Anda di halaman 1dari 6

Wawan W.

Efendi/ Bioetanol Kulit Buah Kakao/ 2012 1


BIOETANOL KULIT BUAH KAKAO; MENUJU INDONESIA
MANDIRI BAHAN BAKAR NABATI
Oleh: Wawan W. Efendi
Meningkatnya jumlah penduduk akan berbanding lurus dengan
meningkatnya kebutuhan energi bagi kelangsungan hidup manusia besert a
aktivitas sosi al dan ekonominya, yang berarti meningkatnya kebutuhan sarana
transportasi dan aktifitas industri. Hal tersebut berakibat pada meningkatnya
kebutuhan dan konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang merupakan sumber
daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
Penggunaan bahan bakar fosil di Indonesia mencapai angka yang tinggi.
Sebagaimana Ditjen Migas di dalam Prihandana (2007) menjelaskan bahwa
penggunaan BBM Indonesia pada tahun 2006 untuk jenis premium sebesar
17.067 kl, minyak tanah 10.018 kl, minyak diesel 498 kl, Minyak bakar 4.785 kl
dan Solar 25.092 kl yang belum termasuk impor BBM swasta sekitar 350.000 kl
60% untuk solar dan 40% untuk minyak bakar. Sedangkan BPS melaporkan
bahwa tahun 2011 nilai impor produk migas Indonesia mencapai USD 33,604
mil iar, naik drastis 53,99% dari tahun sebelumnya. Yaitu dengan rincian minyak
mentah USD 8,866 miliar, dan BBM USD 23,57. Tahun 2011 Indonesia sudah
mengimpor sekitar 95,5 juta barel minyak mentah dan l ebih dari 204,9 juta
barel BBM.
Di sisi lain, penggunaan bahan bajar fosil secara tidak arif akan
berakibat terjadinya global warming dan climate change. Selain itu, kesehatan
manusia juga sangat penting untuk diperhatikan, mengingat adanya dampak
negatif dari gas serta partikel beracun sisa pembakaran bahan bakar fosil.
Pada tahun 2006 pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebi jakan Energi Nasional
untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM yaitu
dengan bahan bakar nabati (BBN) (Prihandana, 2007).
Melihat kondi si tersebut di atas, maka sudah seharusnya Indonesi a
tidak menggantungkan sepenuhnya kepada bahan bakar fosil. Karena Indonesi a
memil iki potensi yang luar biasa untuk mengembangkan bahan bakar nabati
Wawan W. Efendi/ Bioetanol Kulit Buah Kakao/ 2012 2
secara mandiri dengan bahan baku yang melimpah. Hingga saat ini telah cukup
banyak dikembangkan BBN dengan bahan baku singkong, jagung, tebu, aren,
dan sorgum. Namun apabila dipahami l ebih jauh, dengan menggunakan bahan
baku tersebut akan mengakibatkan alih fungsi dan berkurangnya bahan pangan.
Padahal memproduksi BBN dapat dil akukan dengan menggunakan kul it buah
kakao yang menjadi li mbah buangan setelah pengol ahan. Selain itu, limbah
kakao tersebut t ersedia sangat meli mpah sei ring dengan dikembangkannya
kakao di Indonesia.
Kakao Komoditas Unggul Indonesia
Kakao merupakan salah satu
komoditas unggulan sub sektor
perkebunan dari 15 komoditas yang
dicanangkan untuk dikembangkan
secara besar-besaran di Indonesia.
