PRAKTIKUM : PPET
DIBUAT OLEH
Viona Khaira Fuadi 2113020
KELOMPOK :4
ANGGOTA KELOMPOK :
1. Farhan Johansyah Putra
2. Febi Indrawati
3. Rivaldo Saputra
4.
Praktikum : PPET
BAB I
PENDAHULUAN
Kebutuhan energi dari bahan bakar minyak bumi (BBM) di berbagai negara di dunia
dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan tajam, tidak hanya pada negara-
negara maju saja, tetapi juga di negara berkembang termasuk Indonesia. Untuk mengantisipasi
terjadinya krisis bahan bakar minyak bumi (BBM) pada masa yang akan datang, saat ini telah
dikembangkan sumber energi yang baru dan terbarukan sekaligus ramah lingkungan. Energi
terbarukan adalah energi yang dapat diperbaharui dan apabila dikelola dengan baik, sumber
daya itu tidak akan habis. Jenis energi terbarukan meliputi biomassa, panas bumi, energi surya,
Etanol merupakan biofuel, dan mem- punyai prospek baik sebagai penganti bahan
bakar cair dan gasohol dengan bahan baku yang dapat diperbaharui, ramah lingkungan serta
sangat menguntungkan secara ekonomi mikro terhadap komunitas pedesaan terutama petani.
Menurut keputusan menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 “Bioetanol (E100) adalah produk
etanol yang dihasilkan dari bahan baku hayati dan biomasa lainnya yang diproses secara
bioteknologi dan wajib memenuhi standar mutu (spesifikasi) sesuai dengan ketentuan peraturan
TINJAUAN P[USTAKA
Bagian utama yang bernilai ekonomis dari nanas adalah buahnya. Buah nanas selain dikonsumsi
segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirup dan
lain-lain. Selain buahnya, bagian lain nanas dapat dimanfaatkan seperti kulit buah. Kulit buah nanas
dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak yang disebut silase.Selama periode 2008 – 2010
produksi nanas Indonesia rata-rata sebesar 1,46 juta ton/tahun. (Badan Pusat Statistik Indonesia 2010).
Dengan semakin meningkatnya produksi nanas, maka limbah yang dihasilkan akan semakin meningkat
pula. Di bawah ini merupakan tabel analisis proksimat limbah kulit nanas:
Menurut analisa diatas komponen terbesar dalam kulit nanas adalah air (86,7%) dan karbohidrat
(10,54%). Karbohidrat terbagi menjadi tiga yaitu : monosakarida (glukosa dan fruktosa), disakarida
(sukrosa, maltosa dan laktosa) dan polisakarida (amilum, glikogen dan selulosa). Menurut Hasnely dan
Dewi (1997) kandungan gula reduksi pada filtrat kulit nanas sebesar 11,40 %. Mengingat kandungan
gula yang cukup tinggi tersebut maka kulit nanas memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan
2.2 Etanol
Etanol adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen, sehingga dapat
dilihat sebagai derivat senyawa hidrokarbon yang mempunyai gugus hidroksil dengan rumus C2H5OH.
Bioetanol direkayasa dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (hidrolisis dan fermentasi). (Rama
Prihandana, 2007) Kegunaan etanol antara lain sebagai berikut : a. Campuran dalam minuman b.
Farmasi : sebagai pelarut untuk membuat esen, ekstrak dan sebagainya. c. Untuk sintesis : misalnya eter,
yodoform, kloroform dan sebagainya. d. Larutan 70% dipakai sebagai anti septik. e. Dipakai sebagai
pegawet contoh-contoh biologik. (Riawan, 1990) f. Campuran 85% bensin dengan 15% etanol memiliki
angka oktan yang lebih tinggi, hal ini berarti mesin dapat terbakar lebih panas dan lebih efisien. Karena
etanol sangat korosif terhadap sistem pembakaran, meliputi selang, gasket karet, aluminum, dan ruang
pembakaran maka untuk campuran etanol konsentrasi tinggi (100%), mesin perlu dimodifikasi dengan
2.3 Hidrolisa
Hidrolisa adalah suatu proses antara reaktan dengan air agar suatu senyawa pecah atau terurai. Reaksi ini
merupakan reaksi orde satu, karena air yang digunakan berlebih, sehingga perubahan reaktan dapat
diabaikan. Ada beberapa hidrolisa yaitu : 1. Hidrolisa murni, sebagai reaktan hanya air. Kelemahan zat
penghidrolisa ini adalah prosesnya lambat kurang sempurna dan hasilnya kurang baik. Biasanya
ditambahkan katalisator dalam industry. Zat penghidrolisa air ditambahkan zat-zat yang sangat reaktif.
