Anda di halaman 1dari 16

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris dengan luas lahan baku sawah sebesar

7.463.948 hektare (BPS, 2020). Lahan tersebut ditanami oleh padi, tembakau,

tebu, singkong, dan sebagainya. Luas lahan yang ditanami singkong sekitar

700.000 hektare. Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara

produksi singkong terbesar setelah negara Nigeria, Thailand dan Brasil dengan

jumlah produksi sebesar 20 juta ton per tahun (Pranita, 2019).

Produksi singkong di Indonesia tersebar ke beberapa daerah. Terdapat delapan

provinsi sentra produksi singkong di Indonesia yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa

Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTT, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara.

Produksi singkong di Lampung tersebar ke berbagai daerah seperti Lampung

Tengah, Tulang Bawang, Lampung Timur, Lampung Utara, Way Kanan, dan

Lampung Selatan. Produksi singkong di provinsi Jawa Barat tersebar ke beberapa

daerah seperti Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Tasikmalaya, Garut, Ciamis,

Sumedang, dan Purwakarta.

Produksi singkong di provinsi Jawa Timur tersebar ke berbagai daerah seperti

Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Kediri, Malang, Bondowoso,

Ngawi. Selain dapat dimanfaatkan sebagai bioetanol, limbah kulit singkong dapat

dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Kulit singkong yang akan dijadikan pakan

ternak harus diberi perlakuan terlebih dahulu karena kulit singkong mengandung

zat sianida yang dapat membahayakan kesehatan ternak apabila dikonsumsi dalam

jumlah yang banyak.

FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Menurut Zagrobelny et al. (2014), sianida dapat menyebabkan terhentinya

pembentukan energi dan kerusakan jaringan akibat kekurangan energi

dikarenakan sianida dapat bersifat racun baik untuk manusia maupun untuk

hewan. Pemanfaatkan limbah kulit singkong dapat dioptimalkan sebagai bahan

baku produksi bioetanol dikarenakan kandungan sianida yang tidak memengaruhi

proses produksi bioetanol.

Pembuatan bioetanol dapat dilakukan melalui proses pretreatment, hidrolisis,

fermentasi dan pemurnian (Erna et al. 2016). Proses pretreatment atau 2

delignifikasi dalam produksi bioetanol dilakukan untuk mendapatkan komponen

selulosa yang akan digunakan dalam proses hidrolisis. Terdapat kandungan lignin,

selulosa, dan hemiselulosa dalam stuktur ligoselulosa. Kulit singkong

mengandung 43,63% selulosa, 10,38% hemiselulosa, dan 7,65% lignin (Artiyani,

2016). Struktur lignoselulosa yang utuh akan menghambat proses produksi

bioetanol sehingga dilakukan proses delignifikasi yang akan membuka struktur

lignoselulosa sehingga selulosa lebih mudah diakses oleh enzim yang akan

bekerja (Ningsih et al. 2013).

Menurut Rosyidin et al. (2015), proses delignifikasi menggunakan metode

mikrowave alkali berdasarkan penelitian yang sudah ada akan meningkatkan

kadar selulosa yang paling tinggi dan menurunkan kadar lignin dibandingkan

dengan metode yang lain. Terjadi interaksi antara gelombang mikro dengan bahan

baku bioetanol sehingga memberikan efek panas yang akan membantu pemisahan

struktur lignin dan selulosa.

1.2 Tujuan

FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit Singkong

Kulit singkong merupakan limbah padat organik yang umumnya berasal dari

industri Pengolahan tapioka dan makanan. Selain sebagai sumber energi, kulit

singkong Juga mempunyai senyawa racun sianida dalam Bentuk glukosida

sianogenik yang terdiri atas Linamarin dan lotaustralin sebanyak 93% dan 7%

(Rukhana, 2017). Senyawa sianida terurai Menghasilkan asam sianida (HCN),

yang dapat Menghambat penyerapan oksigen pada sistem Pernafasan sehingga

terjadi kekejangan yang diikuti dengan sesak nafas, hilang kesadaran. Bahkan

kematian pun dapat terjadi (Sari dan Astili, 2018). Pascapanen kulit singkong

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kulit singkong (Entelok et al., 2017).

