Anda di halaman 1dari 18

Laporan sementara

Laboratorium bioproses

PEMBUATAN BIOETANOL
Disusun Oleh:
Kelompok C4
Syasya Nazifa 2004103010060
Cut Rahmi Azalla 2004103010019
Halimatussakdiah 2004103010027
Alsya Syakira 2004103010063

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bioetanol merupakan bahan bakar nabati yang menarik dan berpotensi untuk
keamanan energi dan keamanan lingkungan dibandingkan bahan bakar fosil.
Sampai saat ini, banyak sumber daya biomassa telah diteliti untuk produksi
bioetanol, yang dapat diklasifasikan menjadi gula, pati dan biomassa
lignoselulosa. Namun, konversi biomassa menjadi etanol sangat bervariasi
tergantung pada sifat bahan baku, terutama karena variasi dalam komposisi
biokimia, sehingga hanya sedikit bahan baku yang telah dieksploitasi secara
komersial. Dalam beberapa tahun terakhir, proses konversi biomassa telah
meningkat secara signifikan, meskipun sebagian besar pencapaian tersebut belum
diimplementasikan di fasilitas komersial. Semua langkah utama dalam proses
konversi yang khas, terutama fermentasi gula yang meruoakan langkah umun
untuk semua biomassa, sangat dipengaruhi oleh mikroorganisme. Ragi tradisional,
Saccharomyces Cerevisiae dan bakteri Zymomonas Mobilisis, banyak digunakan
dalam teknologi fermentasi etanol. Banyak faktor yang mempengaruhi proses
produksi etanol, dan hasil akhir secara langsung berhubungan dengan kondisi
optimal dari atribut ini (H. Zabed, 2017).
Bioetanol juga dikenal sebagai etil alkohol atau secara kimiawi C 2H5OH
atau EtOH. Ini dapat digunakan secara langsung sebagai etanol murni atau
dicampur dengan bensin untuk menghasilkan “gasohol”. Ini dapat digunakan
secara langsung sebagai etanol murni atau penamabah oktan dan dalam campuran
bioethanol-diesel untuk mengurangi emisi gas buang. Bioetanol menawarkan
beberapa keunggulan dibandingkan bensin seperti angka oktan yang lebih tinggi
(108), batas kemudahbakaran yang lebih luas, kecepatan nyala yang lebih tinggi
dan peningakatan panas penguapan. Berbeda dengan bahan bakar minyak bumi,
bioetanol kurang beracun, mudah terurai secara hayati dan menghasilkan polutan
yang terbawa udara lebih sedikit. Berbagai bahan baku dari generasi pertama,
kedua dan ketiga telah digunakan dalam produksi bioetanol. Bioetanol generasi
pertama melibatkan bahan baku yang kaya sukrosa (tebu, bit gula, sorgum manis,
dan buah-buahan) dan pati (jagung, gandum, beras, kentang, singkong, ubi jalar,
dan barley). Bioetanol generasi kedua berasal dari biomassa lignoselulosa seperti
kayu, jerami, dan rumput. Bioetanol generasi ketiga telah diturunkan dari
biomassa alga termasuk mikroalga dan makroalga (Azhar dkk., 2017).

1.2 Perumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari praktikum ini adalah:
1. Bagaiman kedaan yang optimal untuk memproduksi bioetanol.
2. Bagaimana proses pembuatan bioetanol,
3. Bagaimana proses fermentasi dalam pembuatan bioetanol.
1.3 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mahasiswa dapat mengetahi keadaan yang optimal untuk
memproduksi bioetanol.
2. Mahasiswa dapat memahami proses pembuatan bioetanol, serta dapat
mempraktekkan proses fermentasi dalam pembuatan bioetanol.
1.4 Manfaat Praktikum
Adapun manfaat dari praktikum ini adalah dapat memahami proses
pembuatan bioetanol dari bahan baku singkong, juga dapat mengetahui
kondisi optimal untuk memproduksi bioetanol, dan dapat mengetahui faktor
yamng mempengaruhi bioetanol antara lain suhu, konsentrasi, gula, pH, waktu
fermentasi, dan ukuran inoculum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bioetanol telah diindentifikasi sebagai biofuel yang paling banyak


