Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM : PPET

MODUL PERCOBAAN : BIOETANOL

DIBUAT OLEH
Viona Khaira Fuadi 2113020

KELOMPOK :4
ANGGOTA KELOMPOK :
1. Farhan Johansyah Putra
2. Febi Indrawati
3. Rivaldo Saputra
4.

Nilai Lap Awal


Nilai Lap Akir
Nilai akir

LABORATORIUM PROSES INDUSTRI KIMIA


POLITEKNIK ATI PADANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Kelompok :4

Praktikum : PPET

Modul Percobaan :Bioetanol

Tanggal Praktikum : 19-Maret-2023


Dosen Pembimbing : Rosalina M.T

Analis/Asisten : Faldi Lulrahman M.t

No Nama Praktikan Buku Pokok

1 Viona Khaira Fuadi 2113020

2 Farhan Johansyah Putra 2113009

3 Febi Indrawati 2113010

4 Rivaldo Saputra 2113019

Catatan Tanggal Paraf Dosen Pembimbing

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan energi dari bahan bakar minyak bumi (BBM) di berbagai negara di dunia

dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan tajam, tidak hanya pada negara-

negara maju saja, tetapi juga di negara berkembang termasuk Indonesia. Untuk mengantisipasi
terjadinya krisis bahan bakar minyak bumi (BBM) pada masa yang akan datang, saat ini telah

dikembangkan sumber energi yang baru dan terbarukan sekaligus ramah lingkungan. Energi

terbarukan adalah energi yang dapat diperbaharui dan apabila dikelola dengan baik, sumber

daya itu tidak akan habis. Jenis energi terbarukan meliputi biomassa, panas bumi, energi surya,

energi air, energi angin, dan energi samudera.

Etanol merupakan biofuel, dan mem- punyai prospek baik sebagai penganti bahan

bakar cair dan gasohol dengan bahan baku yang dapat diperbaharui, ramah lingkungan serta

sangat menguntungkan secara ekonomi mikro terhadap komunitas pedesaan terutama petani.

Menurut keputusan menteri ESDM Nomor 32 Tahun 2008 “Bioetanol (E100) adalah produk

etanol yang dihasilkan dari bahan baku hayati dan biomasa lainnya yang diproses secara

bioteknologi dan wajib memenuhi standar mutu (spesifikasi) sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan jika ingin digunakan sebagai bahan bakar alternatif

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan pratikum ini yaitu :

 Memproduksi bioetanol dari limbah kulit nanas

 Mengaplikasikan proses fermentasi

 Menganalisis kualitas bioetanol yang dihasilkan


BAB II

TINJAUAN P[USTAKA

2.1 Nanas (Ananas Comocus L. Mer)

Bagian utama yang bernilai ekonomis dari nanas adalah buahnya. Buah nanas selain dikonsumsi

segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirup dan

lain-lain. Selain buahnya, bagian lain nanas dapat dimanfaatkan seperti kulit buah. Kulit buah nanas

dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak yang disebut silase.Selama periode 2008 – 2010

produksi nanas Indonesia rata-rata sebesar 1,46 juta ton/tahun. (Badan Pusat Statistik Indonesia 2010).

Dengan semakin meningkatnya produksi nanas, maka limbah yang dihasilkan akan semakin meningkat

pula. Di bawah ini merupakan tabel analisis proksimat limbah kulit nanas:
Menurut analisa diatas komponen terbesar dalam kulit nanas adalah air (86,7%) dan karbohidrat

(10,54%). Karbohidrat terbagi menjadi tiga yaitu : monosakarida (glukosa dan fruktosa), disakarida

(sukrosa, maltosa dan laktosa) dan polisakarida (amilum, glikogen dan selulosa). Menurut Hasnely dan

Dewi (1997) kandungan gula reduksi pada filtrat kulit nanas sebesar 11,40 %. Mengingat kandungan

gula yang cukup tinggi tersebut maka kulit nanas memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan

baku pembuatan bioetanol melalui proses fermentasi.

2.2 Etanol

Etanol adalah senyawa organik yang terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen, sehingga dapat

dilihat sebagai derivat senyawa hidrokarbon yang mempunyai gugus hidroksil dengan rumus C2H5OH.

Bioetanol direkayasa dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (hidrolisis dan fermentasi). (Rama

Prihandana, 2007) Kegunaan etanol antara lain sebagai berikut : a. Campuran dalam minuman b.

Farmasi : sebagai pelarut untuk membuat esen, ekstrak dan sebagainya. c. Untuk sintesis : misalnya eter,

yodoform, kloroform dan sebagainya. d. Larutan 70% dipakai sebagai anti septik. e. Dipakai sebagai

pegawet contoh-contoh biologik. (Riawan, 1990) f. Campuran 85% bensin dengan 15% etanol memiliki

angka oktan yang lebih tinggi, hal ini berarti mesin dapat terbakar lebih panas dan lebih efisien. Karena

etanol sangat korosif terhadap sistem pembakaran, meliputi selang, gasket karet, aluminum, dan ruang

pembakaran maka untuk campuran etanol konsentrasi tinggi (100%), mesin perlu dimodifikasi dengan

bahan stainless steel yang lebih mahal.

