Anda di halaman 1dari 5

BIOETANOL

TUJUAN

- Mahasiswa dapat melakukan percobaan bioethanol menggunakan gula pasir


- Mahasiswa melakukan proses fermentasi pada gula menggunakan ragi
- Mahasiswa melakukan Analisa kualitas biodiesel yang dihasilkan

DASAR TEORI

Bioetanol adalah etanol yang berasal dari makhluk hidup, dalam hal ini adalah bahan nabati.
Bioetanol adalah bahan bakar alternatif yang diolah dari sumber biologi yaitu tumbuhan, dimana
memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO2 hingga 19-25%. Penambahan bioetanol sebesar
3% pada bensin dapat menurunkan emisi CO2 sebesar 1,3%. Bioetanol ini dibuat melalui proses
hidrolisis dan fermentasi. Bioetanol dapat dihasilkan dari gula sederhana, pati, dan selulosa (Yuniarti
dkk., 2018)

Bioetanol merupakan cairan hasil proses fermantasi gula dari sumber karbohidrat (pati)
menggunakan bantuan mikroorganisme. Bahan baku yang dapat digunakan pada pembuatan etanol
adalah nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira
siwalan, sari buah mete, nangka; bahan berpati: tepung-tepung sorgum biji, sagu, singkong, ubi jalar,
ganyong, garut, umbi dahlia; bahan berselulosa (lignoselulosa) kayu, jerami, daun kering, batang
pisang, bagas dan lain-lain (LIPI, 2008). Dalam perkembangannya, produksi alkohol yang paling
banyak digunakan adalah metode fermentasi dan destilasi.

Fermentasi adalah proses pemecahan gula sederhana (glukosa atau fruktosa) menjadi etanol
dan CO2 dengan melibatkan enzim yang dihasilkan oleh ragi. Fermentasi alkohol dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu media, suhu, jenis mikroba, nutrisi dan pH. Salah satu faktor yang
mempengaruhi proses fermentasi adalah jenis mikroba atau khamir. Kriteria pemilihan khamir untuk
produksi bioetanol adalah mempunyai laju fermentasi dan laju pertumbuhan cepat, perolehan
bioetanol banyak, tahan terhadap konsentrasi bioetanol dan glukosa tinggi, tahan terhadap
konsentrasi garam tinggi, serta tahan terhadap pH optimum fermentasi yang rendah (Anggraeni,
2017).

Pemilihan sel khamir didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan,sebagai medium
untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Saccharomyces cerevisiae. Suhu yang baik
untuk proses fermentasi berkisar antara 25-30 °C. Mikroorganisme ini dipilih karena Saccharomyces
cerevicae dapat memproduksi alkohol dalam jumlah besar dan mempunyai toleransi pada kadar
alkohol yang tinggi (12-18 % abv), tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan
fermentasi pada suhu 4-32 C. Khamir atau ragi ini bersifatstabil dan cepat beradaptasi dengan
lingkungannya, cepat berkembang biak, tidak berbahaya atau menimbulkan racun, mudah di dapat
dan mudah dalam pemeliharaan (Sudarmadji K., 1989).

Kinerja sel berpengaruh terhadap kadar atau konsentrasi etanol yang dihasilkan. Makin
banyak gula reduksi yang dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae maka makin tinggi pula
konsentrasi etanol yang dapat dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarti (1996) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi substrat atau gula reduksi yang dapat dipecah oleh sel
khamir menjadi etanol maka semakin tinggi pula konsentrasi etanol yang dihasilkan.
Setelah prosesfermentasi, alkohol yang terbentuk harus melalui tahap pemurnian untuk
mendapatkan etanol dengan tingkat kemurnian yang lebih tinggi. Pada umumnya kadar alkohol yang
diperoleh dari prosesfermentasi masih rendah. Salah satu tahap pemurnian alkohol adalah distilasi.
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan
kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau didefinisikan juga teknik pemisahan
kimia yang berdasarkan perbedaan titik didih dari masing-masing zat penyusun campuran homogen.
Dalam penyulingan, campuran zat di didihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian di dinginkan
kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.
Metode ini merupakan termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini di
dasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik
didihnya.(Rosita dkk 2023)