digunakan di seluruh dunia kerana secara signifikan berkontribusi pada
pengurangan konsusmsi minyak mentah dan pencemaran lingkungan. Ini dapat
diproduksi dari berbagai jenis bahan baku seperti sukrosa, pati, linoselulosa dan
biomassa alga melalui proses fermentasi oleh mikroorganisme. Dibandingkan
dengan jenis mikroorganisme lainnya, ragi khususnya Saccharomyces Cerevisiase
adalah mikroba yang umum digunakan dalam produksi etanol kerana
produktivitas etanolnya yang tinggi, toleransi etanol yang tinggi, dan kemampuan
memfermentasi berbagai macam gula. Namun, terdapat beberapa tantangan dalam
fermentasi ragi yang menghambat produksi etanol seperti suhu tinggi, konsentrasi
etanol tinggi dan kemampuan untuk memfermentasi gula pentosa. Berbagai jenis
ragi strain telah digunakan dalam fermentasi untuk produksi etanol termasuk ragi
hybrid, rekombinan dan jenis liar. Ragi dapat secara langsung memefermentasi
gula sederhana menjadi etanol smentara jenis bahan baku lainnya harus diubah
menjadi gula yang dapat difermentasi sebelum dapat difermentasi menjadi etanol
(Azhar dkk., 2017).
Bioetanol merupakan etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung
komponen gula, pati atau selelulosa seperti singkong dan tetes tebu. Etanol
umumnya digunankan dalam idustri turunan alkohol, campuran untuk minum
keras seperti sake atau gin, dan bahan baku farmasi dan kosmetika. Berdasarkan
kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade yaitu grade industri dengan
kadar alkohol 90-94 %, netral dengan kadar alkohol 96-99,5 %, umumnya
digunakan untuk minuman keras atau bahan baku farmasi, dan grade bahan bakar
dengan kadar alkohol diatas 99,5-100 % (Hendrawati, 2018).
Etanol (etil alkohol) dengan rumus kimia C2H5OH adalah salah satu
turunan dari senyaw hidroksi atau gugus OH. Etanol mempunyai sifat tidak
berwarna, mudah larut dalam air, memiliki berat molekul 46,1, titik didih 78,3 ℃,
membeku pada suhu -117,3 ℃, densitas 0,789 pada suhu 20 ℃, nilai kalor 7077
kal/gram, panas laten penguapan 204 kal/gram dan angka oktan 91-105 (Alico,
1982). Etanol dapat diproduksi dari minyak bumi ataupun dari bahan nabati.
Etanol dari minyak bumi (dikenal sebagai etanol sintesis dihasilkan dari hidrasi
gas ethylene yang merupakan hasil samping pemrnian minyak bumi
menggunakan katalis asam pospat. Sementara etanol dari bahan nabati (dikenal
sebagai bioetano) dihasilkan dari fermentasi bahan mengandung karbohidrat
(Hendrawati, 2018).
Proses umum yang terlibat dalam produksi etanol adalah perlakuan awal,
hidrolisis, dan fermentasi. Produksi bioethanol selama fermentasi bergantung pada
beberapa faktor seperti suhu, konsentrasi gula, pH, waktu fermentasi, laju agitasi,
dan ukuran inoculum. Efisiansi dan produktivitas etanol dapat ditingkatkan
dengan melumpuhkan sel ragi (Azhar dkk., 2017).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat pelaksanaan Pembuatan Bioetanol diselenggarakan
melalui platform digital Zoom meetings pada hari Selasa tanggal 27 Oktober
2020, pada pukul 08.00 WIB s.d. selesai.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut : Jumlah
1. Gelas beker 250 ml 1 buah
2. Erlenmeyer 110 ml 1 buah
3. Gelas ukur 10 ml 1 buah
4. Blender 1 buah
5. Spatula 1 buah
6. Hotplate 1 unit
7. Timbangan 1 unit
8. Pipet tetes 1 buah
9. Tabung sentrifugasi 2 buah
10. Magnetic stirrer 1 buah
11. Kertas saring secukupnya
12. Alat sentrifugasi 1 unit
13. Saringan kain 1 buah
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah sebagai berikut : Jumlah
1. Singkong 100 gram
2. Ragi 5 gram
3. Asam sulfat (H2So4) 0,5 N 10 ml
4. Ammonium sulfat ((NH4)2SO4) 3 gram
5. Urea 3 gram
6. Aquadest 100 ml

