Dosen Pengampu:
Yoga Dwi Jatmiko, S.Si., M.App.Sc., Ph.D
Disusun oleh:
Kelompok 7
Arlisa Muthia Rivalina Muarif 205090100111003
Silvana Adelia Izza 205090100111064
Angelizsa Yusticia Christa Mariahati Silalahi 205090107111013
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penyusunan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan,
khususnya dalam bidang mikrobiologi industri terkait pemanfaatan biomassa menjadi produk
biofuel khususnya bioetanol, serta tahap pengubahan biomassa menjadi produk bioetanol sehingga
dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk penelitian selanjutnya terkait pengembangan
produk bioetanol.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biomassa
Biomassa merupakan sumber dari energi terbarukan paling luas dan eksploitasinya mengalami
peningkatan seiring berjalannya waktu. Biomassa berasal dari kombinasi bahan alami yang berasal
dari komponen organik seperti tanaman, pohon, alga, dan matriks organik lainnya. Biomassa
memiliki potensi besar dalam proses produksi biofuel yang dimanfaatkan di bidang transportasi,
listrik, dan panas. Biomassa menjadi sumber daya yang dapat diperbarui karena memiliki
rangkaian proses pembentukan yang singkat dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi
lingkungan sekitar. Proses pembentukan biomassa tidak akan meningkatkan CO2 pada atmosfer
bumi, karena senyawa kimia (CO2) yang dihasilkan dalam proses pembentukannya akan
dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan sebagai bahan fotosintesis atau proses metabolismenya.
Sumber biomassa (Gambar 1) berasal dari berbagai aktivitas. Adapun sumber biomassa yakni
berasal dari residu hewan (berupa limbah organik pada peternakan), residu hutan dan pertanian
(berupa limbah industri pengolahan kayu), sistem pembuangan air, Municipal Solid Waste
(MSW), alga, dan tanaman air lainnya (Tursi, 2019).
(Tursi, 2019)
Gambar 1. Sumber biomassa
B. Biomassa herba
Merupakan biomassa yang berasal dari tanaman monokotil atau tidak berkayu serta dari
tanaman mati yang mengalami pembusukan. Biomassa herba juga dapat diklasifikasikan ke
dalam sisa pengolahan produk makanan dari biji-bijian seperti sereal dengan bentuk limbah
berupa jerami (Tursi., 2019).
C. Biomassa aquatic
Biomassa aquatic atau biomassa perairan merupakan biomassa yang berasal dari tanaman air
seperti mikroalga, makroalga, dan tumbuhan air liar. Beberapa kategori dari biomassa aquatic
yakni sebagai berikut:
• Makroalga merupakan organisme multisel yang dapat tumbuh hingga mencapai panjang 60
m. Makroalga digunakan sebagai produksi makanan dan ekstrak hidrokoloid.
• Mikroalga merupakan organisme mikroskopis yang diklasifikasikan ke dalam sub
kelompok yakni diatom (alga coklat uniseluler yang merupakan mikroflora air dan biomassa
terbesar), alga hijau (alga hijau dapat menghasilkan produk utama berupa pati), dan alga
emas (alga dengan warna coklat keemasan dan mampu menghasilkan produk utama berupa
minyak dan karbohidrat).
• Tumbuhan air liar merupakan tumbuhan yang tumbuh atau muncul pada permukaan rawa-
rawa dengan jumlah spesies di alam yang cukup besar yakni berkisar 55.000. Tumbuhan ini
dapat menghasilkan metabolit dan senyawa kimia lainnya yang berasal dari proses
fotosintesis dengan bahan dasar CO2, air, dan sinar matahari (Tursi, 2019).
2.2 Biofuel
Biofuel adalah bahan bakar alternatif dari bahan bakar fosil, yang dapat digunakan untuk
transportasi, pemanas, dan pembangkit listrik. Biofuel dianggap terbarukan karena berasal dari
biomassa yang dapat ditanam atau diproduksi secara berkelanjutan. Namun, hal ini bergantung
pada cara memperoleh biofuel beserta dengan produknya. Biofuel dapat terbentuk dari fraksi-
fraksi limbah organik, seperti tanaman, limbah pertanian, sisa hutan, bahkan dari ganggang. Salah
satu contoh biofuel yang sering dikenal adalah etanol. Etanol merupakan hasil produk biofuel yang
dibentuk dengan proses fermentasi gula-gula turunan. Etanol biasa dihasilkan dari bahan-bahan
makanan berbahan dasar pati, seperti tebu, gandum, jagung, atau biomassa lignoselulosa yang
biasa digunakan untuk menstabilkan dekarbonisasi pada bahan bakar transportasi (Kowalski dkk.,
2022). Berdasarkan bahan baku dan proses konversinya, biofuel dapat diklasifikasikan dalam
empat generasi (Gambar 2).