2.3 Hidrolisa

Hidrolisa adalah suatu proses antara reaktan dengan air agar suatu senyawa pecah atau terurai. Reaksi ini

merupakan reaksi orde satu, karena air yang digunakan berlebih, sehingga perubahan reaktan dapat

diabaikan. Ada beberapa hidrolisa yaitu : 1. Hidrolisa murni, sebagai reaktan hanya air. Kelemahan zat

penghidrolisa ini adalah prosesnya lambat kurang sempurna dan hasilnya kurang baik. Biasanya

ditambahkan katalisator dalam industry. Zat penghidrolisa air ditambahkan zat-zat yang sangat reaktif.

Untuk mempercepat reaksi dapat juga digunakan uap air pada temperatut tinggi. 2. Hidrolisa dengan

katalis larutan asam, bisa berupa asam encer atau pekat. Asam biasanya berfungsi sebagai katalisator

dengan mengaktifkan air dari kadar asam yang encer. Umumnya kecepatan reaksi sebanding dengaan

ion H+ tetapi pada konsentrasi yang tinggi hubungannya tidak terlihat lagi.
Di dalam industri asam yang dipakai adalah H2SO4 dan HCl. Pembuatan Bioetanol dari Kulit

Nanas Melalui Hidrolisis dengan Asam 13 (Ari Diana Susanti, Puspito Teguh Prakoso, Hari Prabawa) 3.

Hidrolisa dengan katalis larutan basa, bisa berupa basa encer atau pekat. Basa yang dipakai adalah basa

encer, basa pekat dan basa padat. Reaksi bentuk padat sama dengan reaksi bentuk cair. Hanya reaksinya

lebih sempurna atau lebih reaktif dan hanya digunakan untuk maksud tertentu, misalnya proses

peleburan benzene menjadi phenol. 4. Hidrolisa dengan katalis enzim. Suatu zat yang dihasilkan oleh

mikroorganisme, biasanya digunakan sebagai katalisator pada proses hidrolisa. Penggunaannya dalam

industry misalnya pembuatan alkohol dari tetes tebu oleh enzim. (Groggins,1958)

Reaksi hidrolisa bisa terjadi pada semua ikatan yang menghubungkan monomer yang satu

dengan yang lainnya sehingga diperoleh produk berupa glukosa.(kirk,1960) Asam yang biasa digunakan

adalah asam asetat, asam fosfat, asam klorida dan asam sulfat. Asam sulfat banyak digunakan di Eropa

dan asam klorida banyak digunakan di Amerika. Diantara asam-asam tersebut, asam klorida merupakan

asam yang paling sering digunakan terutama untuk industri makanan karena sifatnya mudah menguap

sehingga memudahkan pemisahan dari produknya. Selain itu asam tersebut dapat menghasilkan produk

yang berwarna terang. (Kirk, 1960). Kondisi proses hidrolisa untuk suatu bahan berbeda dengan kondisi

proses untuk bahan lain. Hal ini disebabkan jenis dan komposisi pati suatu bahan berbeda dari jenis dan

komposisi bahan lainnya. (kirk,1960) Laju proses hidrolisa pati akan bertambah oleh kenaikan suhu

maupun konsentrasi asam tetapi akan menurun pada konsentrasi pati yang tinggi. Pada suhu kurang dari

100 °C, proses hidrolisa berjalan dengan lambat, tetapi pada suhu lebih dari 100 °C gula pereduksi yang

dihasilkan mempunyai kecenderungan menjadi gelap.(Matz, 1970)

2.4 Fermentasi

Proses fermentasi merupakan proses biokimia dimana terjadi perubahan-perubahan atau reaksi-

reaksi kimia dengan pertolongan jasad renik penyebab fermentasi tersebut bersentuhan dengan zat

makanan yang sesuai dengan pertumbuhannya. Akibat terjadinya fermentasi sebagian atau seluruhnya

akan berubah menjadi alkohol setelah beberapa waktu lamanya. Fermentasi oleh yeast, misalnya

Sacharomyces cereviseae dapat menghasilkan etil alkohol (etanol) dan CO2 melalui reaksi sebagai

berikut: C6H12O6 yeast C2H5OH + 2 CO2 Glukosa etanol Reaksi ini merupakan dasar dari pembuatan

tape, brem, anggur minuman lainlain.(Fessenden, 1982).


Pada proses ini glukosa difermentasikan dengan enzim zimase/ invertase yang dihasilkan oleh

Sacharomyces cereviseae. Fungsi enzimzimase adalah untuk memecah polisakarida (pati) yang masih

terdapat dalam proses hidrolisis untuk diubah menjadi monosakarida (glukosa). Sedangkan enzim

invertase selanjutnya mengubah monosakarida menjadi alkohol dengan proses fermentasi. Pembuatan

starter Starter adalah inokulasi yeast dari biakan murni. Yeast yang digunakan adalah Sacharomyces

cereviseae. Tujuan pembuatan starter:

 Memperbanyak jumlah yeast, sehingga dihasilkan lebih banyak, reaksi biokimianya akan

berjalan dengan baik.