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Sterilisasi Alat
a. Dibungkus alat yang akan digunakan menggunakan kertas berwarna
coklat;
b. Dibuka katup penutup autoclave. Pastikan air yang ada di dalam autoclave
berada di batas bawahS;
c. Dimasukkan alat ke dalam keranjang lalu masukkan ke dalam autoclave
d. Ditutup katup penutup autoclave dengan rapat; dan
e. Pastikan keran bawah autoclave tertutup dan air memenuhi batas.
3.3.2 Preparasi Sampel
a. Siapkan ubi yang telah dikupas kemudian dipotong menjadi bagian-bagian
kecil lalu ditimbang sebanyak 100 gram;
b. Ubi yang telah dipotong dimasukkan ke dalam blender dengan
menambahkan aquades sebanyak 100 ml;
c. Blender sampel sehingga halus;
d. Sampel disaring menggunakan saringan kain untuk mendapatkan
filtratnya;
e. Sampel didiamkan 15 menit sehingga membentuk endapan; dan
f. Filtrat dan endapan dipisahkan dengan cara dekatansi.
3.3.3 Proses Hidrolisis
a. Sampel yang telah diendapkan kemudian dihidrolisiskan sampel dengan
cara ditambahkan H2SO4 0,5 N sebanyak 10 ml;
b. Sampel dipanaskan pada suhu 100℃ selama 2,5 jam;
c. Dinginkan sampel sehingga mencapai suhu ruangan; dan
d. Hasil hidrolisis disaring menggunakan kertas saring sehingga mendapat
filtratnya.
3.3.4 Proses Fermentasi
a. Dimasukkan 50 ml sampel ke dalam erlenmeyer;
b. Ditambahkan 3 gram ammonium sulfat dan 3 gram urea kedalam sampel;
c. Sampel dipasteurisasikan selama 15 menit pada suhu 120 ℃;
d. Bakteri diinokulasikan di dalam clean bench;
e. Dimasukkan ragi fermipan sebanyak 5 gram ke dalam sampel dengan
menggunakan pipet tetes;
f. Lalu diaduk sehingga sampel merata; dan
g. Sampel diinkubasikan selama 3-6 hari dengan suhu ruangan (27-30 ℃).
3.3.5 Proses Sentrifugasi
a. Dimasukkan sampel yang telah diinkubasi selama beberapa hari ke dalam
tabung sentrifugasi menggunakan pipet tetes;
b. Dimasukkan tabung sentrifugasi yang berisi sampel ke dalam alat
sentrifugasi;
c. Tunggu beberapa menit setelah alat dihidupkan;
d. Setelah proses sentrifugasi selesai, diteteskan filtrat sampel ke atas prisma
refractometer secara merata;
e. Hidupkan alat, lihat, dan amati indeks bias melalui teropong; dan
f. Proses ini diulang sebanyak 3 kali dan dicatat indeks bias yang telah
diperoleh.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil

NO Sampel Indeks bias Kadar Alkohol (%)

1. Singkong 100 gr 1.3324 5,71%

2. Singkong 200 gr 1.3331 13,75%

3. Singkong 300 gr 1.3345 26,79%


Tabel 4.1 Persentase kandungan alkohol dan indeks bias pada sampel

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, pembuatan bioetanol
menggunakan bahan berpati dari singkong dengan jumlah sampel yang berbeda
yaitu 100 gram, 200 gram, dan 300 gram. Hasil praktikum ini menghasilkan
jumlah alkohol dari tiap-tiap sampel. Hasil perbandingan jumlah alkohol dapat
dilihat dari gambar 4.1 berikut:
30

25
Kadar Alkohol (%)

20

15

10

0
100 200 300
Massa Sampel (gram)

