Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum Hari / tanggal : Rabu / 19 Februari 2020

Teknologi Bioindustri Dosen : Prof. Dr. Purwoko


Kelompok :4
Golongan : P4
Asisten :
1. Syifa A (F34160063)
2. Siti Khodijah (F34160079)

PRODUKSI BIOETANOL

Disusun oleh :
Ilham Nashrullah Hidayat F34170127
Naufal Rais Mattjik F34170121
Dyahayu Palupi N F34170128
Alya Priscilla R F34170126
Maheswara Adhitsaqif D.T F34170130

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2020
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bioteknologi didefinisikan sebagai suatu bidang penerapan biosains dan
teknologi yang menyangkut penerapan praktis organism hidup atau komponen
subselulernya pada industri jasa dan manufaktur serta pengelolaan lingkungan
bioteknologi memanfaatkan bakteri, ragi, alga, sel tumbuhan atau sel jaringan hewan
yang dibiakkan sebagai konsituen berbagai proses termasuk pengolahan bahan
alternative menjadi sumber energy terbaharui yang ramah lingkungan. Penggunaan
bioetanol menjadi bahan bakar kendaraan dapat menjadi sebuah alternatif yang
aman, karena sumbernya berasal dari tumbuhan dan dapat mengurangi pencemaran
lingkungan. Proses pengolahan bioethanol dapat dilkukan dengan fermentasi, yaitu
teknologi yang menggunakan mikroorganisme baik secara seluler maupun subseluler
untuk produk makanan dan minuman seperti keju yogurt minuman alkohol asam-
asam organik acar sosis kecap, sumber energi, dan lain-lain.
Bioetanol merupakan bahan bakar berbasis nabati yang berpotensi sebagai
alternatif untuk mensubstitusi bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbarui.
Bioetanol merupakan sumber energi alternatif pengganti BBM yang terbuat dari
proses fermentasi bahan-bahan alami oleh mikroorganisme (Jeon, 2007). Efisiensi
produksi bioetanol diperoleh melalui ketepatan pemilihan jenis mikroorganisme,
bahan baku, dan kontrol proses fermentasi. Bahan baku bioetanol dapat berupa
sumber gula, sumber pati, dan sumber serat (lignoselulosa). Molases tebu merupakan
produk samping dari industri gula yang dapat dijadikan sebagai salah satu sumber
gula. Ketersediaan molases tebu yang berlimpah berpeluang mendatangkan
keuntungan pada biokonversi menjadi etanol. Molases memiliki kadar gula yang
sangat tinggi, lebih dari 50%. Pembuatan bioetanol dari molases hanya perlu
melewati dua tahap, yakni fermentasi dan destilasi karena molases merupakan jenis
bahan sukrosa, glukosa, dan fruktosa (Arif et.al 2016). Mikroorganisme yang
digunakan untuk fermentasi bioetanol adalah S. cerevisiae. Spesies ini akan memecah
gula menjadi etanol dan karbon dioksida. Penggunaan S. cerevisiae untuk proses
fermentasi memerlukan pengkondisian kadar gula awal. Kadar gula sampel yang akan
difermentasi tidak boleh lebih dari 20% karena dapat menghambat aktivitas khamir
dan tidak sempurnanya produksi bioetanol. Kadar gula yang terlalu tinggi
mengakibatkan waktu fermentasi lebih lama dan kemungkinan tidak seluruh gula
diubah menjadi alkohol (Wardani dan Pertiwi, 2013).

Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui cara produksi asam
sitrat dengan , kultivasi cair dan kultivasi substrat padat dengan memanfaatkan
Aspergillus niger , serta mengamati nilai pH, biomassa, gula sisa, dan total asamnya.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan pada praktikum kali ini antara lain inkubator
goyang, penangas, spatula, gelas ukur, neraca analitik, bunsen, lup, korek api,
elenmeyer, pipet volumetrik, pH meter, saringan, tabung reaksi, tabung ulir,
spektrofotometer, buret, otoklaf, dan corong. Sedangkan bahanbahan yang
dibutuhkan antara lain gula pasir, ekstrak tauge 20% (b/v), (NH 4)2SO4, KH2PO4,
aquades, Aspergillus niger , kertas saring, pereaksi DNS, NaOH 0,1 N, indikator PP,
onggok, dedak halus, alkohol, sumbat kapas, alufo dan KOH.