Dalam proses destilasi terdapat dua tahap proses yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan
dengan tahap pengembangan kembali uap menjadi cair atau padatan. Atas dasar ini maka perangkat
peralatan destilasi menggunakan alat pemanas dan alat pendingin. Proses destilasi diawali dengan
tahap pemanasan, sehingga zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap, dan uap
tersebut akan bergerak menuju kodenser (pendingin). Proses pendinginan terjadi saat mengalirkan
air ke dinding (bagian luar kondenser), sehingga uap yang dihasilkan akan kembali cair. Proses ini
berjalan terus-menerus hingga diperoleh distilat yang diinginkan (Abdullah, 2016)

METODOLOGI

Alat:

- Erlenmeyer 250 ml
- Sepehrangkat alat penangas air (kompor, panci dan air 100ml, Erlenmeyer 100 dan 250 ml,
thermometer)
- Seperangkat alat fermentasi
- Seperangkat alat Analisa kadar gula/alcohol (refractometer, thermostat, pipet tetes,
aquadest steril, tisu halus)
- Thermometer, selotip
- Batang pengaduk kaca

Alat untuk analisis bioethanol

- Refractometer
- Beaker glass, tabung reaksi, pipit tetes
- tisu

Bahan:

Untuk pembibitan starter

- Air 100ml
- Pupuk ZA 0,12 gr
- Pupuk NPK 0,032 gr
- H2SO4 untuk mnegatur pH hingga 4,8
- Gula 10 gram

Untuk fermentasi

- Air 500ml
- Pupuk ZA 0,9 gr
- Pupuk NPK 0,24 gr
- Semua hasil inkubasi starter selama 4 jam
- Gula 75 gr (14%berat)
- H2SO4 untuk mengatur Ph 4,5 – 4,8

Analisis bioethanol

- Aquadest
- Etanol teknis
- Etanol hasil distilasi

DATA PENGAMATAN

PEMBAHASAN

Etanol merupakan salah satu produk penting dalam bidang kesehatan dan energi, dapat
dibuat menggunakan metode fermentasi atau biasa juga disebut dengan peragian, yaitu proses
perubahan kimia dalam suatu substrat organik yang dapat berlangsung karena aksi katalisator
biokimia, yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikroba-mikroba hidup tertentu, terjadi karena aktifitas
mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik sesuai. Fermentasi dapat menyebabkan
perubahan sifat bahan pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungankandungan bahan pangan
tersebut (Fardiaz, 1992), terjadi perubahan kimia dari zat organik karena mikroorganisme penyebab
fermentasi bereaksi dengan substrat organik yang sesuai dengan pertumbuhannya (Buckle, 1985).

Menurut Frazier dan Westhoff (1978) proses fermentasi dapat dibedakan atas 2 tingkatan,
dapat dijelaskan seperti berikut : 1. Peragian tingkat pertama, berlangsung dalam keadaan aerob
(adanya O2) yang terlarut dan di permukaan, berfungsi memperbanyak ragi (khamir) yang dapat
ditandai timbulnya gas asam arang, reaksi sebagai berikut : C6H 12O 6 + 6O 2 → 6CO2 + 6H2O + 36
ATP Pada proses fermentasi tingkat pertama tidak ada atau sedikit sekali etanol yang dihasilkan 2.
Fermentasi berlangsung dalam keadaan anaerob. Pada tahap ini khamir dan enzim yang dihasilkan
sudah cukup banyak, sehingga akan berlangsung fermentasi, sampai sebagian atau seluruh gula
dirubah menjadi etanol, dengan reaksi : C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2 + 2ATP Etanol yang dihasilkan
dari proses fermentasi dapat digunakan dalam berbagai keperluan antara lain : sebagai pelarut,
desinfektan, sebagai bahan baku industri kimia, bahan bakar dan sebagai bahan minuman. Pelczer
(1988) menyatakan etanol merupakan sumber energi yang dapat digunakan untuk campuran bahan
bakar konvensional, seperti gasohol.

Produksi etanol mempunyai kendala yaitu konsentrasi etanol yang dihasilkan sangat rendah
karena produk terakumulasi, sehingga meracuni mikroorganisme pada proses fermentasi. Akumulasi
dari produk terlarut yang bersifat racun akan menurunkan secara perlahan-lahan dan bahkan dapat
menghentikan pertumbuhan serta produksi dari mikroorganisme (Minier dan Goma, 1982 dalam
Mulyanto, dkk, 2009). Menurut Youseff, dkk (1989) dalam Elevri dan Putra (2006) sel Saccharomyces
cerevisiae yang teramobilisasi dalam matriks Ca-alginat masih mampu mengubah 85% gula menjadi
etanol selama 28 hari fermentasi sistem batch.