Untuk mempercepat reaksi dapat juga digunakan uap air pada temperatut tinggi. 2. Hidrolisa dengan
katalis larutan asam, bisa berupa asam encer atau pekat. Asam biasanya berfungsi sebagai katalisator
dengan mengaktifkan air dari kadar asam yang encer. Umumnya kecepatan reaksi sebanding dengaan
ion H+ tetapi pada konsentrasi yang tinggi hubungannya tidak terlihat lagi.
Di dalam industri asam yang dipakai adalah H2SO4 dan HCl. Pembuatan Bioetanol dari Kulit
Nanas Melalui Hidrolisis dengan Asam 13 (Ari Diana Susanti, Puspito Teguh Prakoso, Hari Prabawa) 3.
Hidrolisa dengan katalis larutan basa, bisa berupa basa encer atau pekat. Basa yang dipakai adalah basa
encer, basa pekat dan basa padat. Reaksi bentuk padat sama dengan reaksi bentuk cair. Hanya reaksinya
lebih sempurna atau lebih reaktif dan hanya digunakan untuk maksud tertentu, misalnya proses
peleburan benzene menjadi phenol. 4. Hidrolisa dengan katalis enzim. Suatu zat yang dihasilkan oleh
mikroorganisme, biasanya digunakan sebagai katalisator pada proses hidrolisa. Penggunaannya dalam
industry misalnya pembuatan alkohol dari tetes tebu oleh enzim. (Groggins,1958)
Reaksi hidrolisa bisa terjadi pada semua ikatan yang menghubungkan monomer yang satu
dengan yang lainnya sehingga diperoleh produk berupa glukosa.(kirk,1960) Asam yang biasa digunakan
adalah asam asetat, asam fosfat, asam klorida dan asam sulfat. Asam sulfat banyak digunakan di Eropa
dan asam klorida banyak digunakan di Amerika. Diantara asam-asam tersebut, asam klorida merupakan
asam yang paling sering digunakan terutama untuk industri makanan karena sifatnya mudah menguap
sehingga memudahkan pemisahan dari produknya. Selain itu asam tersebut dapat menghasilkan produk
yang berwarna terang. (Kirk, 1960). Kondisi proses hidrolisa untuk suatu bahan berbeda dengan kondisi
proses untuk bahan lain. Hal ini disebabkan jenis dan komposisi pati suatu bahan berbeda dari jenis dan
komposisi bahan lainnya. (kirk,1960) Laju proses hidrolisa pati akan bertambah oleh kenaikan suhu
maupun konsentrasi asam tetapi akan menurun pada konsentrasi pati yang tinggi. Pada suhu kurang dari
100 °C, proses hidrolisa berjalan dengan lambat, tetapi pada suhu lebih dari 100 °C gula pereduksi yang
2.4 Fermentasi
Proses fermentasi merupakan proses biokimia dimana terjadi perubahan-perubahan atau reaksi-
reaksi kimia dengan pertolongan jasad renik penyebab fermentasi tersebut bersentuhan dengan zat
makanan yang sesuai dengan pertumbuhannya. Akibat terjadinya fermentasi sebagian atau seluruhnya
akan berubah menjadi alkohol setelah beberapa waktu lamanya. Fermentasi oleh yeast, misalnya
Sacharomyces cereviseae dapat menghasilkan etil alkohol (etanol) dan CO2 melalui reaksi sebagai
berikut: C6H12O6 yeast C2H5OH + 2 CO2 Glukosa etanol Reaksi ini merupakan dasar dari pembuatan
Sacharomyces cereviseae. Fungsi enzimzimase adalah untuk memecah polisakarida (pati) yang masih
terdapat dalam proses hidrolisis untuk diubah menjadi monosakarida (glukosa). Sedangkan enzim
invertase selanjutnya mengubah monosakarida menjadi alkohol dengan proses fermentasi. Pembuatan
starter Starter adalah inokulasi yeast dari biakan murni. Yeast yang digunakan adalah Sacharomyces
Memperbanyak jumlah yeast, sehingga dihasilkan lebih banyak, reaksi biokimianya akan
Melatih ketahanan yeast Untuk tujuan tersebut yang penting diperhatikan adalah zat asam yang
terlarut. Oleh karena itu botol pembuatan starter cukup ditutup dengan kapas dan kertas saring,
dikocok untuk memberi aerasi. Aerasi ini penting karena pada pembuatan starter tidak
2.5 Distilasi
Distilasi adalah suatu metode operasi yang digunakan pada proses pemisahan suatu komponen