METODOLOGI

START

Biakan Saccharomycescereviseae disiapkan

Molasis diencerkan dengan air (1:4) dalam erlenmeyer sebanyak 450


ml

Larutan urea dibuat dengan konsentrasi 1 g/L sebanyak 50 ml

pH kedua larutan diatur menjadi 4,5 menggunakan asam sulfat encer


dan masing-masing larutan dibagi menjadi empat bagian

Semua larutan tersebut disterilkan dalam otoklaf 121oC selama 15


menit lalu didinginkan

Larutan dicampur secara aseptisdan diinokulasi dengan biakan


khamir sebanyak 1 lup

Labu erlenmeyer ditutup dengan leher angsa (kecuali jam ke 0) yang


diisi dengan larutan asam sulfat 10%

Labu diberi label untuk pengamatan jam ke 0, 24, 48, 73, dan 96 Jam
ke 0 langsung diamati
Masing-masing labu ditimbang

Semua labu di inkubasi pada suhu kamar

Semua labu diamati jumlah gas yang terbentuk, pH, OD 660 nm, dan
biomassa kering

FINISH

2. Pengamatan Sampel
A. Jumlah Gas Terbentuk
B. Pengukuran pH

Cairan hasil kultivasi cair diletakkan pada gelas ukur

pH meter direndam dalam caira terendam


n tersebut sampai katodanya

dibaca nilai pHnya

pH hasil pembacaan pH meter


c. OD660nm Spektofotometer
D. Biomassa

Kultivasi cair

dipisahkan antara cairan fermentasi dan biomassa dengan


kertas saring yang telah diketahui beratnya

oven sampai kering


Biomassa diikeringkan di

ditimbang

Bobot biomassa

E. Gula Sisa (Metode DNS)


1 ml sampel

dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah diisil DNS


3m

dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit

didinginkan pada suhu kamar

diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm

adsorbansi
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
[Terlampir]
Pembahasan
Bioetanol adalah etanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya
menggunakan proses farmentasi. Etanol atau ethyl alkohol (C2H5OH) berupa cairan
bening tak berwarna, terurai secara biologis (biodegradable), toksisitas rendah dan
tidak menimbulkan polusi udara yang besar bila bocor. Etanol yang terbakar
menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (Rikana dan Adam 2005). Keuntungan
penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi yaitu
penggunaan bahan bakar etanol dapat dikatakan tidak memberikan tambahan neto
karbondioksida pada lingkungan. Hal ini karena CO2 yang dihasilkan dari
pembakaran etanol diserap kembali oleh tumbuhan dan dengan bantuan sinar
matahari digunakan dalam proses fotosintesis. Bahan bakar bioetanol memiliki nilai
oktan tinggi sehingga dapat digunakan baik sebagai bahan peningkat oktan (octane
enhancer) menggantikan penggunaan senyawa eter dan penggunaan logam berat
seperti Pb sebagai anti-knocking agent yang memiliki dampak buruk terhadap
lingkungan. Dengan nilai oktan yang tinggi, maka proses pembakaran menjadi lebih
sempurna dan emisi gas buang hasil pembakaran dalam mesin kendaraan bermotor
lebih baik (Wheals et al. 1999 dalam Broto dan Richana 2005). Bioetanol bisa
digunakan dalam bentuk murni 7 ataupun sebagai campuran untuk bahan bakar
gasolin (bensin). Kelebihan etanol dibanding bensin yaitu etanol memiliki angka
research octane 108,6 dan motor octane 89,7 (Yuksel 2004 dalam Broto dan Richana
2005)