 Melatih ketahanan yeast Untuk tujuan tersebut yang penting diperhatikan adalah zat asam yang

terlarut. Oleh karena itu botol pembuatan starter cukup ditutup dengan kapas dan kertas saring,

dikocok untuk memberi aerasi. Aerasi ini penting karena pada pembuatan starter tidak

diinginkan terjadi peragian alkohol.

2C6H12O6 + 3O2 2CO2+6H2O+ Energi Glukosa (Presccot and Dunn, 1959)

2.5 Distilasi

Distilasi adalah suatu metode operasi yang digunakan pada proses pemisahan suatu komponen

dari campurannya berdasarkan perbedaan titik didih komponen dengan menggunakan panas sebagai

tenaga pemisah.(Brown, 1987)

Pada proses distilasi, fase uap akan segera terbentuk setelah larutan dipanaskan. Uap dan cairan

dibiarkan mengadakan kontak sehingga dalam waktu yang cukup semua komponen yang ada dalam

larutan akan terdistribusi dalam fase membentuk distilat. Dalam distilat banyak mengandung komponen

dengan tekanan uap murni lebih tinggi atau mempunyai titik didih lebih rendah. Sedangkan komponen

yang tekanan uap murni rendah atau titik didih tinggi sebagian besar terdapat dalamresidu. Prinsip dasar

inilah yang membedakan pengertian tentang proses pemisahan secara distilasi dengan proses evaporasi

atau drying walaupun ketiganya menggunakan panas sebagai tenaga pemisahnya. (Geankoplis, 1983)
BAB III

PROSEDUR KERJA

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini diantaranya:

1. Erlenmeyer sebagai wadah pembuatan starter

2. Seperangkat alat penangas air (kompor, gas, panci) untuk mensterilkan larutan atau jus
kulit nanas dan air untuk membuat starter

3. Seperangkat alat fermentasi:

a. Galon sebagai fermentor manual

b. Alat fermentor selang dan botol untuk menangkap gas 𝐶𝑂2 pada hasil fermentasi

c. Airlock juga untuk menangkap gas 𝐶𝑂2 pada hasil fermentasi

4. Seperangkat alat pemurnian:

a. Labu destilasi sebagai wadah larutan yang akan dipisahkan atau hasil fermentasi

b. Kondensor sebagai pendingin pada proses destilasi

c. Standar dan klem untuk penegak atau penyangga labu destilasi dan kondensor

d. Lampu spiritus sebagai sumber panas

e. Selang sebagai alir keluar masuk air pendingin

f. Erlenmeyer sebagai penampung hasil

5. Seperangkat alat analisa:

a. Refraktometer untuk mengukur kadar gula sisa pada hasil fermentasi

b. Alkohol meter untuk mengukur kadar alkohol pada hasil fermentasi


6. pH meter atau kertas pH untuk mengukur pH larutan yang akan difermentasi dan pH
starter

7. Neraca analitik untuk menimbang bahan yang digunakan

8. Pipet tetes untuk mengambil 𝐻2𝑆𝑂4 saat mengatur pH starter maupun larutan yang akan
difermentasi

9. Botol semprot sebagai wadah aquadest

10. Termometer untuk mengukur suhu larutan

3.1.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah:

1. Kulit nanas sebagai bahan baku atau biomassa dalam pembuatan bioetanol pada metode
fermentasi menggunakan cara manual

2. Gula sebagai bahan baku dalam pembuatan bioetanol metode fermentasi menggunakan
alat fermentator canggih

3. Pupuk ZA sebagai sumber nutrisi untuk mikroba penghasil alkohol

4. Pupuk NPK sebagai sumber nitrogen mikroba dalam pembuatan bioetanol

5. 𝐻2𝑆𝑂4 untuk memberikan suasana asam yaitu pada pH 4,5-4,8 pada proses fermentasi

6. Ragi sebagai mikroba yang mengubah gula menjadi alkohol

7. Kapas steril untuk menutup pada erlenmeyer pada proses pembuatan starter agar tidak
terjadi kontaminasi oleh mikroba udara