Gambar 4.1 Grafik Kadar Alkohol terhadap Massa Sampel


Berdasarkan pada gambar 4.1 menunjukkan bahwa semakin tinggi massa
sampel maka semakin tinggi pula kadar alcohol yang terdapat pada sampel. Pada
sampel 100 gram singkong dengan menggunakan 5 gram ragi menghasilkan kadar
alkohol 5,71%, sedangkan pada sampel 200 gram singkong dengan menggunakan
5 gram ragi menghasilkan kadar alcohol 13,75%, dan pada sampel 300 gram
dengan menggunakan 5 gram ragi menghasilkan kadar alcohol 26,795%.
Dari hasil praktikum diatas dapat kita simpulkan bahwa kadar alkohol
yang tinggi terdapat pada sampel 300 gram yang memiliki massa sampel yang
paling tinggi. Massa sampel dapat mempengaruhi jumlah kadar alkoholnya karena
semakin tinggi massa sampel dan semakin tinggi pula kadar alkoholnya dan kadar
alkohol juga dapat dipengaruhi oleh lamanya fermentasi, perbedaan waktu
fermentasi dapat menghasilkan perbedaan pertumbuhan mikroorganisme.
Semakin lama waktu fermentasi maka mikroorganisme yang tumbuh semakin
banyak sampai nutrisi di media tersebut habis, sehingga menunjukkan bahwa hasil
etanol berkurang secara progresif dengan peningkatan durasi fermentası (Dirayatı,
dkk., 2017).
Peningkatan konsentrasi gula hingga suatu kadar tertentu menyebabkan
laju fermentasi meningkat. Namun penggunaan konsentrasi gula yang berlebihan
akan menyebabkan laju fermentasi yang stabil. Ini karena konsentrasi penggunaan
gula berada di luar kapasitas serapan sel mikroba. Umumnya, laju produksi etanol
maksimum dicapai saat menggunakan gula pada konsentrasi 150 g / L.
Konsentrasi gula awal juga dianggap sebagai faktor penting dalam produksi
etanol. Produktivitas dan hasil etanol yang tinggi dalam fermentasi dapat
diperoleh dengan menggunakan konsentrasi gula awal yang lebih tinggi. Namun,
dibutuhkan waktu fermentasi yang lebih lama dan biaya pemulihan yang lebih
tinggi (Azhar, et al., 2017).

BAB V
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari praktikum ini antara lain:
1. Pada sampel singkong 100 gram menunjukkan bahwa kadar alkoholnya
5,71%, dan pada sampel singkong 200 gram menunjukkan bahwa kadar
alkoholnya 13.75% sedangkan pada sampel singkong 300 gram
menunjukkan bahwa kadar alkoholnya 26.79%.
2. Berdasarkan ketiga sampel yang memiliki kadar alkohol yang tinggi terdapat
pada sampel yang memiliki indeks biasnya yang tinggi, berarti semakin
tinggi indeks bias pada suatu sampel maka semakin tinggi pula kadar
alkoholnya.
3. Alkohol juga dapat dipengaruhi oleh lamanya fermentasi, semakin lama
waktu fermentasi maka mikroorganisme yang tumbuh semakin banyak
nutrisi di media tesebut habis.
4. Massa sampel juga dapat mempengaruhi kadar alkohol karena peningkatan
konsentrasi gula dapat menyebabkan laju fermentasi meningkat dan laju
produksi etanol maksimum dicapai saat menggunakan gula pada konsentrasi
150 gram/liter.

DAFTAR PUSTAKA
Azhar, S. H., Abdulla, R., Jambo, S., Marbawi, H., Gansau, J., Faik, A., &
Rodrigues, K. (2017). Yeasts in sustainable bioethanol Production: A
review. Biochemistry and Biophysics Reports, 10, 52-61.
Dirayati, Gani, A., & Erlidawati. (2017). Pengaruh Jenis Singkong Dan Ragi
terhadap Kadar Etanol Tape Singkong. IPA dan Pembelajaran IPA (JIPI),
1(1), 26-33.
H. Zabed, J. S. 2017. Bioethanol Production from Renewable Sources : Current
Perspective and Technological Progress. Renewable and Sustainable
Energy Reviews, 475 - 501.
Tri Yuni Hendrawati, A. I. 2019. Pemetaan Bahan Baku dan Analisis
Tekniekonomi Bioetanol dari Singkong (Manihot Utilissima) di Indonesia.
Jurnal Teknologi, 38.
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN
Tabel 1. Hasil Pengujian data dari pengujian indeks bias pada etanol standar

NO Sampel Standar etanol % Indeks bias


1. 10 1.3323
2. 20 1.3330
3. 30 1.3339
4. 40 1.3351
5. 50 1.3362

Tabel 2. Hasil pengolahan data pengujian indeks bias pada etanol hasil fermentasi
dari singkong setelah 96 jam.

