Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

BUDIDAYA TANAMAN KELAPA SAWIT


SEJARAH TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

DOSEN PENGAMPU:

Venti Jatsyah, S.P., M.Si.

Disusun oleh :

Lili Nurdianti 4072020028

BTP-3A

PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN

JURUSAN PENGELOLAAN HASIL PERKEBUNAN

POLITEKNIK NEGERI KETAPANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah
Budidaya Tanaman Kelapa Sawit yang berjudul Sejarah Tanaman Kelapa
Sawit ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi


tugas dari Dosen Pengampu pada mata kuliah Budidaya Tanaman Kelapa
Sawit. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Sejarah Tanaman Kelapa Sawit bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Venti Jatsyah. S.P.,


M.Si. selaku Dosen Pengampu pada mata kuliah Budidaya Tanaman
Kelapa Sawit, yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Ketapang, 09 Oktober 2021

Lili Nurdianti
NIM 4072020028

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang......................................................................................1
1.2. Tujuan ...................................................................................................2
1.3. Rumusan masalah..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Tanaman Kelapa Sawit........................................................3
2.2. Sejarah Tanaman Kelapa Sawit.............................................................5
2.2.1 Introduksi Tanaman Kelapa Sawit Ke Indonesia.............................5
2.2.2 Awal Pengembangan Kelapa Sawit di Indonesia (1911 – 1945).....7
2.2.3 Perkembangan Kelapa Sawit Pasca Kemerdekaan..........................8
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan..........................................................................................10
3.2. Saran....................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelapa sawit, sejatinya bukan merupakan tanaman asli Indonesia.


Berawal dari empat benih kelapa sawit yang diintroduksi pada tahun 1848 yang
aslinya berasal dari Afrika tersebut dibawa orang Belanda ke Indonesia dan
ditanam di Kebun Raya Bogor, industri kelapa sawit Indonesia terus
berkembang hingga menjadi penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia.
Saat ini luasan perkebunan kelapa sawit Indonesia mencapai 10,95 juta ha dan
produksi crude palm oil (CPO) sebesar 29,5 juta ton (Ditjenbun, 2014). Nilai
ekspor minyak sawit dan produk turunannya ekspor mencapai USD 17 milyar
(Kemendag, 2015) atau sekitar 14% dari total ekspor non migas. Selain sebagai
sumber pemasukan devisa, kelapa sawit juga sangat berperan dalam penyediaan
tenaga kerja dan pengembangan wilayah melalui dampak multiplier effect dari
pengembangan perkebunan kelapa sawit.

Sebagai salah satu sumber minyak nabati dunia, kelapa sawit di


Indonesia memegang peranan penting dalam perdagangan global. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa aspek, yakni kemampuan Indonesia untuk meningkatkan
produksi baik melalui proses intensifikasi maupun ekstensifikasi, harga yang
kompetitif, dan aspek nutrisi kelapa sawit. Dari sisi produktivitas, tanaman
kelapa sawit merupakan tanaman yang paling produktif dibandingkan dengan
dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya, Dengan rerata
produksi minyak antara 4-5 ton/ha pada skala komersial, tingkat produksi
minyak kelapa sawit melebihi kemampuan produksi minyak dua tanaman utama
penghasil minyak nabati lainnya, yakni rapeseed (2 ton/ha) dan kedelai (0.5
ton/ha) (Zimmer, 2010). Karena dari segi produksi kedelai hanya menghasilkan
minyak sebanyak 47 juta ton atau 31% , sedangkan kelapa sawit mampu
menghasilkan minyak sebesar 62 juta ton atau 41% dari total produksi empat

1
minyak nabati utama dunia. Dengan demikian, telah terjadi perubahan pangsa
minyak sawit dan minyak kedelai dalam pasar minyak nabati dunia. Pangsa
minyak sawit meningkat dari 26%(1980) menjadi 41%(2014).

