Anda di halaman 1dari 9

“ Produksi Bioetanol dari Bonggol Jagung

sebagai Bioenergi Alternatif Terbarukan”

PENDAHULUAN

Bioteknologi  merupakan kumpulan peralatan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan
seperti peningkatan genetik varietas  tanaman dan  populasi  hewan terhadap  kenaikan yield-
nya  atau karakteristik  genetik  dan konservasi  sumber  daya  genetik. Saat  ini kontribusi dan 
aplikasi  bioteknologi  telah dapat  diterapkan pada produksi bioenergi  seperti  produksi
biomassa dan konversi  dari biomassa untuk  generasi  pertama  atau biofuel  cair pada generasi
kedua, selain produksi biodiesel dari mikro alga dan produksi biogas (Ruane     et al.,2010).

Bioenergi adalah energi yang diperoleh dari biomassa sebagai fraksi produk biodegradasi,
limbah, dan residu dari pertanian (berasal dari nabati dan hewani), industri kehutanan dan terkait,
dan sebagian kecil biodegradasi dari limbah industri dan kota (FAO). Bioenergi berperan penting
pada pencapaian target dalam menggantikan petroleum didasarkan pada bahan bakar transportasi
dengan bahan bakar alternatif dan pereduksian emisi karbon dioksida dalam jangka panjang.
Berbagai sumber biomassa dapat digunakan untuk menghasilkan bioenergi berbagai bentuk.
Contohnya,makanan, serat dan kayu sebagai residu dari sektor industri, energi dan rotasi pendek
tanaman dan limbah  pertanian,dan hutan dan hutan  pertanian (agroforestry) sebagai residu dari
sektor  kehutanan dimana seluruhnya dapat digunakan untuk  menghasilkan listrik,panas,
gabungan panas dan tenaga, dan  bentuk-bentuk bioenergi. Dalam bentuk bioenergi modern,
etanol, biodiesel, dan biogas adalah produk utama bioenergi. Etanol  dan biodiesel dapat
digunakan sebagai bahan bakar transportasi, dan  etanol  juga  produk  mentah penting dalam
industri kimia. Produksi  etanol berperan  penting dalam transformasi          petroleum terhadap 
biomassa berdasarkan  ekonomi, ketahanan pangan, dan lingkungan. Etanol yang diproduksi dari
tumbuh-tumbuhan (nabati) biasanya lebih dikenal dengan sebutan Bioetanol.

Bioetanol dapat dikonversi dari sumber daya alam terbarukan yang mengandung bahan
lignoselulosa. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol antara lain tanaman yang
memiliki kadar karbohidrat tinggi (gula,pati,selulosa, dan hemiselulosa), seperti tebu, nira, aren,
sorgum, ubi kayu, jambu mete (limbah jambu mete), garut, batang pisang, ubi jalar, jagung,
bonggol jagung, jerami, dan bagas (ampas tebu).

Sangat jelas diketahui bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan sumber daya
alam yang sangat berlimpah, baik sumber daya alam yang dapat diperbaharui maupun yang tidak
dapat diperbaharui. Kesemuanya itu akan saling melengkapi dan berpotensi sebagai wadah yang
baik untuk kemakmuran dan kesejahteraan bangsa ini jika Indonesia mampu mengoptimalkan
keseimbangan pengolahannya.

Saat ini terdengar kabar bahwa bangsa Indonesia sedang mengalami penipisan sumber daya alam
tak terbaharukan terutama pada bahan bakar fosil. Hal ini dipicu akibat meningkatnya
pertumbuhan penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan wilayah dari tahun ke tahun
yang otomatis ikut menaikkan ekploitasi kebutuhan akan pemenuhan energi listrik dan juga
bahan bakar secara nasional. Karena kelemahan dari minyak bumi atau bahan bakar fosil adalah
sifatnya yang tidak mudah diperbaharui, sehingga untuk mengatasinya perlu adanya bahan bakar
alternatif pengganti minyak bumi yang tebarukan dan lebih ramah lingkungan. Sehingga peran
bioteknologi khusunya dalam sektor bioenergi ini  perlu diterapkan di Indonesia untuk
memecahkan permasalahan kita saat ini, salah  satunya  adalah dengan mengembangkan dan
meningkatkan produksi bioetanol dari SDA kita.(Simamora,2008 dalam Fitriani dkk, 2013)

