Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MESIN KONVRESI ENERGI

“PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOGAS”

OLEH:

MUHAMAD HAKIKI

191010350045

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS PAMULANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Sampah telah menjadi masalah besar terutama di kota-kota besar di Indonesia.
Hingga tahun 2020 mendatang, volume sampah perkotaan di Indonesia diperkirakan akan
meningkat lima kali lipat. Tahun 1995 saja, menurut data yang dikeluarkan Asisten Deputi
Urusan Limbah Domestik, Deputi V Menteri Lingkungan Hidup, Chaerudin Hasyim, di Jakarta
baru-baru ini, setiap penduduk Indonesia menghasilkan sampah rata-rata 0,8 kilogram per kapita
per hari, sedangkan pada tahun 2000 meningkat menjadi 1 kilogram per kapita per hari. Pada
tahun 2020 mendatang diperkirakan mencapai 2,1 kilogram per kapita per hari. Meningkatnya
sampah perkotaan telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Bukan hanya
pemandangan tak sedap atau bau busuk yang ditimbulkannya tetapi juga ancaman terhadap
kesehatan.
Untuk memanfaatkan sampah perkotaan sebenarnya telah sejak lama diupayakan
para ahli. Salah satunya adalah pemanfaatan untuk produksi listrik biogas dari sampah kota.
Pemanfaatan biogas tersebut juga bisa berfungsi sebagai alternatif dalam menangani krisis
energi.
Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial didunia.
Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan
menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta permasalahan emisi dari bahan bakar fosil
memberikan tekanan kepada setiap negara untuk segera memproduksi dan menggunakan energi
terbaharukan. Selain itu, peningkatan harga minyak dunia hingga mencapai 100 U$ per barel
juga menjadi alasan yang serius yang menimpa banyak negara di dunia terutama Indonesia.
Lonjakan harga minyak dunia akan memberikan dampak yang besar bagi
pembangunan bangsa Indonesia. Konsumsi BBM yang mencapai 1,3 juta/barel tidak seimbang
dengan produksinya yang nilainya sekitar 1 juta/barel sehingga terdapat defisit yang harus
dipenuhi melalui impor. Menurut data ESDM (2006) cadangan minyak Indonesia hanya tersisa
sekitar 9 milliar barel. Apabila terus dikonsumsi tanpa ditemukannya cadangan minyak baru,
diperkirakan cadangan minyak ini akan habis dalam dua dekade mendatang.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah telah
menerbitkan Peraturan presiden republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi
nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak.
Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai altenatif
pengganti bahan bakar minyak.
Salah satu sumber energi alternatif adalah biogas. Gas ini berasal dari berbagai
macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat
dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion. Proses ini merupakan peluang
besar untuk menghasilkan energi alternatif sehingga akan mengurangi dampak penggunaan
bahan bakar fosil.

II. Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Pengertian biogas
2. Pemanfaatan energi biomassa
3. Co-firing
4. Biomass To Liquid
5. Sejarah perkembangan
6. Kelebihan dan kekurangan energi biogas

III. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian biogas
2. Untuk mengetahui pemanfaatan energi biomassa
3. Untuk mengetahui Co-firing batubara dengan biomassa
4. Untuk mengetahui Biomass To Liquid
5. Mengetahui Sejarah Perkembangan Biomassa
6. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Biogas tersebut
IV. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah dapat menambah wawasan
bagi penulis dan para pembaca di bidang pembangkit listrik tenaga Biomassa.

V. Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya masalah, maka permasalahannya dibatasi yaitu:
1. Pengertian Biogas
2. Pemanfaatan energi biomassa
3. Co-firing batubara dengan biomassa
4. Penjelasan tentang Biomass To liquid (BTL)
5. Sejarah Perkembangan
6. Kelebihan dan kekurangan dari biomassa tersebut
BAB II
BIOMASSA

1. Pengertian

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui pross fotosintetik, baik
berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman, pepohonan,
rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, tinja dan kotoran ternak. Merupakan produk
fotosintesis, yakni butir-butir hijau daun yang bekerja sebagai sel-sel surya, menyerap energi
matahari dan mengkonversi karbon dioksida dengan air menjadi suatu senyawa karbon,
hidrogen, dan oksigen.
CO2 + H2O + E ----> Cx(H2O) + O2
Biomassa merupakan sumber energi primer yang sangat potensial di Indonesia, yang
dihasilkan dari kekayaan alamnya berupa vegetasi hutan tropika. Biomassa bisa diubah menjadi
listrik atau panas dengan proses teknologi yang sudah mapan. Selain biomassa seperti kayu, dari
kegiatan industri pengolahan hutan, pertanian dan perkebunan, limbah biomassa yang sangat
besar jumlahnya pada saat ini juga belum dimanfaatkan dengan baik.
Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan).
Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah dll
Biomassa berfungsi sebagai :
a) sebagai penyedia sumber karbon untuk energi
b) dengan teknologi modern dalam pengkonversiannya dapat menjaga emisi pada tingkat
yang rendah.
c) mendorong percepatan rehabilitasi lahan terdegradasi dan perlindungan tata air.
d) digunakan untuk menyediakan berbagai vektor energi, baik panas, listrik atau bahan
bakar kendaraan.
2. Pemanfaatan Energi Biomassa