Kekuatan kelapa sawit juga direfleksikan melalui kandungan nutrisi


kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan minyak nabati yang kaya akan beta
karoten (pro vitamin A) dan vitamin E. Keseimbangan antara komponen jenuh
(saturated) dan minyak tak jenuh (unsaturated) pada minyak kelapa sawit
memungkinkan kelapa sawit untuk menyediakan fraksi padat yang alami tanpa
memerlukan proses hidrogenasi, sehingga memiliki lebih sedikit struktur
molecul trans (Pamin, 1998).

1.2. Tujuan
 Untuk mengetahui apa itu kelapa sawit
 Untuk mengetahui sejarah tanaman Kelapa Sawit

1.3. Rumusan masalah


 Apa itu Tanaman Kelapa Sawit ?
 Bagaimana sejarah tanaman Kelapa Sawit ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit adalah jenis tumbuhan yang termasuk dalam


genus Elaeis dan ordo Arecaceae. Tumbuhan ini digunakan dalam
usaha pertanian komersial untuk memproduksi minyak sawit. Genus ini memiliki
dua spesies anggota. Kelapa sawit afrika (Elaeis guineensis) adalah sumber utama
minyak kelapa sawit. Kelapa sawit amerika (Elaeis oleifera) adalah tanaman
asli Amerika Selatan dan Tengah tropis, dan digunakan secara lokal untuk
produksi minyak.

Kelapa sawit merupakan tumbuhan industri sebagai bahan baku penghasil


minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Kelapa sawit ini memiliki
peranan yang penting dalam industri minyak yaitu dapat menggantikan kelapa
sebagai sumber bahan bakunya. Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar
sehingga banyak hutan dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan
kelapa sawit. Terdapat beberapa spesies kelapa sawit yaitu E. guineensis Jacq., E.
oleifera, dan E. odora. Varietas atau tipe kelapa sawit digolongkan berdasarkan
dua karakteristik yaitu ketebalan endokarp dan warna buah. Berdsarkn ketebalan
endokarpnya, kelapa sawit digolongkan menjadi tiga varietas yaitu Dura, Pisifera,
dan Tenera, sedangkan menurut warna buahnya, kelapa sawit digolongkan
menjadi tiga varietas yaitu Nigrescens, Virescens, dan Albescens.

Secara umum, kelapa sawit terdiri atas beberapa bagian yaitu akar, batang,
daun, bunga dan buah. Bagian dari kelapa sawit yang dilolah menjadi minyak
adalah buah. Arecaceae dewasa bertangkai tunggal, dan dapat tumbuh dengan
ketinggian lebih dari 20 m (66 ft). Daunnya menyirip, dan panjang mencapai
antara 3–5 m (10–16 ft). Bunganya diproduksi dalam bentuk padat; masing-
masing bunga kecil, dengan tiga sepal dan tiga kelopak. Buahnya berwarna
kemerahan, seukuran plum besar, dan tumbuh dalam tandan besar. Setiap buah

3
terdiri dari lapisan luar yang mengandung minyak (perikarp), dengan biji tunggal
(inti sawit), juga kaya akan minyak. Kelapa sawit berbentuk pohon. Tingginya
dapat mencapai 24 meter. Akar serabut tanaman kelapa sawit mengarah ke bawah
dan samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar napas yang tumbuh mengarah
ke samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.

Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk


menyirip. Daun berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda.
Penampilannya agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang
tidak terlalu keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga
umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas
sehingga penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Bunga jantan dan betina
terpisah namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu
pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri. Bunga
jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina terlihat lebih
besar dan mekar. Tanaman sawit dengan tipe cangkang pisifera bersifat female
steril sehingga sangat jarang menghasilkan tandan buah dan dalam produksi benih
unggul digunakan sebagai tetua jantan.

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah
tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul
dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah
sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak
bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok dengan
sendirinya. Buah terdiri dari tiga lapisan:

 Eksoskarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.