Jagung adalah salah satu produk pertanian yang banyak dihasilkan di negara Indonesia
khususnya di Sumatera Utara. Kinerja  produksi jagung  Indonesia cenderung meningkat.
Berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat Statistik) produktivitas jagung ditahun 2011 mencapai
17,92 juta ton sedangkan di tahun 2013 meningkat menjadi 18,51 juta ton. Buah jagung terdiri
dari 30% limbah yang berupa bonggol jagung (Irawadi, 1990 dalam Subekti, 2006). Jadi jika
dikonversikan dengan jumlah produksi jagung pada tahun 2013, maka negara Indonesia
berpotensi menghasilkan bonggol jagung sebanyak ± 5,553 juta ton. Jumlah limbah tersebut
dapat dikatakan sangat banyak dan akan menjadi sangat potensial jika dapat di biotransformasi
menjadi sesuatu yang bermanfaat  secara tepat.  Salah satu transformasi yang dibuat dari limbah
jagung ini adalah menjadikan bonggol jagung sebagai bahan dasar pembuatan bioetanol. Hal ini
dapat dilakukan mengingat kandungan senyawa bonggol jagung juga menjadikan bonggol
jagung berpotensi sebagai penghasil bioetanol. Dan telah banyak jurnal-jurnal penelitian yang
melakukan percobaan untuk mendapatkan hasil optimal dalam proses pengolahan limbah jagung
ini menjadi bioetanol yang berkualitas baik.

Untuk itu penulis melakukan mini riset terhadap pembuatan bioetanol dari bonggol jagung
sebagai bioenergi alternatif terbarukan dan perkembangan produksinya di masyarakat Indonesia
saat ini khususnya di Sumatera Utara.

METODE

Metode yang digunakan dalam mini riset ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan
menggunakan kajian teori dari berbagai literatur media massa yang diperoleh dari Internet
sebagai salah satu sumber informasi utama. Digunakan juga lembar pertanyaan (observasi) yang
langsung dijelaskan/dijawab langsung oleh penulis berdasarkan informasi kajian literatur yang
telah dilakukan penulis di berbagai media massa baik  media massa online maupun tidak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Telah dijelaskan diawal bahwa fokus mini riset ini adalah membahas mengenai produksi
bioetanol dari limbah jagung yaitu bonggol/tongkol jagung sebagai bioenergi alternatif
terbarukan dan perkembangan produksinya di masyarakat dan Industri untuk alasan
menanggulangi persoalan kurangnya pasokan BBM di Indonesia khususnya di Sumatera Utara.
Berikut hasil mini riset yang telah kami lakukan melalui kajian teori dari berbagai sumber
literatur.

Jagung
Sistematika klasifikasi tanaman jagung (Zea mays L) sebagai berikut :

Kingdom         : Plantae – Plants

Subkingdom    :Tracheobionta – Vascular plants

Superdivision  :Spermatophyta – Seed plants

Division           : Magnoliophyta – Flowering plants

Class                :Liliopsida – Monocotyledons

Subclass          :Commelinidae

Ordo                :Cyperales

Family             : Poaceae – Grass family

Genus              : Zea L. – corn

Species            : Zea mays L. – corn

Di Indonesia  penghasil jagung  terbesar adalah  Jawa Timur sebanyak  5,5  juta ton diikuti Jawa
Tengah  3 juta ton; Lampung  2,1  juta ton; Sulawesi Selatan  1,3 juta ton; Sumatera Utara 1,4 
juta  ton; Jawa Barat : 900 ribu  ton. (BPS, 2010) Dan hingga saat ini komoditas jagung di
Sumatera Utara masih berada di 5 besar produksi komoditas jagung terbanyak.
Tongkol pada jagung adalah bagian dalam organ betina tempat bulir duduk menempel. Istilah ini
juga dipakai untuk menyebut seluruh bagian jagung betina (buah jagung). Tongkol terbungkus
oleh kelobot (kulit “buah jagung”). Secara morfologi, tongkol jagung adalah tangkai utama malai
yang termodifikasi. Malai organ jantan pada jagung dapat memunculkan bulir pada kondisi
tertentu. Tongkol jagung muda, disebut juga babycorn, dapat dimakan dan dijadikan sayuran.
Tongkol yang tua ringan namun kuat, dan menjadi sumber furfural, sejenis monosakarida dengan
lima atom karbon. Tongkol jagung merupakan salah satu limbah lignoselulosik yang banyak
tersedia di Indonesia. Limbah lignoselulosik adalah limbah pertanian yang mengandung selulosa,
hemiselulosa, dan lignin. Masing-masing merupakan senyawa-senyawa yang potensial dapat
dikonversi menjadi senyawa lain secara biologi. Selulose merupakan sumber karbon yang dapat
digunakan mikroorganisme sebagai substrat dalam proses fermentasi untuk menghasilkan produk
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Suprapto dan Rasyid, 2002 dalam Puji, Astuti dkk, 2008)