Generasi pertama biofuel didasarkan pada fermentasi mikroba dari bahan makanan yang dapat
dimakan tetapi harus berbahan dasar pati dan sukrosa. Bahan dasar yang biasa digunakan adalah
gandung, jagung, dan tebu. Proses penghasilan bioetanol tidak terbatas untuk pada generasi
pertama, tetapi tetap bergantung pada stok pangan dan strain yang digunakan untuk produksi.
Selain bioethanol, terdapat biobutanol juga yang dapat dihasilkan dari proses fermentasi gula, dari
tebu, jagung, dan tanaman pangan lainnya. Namun, produksi biobutanol ini terbatas karena
produktivitas dan hasilnya yang rendah. Pada generasi pertama biofuels terdapat kelebihan seperti
proses yang sederhana, biaya yang tidak mahal, bersifat stabil dan tidak terdapat pretreatment yang
intensif. Sedangkan untuk kekurangannya sendiri yaitu karena adanya perdebatan antara
kepentingan pangan dan bahan bakar, tingginya penggunaan lahan dan air bersih yang dibutuhkan
(Cavelius dkk., 2023).
Berdasarkan kekurangan dari generasi pertama, dilakukan pengembangan pada produksi
biofuel generasi kedua. Generasi kedua biofuel menggunakan biomassa lignoselulosa dari residu
pertanian, residu hutan, dan lainnya seperti sisa industri makanan. Keunggulan dari biofuel
generasi kedua adalah tidak bergantung pada perubahan penggunaan lahan pertanian dan tidak ada
kepentingan untuk bersaing dengan sumber makanan. Namun, terdapat juga kekurangan dari
produksi biofuel generasi kedua, yaitu terbentuknya biomassa yang terbatas dan dibutuhkan proses
pretreatment yang panjang dan penting karena digunakan bahan baku yang kompleks. Salah satu
contoh dari hasil biofuel generasi kedua adalah sunliquid yang merupakan etanol selulosa dari
jerami yang merupakan residu pertanian yang kurang dimanfaatkan (Cavelius dkk., 2023).
Generasi ketiga biofuel dibentuk oleh mikroalga dan biomassa cyanobacteria. Kedua
mikroorganisme ini dapat digunakan untuk menghasilkan alkohol dan lipid secara alami yang
dapat diubah menjadi biodiesel atau bahan bakar energi tinggi lainnya. Terdapat laju fotosintesis
2—4 kali lipat lebih tinggi pada alga apabila dibandingkan dengan tanaman terestrial dalam
kecepatannya untuk menghasilkan dan membentuk biomassa. Selain itu, alga tidak membutuhkan
tanah yang subuh atau air tawar untuk tempat budidayanya. Budidaya alga dapat dengan mudah
dilakukan pada air payau, air limbah, atau pada air laut (Gambar 3). Namun, yang paling
terpenting dibutuhkan pasokan karbon dioksida yang cukup dalam membudidayakan alga, yang
dengan mudah didapatkan dan dipasok melalui industri penghasil emisi karbon dioksida atau
bahkan dengan penangkapan karbon di atmosfer. Biomassa yang dihasilkan alga akan terdapat
potensi jejak karbon negatif, dikarenakan mereka dapat mengikat GHG dalam produksi biomassa
mereka. Kekurangan lainnya adalah dibutuhkan biaya downstream yang tinggi, dikarenakan
proses pemanenan yang sulit dan membutuhkan energi yang tinggi untuk dilakukan. Hal ini terjadi
karena ukuran dan kepadatan sel mikroalga yang rendah, selain itu kepekaan sel terhadap pH yang
tinggi. Terdapat banyak perusahaan yang mengarahkan pemanfaatan biomassa dari alga untuk
produksi makanan, pangan dan aplikasi komersial biofuel (Cavelius dkk., 2023).
(Tursi, 2019)
Gambar 5. Skema pembentukan bioetanol
Produksi bioetanol dipengaruhi oleh bahan dasar atau substrat yang digunakan dalam
proses pembentukannya. Variasi bahan dasar pembuatan bioetanol (Tabel 1), menunjukkan hasil
etanol yang bervariasi pula. Berdasarkan 9 bahan dasar yang digunakan untuk memproduksi
etanol, terdapat 1 bahan organik dengan produk etanol yang dihasilkan cukup tinggi yakni berkisar
5.000—15.000 gal/acre atau 46.760—1.402. 900 L/ha. Sedangkan pada biomassa penghasil etanol
paling kecil adalah gandum (wheat) (Kuila & Sharma., 2018).
Proses produksi bioetanol akan melibatkan serangkaian fermentasi yang dibantu oleh
mikroorganisme. Salah satu mikroorganisme yang mampu menghasilkan metabolit sebagai bahan
fermentasi penghasil alkohol adalah yeast atau ragi. Sebagian besar ragi atau yeast yang digunakan
dalam fermentasi adalah yeast dari ascomycetes yang biasa dikenal dengan Saccharomyces
cerevisiae (Radecka dkk., 2015). Adapun beberapa yeast yang dimanfaatkan dalam proses
fermentasi alkohol atau etanol yakni sebagai berikut:
a. Saccharomyces cerevisiae
Merupakan mikroorganisme (yeast) yang paling banyak digunakan di bidang industri
fermentasi. Yeast ini optimal dalam melakukan fermentasi pada suhu 25—37 0C.