 Mesoskarp, serabut buah
 Endoskarp, cangkang pelindung inti

Inti sawit (kernel, yang sebetulnya adalah biji)


merupakan endosperma dan embrio dengan kandungan minyak inti berkualitas
tinggi. Kelapa sawit berkembang biak dengan cara generatif. Buah sawit matang
pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas (plumula)

4
dan bakal akar (radikula). Habitat aslinya adalah daerah semak belukar. Sawit
dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15° LU - 15° LS). pohon kelapa sawit
mulai berbuah saat berumur sekitar tiga tahun dan masa produktifnya rata-rata
sekitar 25 tahun. Buah kelapa sawit dapat dipanen selama 12 bulan dalam satu
tahun. Pohon kelapa sawit dewasa dapat tumbuh hingga mencapai 20 meter.
Setiap tandan buahnya mengandung minyak sekitar 50 persen. Biji buah sawit,
yang disebut kernel, menghasilkan palm kernel oil. Bunga jantan dan betna
terpisah namun berada pada satu pohon dan memiliki waktu pematangan berbeda
sehingga jarang terjadi penyerbukan sendiri. Batang tanaman ditutupi pelepah
hingga umur 12 tahun. Setelah umur 12 tahun, pelepah mengering akan terlepas
sehingga penampilan mirip dengan batang pohon kelapa.

2.2. Sejarah Tanaman Kelapa Sawit

2.2.1 Introduksi Tanaman Kelapa Sawit Ke Indonesia


Catatan paling awal mengenai introduksi kelapa sawit ke Indonesia
(dahulu disebut Netherlands India atau Hindia Belanda) tercantum dalam
Hunger (1917), Rutgers et al. (1922) dan Hunger (1924) yang menyebutkan
bahwa terdapat empat bibit kelapa sawit yang ditanam di Buitenzorg Botanical
Garden (Kebun Raya Bogor) pada tahun 1848. Dari empat bibit tersebut, dua
bibit diintroduksi dari Bourbon atau Mauritius pada Februari 1848 oleh D.T
Pryce sementara dua bibit yang lainnya diintroduksi dari Amsterdam pada
Maret 1848. Rutgers et al. (1922) menduga bahwa bibit dari Amsterdam juga
berasal dari kelompok yang sama dengan bibit yang berasal dari Bourbon.

Laporan resmi pertama mengenai tanaman kelapa sawit yang


diintroduksi oleh D.T. Pryce di Bogor ditulis pada 23 Maret 1850 oleh J.E.
Teysmann, seorang pengawas Pemerintahan (Intendant Gouvernements-hotels),
yang isinya sebagai berikut: ‘Elaeis guineensis dari Hortus Botanicus
Amsterdam yang dibawa oleh D.T. Pryce telah diterima. Palma ini merupakan
tanaman yang menghasilkan minyak (Hunger, 1924)

5
Buah kelapa sawit yang dipanen dari empat dura tersebut (sesuai laporan
Teysmann) didistribusikan secara gratis ke berbagai wilayah pada tahun 1853
(Rutgers et al, 1922). Pada tahun 1858, Sekretaris Kantor Kolonial (the
Secretary of the Colonial Office) di Hindia Belanda mengajak Pemerintah
Negara Belanda untuk menjajaki kemungkinan penanaman kelapa sawit di
Indonesia. Sebanyak 146 lot benih kelapa sawit didistribusikan ke: (i) Jawa dan
Madura (mencakup Bagelen, Banyumas, Banyuwangi, Bantam, Batavia,
Besuki, Cirebon, Yogyakarta, Jepara, Kediri, Kedu, Madiun, Madura, Pasuruan,
Pekalongan, Priangan, Probolinggo, Rembang, Semarang, Surabaya, Surakarta,
Tegal), (ii) Sumatera (Bengkulu, Lampung, Palembang, Sumatera Timur,
Sumatera Barat, Tapanuli, Riau), (iii) Kalimantan, (iv) Sulawesi, (v) Maluku,
(vi) Nusa Tenggara.