Produksi ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman yang


mengandung pati atau karbohydrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat
menjadi gula (glukosa) larut dalam air. Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses
pembuatannya dapat dibedakan berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu
Hydrolisa asam dan Hydrolisa enzyme. Berdasarkan kedua jenis hydrolisa tersebut,
saat ini hydrolisa enzyme lebih banyak dikembangkan, sedangkan hydrolisa asam
(misalnya dengan asam sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga proses pembuatan
glukosa dari pati-patian sekarang ini dipergunakan dengan hydrolisa enzyme. Dalam
proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan dengan
penambahan air dan enzyme; kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi
gula menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi pada
proses produksi ethanol/bio-ethanol secara sederhana ditujukkan pada reaksi 2 dan 3.
Bahan baku bioetanol dapat terbagi menjadi 3 bagian yaitu : Bahan berpati,
berupa singkong atau ubi kayu, ubi jalar, tepung sagu, biji jagung, biji sorgum,
gandum, kentang, ganyong, garut, umbi dahlia ; Bahan bergula, berupa molase (tetes
tebu), nira tebu, nira kelapa, nira batang sorgum manis, nira aren (enau), gewang, nira
lontar; dan bahan berselulosa, berupa limbah logging, limbah pertanian seperti jerami
padi, ampas tebu, janggel (tongkol) jagung, onggok (limbah tapioka), batang pisang,
serbuk gergaji (grajen) (Purba 2009).
Bahan baku bioetanol harus mudah diperoleh dan selalu tersedia sepanjang tahun
dalam jumlah besar. Selain itu, substrat harus mengandung gula sederhana yang
cukup tinggi, yaitu glukosa, fruktosa, atau sukrosa, sehingga dapat digunakan oleh
Rhizopus oryzae, Zymomonas mobilis, maupun Saccharomyces cerevisiae dalam
tahap fermentasi (Purba 2009). Di Indonesia, produksi bioetanol sebagian besar
menggunakan tetes tebu (molasses) yang merupakan hasil samping dari produksi
gula. Sehingga tidak akan mempengaruhi ketersediaan tebu.
Selain ethanol/bio-ethanol dapat diproduksi dari bahan baku tanaman yang
mengandung pati atau karbohydrat, juga dapat diproduksi dari bahan tanaman yang
mengandung selulosa, namun dengan adanya lignin mengakibatkan proses
penggulaannya menjadi lebih sulit, sehingga pembuatan ethanol/bio-ethanol dari
selulosa tidak perlu direkomendasikan. Meskipun teknik produksi ethanol/bioethanol
merupakan teknik yang sudah lama diketahui, namun ethanol/bio-ethanol untuk
bahan bakar kendaraan memerlukan ethanol dengan karakteristik tertentu yang
memerlukan teknologi yang relatif baru di Indonesia antara lain mengenai neraca
energi (energy balance) dan efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih lanjut
mengenai teknologi proses produksi ethanol masih perlu dilakukan. Secara singkat
teknologi proses produksi ethanol/bio-ethanol tersebut dapat dibagi dalam tiga tahap,
yaitu gelatinasi, sakharifikasi, dan fermentasi (Musanif 2012).
Terdapat beberapa faktor penting yang mempengaruhi proses fermentasi gula
menjadi alkohol, yaitu jenis dan jumlah mikroba, lama fermentasi dan media tumbuh
mikroba. Jenis mikroba berpengaruh terhadap lama fermentasi dan kadar alkohol
yang akan dihasilkan. Dalam fermentasi alkohol pada umumnya digunakan khamir
karena efektif mengkonversi gula menjadi alkohol secara optimal. S. cerevisae
memerlukan media dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Unsur-unsur
utama yang dibutuhkan adalah nitrogen, fosfor, karbon, hidrogen, zat besi dan
magnesium. S. cerevisae menggunakan garam amonium, asam amino, dan sejumlah
peptida sebagai sumber nitrogen. Lama fermentasi berpengaruh terhadap kadar
alkohol/etanol yang akan dihasilkan (Azizah et al., 2012; Hasanah et al., 2012;
Usmana et al., 2012; Hawusiwa et al., 2015). Semakin lama waktu fermentasi,
semakin besar kemampuan S. cerevisae untuk memecah gula/ glukosa menjadi
alkohol (Utama et al., 2013). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian optimalisasi
konsentrasi urea, waktu fermentasi, dan konsentrasi starter S. cerevisiae yang
digunakan pada saat fermentasi dan pengaruh interaksi dari masing-masing faktor
tersebut.