3.2 Prosedur Kerja

3.2.1 Pembuatan Starter

1. Dimasukkan air sebanyak 100 ml ke dalam erlenmeyer 250 ml dipanaskan dalam penangas
pada suhu 80°C selama 10 menit

2. Dikeluarkan dari penangas, ditambahkan gula

3. Didinginkan sampai hangat-hangat kuku dan ditambahkan ZA, NPK

4. Diatur pH sampai 4,5


5. Dimasukkan ragi pada erlenmeyer, di inkubasi selama 4 jam pada kondisi aerob, ditutup
dengan kapas steril

6. Jika terlihat ada pertumbuhan, maka dilanjutkan dengan proses fermentasi

3.2.2 Preparasi Bahan Baku

1. Dibuang bagian runcing pada tiap kulit nanas

2. Dipotong kecil-kecil lalu diblender dengan penambahan air sebanyak 25% dari berat
bahan baku keseluruhan

3. Jus kulit nanas tersebut dihidrolisis menggunakan air dengan metoda pemanasan

3.2.3 Proses Fermentasi

1. Setelah dilakukan hidrolisis pada bahan baku, jus kulit nanas dimasukkan ke dalam
botol 1 dan botol 2

2. Ditambahkan pupuk ZA dan pupuk NPK sesuai dengan penugasan

3. Diatur kembali pH sampai 4,5

4. Dimasukkan sebagian starter yang telah dibuat, diaduk rata

5. Ditutup botol satu dengan penutup botol lalu dihubungkan selang ke dalam
botol lain berisi air

6. Untuk botol 2 diisi sisa starter dan ditutup dengan penutup botol lalu dipasang airlock

7. Di inkubasi selama 7 hari pada kondisi anaerob

8. Dilakukan treatment lanjutan pada hasil fermentasi

3.2.4 Proses Pemurnian

1. Dipasang rangkaian alat destilasi

2. Dilakukan pemurnian pada hasil fermentasi secara destilasi sebanyak triplo

3. Dilakukan analisis pada hasil destilasi atau bioetanol

3.4.5 Analisis Bioetanol

1. Dimasukkan bioetanol ke dalam gelas ukur

2. Dimasukkan alkohol meter ke dalam gelas ukur berisi bioetanol

3. Dibaca skala pada alkohol meter selurus dengan batas larutan pada gelas ukur
4. Dicatat Skala yang terbaca pada alkohol meter

5. Diukur densitas bioetanol menggunakan piknometer

6. Diukur kadar gula sisa pada bioetanol menggunakan refraktometer


Lembar Penugasan
Kelompok IV
Praktikum : Proses Produksi Energi Terbarukan

Modul Percobaan :Bioetanol KulitNanas


Tanggal Praktikum : 21 Maret 2023
Dosen Pembimbing : Rosalina,M.T
Analis/Dosen : Faldi Lulrahman M.T

NO Nama Praktikum Buku Pokok


1 Viona Khaira Fuadi 2113020
2 Farhan Johansyah Putra 2113009
3 Febi Indrawa 2113010
4 Rivaldo Saputra 2113019

Berikut beberapa penugasan yang terdapat pada percobaan pembuatan bioethanol dari
kulit nanas :
1. Bahan baku yang digunakan kulit nanas yang sudah diblender sebanyak 8 kg menjadi 2
liter jus kulit nanas
2. Bahan baku dibagi menjadi dua variasi untuk dua treatment menggunakan selang dan airlock
3. Masa fermentasi selama 7 hari
4. Penggunaan pelarut air sebanyak 25% per berat bahan baku
Lembar Pengamatan
Kelompok IV
Praktikum : Proses Produksi Energi Terbarukan

Modul Percobaan : Bioetanol Kulit Nanas


Tanggal Praktikum : 21 Maret 2023
Dosen Pembimbing : Rosalina,M.T
Analis/Dosen : Faldi Lulrahman M.T

NO Nama Praktikum Buku Pokok


1 Viona Khaira Fuadi 2113020
2 Farhan Johansyah Putra 2113009
3 Febi Indrawa 2113010
4 Rivaldo Saputra 2113019

Adapun hasil pengamatan yang diperoleh pada percobaan pembuatan bioethanol


yaitu:

1. Total volume variasi A : 1200 ml


2. Total volume variasi B : 860 ml
3. Volume variasi A sebelum didestilasi : 500 ml
4. Volume variasi B sebelum didistilasi: 800 ml
5. Destilat variasi A : 54 ml
6. Destilat variasi B: 63 ml
7. Kadar etanol variasi A : 38 %
8. Kadar etanol variasi B : 67 %
BAB IV
Hasil dan Pembahasan

4.1 Hasil
Berikut hasil yang diperoleh dari praktikum pembuatan bioetanol adalah sebagai
berikut:

Tabel 4.1 Data Hasil Bioetanol Tiap Tim

ragi (gr) 1
variasi I
vol awal 1200
vol sebelum distilasi 500
destilat 54

%Yield A 10,8%
Kadar Bioetanol A 38%
variasi II
vol awal 860
vol sebelum distilasi 800
destilat 63
%Yield B 7,88%
Kadar Bioetanol B 67%
Gambar 4.1.2 Kurva Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Yield

4.2 Pembahasan
4.2.1 Hidrolisa dengan Pemanasan (HCl)
Pembuatan bioetanol dari jus kulit
nanas diawali dengan proses hidrolisa
dengan pemanasan. Pemanasan yang
digunakan dilakukan selama beberapa
menit sampai disium aroma seperti
dodol nanas.Proses hidrolisa ini
bertujuan untuk mengubah
polisakarida (pati) menjadi
monosakarida (glukosa).
Reaksi Hidrolisa :
(C6H10O5)n + n H2O n C6H12O6