Sebelum tahun 1860 sekitar 3.4 ha areal percobaan kelapa sawit


dibangun di Banyumas dan 0.74 ha dibangun di Palembang (Rutgers, 1924).
Selama periode 1859 – 1864, pengeluaran tahunan dibuat untuk pemeliharaan
percobaan ini. Pada tahun 1864, percobaan kelapa sawit di Banyumas dan
Palembang dihentikan. Laporan resmi menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit
di kebun percobaan tumbuh lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan di
tempat asalnya, dan tanaman mulai menghasilkan buah pada umur 4 tahun,
lebih cepat dibandingkan di tempat asalnya yang memerlukan waktu 6-7 tahun
untuk berbuah. Tanaman kelapa sawit tidak hanya diujicobakan di wilayah
Banyumas dan Palembang, tetapi juga ditanam di residen lainnya, seperti di
Residen Priangan. Beberapa perkebunan swasta juga mengujicobakan tanaman
kelapa sawit di wilayah Pamanukan dan Ciasem, Cikandi Udik, Ciomas dan
beberapa tempat lainnya.

Pada 1875, benih kelapa sawit yang berasal dari Kebun Raya Bogor
ditanam di Distrik Deli Sumatera. Empat tahun kemudian pada 1879, J. Krol,
Kepala Deli Maaatschappij melaporkan ke Kebun Raya Bogor bahwa kelapa
sawit yang ditanam di Distrik Deli tumbuh dengan sangat baik (Rutgers et al.,
1922).

6
Kurangnya publikasi mengenai kegunaan kelapa sawit pada masa
tersebut menyebabkan tidak adanya industri perkebunan kelapa sawit sebelum
tahun 1911. Ketidaktertarikan untuk mengusahakan kelapa sawit dikarenakan
ketiadaan industri pengolahan dan pada saat itu kelapa sawit tidak dapat
berkompetisi dengan tanaman kelapa. Meskipun hasil pengujian di plot-plot
percobaan menunjukkan hasil yang sangat baik, tetapi pengembangan kelapa
sawit pada skala ekonomi pada masa itu tidak segera dikembangkan oleh
Pemerintah Belanda. Dr Hunger dalam tulisannya mengenai sejarah kelapa
sawit menyampaikan opini bahwa kegagalan dalam pengembangan kelapa sawit
di Jawa lebih karena sikap dari otoritas lokal yang tidak memiliki antusias untuk
mengembangkan lebih lanjut, dan menghentikan percobaan kelapa sawit
sesegera mungkin.

2.2.2 Awal Pengembangan Kelapa Sawit di Indonesia (1911 – 1945)

Tonggak pengembangan kelapa sawit di Indonesia pada skala ekonomi


dibangun oleh

M. Adrien Hallet, seorang warga negara Belgia. Berbekal pengetahuan tentang


kelapa sawit yang didapat dari Kongo - Afrika, dan melihat pertumbuhan kelapa
sawit yang baik sebagai tanaman hias di Sumatera, Hallet membangun
perkebunan kelapa sawit pertama seluas 6500 acre (~ 2630 ha) pada 1911 di
wilayah Sumatera bagian Timur mencakup Pulu Raja (Asahan) dan Sungai
Liput (Aceh) dengan menggunakan bahan tanaman orijin Deli. Pada saat yang
bersamaan, K. Schadt, warga negara Jerman, menanam 2000 bibit kelapa sawit
di Tanah Itam Ulu. Di tahun-tahun berikutnya, kelapa sawit ditanam di setiap
wilayah yang berdekatan dengan distrik-distrik tersebut.
Perang dunia pertama mempengaruhi perkembangan luas areal kelapa
sawit. Hingga 1917, luas perkebunan kelapa sawit di Sumatera masih sekitar
1.605 ha. Setelah perang dunia pertama, industri kelapa sawit berkembang
cukup pesat. Pada tahun 1918 terdapat 2.100 ha kebun kelapa sawit yang
dikelola oleh 19 kebun. Pabrik kelapa sawit (PKS) pertama dibangun di Sungei

