Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM PERCOBAAN I

Judul Percobaan

: Fermentasi Karbohidrat

Hari, Tanggal Percobaan

: Jumat, 16 September 2016

Anggota Kelompok

1. Muhammad Ainal Yaqin

(140351605619)

2. Nila Efrida Permatasari

(140351601682)

3. Risa Karina Putri

(140351603200)

A. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui Persentase kadar etanol yang diperoleh dari fermentasi sukrosa
menggunakan ragi tape dan pemurniannya dengan distilasi bertingkat.
2. Mengetahui cara melakukan fermentasi alkohol.
3. Mengetahui cara memisahkan etanol dari campuran fermentasi.
4. Mengetahui cara menentukan kadar etanol dalam larutannya dengan metode berat
jenis.
B. Dasar Teori
Ethanol merupakan senyawa Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (-OH)
dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C 2H5OH. Secara umum Ethanol
lebih dikenal sebagai Etil Alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi dari bahan
baku tanaman yang mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi kayu,ubi
jalar,jagung,sorgum,beras,ganyong dan sagu yang kemudian dipopulerkan dengan
nama Bioethanol (Riswiyanto, 2009). Etanol mempunyai sifat tidak berwarna,
mudah menguap, mudah larut dalam air, berat molekul 46,1, titik didihnya 78,3c,
membeku pada suhu 117,3 C, kerapatannya 0,789 pada suhu 20 C, nilai kalor
7077 kal/gram, panas latent penguapan 204 kal/gram dan angka oktan 91105
(Hambali.,et al., 2008).
Pada akhir abad 20, pemanfaatan etanol telah melebar sebagai campuran
bahan bakar premium yang dikenal dengan nama biofuel. Kadar etanol biofuel
berbeda-beda untuk setiap negara, biofuel Brasil mengandung 20% etanol
sedangkan di Indonesia mengandung 5% etanol. Bentuk tidak murni dari etanol
adalah hasil fermentasi jus, buah-buahan seperti anggur dan apel, biji-bijian

seperti padi. Etanol konsentrasi tersebut dapat dibuat dengan cara distilasi
terhadap produk fermentasi (Muntholib, 2014).
Secara biokimia fermentasi diartikan sebagai pembentukan energi melalui
senyawa organik, sedangkan pengertian dalam bidang industri fermentasi adalah
suatu proses untuk mengubah bahan dasar menjadi suatu produk oleh massa sel
mikroba. Monomer gula dapat diubah secara anaerobik menjadi alkohol oleh
bermacam-macam mikroorganisme. Fermentasi gula sederhana (sukrosa dan
glukosa) menjadi etanol memiliki persamaan stokiometri sebagai berikut :
C12H22O11 + H2O

4 C2H2OH + 4 CO2

C6H12O6

2 C2H5OH + 2 CO2
(Wibowo, 1990)

Fermentasi pada produksi bioetanol dimaksudkan untuk mengubah glukosa


menjadi etanol (alkohol) dengan menggunkan yeast/ragi. Pada tahap fermentasi
ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa
dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim
yang terdapat pada ragi (khamir) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses
fermentasi ini menghasilkan etanol dan CO2. Khamir yang digunakan pada tahap
ini adalah Saccharomyses cerevisiae, yang bisa digunakan dalam pembuatan roti,
anggur dan bir. Penggunaan Saccharomyses cerevisiae merupakan proses
fermentasi dengan kinetika sangat sederhana. Disebut sederhana karena hanya
melibatkan satu fasa pertumbuhan dan produksi, pada fase tersebut glukosa
diubah sacara simultan menjadi biomassa, etanol dan CO 2 (Mangunwidjadja
1994). Khamir dalam proses fermentasi umumnya mengkonversi glukosa menjadi
etanol pada kondisi anaerobik. Meskipun demikian masih dibutuhkan sedikit
oksigen untuk pertumbuhan khamir. Oksigen yang dibutuhkan pada substrat
sebesar 0,05-0,10 mmHg tekanan iksigen. Proses fermentasi anaerobik tidak
membutuhkan oksigen lebih dari itu, karena oksigen yang lebih akan mendorong
pertumbuhan khamir dengan cepat dan mengkonsumsi glukosa. Pada beberapa
kasus, konversi glukosa menjadi etanol tidak pernah 100%, paling baik konversi
maksimum sebesar 95% (Trust 2008).
Suhu fermentasi mempengaruhi lama fermentasi karena pertumbuhan
mikroba dipengaruhi suhu lingkungan fermentasi. Mikroba memiliki kriteria