Polisakarida Air Glukosa


Pada proses hidrolisa, suhu hidrolisa mencapai 103oC hal ini
kemungkinan terjadi karena adanya pati dalam larutan hidrolisis dan
kemungkinan kesalahan dari alat ukur tersebut sehingga pada saat hidrolisa
termometer menunjukkan suhu lebih dari 100oC.
4.2.2 Fermentasi dengan ragi
Kondisi Fermentasi:
a. Yeast : Sacharomyces cereviseae
b. Volume starter: 100 ml
c. Volume medium: 1500 ml
d. pH : 4,5
e. Temperatur : suhu ruang
f. Waktu : 7 hari
Pada proses fermentasi, glukosa akan diuraikan menjadi etanololehyeast
sacharomyces cereviceae.Ragi yang digunakan merupakan ragi roti
denganmerekdagang Saf-Instant.Sebelum digunakan,ragi,dibuat starter terlebih,dahulu,
hal ini bertujuan u ntukmengembangbiakkan ragi, sehingga dihasilkan lebihbanyak
ragi, dengan hal tersebut memungkinkan proses fermentasi akan berjalan dengan baik
dan melatih ketahanan ragi.hasil percobaan menunjukkansemakin lama wakt u
fermentasi kadar alkohol semakin lama semakin naik.

Pada hari ke tujuh kadar alkoholpada variasi 1 masih sebesar 38 %, tetapi


proses fermentasi belum terjadi secara sempurna.Ini,dimungkink an karena jumlah
mikrobia yang aktifbelum bekerja seluruhnya (j umlah ragi yang digunakansebanyak
1 gr). Jika jumlah ragi ditingkatkan yaitu 1gr, kadar alkohol medium variasi
ke-2 pada hari,ke 14 adalah:67%Hal ini kemungkinandisebabkan pada saat variasi satu
reaksi fermentasinyabelum sempurna sehingga kada r yang didapatkanmasih rendah.

4.2.3 Distilasi

Proses distilasi bertujuan untuk menguapkanetanol yang terkandung dalam


larutan kemudianmengembunkan uap tersebut. Waktu distilasi adalahsela ma 2 jam
atau sampai tidak terjadi tetesan lagi, pada suhu 80 oC. Dari hasil analisa
diperoleh kadar etanol dengan variasi waktu fermentasi selama 7 harisebesar 38 %,
untuk waktu fermentasi selama 14 hari sebesar 67%,
Sedangkan,dari,hasil,analisa,kadar etanoldengan variasi penambahan
ragi yaitu, untuk berat ragi 1 gram sebesar 38%,dan untuk berat ragi 1gram sebesar
67%

4.3 .Pembahasan
Padahal proses pembuatan etanol dengan menggunakan metode fermentasi den
gan menggunakan ragi tapai (Saccaromyses cervisiae). Penambahan ragi tapai
dilakukan dengan tujuan untuk mengubah glukosa menjadi alkohol, pada saat p
roses pembuatan bioetanol dari kulit nanas ditambahkan H2SO4, hal ini bertuju
an untuk mengatur PH larutan.Pembuatan bioetanol pada dasarnya menggunak
an sel khamir, sel khamir yang digunakan pad praktikum ini adalah Saccharom
yses cerevisiae.Sel khamir ini menghasilkan dua enzim dalam pembuatan bioet
anol ini yaitu enzim zimase dan invertase, enzim ini lah yang betugasuntukme
mbuat bioetanol. Enzim zimase memiliki fungsi untuk memecah sukrosa yang t
erdapat pada kulit nanas menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa),sedangk
an enzim invertase berfungsi untuk mengubah glukosa menjadi bioetanol.Pada
pembuatan bioetanol dilakukan proses pendinginan, pendinginan ini dilakukan
untuk memaksimalkan kinerja ragi yang digunakan. Karna ragi berperan pentin
g pada pembuatan bioetanol, pencampuran ragi harus dilakukansaat larutan nan
as yang telah dilakukan pemanasan dingin, karna jika dalam keadaan panas rag
i dicampurkan maka ragi tidak dapat mengubah sukrosamenjadi etanol.proses p
emanenan starter ragi dimana terlalu cepat pemanenan ragi, maka jumlah starte
r ragi yang dikembangkan lebih sedikit dan hal tersebut sangat mempengaruhi r
endemen bioethanol nantiknya. Ketika konsentrasi ragi yang digunakan melew
ati konsentrasi optimum maka proses konversi bioetanolnya akan semakin cepa
t dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dan Ketika melewati dari waktu opti
mumnya maka konsentrasi bioethanol akan semakin berkurang Ketika waktu p
emanenan yang digunakan pada percobaan 5 hari tersebut maka dari itulah kad
ar bioethanol untuk konsentrasi 1 dan 1,2g semakin menurun. Hal tersebut dijel
askan oleh Roukas (1996) ,penurunan bioethanol terjadi pada konsentrasi gluko
sa berlebih sebagai efek inhibisi substrat dan produk. Menurut (Melwita,2001)
Selain itu yang menyebabkan glukosa makin meningkat karena jumlah nutrisi y
ang tersedia tidak sebanding dengan dengan jumlah Saccaromyces cerevisiae y
ang lebih banyak, sehingga Saccharomyces cerevisiae kekurangan makanan ya
ng mengakibatkan kinerja Saccharomyces cerevisiae untuk mengubah glukosa
menjadi bioethanol menurun dan jumlah glukosa sisa menjadi lebih banyak.