NO Sampel Massa Ragi Indeks bias


1. Singkong 100 gr 5 gr 1.3324
2. Singkong 200 gr 5 gr 1.3331
3. Singkong 300 gr 5 gr 1.3345

Tabel 3. Hasil Pengujian data dari pengujian indeks bias pada air

NO Sampel Indeks bias


1. Air 1.3320

LAMPIRAN B
PERHITUNGAN DATA
B.1 Menghitung Konsentrasi (N) pada masing-masing etanol
a. Etanol 10%
ρ× %etanol ×10
N1 =
Mr
0,7893× 10 ×10
=
46,07
=1,713 N
b. Etanol 20%
ρ× %etanol ×10
N2 =
Mr
0,7893× 20 ×10
=
46,07
=3,426 N
c. Etanol 30%
ρ× %etanol ×10
N3 =
Mr
0,7893× 30 ×10
=
46,07
=5,139 N
d. Etanol 40%
ρ× %etanol ×10
N4 =
Mr
0,7893× 40 ×10
=
46,07
=6,853 N
e. Etanol 50%
ρ× %etanol ×10
N5 =
Mr
0,7893× 50 ×10
=
46,07
=8,566 N
f. Etanol 96%
ρ× %etanol ×10
N6 =
Mr
0,7893× 96 ×10
=
46,07
=16,447 N

B.2 Menghitung Volume Pengenceran


a. 96% → 50%
V1 N1 = V2N2
V1 × 16,447 = 100 ml × 8,566
V1 = 52,082 ml

b. 50% → 40%
V1 N1 = V2N2
V1 × 8,566= 100 ml × 6,853
V1 = 80,002 ml

c. 40% → 30%
V1 N1 = V2N2
V1 × 6,853 = 100 ml × 5,139
V1 = 74,989 ml

d. 30% → 20%
V1 N1 = V2N2
V1 × 5,139 = 100 ml × 3,426
V1 = 66,6 ml

e. 20% → 10%
V1 N1 = V2N2
V1 × 3,426 = 100 ml × 1,713
V1 =50 ml

B.3 Menghitung Persen Alkohol dari tiap sampel


Mencari nilai slope (m) terlebih dahulu
nsampel −¿n
Rumus: % sampel = air
¿ × 100 %
m
∆y
m=
∆x

a. Singkong 100 gram


Y 2−Y 1 ( 1× 10−3 ) −(3 ×10−4 )
m= = = 7×10-5
X 2−X 1 20−10
nsampel −¿n
% sampel singkong 100 gram = air
¿ × 100 %
m
1,3324−1,3320
= −5 × 100 %
3 ×10
4 × 10−4
= × 100 %
7 ×10−5
=5,71 %
b. Singkong 200 gram
Y 3−Y 1 ( 1,9× 10−3 ) −(3 ×10−4 ¿ ¿ )
m= = = 8×10-5
X 3− X 1 30−10
nsampel−¿n
% sampel singkong 200 gram = air
¿ × 100 %
m

1,3331−1,3320
= −5 × 100 %
8 ×10

1,1×10−3
= × 100 %
8× 10−5
= 13,75%
c. Singkong 300 gram
Y 4−Y 1 ( 3,1× 10−3 ) −(3 ×10−4 ¿ ¿ )
m= = = 9,33×10-5
X 4−X 1 40−10
nsampel−¿n
% sampel singkong 300 gram = air
¿ × 100 %
m
1,3345−1,3320
= −5 × 100 %
9.33 ×10
−3
2,5× 10
= × 100 %
9,33 ×10−5
= 26,79%

LAMPIRAN C
C.1 Gambar Jurnal Dasar Teori

Anda mungkin juga menyukai