7
Liput pada tahun 1918.
Pada tahun 1922, jumlah perkebunan yang mengelola kelapa sawit
mencapai 25 maskapai di Sumatera Timur, delapan maskapai di Aceh, dan satu
maskapai di Sumatera Selatan dengan total luas area sekitar 6.916 ha dan
meningkat menjadi 31.600 ha pada tahun 1925 (Hartley, 1977). Pada tahun
1938, perkebunan kelapa sawit di Sumatera mencapai luasan 90.000 ha (Moll,
1987), dan terus meningkat menjadi 100.000 ha pada 1939 yang dikelola oleh
66 kebun (Lubis, 1992). Pada masa penjajahan Jepang 1942 - 1945, banyak
perkebunan kelapa sawit yang diganti dengan tanaman pangan dan pabrik
kelapa sawit dihentikan kegiatannya (Lubis, 1992). Setelah kemerdekaan, pada
tahun 1947 kebun-kebun tersebut dikembalikan ke pemiliknya semula. Setelah
direinventarisasi hanya 47 kebun saja yang dapat dibangun kembali dari 66
kebun sebelumnya. Beberapa kebun mengalami kehancuran total seperti Kebun
Taba Pingin dan Kebun Oud Wassenar di Sumatera Selatan, Kebun Ophir di
Sumatera Barat, Kebun Karang Inou di Aceh dan beberapa kebun di Riau
(Lubis, 1992).

2.2.3 Perkembangan Kelapa Sawit Pasca Kemerdekaan

Perkembangan luas areal kelapa sawit setelah masa penjajahan Jepang


hingga tahun 1969 hanya mengalami peningkatan sekitar 10.000 ha. Pada masa
setelah kemerdekaan, terjadi stagnasi dan situasi politik sangat tidak
mendukung perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia. Namun
demikian, beberapa hal yang dicatat pada periode peralihan 1957 – 1968
sebagai berikut (Lubis, 1992):
1. Pemerintah Indonesia mengambil alih atau nasionalisasi perusahaan
Belanda pada 10 Desember 1957. Hal ini dilakukan sesuai Surat Keputusan
Menteri Pertanian No. 229/UM/1957
2. Pengembalian perusahaan milik Inggris, Perancis, Belgia dan Amerika
kepada pemiliknya masing-masing pada 19 Desember 1967
3. Reorganisasi Perusahaan Negara Perkebunan (PNP), melalui penggabungan
Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) pada 1961-1962.
4. Pembentukan organisasi baru berdasarkan komoditas, yakni karet, aneka