Saccharomyces cerevisiae dapat berkembang biak pada kondisi aerobik maupun anaerobik
sehingga memiliki kemampuan untuk mengakumulasi etanol dengan konsentrasi yang tinggi.
Kemampuan dari yeast ini menjadi pilihan dalam bidang industri fermentasi makanan maupun
minuman (Radecka dkk., 2015).
b. Zygosaccharomyces rouxii
Merupakan ragi dari filum hemiascomycetes dengan kemampuan yang paling osmotoleran
dan halotoleran sehingga dapat tumbuh pada konsentrasi gula 90%. Ragi ini digunakan sebagai
fermented atau pembusuk makanan dan minuman dengan kandungan gula tinggi.
Zygosaccharomyces rouxii digunakan pada produksi cuka dan kecap dengan fungsi untuk
membentuk rasa (Radecka dkk., 2015).
c. Dekkera bruxellensis
Merupakan ragi dengan kemampuan seperti S. cerevisiae sehingga seringkali digunakan
sebagai rahi pembusuk pada makanan dan minuman seperti bir, anggur, dan sari buah apel.
Dekkera bruxellensis merupakan ragi dengan sifat anaerobik fakultatif, mampu tumbuh pada
lingkungan asam, dapat toleran terhadap etanol, dan mampu menghasilkan serta
mengakumulasi kadar etanol yang tinggi (Radecka dkk., 2015).
3.1 Kesimpulan
Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang berasal dari bahan alami seperti tanaman,
pohon, alga, dan matriks organik lainnya. Proses pembentukan biomassa tidak meningkatkan CO2
pada atmosfer, karena CO2 yang dihasilkan dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan sebagai bahan
fotosintesis. Sumber biomassa berasal dari residu hewan, residu hutan dan pertanian, sistem
pembuangan air, Municipal Solid Waste (MSW), dan alga. Biofuel merupakan bahan bakar yang
dihasilkan dari biomassa. Salah satu contoh biofuel adalah etanol. Etanol dibentuk dari proses
fermentasi gula-gula turunan yang dihasilkan dari bahan berbahan dasar pati. Berdasarkan bahan
baku dan proses konversinya, biofuel dapat diklasifikasikan dalam empat generasi. Tahapan
pengubahan biomassa menjadi bioetanol dilakukan dari fermentasi hingga dehidrasi. Salah satu
contoh dari pembentukan bioetanol generasi ketiga adalah pembentukan bioetanol dari Gracilaria
sp. dan Sargassum sp. yang difermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae MTCC174 dan
Hanseniaspora opuntiae GK01.
DAFTAR PUSTAKA
Adiatama, J. C. & H. Prasojo. 2021. Critical review on the biofuel development policy in
Indonesia. IESR. Jakarta.
Canilha, L., A. K. Chandel, T. Suzane dos Santos Milessi, F. A. F. Antunes, W. Luiz da Costa
Freitas, M. das Graças Almeida Felipe & S. S. Da Silva. 2012. Bioconversion of sugarcane
biomass into ethanol: an overview about composition, pretreatment methods,
detoxification of hydrolysates, enzymatic saccharification, and ethanol fermentation.
Journal of Biomedicine and Biotechnology. 2012.
Kuila, A & Sharma, V. 2018. Principles and Applications of Fermentation Technology.
Scrivener Publishing LLC. Hoboken.
Osman, A. I., N. Mehta, A. M. Elgarahy, A. Al-Hinai, A. A. H. Al-Muhtaseb, & D. W. Rooney.
2021. Conversion of biomass to biofuels and life cycle assessment: a review.
Environmental chemistry letters. 19: 4075—4118.
Quereshi, S., P. R. Jadhao, A. Pandey, E. Ahmad & K.K. Pant. 2021. Sustainable Fuel
Technologies Handbook. Academic Press. Chennai.
Radecka, D., Mukherjee, V., Mateo, R. Q., Stojiljkovic, M., Foulquie-Moreno, M. R., &
Thevelein, J. M. 2015. Looking beyond Saccharomyces: the potential of non-conventional
yeast species for desirable traits in bioethanol fermentation. FEMS yeast research. 15(6):
fov053.
Saravanan, K., S. Duraisamy, G. Ramasamy, A. Kumarasamy & S. Balakrishnan. 2018. Evaluation
of the saccharification and fermentation process of two different seaweeds for an
ecofriendly bioethanol production. Biocatalysis and Agricultural Biotechnology. 14: 444—
449.
Tursi, A. 2019. A review on biomass: importance, chemistry, classification, and conversion.
Biofuel Research Journal. 6(2): 962.
Verardi, A., C. G. Lopresto, A. Blasi, S. Chakraborty & V. Calabrò. 2020. Lignocellulosic
biomass to liquid biofuels. Academic Press. San Diego.