Perkembangan luas areal panen dan
produksi kakao Indonesia relatif
berfluktuatif, namun cenderung
meningkat. Sebagaimana tampak pada
tabel di bawah ini:
Tabel 1. Luas areal dan Produksi Kakao Indonesi a
Tanuh
Luas Areal Produksi
Total (Ha) Pertumbuhan
(%)
Total (Ton) Pertumbuhan
(%)
2004 1.090.960 691.704
2005 1.167.046 6,97 748.828 8,26
2006 1.320.820 13,18 769.386 2,75
2007 1.379.279 4,43 740.006 -3,82
2008 1.425.216 3,33 803.594 8,59
2009* 1.475.345 3,52 758.411 -5,62
Sumber: Ditjen. Perkebunan dalam Kementrian Pertanian (2010)
Keterangan: * angka sementar a
Berdasarkan produksi rata-rata tahun 2004 2008, Indonesia berada
pada peringkat ke-2 duni a yakni 717 ribu ton atau berkontribusi sebesar
Gambar 1. Kakao
Wawan W. Efendi/ Bioetanol Kulit Buah Kakao/ 2012 3
Gambar 2. Sepuluh Negara Produsen Kakao
Terbesar di Duni a Tahun 2004 2008
17,25%. Hal ini terjadi karena
tingginya ti ngkat produktivitas
kakao Indonesi a. (Kementrian
Pertanian, 2010).
Kulit Buah Kakao Berpotensi
Menjadi Sumber Bioetanol
Kakao merupakan
tanaman industri dengan produk
utama berupa biji yang memil iki
nilai ekonomi tinggi, yang dalam proses penanganan hasilnya juga
menghasilkan produk ikutan (limbah) berupa cangkang atau kul it buah kakao.
PT. Perkebunan XXVI (1991)
melaporkan bahwa daging buah, pulp dan
plasenta merupakan bagian dari buah
kakao yang dimasukkan sebagai kul it.
Sedangkan dari 15 Kg buah akan diperoleh
lebih kurang 12 Kg kulit buah kakao basah,
dan lebih kurang 3 Kg biji kakao basah
(sekitar 1 Kg biji kakao kering).
Jika memang secara garis besar pr oduksi kakao tersebut dalam bentuk
biji, maka akan diperol eh limbah yang sangat melimpah. Misalnya saja pada
tahun 2008 Indonesia dapat menghasilkan biji kakao 803.594 ton maka limbah
yang tersedia sekitar 3.214.367 ton. Dengan demikian, kuli t buah kakao sangat
berpotensi digunakan sebagai bahan baku pembuatan BBN yang berupa
bioetanol. Selain itu, kulit buah kakao juga memil iki komponen bahan yang
dapat digunakan sebagai bioetanol seperti berikut ini:
Tabel 2. Komposisi Kimia Kulit Buah Kakao
Kandungan Bahan
Bahan Kering 83,79
Abu 14,61
Protein kasar 8,69
Serat kasar 42,55
Gambar 3. Bagian-bagian Buah
Kakao
Wawan W. Efendi/ Bioetanol Kulit Buah Kakao/ 2012 4
Lemak kasar 2,74
Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 31,41
Hemiselulosa 6,66
Selulosa 30,24
Lignin 38,45
Sumber: Moran dalam Suparjo (2011)
Melihat kondisi di atas, maka sebenarnya Indonesia memiliki potensi
yang luar biasa untuk mengembangkan BBN dari kulit buah kakao. Terlebih lagi
kakao telah benar-benar dicanangkan untuk dikembangkan secar a besar-
besaran oleh pemerintah. Hal ini akan menjadi nil ai positif bagi Indonesia
karena produksi bijinya ditingkatkan secara kualitas maupun kuantitas serta
limbahnya dimanfaatkan sebagai BBN. Jadi tidak akan ada limbah yang terbuang
percuma dan akan menjadi keuntungan bagi Indonesia.
