Anda di halaman 1dari 6

NAMA : MONIKA RAMAZELA

NIM : 180140108

TUGAS : PROSES INDUSTRI KIMIA

1. PERSIAPAN BAHAN BAKU

Persiapan bahan baku antara lain :

a) Alga merah Gracilaria verrucosa dicuci bersih kemudian dikeringkan dengan

sinar matahari.

b) Sampel kering dipotong dengan ukuran 1-2 cm.

c) dihaluskan dengan blender hingga menjadi serbuk kasar dan dioven dengan suhu

60oC selama 4 jam.

d) Serbuk kasar alga merah Gracilaria verrucosa yang telah kering diblender

kembali hingga menjadi serbuk halus.

e) Serbuk halus diayak menggunakan pengayak berukuran 100 mesh.

f) Serbuk alga merah Gracilaria verrucosa yang lolos ayakan 100 mesh dipakai

sebagai sampel untuk perlakuan selanjutnya.

A. PROSES PRETREATMENT (DELIGNIFIKASI)

Proses pretreatment (delignifikasi) dilakukan dengan cara :

a) Menggunakan 350 gr serbuk alga merah Gracilaria verrucosa ditambah naoh 0,01

M hingga terendam semua.

b) Proses perendaman dilakukan selama 24 jam. Setelah 24 jam residu dicuci dengan

air panas hingga netral.

c) Dikeringkan di oven pada suhu 105oc. Residu kering digerus dalam cawan

1
porselin.

d) Kemudian diayak dengan ayakan 50 mesh.

e) Residu hasil delignifikasi dengan ukuran 50 mesh siap digunakan untuk proses

hidrolisis.

2. PROSES HIDROLISIS ENZIMATIK DAN KIMIAWI

Proses hidrolisis secara enzimatik dan kimiawi :

a) Alga merah Gracilaria verrucosa dihidrolisis secara enzim dengan pH bufer fosfat

(6, 7, 8), dan suhu inkubasi (30, 50, 70oC), serta dihidrolisis secara kimia dengan

HCl (10, 20, 30 %), dan waktu hidrolisis (1, 2, 3 jam).

b) Penentuan kadar glukosa hasil hidrolisis dilakukan menggunakan

spektrofotometer UV-Vis.

c) Setelah mendapatkan substrat fermentasi bioetanol yang mengandung gula

reduksi, substrat difermentasi dengan ragi roti Saccharomyces cerevisiae selama 7

hari, kemudian diambil filtratnya untuk selanjutnya didistilasi.

d) Distilat yang keluar dianalisis secara fisika dan kimia serta dianalisis

menggunakan instrumen GC, GC-MS dan FTIR untuk mengetahui bahwa distilat

yang dihasilkan mengandung senyawa etanol.

Hasil analisis menggunakan spektrofotometer UVVis menunjukkan bahwa

pada penelitian ini hidrolisis enzimatik menghasilkan gula reduksi tertinggi

sebesar 3566,67 ppm yang dilakukan pada pH 6 dan suhu inkubasi 30oC

sedangkan hidrolisis kimiawi menghasilkan gula reduksi tertinggi sebesar 1493,33

ppm yang dilakukan dengan HCl 30% selama 3 jam. Hasil analisis distilat hasil

2
fermentasi secara fisika dan kimia sama dengan hasil analisis etanol Pro analysis,

dan ketika dianalisis menggunakan GC, GC-MS dan FTIR diketahui distilat

mengandung senyawa etanol.

3. PROSES FERMENTASI

Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia pada suatu subtrat

organic baik karbohidrat, protein, lemak, dan lainnya melalui kegiatan katalis

biokimia dikenal sebagai enzim dan dihasilkan oleh jenis mikroba spesifik. Secara

biokimia fermentasi juga dapat diartikan sebagai pembentukan energi melalui

senyawa organik. Secara sederhana proses fermentasi alkohol dari bahan baku

yang mengandung gula atau glukosa terlihat pada reaksi berikut:

Glukosa  2C2H5OH + 2CO2+ 2 ATP + 5 Kkal

Dari reaksi diatas , 70% energi bebas yang dihasilkan dibebaskan sebagai

panas dan secara teoritis 100% karbohidrat diubah menjadi 51,1% etanol dan

48,9% menjadi CO2. Pada proses fermentasi, glukosa dapat diubah secara

anaerobik menjadi alkohol oleh bermacam-macam mikroorganisme. Khamir

sering digunakan dalam proses fermentasi etanol, seperti Saccharomyces

cerevisiae, S. uvarum, Schizosaccharomyces sp dan Kluyveromyces sp. Secara

umum khamir dapat tumbuh dan memproduksi etanol secara efisien pada pH 3,5-

6,0 dan suhu 28-35oC. Laju awal produksi etanol dengan menggunakan khamir

akan meningkat pada suhu yang lebih tinggi, namun produktifitas keseluruhan

menurun karena adanya pengaruh peningkatan etanol yang dihasilkan. Khamir

yang sering dipergunakan dalam proses fermentasi etanol adalah Saccharomyces

3
cereviseae. Khamir ini bersifat fakultatif anaerobik, tumbuh baik pada suhu 30 oC

dan pH 4,0 – 4,5.