Bioetanol

Etanol atau etil alkohol, C2H5OH merupakan suatu senyawa organik yang tersusun dari unsur-
unsur karbon, hidrogen  dan oksigen. Etanol dapat diperoleh dari bahan baku nabati dengan
melalui proses fermentasi sehingga lebih dikenal dengan sebutan bioetanol. Berdasarkan
berbagai penelitian diperoleh bahwa bahan lignoselulosa yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin
juga dapat dikonversi menjadi etanol yang dapat digunakan untuk mensubtitusikan bahan bakar
minyak/bensin. Ketika etanol dihasilkan dari biomassa yang mengandung pati atau selulosa
(Lignoselulosa), maka etanol mampu menjadi bioenergi. Atau seperti yang dijelaskan diatas
dikenal dengan istilah bioetanol. Namun pada intinya bahan dasar pembuatan bioetanol adalah
sumber daya alam nabati yang mengandung komponen pati, gula atau serat selulosa (Hambali
dkk, 2007).

Berdasarkan rujukan tersebut jelas bahwa tongkol jagung yang merupakan salah satu limbah
ligoselulosik (limbah pertanian yang banyak mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin)
memanglah cocok digunakan sebagai bahan dasar dari pembuatan bioetanol.

Pembuatan Bioetanol  dari  bahan Baku Bonggol Jagung


Secara umum produksi bioetanol biasanya melalui 3 proses penting yaitu :

 Pretreatment (Delignifikasi)
 Produksi Gula (Sakarifikasi/ Hidrolisis)
 Produksi Etanol (Proses Fermentasi)

Alat dan Bahan yang digunakan :

Alat yang digunakan adalah talang, baskom plastik besar, neraca analitik (Adventure ohaus),
blender (panasonic), ayakan 60 mesh, kertas saring, pH meter digital, injector, sakarometer,
alkoholmeter, autoclave (hiclave HTV 50), dan alat-alat gelas (pyrex)

Bahan yang digunakan adalah limbah jagung berupa tongkol jagung, asam sulfat, natrium
hidroksida, ragi roti, aquadests, alginat dan kalsium klorida.

Tahapan Kerja  :

Persiapan Bahan Baku (Preparasi Bahan):

Perlakuan  awal  terhadap  tongkol jagung meliputi pencucian, pengeringan, dan  pengayakan. 
Pencucian  dilakukan untuk menghilangkan  bahan-bahan  yang terikut  dalam tongkol seperti
tanah, cangkang dan kotoran lain pengeringan dilakukan dengan menggunakan sinar matahari
langsung. Pengeringan dilakukan untuk memudahkan dalam proses penggilingan serat  tongkol 
jagung, karena pada keadaan lembab tongkol jagung sukar untuk dihancurkan. Tahap
penghancuran bertujuan untuk memperkecil ukuran tongkol jagung. Alat yang digunakan adalah
blender. Tongkol yang sudah dihancurkan kemudian diayak menggunakan ayakan 60 mesh.

Pretreatment (Delignifikasi)

Menimbang serbuk tongkol jagung sebanyak 10gram, kemudian dimasukkan ke dalam  wadah
berupa gelas/baskom kaca. Larutan natrium hidroksida dengan konsentrasi 10%. Sebanyak 100
mL NaOH ditambahkan ke  dalam gelas kimia yang  berisi  serbuk  tongkol  jagung, kemudian
diaduk dengan rata sampai merendam serbuk tongkol jagung. Perendaman  dilakukan  selama 
28 jam.  Setelah  itu,  disaring dengan  menggunakan  kain  saring. Endapan  dicuci  dengan  air 
sampai  pH  7 selanjutnya dimasukkan  ke  dalam  cawan petri (wadah yang bersih), dikeringkan
pada suhu ruang.

Fungsi Delignifikasi ini adalah untuk melepas lignin dari selulosa dengan merusak struktur lignin
sehingga membebaskan selulosa tanpa merusak karbohidrat. Dapat digunakan NaOH, NaOCl,
atau juga NH4OH. Namun yang paling optimum digunakan sesuai literatur yang diperoleh adalah
larutan NaOH 10 %.