Dan variasi II pemanenan bioethanol dilakukan pada hari ke-14 dan dapat dika
takan sebagai hari optimum dalam pemanenan bioethanol dari kulit nanas halte
rsebut dikarenakan kadar etanol yang dihasilkan lebih banyak. Untuk variasi II
kadar ragi optimumnya yaitu 1g dengan kadar etanol 67% untuk distilasi perta
ma , dimana umumunya distilasi pertama diperoleh kadar etanol kisaran 25 -35
% dan distilasi kedua yaitu 55-70% dan distilasi ketiga kisaran sampai 95%. Na
mun variasi II menghasilkan rendemen yang lebih sedikit dibandingkan Variasi
I hal tersebut dikarenakan volume awal variasi II lebih sedikit disbanding deng
an variasi I . Waktu fermentasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh Saccharomy
ces cerevisiae mengubah atau memfermentasi glukosa menjadi bioetanol. Pada
proses fermentasi, waktu fermentasi mempengaruhi kadar bioetanol yang dihas
ilkan. Lama fermentasi pada proses produksi bioetanol sangat mempengaruhi k
adar bioetanol yang dihasilkan. Jika bioetanol yang terkandung di dalam substr
at tinggi maka hal ini justru akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan Sac
charomyces cerevisiae. Oleh karena itu dibutuhkan lama fermentasi yang tepat
untuk proses fermentasi bioetanol agar didapatkan kadar etanol dalam jumlah y
ang tinggi [Azizah, 2012] .

Pada kulit nanas terdapat reaksi enzimatis yang dilakukan oleh enzim selulase
yang mengubah selulosa menjadi glukosa, selanjutnya glukosa yang dihasilkan
akan difermentasi oleh Saccharomyces cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae m
enghasilkan enzim zimase dan invertase. Enzim zimase berfungsi sebagai peme
cah sukrosa menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa). Enzim invertase sel
anjutnya mengubah glukosa menjadi bioetanol [Judoamidjojo dkk, 1992].
Seperti mikroorganisme yang lain, pertumbuhan dari Saccharomyces cerevisiae
dapat digambarkan dengan kurva pertumbuhan yang menunjukkan masingmasi
ng fase pertumbuhan. Ada 4 fase pertumbuhan yang meliputi fase adaptasi, fase
tumbuh cepat, fase stasioner, dan fase kematian. Fase adaptasi digambarkan de
ngan garis kurva dari keadaan nol kemudian sedikit ada kenaikan. Di dalam fas
e ini Saccharomyces cerevisia mengalami masa adaptasi dengan lingkungan da
n belum ada pertumbuhan. Fase tumbuh cepat yang digambarkan dengan garis
kurva yang mulai menunjukkan adanya peningkatan yang tajam. Pada fase ini
Saccharomyces cerevisiae mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Di dala
m fase ini terjadi pemecahan gula secara besar-besaran guna memenuhi kebutu
han pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Hasil pemecahan gula oleh Sacch
aromyces cerevisiae dalam keadaan anaerob menghasilkan alkohol. Kemungki
nan dihasilkan alkohol paling tinggi pada fase ini. Fase stasioner digambarkan
dengan garis kurva mendatar yang menunjukkan jumlah Saccharomyces cerevi
siae yang hidup sebanding dengan jumlah yang mati. Fase kematian digambark
an dengan penurunan garis kurva. Pada fase ini jumlah Saccharomyces cerevisi
ae yang mati jumlahnya lebih banyak sampai akhirnya semua Saccharomyces c
erevisiae mati [Azizah, 2012].

Dalam pembuatan bioetanol ini, dilakukan dua variasi fermentasi menggunakan


botol pertama dengan menggunakan airloop dan botol kedua dengan menggunakan
selang yang terhubung dengan botol berisi air. Kedua variasi ini bertujuan untuk
membandingkan hasil fermentasi antara kondisi dengan akses udara (aerobik) dan
kondisi tanpa akses udara (anaerobik). Pada tahap awal, kulit nanas perlu diolah
untuk mendapatkan sari buah yang mengandung gula. Kulit nanas dapat dicuci
terlebih dahulu untuk membersihkannya, kemudian dipotong kecil-kecil dan
ditumbuk atau dihancurkan agar sari buahnya dapat diperoleh dengan mudah.
Setelah itu, sari buah kulit nanas yang telah diperoleh dituangkan ke dalam botol
fermentasi. Pada masing-masing botol, ditambahkan ragi Saccharomyces cerevisiae.
Ragi ini memiliki kemampuan untuk mengubah glukosa (gula) menjadi alkohol dan
CO2 melalui proses fermentasi. Dalam proses ini, enzim invertase dan zimase yang
terkandung dalam ragi berperan penting dalam menghasilkan etanol.Pada botol
pertama dengan penggunaan airloop, proses fermentasi akan berlangsung secara
aerobik. Dalam kondisi ini, ragi akan mendapatkan akses udara yang memungkinkan
terjadinya respirasi aerobik, di mana glukosa akan diubah menjadi CO2 dan air,
menghasilkan sedikit etanol. Sementara itu, pada botol kedua yang menggunakan
selang yang terhubung dengan botol berisi air, proses fermentasi akan berlangsung
secara anaerobik. Dalam kondisi anaerobik, ragi tidak mendapatkan akses udara yang
cukup, sehingga respirasi aerobik tidak berlangsung secara optimal. Dalam kondisi
ini, glukosa akan diubah menjadi etanol secara lebih dominan.

