untuk
Perbaikan Pemacu Pembangunan Bangsa. Tanggerang (ID) : Laboratorium
Teknologi Proses BPPT.
Sassner P, CG Martensson, M Galbe, G Zacchi. 2008. Steam pretreatment of H2SO4-
impregnated Salix for production of bioethanol. Journal Bioresource Technol.
99 (1) : 137-145
12
Suriawiria unus. 1999. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandung (ID) : Aksara.
13
LAMPIRAN
Pembagian kerja
14