Praktikum kali ini memproduksi bioetanol dari molase dengan acuan waktu
yang berbeda, percobaan kali ini mengikuti literatur yakni menurut Rohmatningsih
(2014), Dari variasi waktu fermentasi 24, 48, 72, dan 96 jam diketahui bahwa waktu
fermentasi 72 jam lebih efisien untuk produksi etanol. Penurunan pada jam ke- 96
disebabkan karena biomassa yang tersedia telah habis sehingga jumlah gas yang
dihasilkan menurun. Pengamatan dilakukan pada beberapa hal, yaitu jumlah gas, pH,
kadar gula, biomassa, dan kadar alkohol. Namun karena keterbatasan waktu jadwal
kuliah sehingga pengamatan dilakukan pada hari 0, 1, 2, 4,dan 5.
Waktu fermentasi yang berbeda membuat data jumlah gas yang dihasilkan
pun berbeda, jumlah gas dari hari pertama, kedua, keempat, dan kelima berturut-turut
sebesar 459,9gr ;464,1 gr ;467,4gr ;471,4gr ;466,9gr. Meningkatnya jumlah gas yang
terbentuk tersebut disebabkan oleh pertumbuhan mikroba perombak pati menjadi
glukosa dan mikroba perombak glukosa menjadi alkohol yang semakin banyak,
sehingga kadar alkohol yang dihasilkan juga semakin banyak. Jumlah gas yang
cenderung meningkat tersebut menunjukkan bahwa kemampuan Saccharomices
cerevisea cukup optimal atau jumlah biomassa tercukupi sehingga produksi etanol
cenderung meningkat (Desrosier 1989). Pada hari kelima atau jam ke jumlah gas
yang dihasilkan sudah menurun, menurut Rohmatningsih (2014), hal ini dikarenakan
biomassa yang telah habis pada hari ke 4 atau jam 96 sehingga pada pengamatan hari
ke 5 jumlah gas yang dihasilkan mulai menurun.
Pengamatan selanjutnya adalah pH. Pada hari 0 pH yang didapat sebesar 5,9.
Dan pada hari 1 sampai hari 5 pH yang didapat tidak berubah sebesar 6. Hal ini
seharusnya tidak terjadi, karena semakin lama proses fermentasi berlangsung maka
tingkat keasaman akan semakin tinggi. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan
menurut Amerine et al (1972), pada proses fermentasi dihasilkan asam - asam
mudah menguap, diantaranya asam laktat, asam asetat, asam formiat, asam butirat
dan asam propionat. Semakin tinggi kadar keasaman bahan, pH bahan tersebut
semakin menurun. Kesalahan data pada pengukuran pH dapat disebabkan beberapa
hal salah satunya alat pH meter yang digunakan tidak berfungsi dengan baik atau pH
meter tidak dibersihkan sebelum dipakai untuk mengukur sehingga hasil yang
ditunjukan tidak akurat.
Molase memiliki kadar gula yang cukup untuk pembuatan etanol, molase
memiliki kadar gula sekitar 10-18% (Simajuntak 2009). Pengamatan kadar gula yang
dilakukan pada hari ke 0 sebesar 16, pada hari ke 1 sebesar 14, hari ke 2 sebesar 12,
dan hari ke 4 dan 5 sebesar 9. Kadar gula yang menurun ini sesuai dengan literatur
karena digunakan sebagai energi untuk proses fermenstasi. Menurut Buckle (1987),
karbon dan energi diperoleh dari gula karbohidrat sederhana seperti glukosa.
Karbohidrat sederhana merupakan sumber karbon yang paling banyak digunakan
dalam fermentasi oleh sel khamir. Sehingga biomassa yang semakin tinggi membuat
kadar gula semakin menurun.
Jumlah biomassa juga merupakan salah satu pengmatan kali ini, jumlah
biomassa juga berhubungan dengan kadar alkohol yang dihasilkan. Pada hari pertama
jumlah biomassa yang ada sebesar 0,87gr dan kadar alkohol sebesar 2%, pada hari
kedua jumlah biomassa meningkat menjadi 1,3gr dan kadar alkohol sebesar 8%, pada
hari ke 4 jumlah biomassa sebesar 1,5 dengan kadar alkohol 10% dan pada hari ke 5
berat biomassa yang dihasilkan sebesar 1,93gr dan kadar alkohol 10%. Secara garis
besar, hasil yang didapat sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa mikroba
yang terbentuk akan semakin banyak seiring dengan meningkatnya waktu perlakuan.
Semakin besar jumlah mikroba perombak pati menjadi glukose dan mikroba
perombak glukose menjadi alkohol semakin banyak, sehingga kadar alkohol yang
dihasilkan semakin tinggi (Desrosier 1989).
Aplikasi Bioetanol contohnya adalah sebagai Green Energy Alternative dari
limbah seperti limbah cucian beras, susu kadaluwarsa, limbah buah stroberi, limbah
kulit nanas, limbah kulit dan bonggol pisang, limbah batang jagung dan sebagainya,
umumnya proses pembuatan bioetanol adalah dengan cara hidrolisis, fermentasi dan
destilasi (Arlianti 2018).