Secara umum di dalam dunia industri, bioetanol diproduksi dengan dua
cara yaitu mayoritas dari fermentasi dan enzimatis. Sedangkan mempr oduksi
bioetanol dari kulit buah kakao pada dasarnya dapat menggunakan teknik
fermentasi pada umumnya, berikut i ni proses pembuatan bioetanol secara
sederhana dari kuli t buah kakao secara fermentasi:
a. Mengumpulkan dan mencuci kulit buah kakao.
b. Memotong-motong hingga halus.
c. Bahan yang sudah dipotong-potong, kemudian di masak hingga hancur (atau
menjadi bubur).
d. Ditambahkan j amur kapang Trichoderma viride untuk memecah selulosa dari
kuli t buah kakao menjadi monosakarida. Hal ini di karenakan jamur tersebut
dapat menghasilkan enzim selul ase yang dapat mendegradasi selulosa
menjadi monosakarida.
e. Dilanjutkan dengan proses fermentasi.
f. Proses distilasi dil akukan untuk memurnikan bioetanol menjadi berkadar
lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, alkoho hasil
fermentasi yang mempunyai kemur nian sekitar 40% tadi harus melewat
proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air dengan
memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang
kemudian diembunkan kembali.
Wawan W. Efendi/ Bioetanol Kulit Buah Kakao/ 2012 5
Keunggulan Bioetanol dari Bahan Bakar Fosil (Bensin)
Etanol merupakan senyawa alkohol yang secara umum sudah lama
digunakan ol eh masyarakat. Sedangkan bioet anol merupakan senyawa etanol
yang didapatkan dari rekayasa biomassa (tanaman) yang mengandung
komponen gula, pati, maupun selulosa melalui proses biol ogis (enzimatik dan
fermentasi). Alkohol yang dapat digunakan sebagai bahan bakar dengan bai k
adalah yang kadar alkohol nya di atas 99,5 %.
Bioetanol memiliki angka oktan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
bensin, sehingga menyebabkan pembakaran pada mesin l ebih sempurna.
Bioetanol bila dicampur dengan bensin dapat berfungsi sebagai (1) octan
booster yaitu mampu meningkatkan nil ai. (2) oxigenating agent yaitu
mengandung oksigen sehingga menyempur nakan pembakaran. (3) fuel extender
yaitu menghemat bahan bakar fosil.
Selain bahan baku yang melimpah, Prihandana (2007) menjelaskan
bahwa bioetanol merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan karena secar a
signifikan dapat mengurangi gas berbahaya di atmosfer. Dalam proses produksi
dan pembakaran juga tidak meningkatkan efek rumah kaca. Hal tersebut
berbeda dengan bensin selama ini yang sisa pembakarannya menghasilkan gas
beracun seperti karbon monoksida (CO), oksida belerang (SOx), timbal (Pb). Gas
beracun tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia
seperti gangguan saluran pernapasan, gangguan distribusi O2 darah dalam
jantung, kerusakan otak, ginjal dan gangguan gastrointestinal.
Menggeser Paradigma untuk Bertindak
Menyadari dampak dan resiko yang telah terjadi sebelumnya, serta
mempertimbangkan potensi yang dimil iki, maka dibutuhkan kesadaran untuk
memahami dan kemauan bertindak untuk mengembangkan bioetanol kulit
buah kakao di Indonesi a. Karena bahan baku yang tersedia di Indonesi a sangat
melimpah, sehingga tidak ada kata tidak mungkin untuk mengembangkan
bioetanol di Indonesia dan menjadi negara yang mandiri BBN yang
berkelanjutan, terbarukan serta ramah lingkungan.
Wawan W. Efendi/ Bioetanol Kulit Buah Kakao/ 2012 6
Daftar Pustaka
Kementrian Pertanian. 2010. Outlook Pertanian dan Perkebunan. Pusat Data dan
Informasi Pertanian Departemen Pertanian 2010. Jakarta.
Mandiri. 2011. Industri Migas (Oil Refinery). Industry|Update. Volume 24,
Desember 2011.
Prihandana, Ret al. 2007. Bioetanol Ubi Kayu: Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
PT. Perkebunan XXVI. 1991. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao dan Kopi pada
Pertanian Kakao dan Kopi di PT Perkebunan XXVI. Seminar Bi oteknologi.
Bogor.
Suparjo, et al. 2011. Performa Kambing yang Diberi Kulit Buah Kakao
Terfermentasi. Jurnal Media Peternakan, April 2011, hlm. 35-41.

Anda mungkin juga menyukai