Produksi Gula (Sakarifikasi/ Hidrolisis)

Perlakuan hasil delignifikasi waktu dan konsentrasi terbaik dilakukan  pada proses  hidrolisis.
Menimbang serbuk tongkol jagung yang telah didelignifikasi sebanyak  5 gram,  dimasukkan  ke
dalam wadah erlenmeyer.  Ditambahkan  larutan  asam sulfat  10%  sebanyak  75  mL.  Proses
hidrolisis  dilakukan  pada  suhu  1000C selama  210  menit.  Produk  hasil  hidrolisis disaring
dan ditambahkan  dengan  natrium hidroksida sampai pH 4,5. Selanjutnya ditambahkan larutan
kalsium klorida jenuh untuk menghilangkan sulfat pada hidrolisat.  Parameter yang diamati
adalah kadar glukosa. Pengukuran kadar glukosa dengan menggunakan sakarometer. Setelah 
dilakukan  proses  hidrolisis selanjutnya  akan  dilakukan  proses netralisasi  menggunakan 
natrium hidroksida  untuk  mempertahankan  pH optimum,  yaitu  pH  4,5-5.  Selanjutnya,
larutan  hasil  netralisasi  ditambahkan kalsium klorida  untuk menghilangkan sisa sulfat yang
ada pada larutan.

Produksi Bioetanol

Tahapan Kerja produksi bioetanol dengan menggunakan sel  amobil, diawali dengan tahapan
kerja imobilisasi sel. Sel amobil yang dibuat selanjutnya digunakan untuk produksi bioetanol.

1. Imobilisasi Sel

Sel  yang  digunakan  dalam imobilisasi  adalah  sel  khamir Sacharomises  cereviceae, 
sedangkan bahan  pengimobilsasi  digunakan  larutan alginate 2%. Pembuatan natrium alginate 2
%  adalah  natrium  alginat  2  gram ditambahkan  100  ml  akuades  dan  dipanaskan hingga
alginat larut. Campuran ditutup  dengan  kapas  dan  disterilkan selama  15  menit.  Larutan 
alginat  yang telah  dingin,  dicampur  dengan  suspensi ragi  roti  (10  gram  ragi  ditambahkan
akuades  30 ml,  diaduk  hingga membentuk  larutan  suspensi). Campuran  dimasukkan ke
dalam  injektor, kemudian  diteteskan ke dalam  larutan  kalsium  klorida  1M  sambil diaduk. 
Setelah itu amobil telah siap untuk digunakan pada proses fermentasi (Mappiratu,dkk. 1993
dalam Fitriani,dkk.2013).

2. Proses Fermentasi

Hasil hidrolisis kemudian di tambahkan sel khamir yang telah di imobilisasi dan dibiarkan
selama ± 1 hari.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses fermentasi :

1. Konsentrasi Gula : Apabila dipergunakan konsentrasi gula terlalu tinggi hal ini akan
dapat menurukan pertumbuhan ragi sehingga waktu fermentasi akan lebih lama.
2. Bahan nutrien : Bahan nutrien yang bisa ditambahkan kedalam bahan yang difermentasi
adalah zat-zat yang mengandung fosfor dan nitrogen, seperti super fosfat, amonium
sulfat, ammonium fosfat, urea dll (Prescott dan Dunn, 1959 dalam Astuti, Puji dkk, 2013)
3. pH Fermentasi : Pada keasaman dibawah pH 0,3 proses fermentasi akan berkurang
kecepatannya, pH optimum pada pH 4,5-5,0. Bila medium fermentasi mempunyai
kapasitas buffer yang tinggi, hasil fermentasi terbaik tercapai bila pH awal pada pH 4,5-
4,7 sedangkan pada medium berkapasitas buffer rendah, nilai pH awal yang paling baik
pH 5,5. Pemberian asam sulfat dan pemanasan dapat digunakan untuk mengurangi
kontaminan akan mengendapkan garam-garam yang tidak dikehendaki, sehingga
mempertinggi kemurnian alkohol.
4. Temperatur : Temperatur berpengaruh terhadap proses fermentasi melalui dua hal yaitu
secara langsung mempengaruhi aktivitas enzim khamir dan secara tidak langsung
mempengaruhi hasil alkohol karena penguapan.
5. Pemurnian

Pemurnian  merupakan proses terakhir yang bisa dilakukan untuk pemurnia alkohol (bioetanol)
hasil fermentasi. Untuk pemurnian dapat dilakukan dengan destilasi yang merupakan metode
pemisahan yang didasarkan atas perbedaan titik didih. Proses ini dilakukan untuk mengambil
alkohol dari hasil fermentasi pada suhu  ±78-800C.