Kinerja sel berpengaruh terhadap kadar atau konsentrasi etanol yang dihasilkan. Makin
banyak gula reduksi yang dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae maka makin tinggi pula
konsentrasi etanol yang dapat dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarti (1996) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi substrat atau gula reduksi yang dapat dipecah oleh sel
khamir menjadi etanol maka semakin tinggi pula konsentrasi etanol yang dihasilkan.
Langkah pertama yang kita lakukan adalah membuat starter. Dengan cara gula pasir 10 gram
dicampur dengan air panas 100 ml, kemudian didinginkan hingga hangat hangat kuku. Selanjutnya
ditambahkan pupuk ZA sebanyak 0,12 gram dan pupuk NPK 0,032 gram. Kemudian kita mengatur pH
hingga 4,8 menggunakan H2SO4. Karena mikroorganisme yang akan ditambahkan kefermentasi
cenderung rentan terhadap media yang pHnya terlalu asam. Selanjutnya menambahkan ragi
sebanyak 0,2 gram dan diinkubasi selama 4 jam pada kondisi aerob. Jika sudah muncul gelembung
gelembung berarti siap untuk lanjut proses fermentasi. Dengan menggunakan starter, proses
fermentasi dapat berjalan dengan lebih cepat.

Langkah kedua adalah fermentasi pembuatan bioethanol dengan yang pertama dilakukan
adalah memanaskan air sebanyak 500 ml hingga suhu 80C. selanjutkan kita menambahkan gula
sebanyak 75 gram atau sebanyak 15% dari berat air. Aduk hingga larut dan didinginkan. Kemudian
Langkah selanjutnya adalah menganalisis kadar gula mula mula dari sampel dengan
handrefractometer. Dengan cara memipet sampel dan diteteskan pada bidang handrefraktometer.
Yang didapatkan kadar gula sebesar 15,4 brix. tingkat gula yang terlalu tinggi dapat menghambat
fermentasi dan mengurangi efisiensi produksi bioetanol, sementara kadar gula yang terlalu rendah
juga dapat mempengaruhi produktivitas proses. Sebagaimana dijelaskan dalam penelitian oleh
Sunarto dan Sunarto (2019) kadar gula yang optimal perlu dijaga agar proses fermentasi berlangsung
dengan baik dan menghasilkan bioetanol yang berkualitas. Oleh karena itu, kontrol yang tepat
terhadap kadar gula menjadi kunci dalam memaksimalkan efisiensi produksi bioetanol.

Langkah selanjutnya adalah menambahkan pupuk ZA sebanyak 0,9 gram dan pupuk NPK
sebanyak 0,24 gram. Penambahan pupuk ZA dan NPK memberi nutrisi penting untuk
mikroorganisme selama fermentasi, meningkatkan efisiensi dan hasil produksi bioetanol. Kemudian
diatur pH hingga 4,5 dengan menambahkan H2SO4 sebanyak 3 tetes. Kemudian campuran larutan
dipindahkan kedalam botol dan ditambahkan starter yang telah dibuat, kemudian diaduk secara rata.
Botol fermentor ditutup menggunakan tutup yang telah dilubangi dan dipasang selang yang
ujungnya di celupkan pada botol berisi aquades. Kemudian diinkubasi selama 7 hari dalam keadan
anaerob (tanpa membutuhkan udara).

Setelah 7 hari, campuran yang berada dalam fermentor dipindahkan ke dalam labu alas bulat
untuk dilakukan proses pemurnian menggunakan alat distilasi sederhana karena metode ini paling
efektif dengan memanfaatkan prinsip perbedaan titik didih 2 larutan. Suhu yang digunakan sekitar
70-80C agar air tidak ikut teruapkan selama proses pemurnian. Setelah etanol teruapkan, uap etanol
melewati pipa kondensor dan berubah fase menjadi cair karena turunnya suuhu yang diakibatkan
oleh air pendingin dalam pipa kondensor. Etanol hasil destilasi ditampung dalam Erlenmeyer dan
dilakukan Analisa. etanol yang didapatkan sebanyak 7 ml dari 150 ml sampel yang digunakan dan
membutuhkan waktu selama 205 menit. Kemudian menghitung rendemen bioethanol dengan rumus
… yang didapatkan hasil 95,333%. Rendemen bioetanol yang tinggi mengindikasikan efisiensi
produksi yang baik, menghasilkan lebih banyak etanol dari bahan baku yang sama, sementara
rendemen yang rendah menunjukkan ketidak-efisienan produksi. Isroi, E., et al. (2016).