Kulit singkong dianggap sebagai limbah yang tidak Berguna atau pakan

ternak, maka bahan ini masih belum banyak dimanfaatkan bahkan dibuang. Kulit

singkong dapat menjadi Produk yang bernilai ekomomis tinggi, antara lain diolah

menjadi tepung mocaf. Presentase kulit singkong kurang lebih sebesar 20% dari

umbinya sehingga per kg umbi singkong menghasilkan 0,2 kg kulit singkong

FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
(Maulinda et al., 2017). Amilopektin juga dapat membentuk kristal, tetapi tidak

sereaktif amilosa (Rukhana, 2017).

2.2 Bioetanol

Bioetanol merupakan salah satu bentuk energi alternatif yang dapat

memenuhi kebutuhan energi masa depan. Bioetanol merupakan salah satu bahan

bakar alternatif yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan BBM berdasarkan

siklus karbonnya (Costello dan Chun 2018). Etanol pada bioetanol dihasilkan

melalui proses fermentasi glukosa bahan baku bioetanol. Bahan baku yang

mengandung pati dan selulosa dapat dikonversi menjadi etanol. Bioetanol dapat

diproduksi dari bahan baku limbah pertanian yang mengandung pati seperti ampas

tebu, kulit pisang, kulit singkong, jerami, dan sebagainya (Chittibabu et al. 2013).

2.2.1 Kegunaan Bioetanol

Bahan bakar yang paling sering dipakai dan digunakan saat ini adalah BBM

atau yang sering disebut juga bahan bakar minyak. Bahan bakar ini meliputi

seperti Pertamax, Premium dan lainnya. Bahan bakar ini berasal dari minyak bumi

atau dapat disebut juga bahan bakar fosil. Peningkatan bahan bakar fosil untuk

keperluan alat transportasi terus meningkat setiap harinya. Seperti diketahui,

bahan bakar fosil ini tidak dapat diperbaharui maka dibutuhkan bahan bakar

alternatif untuk mengganti bahan bakar fosil (Saragih et al., 2013).

Salah satu bahan bakar alternatif yang dapat digunakan saat ini adalah bahan

bakar etanol atau yang disebut juga bioetanol. Ethanol atau alkohol merupakan

bahan bakar yang bersih, dimana hasil pembakaran menghasilkan CO2 dan H2O

(Boedoyo, 2014). Sedangkan bioethanol sendiri merupakan anhydrous alkohol

FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
yang berasal dari fermentasi jagung, sorgum, sagu atau nira tebu dan tanaman

lainnya. Sumber daya alam ini cukup mudah ditemui di berbagai daerah karena

ketersediaanya yang cukup melimpah, sehingga dapat digunakan sebagai bahan

bakar alternatif (Loupatty, 2014). Dikarenakan sumber daya alam yang digunakan

untuk pembuatan bioethanol cukup mudah didapatkan, maka bioethanol dianggap

sesuai untuk menggantikan bahan bakar minyak.

2.2.2 Standar Mutu Bioetanol

2.3 Produksi Bioetanol

2.3.1 Hidrolisis

Hidrolisis adalah suatu proses antara reaktan dengan air agar suatu senyawa

pecah terurai. Proses hidrolisa merupakan tahap penting dalam pembuatan

bioetanol, karena proses hidrolisa ini menentukan jumlah glukosa yang dihasilkan

untuk kemudian dilakukan fermentasi menjadi bioetanol. Prinsip hidrolisa pati

adalah pemutusan rantai polimer pati menjadi unit-unit dekstrosa atau

monosakarida yaitu glukosa (C6H12O6 ). Hidrolisa dengan air murni berlangsung

lambat dan hasil reaksi tidak komplit, maka perlu ditambahkan katalis untuk

memperbesar kereaktifan air sehingga mempercepat reaksi dan meningkatkan

selektivitas. Katalisator ini bisa berupa asam maupun enzim. Katalisator asam

yang biasa digunakan adalah asam klorida, asam nitrat, dan asam sulfat.