Report this ad
Gambar Bagan Alir Proses Produksi Bioetanol Secara Umum

Berdasarkan studi literatur di peroleh bahwa ada beberapa industri bioetanol yang telah
dikembangkan di Indonesia, namun kebanyakan produksi bietanol tersebut dari tebu, pepaya,
sagu, nira,dan aren dan produksi nya dalam skala home industri bukan merupakan industri skala
besar. Hanya  ada satu industri bioetanol yang penulis ketahui dengan berbahan dasar bonggol
jagung yaitu  Pabrik Bioetanol di Tuban provinsi jawa timur. Tetapi karena lokasi yang jauh dan
tidak adanya informasi lebih dari internet maupun literatur lainnya mengenai proses produksi
Pabrik  Bioetanol Bonggol Jagung di Tuban Jawa Timur tersebut penulis tidak bisa melakukan
miniriset secara langsung. Sosialisasi pemanfaatan Bioetanol dari bonggol jagung juga belum
maksimal, khususnya di Sumatera Utara, padahal Sumatera Utara masuk kedalam 5 besar
penghasil komoditas jagung terbesar di Indonesia. Masyarakat di Sumatera Utara hanya
membuang, membakar bonggol jagung untuk pupuk atau dibuat sebagai pakan ternak seperti
yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Karo mereka membuang bonggol jagung disekitaran
lahan pertanian dengan harapan dapat menyuburkan lahan pertanian. Akan tetapi saat ini peneliti
dari mahasiswa bahkan sainstist lainnya telah banyak melakukan penelitian mengenai produksi
bioetanol dari bonggol jagung. Salah satu literatur menerangkan bahwa energi bioetanol yang
dihasilkan dari bonggol jagung memiliki nilai energi sebesar 122 MJ/kg. Dengan banyaknya
mahasiswa yang mengetahui mengenai potensi bonggol jagung sebagai bahan bakar alternatif
berupa bioetanol akan berdamapak positif bagi lingkungan masyarakat disekitaran kampus.
Mahasiswa/i dapat membagikan informasi dan sosialisasi bahkan mengabdi untuk
mengembangkan potensi ini melalui pembuatan PKM-Pengabdian disuatu daerah penghasil
komoditas jagung terbesar di berbagai kawasan Indonesia.

Hal ini sangatlah penting karena pengunaan Bioetanol sebagai bahan bakar  baik sebagai
campuran bahan bakar bensin atau solar atau sebagai pengganti bensin telah dahulu dilakukan
dibeberapa negara seperti Australia, dan Brazil dan mendapatkan posisi baik sebagai alternatif
kurangnya pasokan minyak fosil.Dan hingga saat ini di Indonesia belum bisa  memanfaatan
bonggol jagung sebagai bahan bakar alternatif. Pemerintah sepertinya perlu memperhatikan
petani jagung dan kualitas produksi komoditas jagung di Indonesia dengan kawasan yang
terintegritas sehingga persediaanya tetap meningkat dengan biaya produksi stabil. Serta membuat
suatu kebijakan dalam penanganan limbah bonggol jagung agar bernilai ekonomis dalam proses
pengadaan bioetanol sebagai alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan. Dengan adanya
perhatian dari pemerintah dan sosialisasi yang maksimal tentang proses produksi bioetanol dari
bongggol jagung kepada masyarakat dapat dipastikan permasalahan akan kurangnya bahan bakar
minyak (BBM) dapat diatasi dengan Bahan Bakar Nabati (BBN) seperti bioetanol dari bonggol
jagung.

Kesimpulan

 Bonggol jagung merupakan limbah jagung yang belum dimanfaatkan secara maksimal
dan tidak memiliki nilai jual lebih memiliki karakteristik sifat kimia yang menganadung
bahan lignoselulosa yang berpotensi sebagai bioenergi terbarukan berupa bioetanol yang
dapat dijadikan sebagai alternatif bahan bakar. Bioetanol dari Bojag ini bersifat ramah
lingkungan dibanding bahan bakar fosil dengan nilai energi sebesar 122 MJ/kg
 Proses produksi bonggol jagung sebagai Bioetanol di lakukan melalui 5 tahapan yaitu
persiapan/preparasi bahan baku, pretreatment (delignifikasi), produksi gula
(hidrolisis/sakarifikasi), produksi etanol (Fermentasi) dan terakhir pemurnian melalui
destilasi.
 Banyak penelitian mengenai pemanfaatan bonggol jagung sebagai Bioetanol, namun
hingga saat ini dikalangan masyarakat masih banyak yang belum mengetahui potensi
tersebut terutama masyarakat di Sumatera Utara padahal termasuk 5 besar daerah
komoidtif penghasil jagung.

Anda mungkin juga menyukai