Kemudian melakukan Analisa kadar gula dan juga kadar etanol dalam bioethanol. Langkah
pertama dalam Analisa kadar gula yaitu memipet sampel dan diteteskan pada bidang
handrefraktometer. Yang didapatkan kadar gula sebesar 15 brix. Hal ini mengalami penurunan
selama berlangsung karena gula bereaksi dan terfenmentasi. Kemudian analisis kadar etanol, dengan
Langkah pertama yaitu membuat kurba kalibrasi etanol, kemudian memipet larutan dan diteteskan
pada permukaan prisma refractometer. Dan didapatkan indeks bias bioethanol sebesar 1,356

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

- Abdullah, Ilmi, Mahyunis, Syukarni Ali, Sabam, (2016), Desain Dan Pembuatan Alat Penghasil
Bioetanol Skala Prototype, Jurnal Mekanova Vol 2. No. 2
- Anggraeni, Yuni, Supriadi, dan Kasmudin Mustapa, (2017), Pembuatan Bioetanol Dari Biji
Salak (Salacca Edulis) Melalui Fermentasi, J. Akademika Kim. 6 (3): 191-195
- Bucke, C. 1982. Industrial use of immobilized enzymes and cells. Dalam: Flegell, T.M.V.,
Bhumiratana, A. & Matangkasombut, P. (Eds). Immobilized Microbial Enzymes dan Cells.
Proceeding of Regional Workshop. Mahidol University. Bangkok. Thailand. Dias, J.C.T.,
Rezende, R.P. & Linard
- Elevri, P.A. & Putra, S.R., 2006. Produksi etanol menggunakan Saccharomyces cerevisiae yang
diamobilisasi dengan agar batang. Akta Kimindo, 1(2):105-114.
- Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan, Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.
- Frazier, W.C. & Westhoff, D.C. 1978. Food Microbiology. Mc Graw-Hill Book Company, New
York.
- Isroi, E., et al. (2016). Strategi Peningkatan Rendemen Bioetanol dari Bahan Baku Selulosa.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 21(3), 97-102.
- LIPI. 2008. Energi Biomass. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
- Mulyanto., Widjaja, T., Hakim M, A., dan Frastiawan, E., 2009, Produktivitas Etanol dari
Molases dengan Proses Fermentasi Kontinyu Menggunakan Zymomonas Mobilis dengan
Teknik Immobilisasi Sel KKaraginan dalam Bioreaktor Packed-Bed, Prosiding Seminar Nasional
Xiv - Fti-Its, Jurusan Teknik Kimia Fti-Its Kampus Its Sukolilo, Surabaya.
- Pelczar, M. J., Chan, E. C. S., 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
- Rosita dkk
- Sudarmadji, S., Haryoo, B., dan Suhardi, (1989), Prosedur analisa untuk bahan makanan dan
pertanian. Edisi ketiga, Yogyakarta: Liberty.
- Sunarto, S., & Sunarto. (2019). Analisis Pengaruh Konsentrasi Gula dan Suhu pada Proses
Fermentasi Etanol dari Nira Aren dengan Variasi Konsentrasi Khamir. Jurnal Teknik Kimia,
26(3), 193-200.
- Winarti, S. 1996. Pengaruh Lama Fermentasi dan Kadar Substrat Terhadap Produksi Etanol
Pada Fermentasi Onggok oleh Saccharomyces cerevisiae. [Skripsi]. Fakultas MIPA. Universitas
Brawijaya. Malang.
- Yuniarti, Dewi Putri, Surya Hatina dan Winta Efrinalia, (2018), Pengaruh Jumlah Ragi Dan
Waktu Fermentasi Pada Pembuatan Bioetanol Dengan Bahan Baku Ampas Tebu, Volume 3,
Nomor 2, Juli

Anda mungkin juga menyukai