Setelah proses fermentasi berlangsung selama beberapa waktu, biasanya beberapa


hari hingga seminggu, akan terjadi produksi bioetanol dalam kedua botol tersebut.
Hasil fermentasi dapat diamati berdasarkan perkembangan gas CO2 yang dihasilkan,
serta adanya endapan atau perubahan warna pada larutan fermentasi.
Pada akhir percobaan, akan dilakukan analisis untuk mengetahui kadar etanol yang
dihasilkan dalam masing-masing botol. Dapat dilakukan dengan menggunakan
metode pengukuran spektrofotometri atau metode lain yang sesuai.Percobaan ini
akan memberikan pemahaman tentang pengaruh kondisi fermentasi terhadap
produksi bioetanol dari kulit nanas. Hasilnya dapat digunakan untuk
mengoptimalkan proses pembuatan bioetanol secara lebih efisien dan ekonomis di
masa depan.
Keuntungan dari produksi bioetanol dari ekstrak kulit nanas antara lain;Penggunaan
sumber daya terbarukan: Kulit nanas sebagai bahan baku bioetanol merupakan
sumber daya yang dapat diperbaharui dan dapat membantu mengurangi
ketergantungan pada bahan bakar fosil. Limbah pertanian yang dimanfaatkan: Kulit
nanas umumnya dianggap sebagai limbah pertanian dan seringkali dibuang begitu
saja. Dengan mengubahnya menjadi bioetanol, limbah tersebut dapat dimanfaatkan
secara produktif dan mengurangi dampak lingkungan negatif.
Pembuatan bioetanol dari ekstrak kulit nanas memiliki beberapa manfaat dan dapat
dievaluasi dalam konteks industri terbarukan. Berikut adalah beberapa manfaat dan
evaluasi tersebut: Penggunaan sumber daya terbarukan: Bioetanol dari kulit nanas
menggunakan bahan baku yang terbarukan, yaitu kulit nanas yang umumnya
merupakan limbah dalam industri pengolahan nanas. Dengan menggunakan limbah
tersebut sebagai bahan baku, pembuatan bioetanol dari kulit nanas membantu
mengurangi ketergantungan pada sumber daya fosil yang terbatas.
Mengurangi emisi gas rumah kaca: Bioetanol dari kulit nanas merupakan bahan
bakar yang lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar fosil. Saat digunakan
sebagai bahan bakar, bioetanol menghasilkan emisi CO2 yang lebih rendah,
membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan dampak perubahan iklim.
Diversifikasi energi: Produksi bioetanol dari kulit nanas membantu diversifikasi
sumber energi dalam industri. Diversifikasi energi penting untuk mengurangi
ketergantungan pada bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui.
Pemanfaatan limbah: Kulit nanas seringkali dianggap sebagai limbah dalam industri
pengolahan nanas. Namun, dengan pembuatan bioetanol dari kulit nanas, limbah
tersebut dapat dimanfaatkan kembali dan diubah menjadi produk bernilai tambah
seperti bioetanol.
Potensi ekonomi: Pembuatan bioetanol dari kulit nanas memiliki potensi ekonomi,
terutama dalam pengolahan limbah dan produksi energi terbarukan. Industri
bioetanol dapat menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan
daerah yang memiliki sumber daya kulit nanas yang melimpah.
Evaluasi terhadap pembuatan bioetanol dari ekstrak kulit nanas perlu melibatkan
beberapa aspek penting, antara lain:
Efisiensi proses: Evaluasi harus mempertimbangkan efisiensi proses produksi
bioetanol dari kulit nanas. Efisiensi ini melibatkan penggunaan energi, waktu, dan
sumber daya lainnya dalam menghasilkan bioetanol yang diinginkan. Perbaikan
proses produksi dan optimasi kondisi fermentasi dapat membantu meningkatkan
efisiensi.
Kuantitas produksi: Evaluasi juga perlu memperhatikan kuantitas produksi bioetanol
yang dapat dihasilkan dari kulit nanas. Ini melibatkan aspek ketersediaan bahan
baku, kapasitas produksi, dan potensi skala industri. Diperlukan analisis untuk
memastikan bahwa pembuatan bioetanol dari kulit nanas dapat dilakukan secara
ekonomis dan dapat memenuhi permintaan pasar.
Kualitas produk: Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, evaluasi kualitas produk
bioetanol dari kulit nanas sangat penting. Parameter seperti kadar etanol, kemurnian,
kandungan air, dan kandungan senyawa pengotor harus dinilai untuk memastikan
bahwa produk memenuhi standar yang ditetapkan untuk penggunaan komersial.
Dampak lingkungan: Evaluasi pembuatan bioetanol dari kulit nanas juga harus
mempertimbangkan dampak lingkungan dari seluruh siklus hidup proses produksi.
Ini melibatkan analisis siklus hidup yang mencakup tahap produksi bahan baku,
pengolahan, transportasi, dan penggunaan bioetanol. Evaluasi harus
memperhitungkan emisi gas rumah kaca, penggunaan air, penggunaan energi, dan
dampak lainnya untuk memastikan bahwa bioetanol yang dihasilkan memiliki jejak
karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil.
Aspek ekonomi: Evaluasi pembuatan bioetanol dari kulit nanas harus melibatkan
analisis aspek ekonomi, termasuk biaya produksi, keuntungan potensial, dan
kelayakan investasi. Diperlukan perhitungan yang cermat untuk memastikan bahwa
produksi bioetanol dari kulit nanas dapat menghasilkan keuntungan yang memadai
dan menjadi bisnis yang berkelanjutan.
Regulasi dan kepatuhan: Evaluasi harus memperhatikan aspek regulasi dan
kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku dalam produksi bioetanol. Perlu
memastikan bahwa proses produksi memenuhi persyaratan hukum dan lingkungan
yang ditetapkan oleh badan pengatur yang relevan.
Melibatkan aspek-aspek ini dalam evaluasi pembuatan bioetanol dari kulit nanas
akan membantu memastikan bahwa proses produksi bioetanol adalah berkelanjutan,
ekonomis, dan ramah lingkungan.
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pembuatan bioetanol dari kulit singkong dilaksanakan melalui 3 tahap :
1. Tahap hidrolisa pemanasan : jus kulit nanas dihidrolisa selama 30
menit pada suhu didihnya 103oC. Larutan hidrolisa sampai
menghasilkan wangi khas nanas
2. Tahap fermentasi : Larutan hidrolisa difermentasi pada suhu kamar
dengan pH 4,5 selama 7 hari menggunakan 0,5 gr dan 1 gr ragi roti.
Larutan hasil fermentasi pada akhir hari ke 7 masih mengandung kadar
etanol sebesar 38 % dan selama 14 hari untuk variasi ke-2 mengandung
kadar etanol 67%.
3. Tahap distilasi : Larutan hasil fermentasi didistilasi pada suhu 80oC
sampai tidak ada tetesan lagi. Distilat yang diperoleh adalah larutan
etanol dengan variasi ke-1 yaiti 54 ml dan 63 ml untuk variase ke-2.