dari campurannya berdasarkan perbedaan titik didih komponen dengan menggunakan panas sebagai
Pada proses distilasi, fase uap akan segera terbentuk setelah larutan dipanaskan. Uap dan cairan
dibiarkan mengadakan kontak sehingga dalam waktu yang cukup semua komponen yang ada dalam
larutan akan terdistribusi dalam fase membentuk distilat. Dalam distilat banyak mengandung komponen
dengan tekanan uap murni lebih tinggi atau mempunyai titik didih lebih rendah. Sedangkan komponen
yang tekanan uap murni rendah atau titik didih tinggi sebagian besar terdapat dalamresidu. Prinsip dasar
inilah yang membedakan pengertian tentang proses pemisahan secara distilasi dengan proses evaporasi
atau drying walaupun ketiganya menggunakan panas sebagai tenaga pemisahnya. (Geankoplis, 1983)
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1.1 Alat
2. Seperangkat alat penangas air (kompor, gas, panci) untuk mensterilkan larutan atau jus
kulit nanas dan air untuk membuat starter
b. Alat fermentor selang dan botol untuk menangkap gas 𝐶𝑂2 pada hasil fermentasi
a. Labu destilasi sebagai wadah larutan yang akan dipisahkan atau hasil fermentasi
c. Standar dan klem untuk penegak atau penyangga labu destilasi dan kondensor
8. Pipet tetes untuk mengambil 𝐻2𝑆𝑂4 saat mengatur pH starter maupun larutan yang akan
difermentasi
3.1.2 Bahan
1. Kulit nanas sebagai bahan baku atau biomassa dalam pembuatan bioetanol pada metode
fermentasi menggunakan cara manual
2. Gula sebagai bahan baku dalam pembuatan bioetanol metode fermentasi menggunakan
alat fermentator canggih
5. 𝐻2𝑆𝑂4 untuk memberikan suasana asam yaitu pada pH 4,5-4,8 pada proses fermentasi
7. Kapas steril untuk menutup pada erlenmeyer pada proses pembuatan starter agar tidak
terjadi kontaminasi oleh mikroba udara
1. Dimasukkan air sebanyak 100 ml ke dalam erlenmeyer 250 ml dipanaskan dalam penangas
pada suhu 80°C selama 10 menit
2. Dipotong kecil-kecil lalu diblender dengan penambahan air sebanyak 25% dari berat
bahan baku keseluruhan
3. Jus kulit nanas tersebut dihidrolisis menggunakan air dengan metoda pemanasan
1. Setelah dilakukan hidrolisis pada bahan baku, jus kulit nanas dimasukkan ke dalam
botol 1 dan botol 2
5. Ditutup botol satu dengan penutup botol lalu dihubungkan selang ke dalam
botol lain berisi air
6. Untuk botol 2 diisi sisa starter dan ditutup dengan penutup botol lalu dipasang airlock
3. Dibaca skala pada alkohol meter selurus dengan batas larutan pada gelas ukur
4. Dicatat Skala yang terbaca pada alkohol meter
Berikut beberapa penugasan yang terdapat pada percobaan pembuatan bioethanol dari
kulit nanas :
1. Bahan baku yang digunakan kulit nanas yang sudah diblender sebanyak 8 kg menjadi 2
liter jus kulit nanas
2. Bahan baku dibagi menjadi dua variasi untuk dua treatment menggunakan selang dan airlock
3. Masa fermentasi selama 7 hari
4. Penggunaan pelarut air sebanyak 25% per berat bahan baku
Lembar Pengamatan
Kelompok IV
Praktikum : Proses Produksi Energi Terbarukan
4.1 Hasil
Berikut hasil yang diperoleh dari praktikum pembuatan bioetanol adalah sebagai
berikut:
ragi (gr) 1
variasi I
vol awal 1200
vol sebelum distilasi 500
destilat 54
%Yield A 10,8%
Kadar Bioetanol A 38%
variasi II
vol awal 860
vol sebelum distilasi 800
destilat 63
%Yield B 7,88%
Kadar Bioetanol B 67%
Gambar 4.1.2 Kurva Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Yield
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hidrolisa dengan Pemanasan (HCl)
Pembuatan bioetanol dari jus kulit
nanas diawali dengan proses hidrolisa
dengan pemanasan. Pemanasan yang
digunakan dilakukan selama beberapa
menit sampai disium aroma seperti
dodol nanas.Proses hidrolisa ini
bertujuan untuk mengubah
polisakarida (pati) menjadi
monosakarida (glukosa).