pertumbuhan yang berbeda--beda. Menurut Fardiaz (1992), Saccharomyces


cerevisiae memliki kisaran suhu pertumbuhan antara 20 - 30C. Tetapi Kumalasari
(2011), menyatakan bahwa Saccharomyces cerevisiae akan tumbuh optimal dalam
kisaran suhu 30--35C dan puncak produksi alcohol dicapai pada suhu 33C. Jika
suhu terlalu rendah, maka fermentasi akan berlangsung secara lambat dan
sebaliknya jika suhu terlalu tinggi maka Saccharomyces cerevisiae akan mati
sehingga proses fermentasi tidak akan berlangsung. Roukas (1994), menyatakan
bahwa kisaran pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae adalah pada pH 3,5 - 6,5.
Pada kondisi basa, Saccharomyces cerevisiae tidak dapat tumbuh. Ditambahkan
oleh Elevri dan Putra (2006), bahwa produksi etanol oleh Saccharomyces
cerevisiae paling maksimal dapat dicapai pada pH 4,5.
Oksigen secara tidak langsung mempengaruhi lama fermentasi yang
dilakukan oleh Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae dapat
tumbuh dengan baik pada kondisi aerob, tetapi untuk melakukan proses
fermentasi alkohol, dibutuhkan kondisi anaerob. Proses fermentasi dilakukan di
dalam tabung yang ditutup rapat. Sehingga hal ini memberikan kondisi anaerob.
Pada kondisi aerob Saccharomyces cerevisiae menghidrolisis gula menjadi air dan
CO2, tetapi dalam keadaan anaerob gula akan diubah oleh Saccharomyces
cerevisiae menjadi alcohol dan CO2 . Dalam 72 jam Saccharomyces cerevisiae
dapat menghasilkan alcohol hingga 2% sedangkan Kluyveromyces fragilis
membutuhkan waktu hingga 1 minggu untuk dapat memproduksi etanol hingga
2% (Rubio dan Texeira, 2005).
Enzim yang terdapat pada ragi tersebut adalah enzim invertase dan enzim
zimase. Enzim invertase mengkatalis reaksi hidrolisis sukrosa menjadi glukosa
dan fruktosa. Sedangkan zimase mengubah glukosa dan fruktosa yang dihasilkan
menjadi etanol dan CO2. Penambahan garam fosfat ke dalam media dapat
meningkatkan laju fermentasi. Proses fermentasi menghasilkan larutan etanol
dengan konsentrasi 10-15%. Etanol hasil fermentasi menghambat kerja enzimenzim fermentasi pada ragi, akibatnya proses fermentasi tidak dapat menghasilkan
etanol dengan konsentrasi tinggi. Pemurnian lanjutan dapat dilakukan dengan
dengan distilasi. Metode ini didasarkan pada perbedaan titik didih dari komponen
penyusun campuran (Muntholib, 2014).

Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia


berdasarkan pada perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas)
bahan atau zat. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap,
dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang
memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu (Syukri, 2007).
Prinsip destilasi adalah penguapan cairan dan pengembunan kembali uap
tersebut pada suhu titik didih. Titik didih suatu cairan adalah suhu dimana tekanan
uapnya sama dengan tekanan atmosfer. Cairan yang diembunkan kembali disebut
destilat. Tujuan destilasi adalah pemurnian zat cair pada titik didihnya, dan
memisahkan cairan tersebut dari zat padat yang terlarut atau dari zat cair lainnya
yang mempunyai perbedaan titik didih cairan murni. Pada destilasi biasa, tekanan
uap di atas cairan adalah tekanan atmosfer (titik didih normal). Untuk senyawa
murni, suhu yang tercatat pada termometer yang ditempatkan pada tempat
terjadinya proses destilasi adalah sama dengan titik didih destilat (Harizul, Rivai,
1995).
Proses destilasi dilakukan dengan menggunakan seperangkat alat destilasi
yang terdiri dari labu dasar bulat, kondensor, dan labu destilat. Larutan atau
campuran zat ditempatkan dalam labu dasar bulat dan biasanya ditambahkan batu
didih untuk mencegah golakan gelembung udara. Ketika larutan tersebut
dipanaskan secara perlahan tekanan uap masing-masing zat akan naik hingga
mencapai 1 Atm dan selanjutnya panas yang diberikan digunakan zat untuk
mengubah fasa cair menjadi fasa gas/uap (Tim Kimia Analitik, 2014).
Distilasi yang dilakukan untuk mengetahui kadar etanol dari hasil fermentasi
ini adalah distilasi sederhana. Prinsip pada destilasi biasa adalah pemisahan dua
zat atau lebih yang mempunyai perbedaan titik didih. Jika zat-zat yang dipisahkan
mempunyai perbedaan titik didih yang jauh berbeda, dapat digunakan metode
isolasi biasa. Zat yang memiliki titik didih rendah akan cepat terdestilasi daripada
zat yang bertitik didih tinggi. Uap zat yang bersifat volatil dan memiliki titik didih
yang rendah akan masuk ke dalam pipa pada kondensator (terjadi proses
pendinginan) sehingga akan turun berupa tetesan-tetesan yang turun ke dalam
penampung atau disebut juga destilat. Dalam hal ini alkohol yakni etanol akan
terdestilasi dahulu (Wahyu, 2013).