8
tanaman, tembakau, gula dan serat pada 1963 – 1968, yang disusul dengan
pembentukan PT. Perkebunan (PTP).
Pulihnya keamanan dan politik setelah gerakan G30S/PKI serta
semangat membangun dari Pemerintahan Orde Baru banyak mengundang
perhatian investor asing seperti Bank Dunia dan Asian Development Bank
untuk berkontribusi dalam pembangunan perkebunan. Pada masa Pembangunan
Lima Tahun (Pelita) I yang dimulai pada 1968, pembukaan areal kelapa sawit
dilakukan di luar wilayah tradisional. Dalam upaya pengembangan perkebunan
besar swasta, Direktorat Jenderal Perkebunan menyusun kebijakan Perkebunan
Besar Swasta Nasional (PBSN) melalui mekanisme kredit pada tahun 1977.
Skema PBSN berjalan cukup baik dalam tiga tahap, yakni PBSN I pada 1977 –
1981, PBSN II 1981 – 1986, dan PBSN III pada 1986 – 1989 (Lubis, 1992).
Perkembangan industri kelapa sawit Indonesia tidak terlepas dari peran
bahan tanaman di dalamnya. Meski hanya berkontribusi 7-8% dari total biaya
produksi, namun keberadaan bahan tanaman sangat menentukan berhasil atau
tidaknya suatu perkebunan. Pemilihan bahan tanaman dengan kualitas unggul
menjamin tingkat produksi yang stabil untuk masa ekonomi selama 25 tahun.
Karakter unggul varietas kelapa sawit dapat dilihat dari mutu genetis (potensi
hasil tinggi), mutu fisiologis (daya tumbuh), dan mutu morfologis (keseragaman
dan higienitas benih). Hingga April 2015, Pemerintah Indonesia telah merilis 46
varietas kelapa sawit dengan berbagai karakter unggulan yang menyertainya.
Varietas-varietas ini berasal dari 11 produsen benih, yakni 10 produsen dalam
negeri dan 1 produsen dari luar negeri.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kelapa sawit, sejatinya bukan merupakan tanaman asli Indonesia.


Berawal dari empat benih kelapa sawit yang diintroduksi pada tahun 1848 yang
aslinya berasal dari Afrika tersebut dibawa orang Belanda ke Indonesia dan
ditanam di Kebun Raya Bogor, Dari empat bibit tersebut, dua bibit diintroduksi
dari Bourbon atau Mauritius pada Februari 1848 oleh D.T Pryce sementara dua
bibit yang lainnya diintroduksi dari Amsterdam pada Maret 1848. Rutgers et al.
(1922) menduga bahwa bibit dari Amsterdam juga berasal dari kelompok yang
sama dengan bibit yang berasal dari Bourbon. industri kelapa sawit Indonesia
terus berkembang hingga menjadi penghasil minyak kelapa sawit terbesar di
dunia.

Kelapa sawit adalah jenis tumbuhan yang termasuk dalam


genus Elaeis dan ordo Arecaceae. Tumbuhan ini digunakan dalam
usaha pertanian komersial untuk memproduksi minyak sawit. Genus ini memiliki
dua spesies anggota. Kelapa sawit afrika (Elaeis guineensis) adalah sumber utama
minyak kelapa sawit. Kelapa sawit amerika (Elaeis oleifera) adalah tanaman
asli Amerika Selatan dan Tengah tropis, dan digunakan secara lokal untuk
produksi minyak. Kelapa sawit merupakan tumbuhan industri sebagai bahan baku
penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Kelapa sawit ini
memiliki peranan yang penting dalam industri minyak yaitu dapat menggantikan
kelapa sebagai sumber bahan bakunya.

10
Perkembangan luas areal kelapa sawit setelah masa penjajahan Jepang
hingga tahun 1969 hanya mengalami peningkatan sekitar 10.000 ha. Pada masa
setelah kemerdekaan, terjadi stagnasi dan situasi politik sangat tidak mendukung
perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia. Perkembangan industri kelapa
sawit Indonesia tidak terlepas dari peran bahan tanaman di dalamnya. Meski
hanya berkontribusi 7-8% dari total biaya produksi, namun keberadaan bahan
tanaman sangat menentukan berhasil atau tidaknya suatu perkebunan.

3.1 Saran
Makalah ini sebaiknya dipresentasikan agar para mahasiswa
dapat belajar bagaimana cara mempresentasikan hasil kerjanya
masing-masing

11
DAFTAR PUSTAKA

Lubis, AU. 1978. Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Marihat. Pematang Siantar.

Lubis, R.A,. Akiyat, and B. Nouy. 1991. Synthetic comparison of yield evolution
in North Sumatra of the Marihat RCEC first cycle DxP crosses.

Direktorat Jenderal Perkebunan. 2015. Statistik Perkenunan Indonesia-Kelapa


Sawit (2013-2015)

12

Anda mungkin juga menyukai