4. DESTILAT BERTINGKAT DAN PENGUJIAN DEHIDRASI OPTIMUM

Proses destilat bertingkat antara lain :

a) Bioetanol hasil fermentasi dipisahkan etanolnya dengan destilasi bertingkat pada

suhu 70oC-90oC,

b) pemanasan skala 4 selama 1 jam.

c) Destilat ditampung dalam Erlenmeyer.

d) kemudian diukur volumenya dan diuji kadar etanolnya dengan kromatografi gas.

e) Destilat dengan kadar tertinggi selanjutnya didehidrasi dengan menggunakan batu

kapur Nusa Penida teraktivasi yang memiliki dehidrasi optimum.

Setelah dilakukan aktivasi dilakukan pengujian pemurnian secara dehidrasi

dengan langkah sebagai berikut :

a) Batu kapur ditimbang sebanyak 50 gram, 75 gram, dan 100 gram untuk setiap

perlakuan.

b) Masing-masing perlakuan ditambahkan 100 mL etanol umpan 92,51% dan

direndam selama 24 jam.

c) Kemudian hasil perendaman dipisahkan etanolnya dengan distilasi bertingkat

pada suhu 70oC–80oC selama 1 jam.

d) Destilatnya diukur volumenya dan ditentukan kadar etanolnya dengan

kromatografi gas. .

4
5. TEKNOLOGI PROSES PEMBUATAN BIOETANOL

Teknologi Proses Pembuatan Bioetanol Menurut Aiman (2014),

berdasarkan bahan baku yang dipakai, bioetanol dikelompokkan menjadi generasi

pertama (G1), kedua (G2), ketiga (G3), dan keempat (G4). Bioetanol yang dibuat

dari pati serta fermentasi bahan mengandung gula dikategorikan sebagai bioetanol

generasi pertama (G1). Bahan baku yang umum dipakai adalah gula tebu, gula bit,

molase gula tebu dan bit atau pati dari ubi kayu, jagung, sorgum, gandum ataupun

umbi-umbian lainnya. Pembuatan bioetanol generasi pertama pada akhir-akhir ini

banyak dikaji kembali karena a) berkompetisi dengan bahan pangan sehingga

akan mendorong kenaikan harga komoditi pangan, b) hanya menggunakan pati

dan membuang lignoselulosa yang ada dalam bahan baku awal, sehingga limbah

berjumlah besar, c) mendorong peningkatan produksi pupuk, yang akhirnya juga

akan berujung pada biaya komoditi pangan, d) keterbatasan geografi daerah

penghasil. Bioetanol yang dikategorikan sebagai G2 dibuat dari komponen

biomassa seperti selulosa dan hemiselulosa sehingga sering disebut etanol

selulosa. Biomassa yang pernah diteliti adalah berbagai jenis rumput, kayu lunak,

dan limbah biomassa terutama yang berupa limbah pertanian, perkebunan,

pengolahan hasil hutan, serta sampah padat kota. Di Indonesia, bioetanol G2

dibuat pada skala laboratorium dari eceng gondok, tandan kosong kelapa sawit,

ampas tebu, jerami.

Bioetanol yang dikelompokkan sebagai G3 adalah yang dibuat dari alga,

baik mikro ataupun makroalga, sehingga disebut sebagai etanol alga. Mikroalga

5
dapat hidup di berbagai kondisi seperti air tawar, air asin, baik di daerah tropis

maupun di daerah gurun. Alga mengandung minyak (lipid), karbohidrat, protein

dengan variasi komposisi sangat luas, tergantung jenis alga dan kondisi hidupnya.

Secara garis besar, alga bisa mengandung sampai 50% (dari berat sel kering)

karbohidrat, atau 25-77% asam lemak dan sejumlah protein. Memperhatikan

kandungan bahan ini serta kemungkinan untuk dibudidayakan maka dalam dua

dekade terakhir alga menjadi bahan kajian di banyak laboratorium karena

potensinya untuk menjadi bahan baku berbagai bentuk sumber energi seperti

biodiesel, bioetanol, biogas, atau hidrogen Bioetanol G4 atau “Etanol Lanjut”

adalah bioetanol yang dihasilkan melalui biomassa yang telah mengalami

modifikasi genetika, dimana dalam matriks biomassa terdapat enzim yang akan

membantu penghancuran biomassa itu sendiri (autohydrolysis), sehingga akan

mempermudah proses pretreatment.

Senyawa organik
Alga merah

Gambar 1. Diagram proses pembuatan biotanol dhari alga mer

Anda mungkin juga menyukai