B. Saran
1. Pada penelitian ini hanya kadar etanol dalam hasil
distilasi,yangdianalisa padahal sebenarnya kadar etanol dalam hasil
fermentasi juga perlu dianalisa.
2. Analisa kadar etanol yang digunakan berdasarkananali sa densitas.
Sebaiknya kadar etanol dianalisa
menggunakan:kromatografigassehingga dapat mengetahui etanol yang
dihasilkan adalah etanolmurni tanpa campuran senyawa lain (metanol,
asam asetat).
DAFTAR PUSTAKA

Brown, G.G., 1987, Unit Operations, John Wiley and Sons Inc, New York

Dwijdoseputro, 1984. Dasar-dasar Mikrobiologi.


Djambatan. Malang.
Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S., 1982, Kimia Organik, edisi ketiga, Erlangga,
Jakarta.
Geankoplis, C.J., 1983, Transport Processes and Unit Operation, Prentice Hall Inc,
New York.

Groggins, P H, 1958, Unit process in Organic Syntetic, 5th ed., McGrawHill


Kogakusha, Ltd., Tokyo.

Hasnelly, Sumartini, dan Dewi, 1997. Pengaruh Penambahan Konsentrasi


Sacharomyces Cerevisiae dan Amonium Phosphat pada Pembuatan Nata Kulit
Nanas. Prosiding SNTKI. Bandung.
Kirk, R.E. and Othmer, D.F., 1960, Encyclopedia of Chemical Technology The
Interescience Encyclopedia Inc., New York.
Matz, S.A., 1970, Sereal Technology, The Avi Publishing. Co., Inc., West Port,
Connecticut.
Perry. R.H, 1984. Perry Chemical Engineering Hands Book. Mc Graw Hill.
Singapore.
Presscot, S.C. and Dunn, C.G., 1959, Industrial Mycrobiology, 3th Edition,
McGraw Hill Book Inc, New York.

Riawan. S, 1989. Kimia Organik. Bina Rupa Aksara. Jakarta.


Winarno, F.G. dan Rahayu, T., 1984, Bahan Tambahan Untuk Makanan dan
Kontaminasi, Sinar Harapan, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai