100%(1)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
69 tayangan6 halaman
Meningkatnya jumlah penduduk akan berbanding lurus dengan
meningkatnya kebutuhan energi bagi kelangsungan hidup manusia beserta
aktivitas sosial dan ekonominya, yang berarti meningkatnya kebutuhan sarana
transportasi dan aktifitas industri. Hal tersebut berakibat pada meningkatnya
kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang merupakan sumber
daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
Meningkatnya jumlah penduduk akan berbanding lurus dengan
meningkatnya kebutuhan energi bagi kelangsungan hidup manusia beserta
aktivitas sosial dan ekonominya, yang berarti meningkatnya kebutuhan sarana
transportasi dan aktifitas industri. Hal tersebut berakibat pada meningkatnya
kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang merupakan sumber
daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
Meningkatnya jumlah penduduk akan berbanding lurus dengan
meningkatnya kebutuhan energi bagi kelangsungan hidup manusia beserta
aktivitas sosial dan ekonominya, yang berarti meningkatnya kebutuhan sarana
transportasi dan aktifitas industri. Hal tersebut berakibat pada meningkatnya
kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang merupakan sumber
daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
BIOETANOL KULIT BUAH KAKAO; MENUJU INDONESIA MANDIRI BAHAN BAKAR NABATI Oleh: Wawan W. Efendi Meningkatnya jumlah penduduk akan berbanding lurus dengan meningkatnya kebutuhan energi bagi kelangsungan hidup manusia besert a aktivitas sosi al dan ekonominya, yang berarti meningkatnya kebutuhan sarana transportasi dan aktifitas industri. Hal tersebut berakibat pada meningkatnya kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Penggunaan bahan bakar fosil di Indonesia mencapai angka yang tinggi. Sebagaimana Ditjen Migas di dalam Prihandana (2007) menjelaskan bahwa penggunaan BBM Indonesia pada tahun 2006 untuk jenis premium sebesar 17.067 kl, minyak tanah 10.018 kl, minyak diesel 498 kl, Minyak bakar 4.785 kl dan Solar 25.092 kl yang belum termasuk impor BBM swasta sekitar 350.000 kl 60% untuk solar dan 40% untuk minyak bakar. Sedangkan BPS melaporkan bahwa tahun 2011 nilai impor produk migas Indonesia mencapai USD 33,604 mil iar, naik drastis 53,99% dari tahun sebelumnya. Yaitu dengan rincian minyak mentah USD 8,866 miliar, dan BBM USD 23,57. Tahun 2011 Indonesia sudah mengimpor sekitar 95,5 juta barel minyak mentah dan l ebih dari 204,9 juta barel BBM. Di sisi lain, penggunaan bahan bajar fosil secara tidak arif akan berakibat terjadinya global warming dan climate change. Selain itu, kesehatan manusia juga sangat penting untuk diperhatikan, mengingat adanya dampak negatif dari gas serta partikel beracun sisa pembakaran bahan bakar fosil. Pada tahun 2006 pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebi jakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM yaitu dengan bahan bakar nabati (BBN) (Prihandana, 2007). Melihat kondi si tersebut di atas, maka sudah seharusnya Indonesi a tidak menggantungkan sepenuhnya kepada bahan bakar fosil. Karena Indonesi a memil iki potensi yang luar biasa untuk mengembangkan bahan bakar nabati Wawan W. Efendi/ Bioetanol Kulit Buah Kakao/ 2012 2 secara mandiri dengan bahan baku yang melimpah. Hingga saat ini telah cukup banyak dikembangkan BBN dengan bahan baku singkong, jagung, tebu, aren, dan sorgum. Namun apabila dipahami l ebih jauh, dengan menggunakan bahan baku tersebut akan mengakibatkan alih fungsi dan berkurangnya bahan pangan. Padahal memproduksi BBN dapat dil