PENUTUP

Simpulan

DAFTAR PUSTAKA

Amerine M. A and M. V. Croes. 1972. The Technology of Wine Making. Westport


(AS) : The AVI Publishing Company.
Arif A, Diyono W, Budiyanto A, Richana N. 2016. Analisis rancangan factorial tiga
faktor unutk optimalisasi produksi bioethanol dari molasses tebu. Jurnal
Informatika Pertanian. 25(1): 145-154
Arlianti L. 2018. Bioetanol Sebagai Sumber Green Energy Alternatif yang Potensial
Di Indonesia. Jurnal Keilmuan dan Aplikasi Teknik UNISTEK. 5(1) : 16-22.
Broto, W. dan N. Richana. 2007. Inovasi Teknologi Proses Industri Bioetanol dari
Ubi Kayu Skala Perdesaan. http://balitkabi.bimasakti.malang.te.
net.id/PDF/05-BB%20Pascapanen.Bioetanol.pdf. Diakses pada 1 Maret 2020.
Buckle K. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta (ID) : UI-Press.
Desrosier. 1989. Teknologi pengawetan pangan. Penerjemah M. Muljohardjo. Jakarta
(ID): UI-Press.
Mangunwidjadja D dan A. Suryani. 1994. Teknologi Bioproses. Jakarta (ID) :
Penebar Swadaya.
Musanif, Jamil. 2012. Bio Etanol. Jakarta (ID) : Departemen Pertanian Replubik
Indonesia
Purba R P. 2009. Produksi Etanol dengan Variasi Inokulum dan Kadar Pati Jagung
Pada Kultur Sekali Unduh. [Thesis]. Yogyakarta (ID): Fakultas Tenobiologi,
Universitas Atmajaya Yogyakarta.
Rikana, H. dan R. Adam. 2009. Pembuatan Bioetanol dari Singkong Secara
Fermentasi
Menggunakan Ragi Tape. http://eprints.undip.ac.id/3674/1/
makalah_bioethanol_Heppy_R.pdf. Diakses pada tanggal 1 Maret 2020.
Rohmatningsih R N. 2014. Optimalisasi fermentor untuk produksi etanol dan analisis
hasil fermentasi menggunakan gas chromatografi. Jurnal Matematika, Sains,
dan Teknologi. Vol 15 (1) : 13 – 20.
Simanjuntak R. 2009. Studi Pembuatan Etanol dari Limbah Gula (Molase). (Skripsi).
Medan (ID): USU.
Sumo, Sumantri, Subono.1993. Prinsip Bioteknologi. Jakarta (ID): PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Usmana, A.S., S. Rianda dan Novia. 2012. Pengaruh volume enzim dan waktu
fermentasi terhadap kadar etanol (bahan baku tandan kosong kelapa sawit
dengan pretreatment alkali). Jurnal Teknik Kimia. 18(2): 17-25.
Utama, A.M., A.W. Legowo dan A.N. Al-Baarri. 2013. Produksi alkohol, nilai pH,
dan produksi gas pada bioetanol dari susu rusak dengan campuran
limbah cair tapioka. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan . 2(2): 93-100.
Wheals, A.E., Basso, L.C., Alves, D.M.G., Amorin, H.V. 1999. Fuel ethanol after 25
years. USA : Trends in Biotechnology 17, 482–487.
Yuksel, F., Yuksel, B., (2004), The Use Of Ethanol-Gasoline Blend As A Fuel In An
SI Engine, Renewable Energy, Vol 29 pp 1181-1191, Elsevier

Anda mungkin juga menyukai