Penggunaan asam dalam hidrolisis memiliki kelebihan yaitu lebih mudah

dalam proses karena tidak dipengaruhi oleh berbagai faktor, hidrolisis terjadi

secara acak dan waktu lebih cepat. Kelebihan hidrolisis dengan enzim yaitu reaksi

hidrolisis yang terjadi dapat beragam, kondisi proses yang digunakan tidak

ekstrim, seperti suhu sedang dan pH mendekati netral, tingkat konversi lebih

FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
tinggi, polutan lebih rendah dan reaksi yang spesifik (Judoamidjojo et al., 1989).

Hasil hidrolisis enzim pemecah pati dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya

jenis pati, kandungan amilosa dan amilopektin pati, kondisi lingkungan enzim

meliputi suhu, pH dan konsentrasi substrat maupun enzim dan perlakuan

pendahuluan enzim sebelum hidrolisis (Mizokami et al., 1994).

2.3.2 Fermentasi

Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik

(tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi

anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan

fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor

elektron eksternal (Muljono, 2017). Gula adalah bahan yang umum dalam

fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan

hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari

fermentasi seperti asam butirat dan aseton.

Fermentasi bioetanol dapat didefenisikan sebagai proses penguraian gula

menjadi bioetanol dan karbondioksida yang disebabkan enzim yang dihasilkan

oleh massa sel mikroba. Perubahan yang terjadi selama proses fermentasi adalah

glukosa menjadi bioetanol oleh sel-sel ragi tape dan ragi roti (Prescott and Dunn,

2014). Di dalam proses fermentasi, kapasitas mikroba untuk mengoksidasi

tergantung dari jumlah aceptor electron terakhir yang dapat dipakai. Sel-sel

melakukan fermentasi menggunakan enzim - enzim yang akan mengubah hasil

dari reaksi oksidasi, dalam hal ini yaitu asam menjadi senyawa yang memiliki

muatan positif, sehingga dapat menangkap elektron terakhir dan menghasilkan

energi.

FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
2.3.3 Distilasi

Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia

berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan

atau didefinisikan juga teknik pemisahan kimia yang berdasarkan perbedaan titik

didih. Dalam penyulingan, campuran zat di didihkan sehingga menguap, dan uap

ini kemudian di dinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki

titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.

2.4 Ragi Tapai

2.5 Ragi Roti

Ragi atau khamir adalah jamur yang terdiri dari satu sel, dan tidak

membentuk hifa. Termasuk golongan jamur Ascomycotina. Reproduksi dengan

membentuk tunas (budding). Saccharomyces adalah genus dalam kerajaan jamur

yang mencakup banyak jenis ragi. Saccharomyces berasal dari bahasa Latin yang

berarti gula jamur. Banyak anggota dari genus ini dianggap sangat penting dalam

produksi makanan. Salah satu contoh adalah Saccharomyces cerevisiae, yang

digunakan dalam pembuatan anggur, roti, dan bir. Anggota lain dari genus ini

termasuk Saccharomyces bayanus, digunakan dalam pembuatan anggur, dan

Saccharomyces boulardii, digunakan dalam obat-obatan.

Ragi roti bersifat stabil, tidak berbahaya atau menimbulkan racun, mudah di

dapat dan mudah dalam pemeliharaan. Bakteri tidak banyak digunakan untuk

memproduksi alkohol secara komersial, karena bakteri tidak dapat tahan pada

kadar alkohol yang tinggi (Sudarmadji, 2015). Sel Saccharomyces berbentuk bulat

telur, dengan diameter 5-10 mikrometer. Saccharomyces merupakan genus

khamir/ragi/yeast yang memiliki kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol

FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
dan CO2. Saccharomyces merupakan mikroorganisme bersel satu, tidak

berklorofil, termasuk termasuk kelompok Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 30

°C dan pH 4,8. Beberapa kelebihan Saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu

mikroorganisme ini cepat berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang

tinggi, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat

beradaptasi dengan lingkungannya (Taufik, 2019).

FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
III METODOLOGI

FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
V KESIMPULAN

FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, F., Z. Anita, dan H. Harahap. 2013. Pengaruh waktu simpan film plastik
biodegradasi dari pati kulit singkong terhadap sifat mekanikalnya. Jurnal
Teknik Kimia USU. 2(1): 11-15.
Ningsih, Astuti Y, Lubis KR, Moeksin R. 2013. Pembuatan bioetanol dari Tandan
Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dengan metode hidrolisis asam dan
fermentasi. Jurnal Teknik Kimia. 18(1): 30-34.
Saragih, R., Kawano, D.S., Hakim, J.A.R., 2013. Pengaruh Penggunaan Bahan
Bakar Premium, Pertamax, Pertamax Plus Dan Spiritus Terhadap Unjuk
Kerja Engine Genset 4 Langkah 2,5.
Sudarmadji, S., Haryoo, B., dan Suhardi. 2015. Prosedur analisa untuk bahan
makanan dan pertanian. Edisi ketiga. Yogyakarta: Liberty.
Boedoyo, M.S., 2014. Prospek Pemanfaatan Bioethanol Sebagai Pengganti BBM
di Indonesia 10.
Muljono, Judoamidjojo, Darwis, Aziz, A., dan Gumbira, E. 2017. Teknologi
Fermentasi. Rajawali pers: Jakarta.
Prescott, S.C., Dunn. 2014. Industrial Microbiology. New York: MC Grow Hill
Book Company.
Taufik, Ardiyanto. 2019. Tentang Jamur Ragi: Yogyakarta
Loupatty, V.D., 2014. Pemanfaatan bioetanol sebagai sumber energi alternatif
pengganti minyak tanah. Jurnal Pertanian. 10(6): 50–59.
Artiyani A. 2016. Bioetanol dari Limbah Kulit Singkong melalui Proses Hidrolisis
dan Fermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae. Journal International
Conference on Environmental Science and Technology. 2(11): 67-71.
Erna, Said I, Abram PH. 2016. Bioetanol dari limbah kulit singkong (Manihot
esculenta Crantz) melalui proses fermentasi. Jurnal Akademika Kimia. 5(3):
121-126.
Sari, F.D.N. dan R. Astili. 2018. Kandungan Asam sianida dendeng dari limbah
kulit Singkong. Jurnal Dunia Gizi, 1 (1) : 20-29.
Cosstello R, Chum H. 2018. Biomass Bioenergy and Carbon Management.
Madison(US): Omnipress.
Chittibabu S, Rajendran K, Santhanmuthu M. 2013. Optimization of microwave
assisted alkali pretreatment and enzymatic hydrolysis of banana psedostem
for bioethanol production.

Rukhana, I. S. 2017. Pengaruh Lama Pencelupan Dan Penambahan Bahan


Pengawet alami Dalam Pembuatan Edible Coating Berbahan Dasar Pati
Kulit Singkong Terhadap Kualitas Pasca Panen Cabai Merah (Capsicum
annum L.). Doctoral dissertation. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim.

Maulinda, L., Nasrul, Z. A., & Sari, D. N. 2017). Pemanfaatan kulit singkong
sebagai bahan baku karbon aktif. Jurnal Teknologi Kimia Unimal, 4(2), 11-
19.

FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
Zagrobelny M, Bak S, Rasmussen AV, Jorgensen B, Naumann CM, Meller BL.
2004. Cyanogenic glucosides and plant-insect interaction. Phytochemistry.
6(12):293-306.
Rosyidin K, Khaharudin Y, Amin R, Andriani NK, Maharani DM. 2015. Assisted
pretreatment with microwave heating untuk peningkatan kadar selulosa
batang pisang pada produksi bioetanol. Prosiding Simposium Nasional
Inovasi dan Pembelajaran Sains.
BPS Indonesia. 2020. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia Tanaman Pangan.
Pranita E. 2019. Potensi pertanian ubi kayu di Indonesia yang menjanjikan:
Bogor.

FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
LAMPIRAN

FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI
FINA YUNISA
MUTIARA RIYANTO PUTRI

Anda mungkin juga menyukai