Agar biomassa bisa digunakan sebagai bahan bakar maka diperlukan teknologi untuk
mengkonversinya. Terdapat beberapa teknologi untuk konversi biomassa, dijelaskan pada .
Teknologi konversi biomassa tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat yang digunakan
untuk mengkonversi biomassa dan menghasilkan perbedaan bahan bakar yang dihasilkan.
Secara umum teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu pembakaran langsung, konversi termokimiawi dan konversi biokimiawi.
Pembakaran langsung merupakan teknologi yang paling sederhana karena pada umumnya
biomassa telah dapat langsung dibakar. Beberapa biomassa perlu dikeringkan terlebih dahulu dan
didensifikasi untuk kepraktisan dalam penggunaan. Konversi termokimiawi merupakan
teknologi yang memerlukan perlakuan termal untuk memicu terjadinya reaksi kimia dalam
menghasilkan bahan bakar. Sedangkan konversi biokimiawi merupakan teknologi konversi yang
menggunakan bantuan mikroba dalam menghasilkan bahan bakar.
Pemanfaatan Energi Biomassa:
1. Biobriket
2. Gasifikasi Biomassa
3. Pirolisa
4. Liquification
5. Biokimia

1. Biobriket
Briket adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengkonversi sumber energi
biomassa ke bentuk biomassa lain dengan cara dimampatkan sehingga bentuknya menjadi lebih
teratur. Briket yang terkenal adalah briket batubara namun tidak hanya batubara saja yang bisa di
bikin briket. Biomassa lain seperti sekam, arang sekam, serbuk gergaji, serbuk kayu, dan limbah-
limbah biomassa yang lainnya. Pembuatan briket tidak terlalu sulit, alat yang digunakan juga
tidak terlalu rumit.
Di IPB terdapat banyak jenis-jenis mesin pengempa briket mulai dari yang manual,
semi mekanis, dan yang memakai mesin. Adapun cara untuk membuat biobriket secara semi
mekanis disajikan dalam bentuk video.

2. Gasifikasi Biomassa
Gasifikasi biomassa dapat didefinisikan sebagai proses konversi bahan selulosa dalam
suatu reaktor gasifikasi (gasifier) menjadi bahan bakar. Gas tersebut dipergunakan sebagai bahan
bakar motor untuk menggerakan generator. Gambar 3. Skema Gasifikasi Biomassa dan
Sistem Pembangkit Daya
Pembangkit listrik. Gasifikasi merupakan salah satu alternatif dalam rangka program
penghematan dan diversifikasi energi. Selain itu gasifikasi akan membantu mengatasi masalah
penanganan dan pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan dan kehutanan. Ada tiga bagian
utama perangkat gasifikasi, yaitu : (a) unit pengkonversi bahan baku (umpan) menjadi gas,
disebut reaktor gasifikasi atau gasifier, (b) unit pemurnian gas, (c) unit pemanfaatan gas.

3. Pirolisa
Pirolisa adalah penguraian biomassa (lysis) karena panas (pyro) pada suhu yang lebih
dari 1500C. Pada proses pirolisa terdapat beberapa tingkatan proses, yaitu pirolisa primer dan
pirolisa sekunder. Pirolisa primer adalah pirolisa yang terjadi pada bahan baku (umpan),
sedangkan pirolisa sekunder adalah pirolisa yang terjadi atas partikel dan gas/uap hasil pirolisa
primer. Penting diingat bahwa pirolisa adalah penguraian karena panas, sehingga keberadaan O2
dihindari pada proses tersebut karena akan memicu reaksi pembakaran.

4. Liquification
Liquification merupakan proses perubahan wujud dari gas ke cairan dengan proses
kondensasi, biasanya melalui pendinginan, atau perubahan dari padat ke cairan dengan
peleburan, bisa juga dengan pemanasan atau penggilingan dan pencampuran dengan cairan lain
untuk memutuskan ikatan. Pada bidang energi liquification tejadi pada batubara dan gas menjadi
bentuk cairan untuk menghemat transportasi dan memudahkan dalam pemanfaatan.