Reaksi Hidrolisa :
(C6H10O5)n + n H2O n C6H12O6
4.2.3 Distilasi
4.3 .Pembahasan
Padahal proses pembuatan etanol dengan menggunakan metode fermentasi den
gan menggunakan ragi tapai (Saccaromyses cervisiae). Penambahan ragi tapai
dilakukan dengan tujuan untuk mengubah glukosa menjadi alkohol, pada saat p
roses pembuatan bioetanol dari kulit nanas ditambahkan H2SO4, hal ini bertuju
an untuk mengatur PH larutan.Pembuatan bioetanol pada dasarnya menggunak
an sel khamir, sel khamir yang digunakan pad praktikum ini adalah Saccharom
yses cerevisiae.Sel khamir ini menghasilkan dua enzim dalam pembuatan bioet
anol ini yaitu enzim zimase dan invertase, enzim ini lah yang betugasuntukme
mbuat bioetanol. Enzim zimase memiliki fungsi untuk memecah sukrosa yang t
erdapat pada kulit nanas menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa),sedangk
an enzim invertase berfungsi untuk mengubah glukosa menjadi bioetanol.Pada
pembuatan bioetanol dilakukan proses pendinginan, pendinginan ini dilakukan
untuk memaksimalkan kinerja ragi yang digunakan. Karna ragi berperan pentin
g pada pembuatan bioetanol, pencampuran ragi harus dilakukansaat larutan nan
as yang telah dilakukan pemanasan dingin, karna jika dalam keadaan panas rag
i dicampurkan maka ragi tidak dapat mengubah sukrosamenjadi etanol.proses p
emanenan starter ragi dimana terlalu cepat pemanenan ragi, maka jumlah starte
r ragi yang dikembangkan lebih sedikit dan hal tersebut sangat mempengaruhi r
endemen bioethanol nantiknya. Ketika konsentrasi ragi yang digunakan melew
ati konsentrasi optimum maka proses konversi bioetanolnya akan semakin cepa
t dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dan Ketika melewati dari waktu opti
mumnya maka konsentrasi bioethanol akan semakin berkurang Ketika waktu p
emanenan yang digunakan pada percobaan 5 hari tersebut maka dari itulah kad
ar bioethanol untuk konsentrasi 1 dan 1,2g semakin menurun. Hal tersebut dijel
askan oleh Roukas (1996) ,penurunan bioethanol terjadi pada konsentrasi gluko
sa berlebih sebagai efek inhibisi substrat dan produk. Menurut (Melwita,2001)
Selain itu yang menyebabkan glukosa makin meningkat karena jumlah nutrisi y
ang tersedia tidak sebanding dengan dengan jumlah Saccaromyces cerevisiae y
ang lebih banyak, sehingga Saccharomyces cerevisiae kekurangan makanan ya
ng mengakibatkan kinerja Saccharomyces cerevisiae untuk mengubah glukosa
menjadi bioethanol menurun dan jumlah glukosa sisa menjadi lebih banyak.
Dan variasi II pemanenan bioethanol dilakukan pada hari ke-14 dan dapat dika
takan sebagai hari optimum dalam pemanenan bioethanol dari kulit nanas halte
rsebut dikarenakan kadar etanol yang dihasilkan lebih banyak. Untuk variasi II
kadar ragi optimumnya yaitu 1g dengan kadar etanol 67% untuk distilasi perta
ma , dimana umumunya distilasi pertama diperoleh kadar etanol kisaran 25 -35
% dan distilasi kedua yaitu 55-70% dan distilasi ketiga kisaran sampai 95%. Na
mun variasi II menghasilkan rendemen yang lebih sedikit dibandingkan Variasi
I hal tersebut dikarenakan volume awal variasi II lebih sedikit disbanding deng
an variasi I . Waktu fermentasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh Saccharomy
ces cerevisiae mengubah atau memfermentasi glukosa menjadi bioetanol. Pada
proses fermentasi, waktu fermentasi mempengaruhi kadar bioetanol yang dihas
ilkan. Lama fermentasi pada proses produksi bioetanol sangat mempengaruhi k
adar bioetanol yang dihasilkan. Jika bioetanol yang terkandung di dalam substr
at tinggi maka hal ini justru akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan Sac
charomyces cerevisiae. Oleh karena itu dibutuhkan lama fermentasi yang tepat
untuk proses fermentasi bioetanol agar didapatkan kadar etanol dalam jumlah y
ang tinggi [Azizah, 2012] .
