Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan Jurnal
Tabel 4.1 Kadar Etanol Hasil Fermentasi

Bagian tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) yang dapat digunakan sebagai bahan
bakar alternatif adalah umbinya karena banyak mengandung pati atau karbohidrat sebesar
27,9% per 100 gram berat bahan. Umbi ubi jalar dihaluskan lalu dihidrolisis. Tahap
hidrolisis merupakan tahap yang paling penting dalam proses pembuatan bioetanol, karena
proses ini menentukan jumlah glukosa yang dihasilkan untuk kemudian dilakukan
fermentasi menjadi bioetanol. Prinsip hidrolisis pati adalah pemutusan rantai polimer pati
menjadi unit-unit dekstrosa atau monosakarida yaitu glukosa

Selanjutnya memasuki tahap fermentasi. Prinsip dasar fermentasi adalah


mengaktifkan kegiatan mikroba tertentu dengan tujuan mengubah sifat bahan agar
dihasilkan suatu yang bermanfaat. Khamir yang sering digunakan dalam fermentasi alkohol
Saccharomyces cerevisiae karena mampu memproduksi alkohol dengan konsentrasi tinggi
dan fermentasi spontan. Sebelum difermentasi pH larutan sampel perlu dinetralkan menjadi
pH 4,5. Hal ini dikarenakan setiap mikroorganisme memiliki pH optimum masing-masing
untuk melangsungkan pertumbuhannya. Untuk Saccharomyces cerevisiae, pertumbuhan
dapat berlangsung dengan optimum pada pH 3,5-6,5 dan pada pH 4,5 adalah kondisi pH
yang maksimal dapat dicapai (Azizah dkk, 2012).
Selain pH, suhu juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan, produksi etanol yang maksimum dapat dicapai pada temperatur 28- 31°C.
Jika suhu terlalu rendah, maka proses fermentasi akan berlangsung secara lambat.
Sedangkan jika suhu terlalu tinggi maka mikroba Saccharomyces cerevisiae akan mati
sehingga proses fermentasi tidak dapat berlangsung.

Azizah, N., Al-Baarri, A. N., & Mulyani, S. (2012). Pengaruh lama fermentasi
terhadap kadar alkohol, ph, dan produksi gas pada proses fermentasi bioetanol dari whey
dengan substitusi kulit nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 1(2), 72-77.

Proses fermentasi pada penelitian ini dilakukan selama 5 hari. Hasil fermentasi ubi
jalar selanjutnya dievaporasi pada suhu 80oC untuk memisahkan etanol dari campurannya.
Pada proses evaporasi senyawa yang menguap terlebih dahulu adalah etanol karena
memiliki titik didih yang rendah yaitu 78,3oC, dibandingkan dengan pelarutnya seperti air
yang memiliki titik didih 100oC (Ariyani, dkk., 2013). Hasil Evaporasi kemudian diukur
kadar etanolnya dengan menggunakan alkoholmeter. Hasil pengukuran kadar etanol dari 50
mL alkohol dalam rentang waktu fermentasi selama 5 hari dengan kadar gula reduksi 4,54%
diperoleh kadar etanol sebesar 9,70%.

Ariyani, E., Kusumo, E., & Supartono. (2013). Produksi bioetanol dari jerami padi
(oryza sativa l). Jurnal Institut Teknologi Nasional, 2(2), 168 - 172..

4.2 Perbandingan Kelompok


Kami membandingkan hasil pembahasan jurnal dengan jurnal yang direview oleh
kelompok 2C yang berjudul “Pembuatan Etanol dari Rumput Gajah (Pennisetum purpureum
schumach) Menggunakan Metode Hidrolisis Asam dan Fermentasi Saccharomyces
cerevisiae”. Sedangkan jurnal yang kami review berjudul “Pengaruh Lama Waktu
Fermentasi Terhadap Kadar Bioetanol dari Pati Ubi Jalar Kuning (Ipomea batata L)”.
Penelitian dalam jurnal yang kami review bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama waktu
fermentasi terhadap kadar bioethanol yang dihasilkan oleh ubi jalar kuning. Sedangkan
tujuan dari jurnal yang direview kelompok 2C adalah untuk mengetahui cara pembuatan
etanol dari rumput gajah, pengaruh tempat pengambilan sampel terhadap kadar selulosa
sampel, pengaruh jenis katalis asam terhadap kadar selulosa serta pengaruh waktu fermentasi
terhadap kadar etanol yang diperoleh.
Perbedaan alat antara 2 jurnal adalah pada jurnal kami menggunakan alat evaporator
sedangkan pada jurnal kelompok 2C menggunakan alat destilasi. Lalu sampel yang diuji
pada jurnal kami adalah ubi jalar kuning sedangkan pada jurnal kelompok 2C adalah rumput
gajah. Lalu tahap fermentasi pada jurnal kelompok 2C menggunakan penambahan nutrisi
berupa pupuk NPK sedangkan pada jurnal kelompok kami tidak. Cara kerja pada jurnal
kelompok kami hanya berfokus pada pembuatan etanol, yaitu tahap pendahuluan, hidrolisis,
fermentasi, dan pemisahan. Sementara itu, pada jurnal kelompok 2C dilakukan penelitian pH
tanah dan kadar lignin serta selulosa rumput gajah, barulah tahap pembuatan etanol dan uji
iodoform.
Hasil pembahasan dari jurnal yang kami review menunjukkan bahwa kadar etanol dari
pati ubi jalar kuning diperoleh paling besar pada lama fermentasi 5 hari yaitu sebesar 9,70%.
Sedangkan pada jurnal yang direview oleh kelompok 2C, kadar etanol terbesar dari rumput
gajah diperoleh pada lama waktu fermentasi 6 hari yaitu berkisar 20-30%. Dari kedua jurnal
menunjukkan bahwa hasil sudah sesuai dengan teori di mana fase optimum dari
Saccharomyces cerevisiae berkisar antara 5-6 hari. Di bawah 5 hari terjadi penyesuaian atau
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae dan setelah 6 hari terjadi fase kematian dengan
berhentinya pertumbuhan dan pembiakan Saccharomyces cerevisiae.
Menurut kami, jurnal kelompok 2C lebih baik dari jurnal yang kami review karena
terdapat pengujian yang lengkap sehingga dihasilkan data yang lebih lengkap pula. Selain itu,
dalam jurnal kelompok 2C juga disertai grafik-grafik yang memudahkan pembaca dalam
memvisualisasi data.

Anda mungkin juga menyukai