5. Biokimia
Pemanfaatan biokimia lainnya adalah proses biokimia.Contoh proses yang termasuk ke
dalam proses biokimia adalah hidrolisis, fermentasi dan an-aerobic digestion. An-aerobic
digestion adalah penguraian bahan organik atau selulosa menjadi CH4 dan gas lain melalui
proses biokimia.
Selain anaerobic digestion, proses pembuatan etanol dari biomassa tergolong dalam
konversi biokimiawi. Biomassa yang kaya dengan karbohidrat atau glukosa dapat difermentasi
sehingga terurai menjadi etanol dan CO2. Akan tetapi, karbohidrat harus mengalami penguraian
(hidrolisa) terlebih dahulu menjadi glukosa. Etanol hasil fermentasi pada umumnya mempunyai
kadar air yang tinggi dan tidak sesuai untuk pemanfaatannya sebagai bahan bakar pengganti
bensin. Etanol ini harus didistilasi sedemikian rupa mencapai kadar etanol di atas 99.5%.
3. Co-firing Batubara dengan biomassa

Batubara saat ini banyak digunakan di unit pembangkit listrik, pembangkit kukus,
dan tanur pada pabrik-pabrik. Penggunaan batubara di Indonesia diperkirakan akan terus
meningkat karena dikeluarkannya Perpres No. 5 tahun 2006 yang menyatakan bahwa konsumsi
batubara akan terus ditingkatkan hingga tahun 2025. Akan tetapi pembangkitan energi
menggunakan batubara memiliki suatu kendala, yaitu pembakaran batubara menghasilkan emisi
gas rumah kaca yang merupakan penyebab utama pemanasan global yang sedang marak
diperdebatkan. Oleh karena itu, penggunaan batubara di masa depan sebaiknya dikurangi dan
diganti dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
Salah satu cara yang potensial untuk mengurangi konsumsi batubara sekaligus
mengurangi emisi gas rumah kaca dari pembakaran batubara adalah co-firing batubara dengan
limbah biomassa.
Co-firing

Gambar. Co-firing batubara dengan limbah biomassa dapat mengurangi emisi gas rumah kaca
Co-firing merupakan suatu proses pembakaran dua material yang berbeda secara
bersamaan. Dengan menggunakan co-firing, emisi dari pembakaran suatu bahan bakar fosil
dapat dikurangi. Co-firing merupakan salah satu metode alternatif untuk mengubah biomassa
menjadi tenaga listrik, yaitu dengan cara substitusi sebagian batubara dengan biomassa di dalam
suatu coal boiler. Biomassa dikenal sebagai zero CO2 emission, dengan kata lain tidak
menyebabkan akumulasi CO2 di atmosfer, dan biomassa juga mengandung lebih sedikit sulfur
jika dibandingkan dengan batubara. Oleh karena itu,co-firing batubara dan biomassa
menyebabkan menurunnya emisi CO2 dan jumlah polutan NOx dan SOx dari bahan bakar fosil.

Gambar. Dengan co-firing, dampak korosi pada dinding pembakar akan diminimalisir.

Selain itu, pembakaran batubara dan limbah biomassa secara bersamaan mengurangi
korosi yang disebabkan oleh klorin. Biomassa apabila dibakara kana menghasilkan zat alkali
klorida yang kemudian akan bereaksi dengan sulfur oksida dan aluminium silikat, dimana
keduanya adalah hasil pembakaran dari batubara. Hasil reaksi akan berupa alkali sulfat dan alkali
silikat serta HCl yang tidak bersifat korosif sehingga aman bagi alat-alat pembakar. Metode co-
firing batu bara dan limbah biomassa ini telah didemonstrasikan, diuji, serta dibuktikan pada
semua tipe boiler yang umum digunakan pada unit pembangkit listrik. Efisiensi yang dicapai
dengan metode ini hampir mencapai 33 – 37%.
Hingga saat ini, terdapat tiga jenis konfigurasi co-firing yang telah digunakan, yaitu
direct co-firing, indirect cofiring, dan parallel co-firing.

1. Direct Co-firing
Pada konfigurasi ini, biomassa (sebagai bahan bakar sekunder) dimasukkan bersamaan
dengan batubara (sebagai bahan bakar primer) ke dalam boiler yang sama. Direct co-firing lebih
umum digunakan karena paling murah. Pada direct co-firing sendiri, ada dua pendekatan yang
dapat dilakukan. Yang pertama adalah pencampuran dan perlakuan awal terhadap biomassa dan
batubara dilakukan bersamaan sebelum diumpankan ke pembakar. Yang kedua, perlakuan awal
biomassa dan batubara dilakukan secara terpisah, kemudian baru diumpankan ke pembakar.