akukan dengan menggunakan kul it buah kakao yang menjadi li mbah buangan setelah pengol ahan. Selain itu, limbah kakao tersebut t ersedia sangat meli mpah sei ring dengan dikembangkannya kakao di Indonesia. Kakao Komoditas Unggul Indonesia Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan sub sektor perkebunan dari 15 komoditas yang dicanangkan untuk dikembangkan secara besar-besaran di Indonesia. Perkembangan luas areal panen dan produksi kakao Indonesia relatif berfluktuatif, namun cenderung meningkat. Sebagaimana tampak pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Luas areal dan Produksi Kakao Indonesi a Tanuh Luas Areal Produksi Total (Ha) Pertumbuhan (%) Total (Ton) Pertumbuhan (%) 2004 1.090.960 691.704 2005 1.167.046 6,97 748.828 8,26 2006 1.320.820 13,18 769.386 2,75 2007 1.379.279 4,43 740.006 -3,82 2008 1.425.216 3,33 803.594 8,59 2009* 1.475.345 3,52 758.411 -5,62 Sumber: Ditjen. Perkebunan dalam Kementrian Pertanian (2010) Keterangan: * angka sementar a Berdasarkan produksi rata-rata tahun 2004 2008, Indonesia berada pada peringkat ke-2 duni a yakni 717 ribu ton atau berkontribusi sebesar Gambar 1. Kakao Wawan W. Efendi/ Bioetanol Kulit Buah Kakao/ 2012 3 Gambar 2. Sepuluh Negara Produsen Kakao Terbesar di Duni a Tahun 2004 2008 17,25%. Hal ini terjadi karena tingginya ti ngkat produktivitas kakao Indonesi a. (Kementrian Pertanian, 2010). Kulit Buah Kakao Berpotensi Menjadi Sumber Bioetanol Kakao merupakan tanaman industri dengan produk utama berupa biji yang memil iki nilai ekonomi tinggi, yang dalam proses penanganan hasilnya juga menghasilkan produk ikutan (limbah) berupa cangkang atau kul it buah kakao. PT. Perkebunan XXVI (1991) melaporkan bahwa daging buah, pulp dan plasenta merupakan bagian dari buah kakao yang dimasukkan sebagai kul it. Sedangkan dari 15 Kg buah akan diperoleh lebih kurang 12 Kg kulit buah kakao basah, dan lebih kurang 3 Kg biji kakao basah (sekitar 1 Kg biji kakao kering). Jika memang secara garis besar pr oduksi kakao tersebut dalam bentuk biji, maka akan diperol eh limbah yang sangat melimpah. Misalnya saja pada tahun 2008 Indonesia dapat menghasilkan biji kakao 803.594 ton maka limbah yang tersedia sekitar 3.214.367 ton. Dengan demikian, kuli t buah kakao sangat berpotensi digunakan sebagai bahan baku pembuatan BBN yang berupa bioetanol. Selain itu, kulit buah kakao juga memil iki komponen bahan yang dapat digunakan sebagai bioetanol seperti berikut ini: Tabel 2. Komposisi Kimia Kulit Buah Kakao Kandungan Bahan Bahan Kering 83,79 Abu 14,61 Protein kasar 8,69 Serat kasar 42,55 Gambar 3. Bagian-bagian Buah Kakao Wawan W. Efendi/ Bioetanol Kulit Buah Kakao/ 2012 4 Lemak kasar 2,74 Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 31,41 Hemiselulosa 6,66 Selulosa 30,24 Lignin 38,45 Sumber: Moran dalam Suparjo (2011) Melihat kondisi di atas, maka sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang luar biasa untuk mengembangkan BBN dari kulit buah kakao. Terlebih lagi kakao telah benar-benar dicanangkan untuk dikembangkan secar a besar- besaran oleh pemerintah. Hal ini akan menjadi nil ai positif bagi Indonesia karena produksi bijinya ditingkatkan secara kualitas maupun kuantitas serta limbahnya dimanfaatkan sebagai BBN. Jadi tidak akan ada limbah yang terbuang percuma dan akan menjadi keuntungan bagi Indonesia. Secara umum di dalam dunia industri, bioetanol diproduksi dengan dua cara yaitu mayoritas dari fermentasi dan enzimatis. Sedangkan mempr oduksi bioetanol dari kulit buah kakao pada dasarnya dapat menggunakan teknik fermentasi pada umumnya, berikut i ni proses pembuatan bioetanol secara sederhana dari kuli t buah kakao secara fermentasi: a. Mengumpulkan dan mencuci kulit buah kakao. b. Memotong-motong hingga halus. c. Bahan yang sudah dipotong-potong, kemudian di masak hingga hancur (atau menjadi bubur). d. Ditambahkan j amur kapang Trichoderma viride untuk memecah selulosa dari kuli t buah kakao menjadi monosakarida. Hal ini di karenakan jamur tersebut dapat menghasilkan enzim selul ase yang dapat mendegradasi selulosa menjadi monosakarida. e. Dilanjutkan dengan proses fermentasi. f. Proses distilasi dil akukan untuk memurnikan bioetanol menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkoho hasil fermentasi yang mempunyai kemur nian sekitar 40% tadi harus melewat proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali. Wawan W. Efendi/ Bioetanol Kulit Buah Kakao/ 2012 5 Keunggulan Bioetanol dari Bahan Bakar Fosil (Bensin) Etanol merupakan senyawa alkohol yang secara umum sudah lama digunakan ol eh masyarakat. Sedangkan bioet anol merupakan senyawa etanol yang didapatkan dari rekayasa biomassa (tanaman) yang mengandung komponen gula, pati, maupun selulosa melalui proses biol ogis (enzimatik dan fermentasi). Alkohol yang dapat digunakan sebagai bahan bakar dengan bai k adalah yang kadar alkohol nya di atas 99,5 %. Bioetanol memiliki angka oktan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bensin, sehingga menyebabkan pembakaran pada mesin l ebih sempurna. Bioetanol bila dicampur dengan bensin dapat berfungsi sebagai (1) octan booster yaitu mampu meningkatkan nil ai. (2) oxigenating agent yaitu mengandung oksigen sehingga menyempur nakan pembakaran. (3) fuel extender yaitu menghemat bahan bakar fosil. Selain bahan baku yang melimpah, Prihandana (2007) menjelaskan bahwa bioetanol merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan karena secar a signifikan dapat mengurangi gas berbahaya di atmosfer. Dalam proses produksi dan pembakaran juga tidak meningkatkan efek rumah kaca. Hal tersebut berbeda dengan bensin selama ini yang sisa pembakarannya menghasilkan gas beracun seperti karbon monoksida (CO), oksida belerang (SOx), timbal (Pb). Gas beracun tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia seperti gangguan saluran pernapasan, gangguan distribusi O2 darah dalam jantung, kerusakan otak, ginjal dan gangguan gastrointestinal. Menggeser Paradigma untuk Bertindak Menyadari dampak dan resiko yang telah terjadi sebelumnya, serta mempertimbangkan potensi yang dimil iki, maka dibutuhkan kesadaran untuk memahami dan kemauan bertindak untuk mengembangkan bioetanol kulit buah kakao di Indonesi a. Karena bahan baku yang tersedia di Indonesi a sangat melimpah, sehingga tidak ada kata tidak mungkin untuk mengembangkan bioetanol di Indonesia dan menjadi negara yang mandiri BBN yang berkelanjutan, terbarukan serta ramah lingkungan. Wawan W. Efendi/ Bioetanol Kulit Buah Kakao/ 2012 6 Daftar Pustaka Kementrian Pertanian. 2010. Outlook Pertanian dan Perkebunan. Pusat Data dan Informasi Pertanian Departemen Pertanian 2010. Jakarta. Mandiri. 2011. Industri Migas (Oil Refinery). Industry|Update. Volume 24, Desember 2011. Prihandana, Ret al. 2007. Bioetanol Ubi Kayu: Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta: Agromedia Pustaka. PT. Perkebunan XXVI. 1991. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao dan Kopi pada Pertanian Kakao dan Kopi di PT Perkebunan XXVI. Seminar Bi oteknologi. Bogor. Suparjo, et al. 2011. Performa Kambing yang Diberi Kulit Buah Kakao Terfermentasi. Jurnal Media Peternakan, April 2011, hlm. 35-41.