Prinsip pemisahan campuran yang melewati dua fase, yakni gas menjadi
fase cair dinamakan dengan proses destilasi. Perbedaan titik didih dan tekanan uap
membuat kedua campuran ini berpisah. Semakin tinggi tekanan uap maka titik
didih cairan tersebut semakin tinggi. Penguapan dipengaruhi oleh titik cairan
tersebut. Cairan yang memiliki titik didih teredah, maka lebih cepat untuk
mendidih. Campuran metanol dan air dicampurkan dalam labu destilasi, lalu
didesstilasikan dengan memanaskan campuran tersebut dengan hot plate. Uap
yang dihasilkan adalah uap hasil dari zat yang bertitik didih rendah, dalam hal ini
adalah methanol dan etanol pada kedua percobaan. Uap tersebut nantinya akan
diembunkan dengan bantuan kondensor yang berfungsi sebagai pendingi uap.
Cairan tersebut nantinya akan menetes ke dalam labu elenmeyer (Wahyu, 2013).
C. Alat dan Bahan
Alat:
1.
2.
3.
4.

Mantel pemanas
Alat distilasi
Tiang penyangga
Variat (pengatur suhu)

5.
6.
7.
8.

Gelas ukur
Erlenmeyer 250 mL
Batu didih
Klem

3.
4.
5.
6.
7.

Natrium difosfat (Na2PO4)


Ragi
Aquades
Sukrosa
Kapas

9. Neraca Analitik
10.
Bahan:
1. Larutan
(Ca(OH)2
2. Dinatrium
(Na2HPO4)

kalsium
hidrogen

hidroksida
fosfat

8.
D. Material Savety Data Sheet (MSDS)
1. Aquades
9.
Bau
: Tidak berbau
10.
Rasa
: Tidak berasa
11.
Berat Molekul : 18,02 g/mol
12.
Warna
: Tidak berwarna
13.
pH
:7
14.
Titik didih
: 1000C
15.
Bahaya
:2. Sukrosa
16.
Rumus kimia : C12H22O11
17.
Warna
: Putih
18.
Titik leleh
: 190-1920C
19.
Berat molekul : 342,29 g/mol
20.
Kelarutan
: 1970 g/L
21.
Bahaya
:3. Larutan kalsium hidroksida
22.
Rumus kimia : CaOH2
23.
Warna
: Putih
24.
Berat molekul : 74,1 g/mol
25.
pH
: 14
26.
Titik leleh
: 5800C
27.
Bahaya
: Dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan dan
pencernaan.
28. Penanganan :
29. - Jika tertelan, segera minum air putih yang banyak dan tidak
dimuntahkan.
30. - Jika terhirup, segera mencari udara segar.
4. Dinatrium hydrogen sulfat
31.
Rumus kimia : Na2HPO4
32.
Warna : putih
33.
Bau : seperti garam
34.
Berat molekul : 141,96 g/mol
35.
pH
: 9,1
36.
Titik Leleh
: 2400C
37.
Bahaya
: dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan dan
pencernaan.
38.
Penanganan :
- Jika tertelan, segera minum air putih yang banyak dan tidak dimuntahkan.
- Jika terhirup, segera mencari udara segar.
39.
40.
41.

42.
43.

44.

Anda mungkin juga menyukai