Pada kulit nanas terdapat reaksi enzimatis yang dilakukan oleh enzim selulase
yang mengubah selulosa menjadi glukosa, selanjutnya glukosa yang dihasilkan
akan difermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae m
enghasilkan enzim zimase dan invertase. Enzim zimase berfungsi sebagai peme
cah sukrosa menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa). Enzim invertase sel
anjutnya mengubah glukosa menjadi bioetanol [Judoamidjojo dkk, 1992].
Seperti mikroorganisme yang lain, pertumbuhan dari Saccharomyces cerevisiae
dapat digambarkan dengan kurva pertumbuhan yang menunjukkan masingmasi
ng fase pertumbuhan. Ada 4 fase pertumbuhan yang meliputi fase adaptasi, fase
tumbuh cepat, fase stasioner, dan fase kematian. Fase adaptasi digambarkan de
ngan garis kurva dari keadaan nol kemudian sedikit ada kenaikan. Di dalam fas
e ini Saccharomyces cerevisia mengalami masa adaptasi dengan lingkungan da
n belum ada pertumbuhan. Fase tumbuh cepat yang digambarkan dengan garis
kurva yang mulai menunjukkan adanya peningkatan yang tajam. Pada fase ini
Saccharomyces cerevisiae mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Di dala
m fase ini terjadi pemecahan gula secara besar-besaran guna memenuhi kebutu
han pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Hasil pemecahan gula oleh Sacch
aromyces cerevisiae dalam keadaan anaerob menghasilkan alkohol. Kemungki
nan dihasilkan alkohol paling tinggi pada fase ini. Fase stasioner digambarkan
dengan garis kurva mendatar yang menunjukkan jumlah Saccharomyces cerevi
siae yang hidup sebanding dengan jumlah yang mati. Fase kematian digambark
an dengan penurunan garis kurva. Pada fase ini jumlah Saccharomyces cerevisi
ae yang mati jumlahnya lebih banyak sampai akhirnya semua Saccharomyces c
erevisiae mati [Azizah, 2012].
A. KESIMPULAN
Pembuatan bioetanol dari kulit singkong dilaksanakan melalui 3 tahap :
1. Tahap hidrolisa pemanasan : jus kulit nanas dihidrolisa selama 30
menit pada suhu didihnya 103oC. Larutan hidrolisa sampai
menghasilkan wangi khas nanas
2. Tahap fermentasi : Larutan hidrolisa difermentasi pada suhu kamar
dengan pH 4,5 selama 7 hari menggunakan 0,5 gr dan 1 gr ragi roti.
Larutan hasil fermentasi pada akhir hari ke 7 masih mengandung kadar
etanol sebesar 38 % dan selama 14 hari untuk variasi ke-2 mengandung
kadar etanol 67%.
3. Tahap distilasi : Larutan hasil fermentasi didistilasi pada suhu 80oC
sampai tidak ada tetesan lagi. Distilat yang diperoleh adalah larutan
etanol dengan variasi ke-1 yaiti 54 ml dan 63 ml untuk variase ke-2.
B. Saran
1. Pada penelitian ini hanya kadar etanol dalam hasil
distilasi,yangdianalisa padahal sebenarnya kadar etanol dalam hasil
fermentasi juga perlu dianalisa.
2. Analisa kadar etanol yang digunakan berdasarkananali sa densitas.
Sebaiknya kadar etanol dianalisa
menggunakan:kromatografigassehingga dapat mengetahui etanol yang
dihasilkan adalah etanolmurni tanpa campuran senyawa lain (metanol,
asam asetat).
DAFTAR PUSTAKA
Brown, G.G., 1987, Unit Operations, John Wiley and Sons Inc, New York