Gambar. Proses Direct Co-firing (K-boiler)

2. Indirect Co-firing
Konfigurasi indirect co-firing mengacu pada proses gasifikasi biomassa, dimana gas
hasil gasifikasi biomassa kemudian diumpankan ke dalam pembakar dan dibakar bersama
batubara. Dengan menggunakan konfigurasi ini, abu dari biomassa akan terpisah dari abu
batubara dengan tetap menghasilkan rasio co-firing yang sangat tinggi. Kekurangan dari indirect
co-firing adalah biaya investasinya yang tinggi.
Gambar. Proses indirect co-firing dengan menggunakan (a) pre-furnace PP, atau
(b) gasifier RG untuk biomassa (K-boiler).

3. Parallel Co-firing
Parallel co-firing melibatkan suatu pembakar dan boiler terpisah untuk biomassa,
dimana hasil pembakaran dari biomassa akan membangkitkan steam yang kemudian akan
digunakan pada sirkuit power plant pembakaran batubara. Walaupun konfigurasi ini
membutuhkan investasi yang lebih besar daripada direct co-firing, konfigurasi ini memiliki
kelebihan tersendiri. Dengan menggunakan konfigurasi ini,sangatlah mungkin untuk digunakan
bahan bakar dengan kandungan logam alkali dan klorin tinggi dan abu dari hasil pembakaran
batubara serta biomassa akan dihasilkan terpisah.
Gambar. Konfigurasi parallel co-firing (K-boiler)
4. Biomass To Liquid (BTL)

Sebagian besar sumber energi yang digunakan di dunia saat ini berasal dari sumber
daya alam yang tak terbarukan yaitu minyak bumi. Minyak bumi umumnya digunakan sebagai
bahan bakar pada sektor pembangkit listrik dan sektor transportasi. Pada sektor pembangkit
listrik, ketergantungan terhadap minyak bumi dapat dikurangi dengan penggunaan beberapa
sumber energi alternatif seperti batu bara, angin, panas bumi, tenaga surya, dan sebagainya.
Sebaliknya, ketergantungan minyak bumi di sektor transportasi, yang merupakan 21% konsumsi
energi primer di dunia, tidak dapat digantikan dengan sumber-sumber energi alternatif tersebut
karena hingga saat ini, dengan mempertimbangan teknologi existing dan berbagai karakteristik
berbagai macam bahan bakar, bahan bakar minyak (atau cair) merupakan satu-satunya bahan
bakar yang dapat digunakan untuk kendaraan.
Sumber energi terbarukan, seperti biomassa, dapat memegang peranan penting dalam
mengatasi permasalahan lingkungan dan krisis energi yang terjadi. Biomassa adalah sumber
energi terbarukan yang ramah lingkungan, karena gas-gas emisi yang berasal dari penggunaan
biomassa akan diserap oleh biomassa lain yang baru tumbuh, apabila manajemen siklus
pertumbuhannya dikelola dengan baik. Selain itu, biomassa memiliki kemungkinan untuk
dikonversi menjadi bahan bakar kendaraan. Etanol, metanol, dan hidrokarbon sintetik dapat
diproduksi dari biomassa dan hasil produksinya sangat mungkin dimanfaatkan untuk sektor
transportasi.
Sistem sumber energi berbasis biomassa yang telah terbukti dapat diandalkan dan
banyak digunakan selama Perang Dunia II adalah gasifikasi biomassa. Beberapa kajian telah
mengindikasikan bahwa penggunaan teknologi Fischer-Tropsch untuk konversi biomassa
menjadi hidrokarbon sintetik, menawarkan sebuah alternatif untuk menggantikan minyak diesel,
kerosin, dan bensin konvensional.
Setelah produksi biodiesel melalui proses transesterifikasi dilakukan, cendekiawan-
cendekiawan dunia tidak berhenti dalam upaya memanfaatkan biomassa menjadi bahan bakar
cair. Biodiesel BTL merupakan teknologi lanjutan (sering disebut dengan biodiesel generasi
kedua) dari penciptaan bahan bakar berbasis biomassa. Teknologi BTL (Biomass To Liquid)
pada dasarnya terdiri atas dua proses, proses pencairan tidak langsung dimulai dengan reaksi
reformasi/gasifikasi bahan baku menjadi gas sintesis (campuran gas hidrogen dan karbon
monoksida), diikuti dengan sintesis Fischer-Tropsch (F-T) dari gas sintesis menghasilkan
minyak sintesis (syncrude), dan upgrading minyak sintesis menjadi bahan bakar sintesis seperti
diesel (solar) sintesis yang dikenal sebagai F-T diesel, liquefied petroleum gas (LPG), kerosin
dan naftalen. F-T liquid memiliki keunggulan, yaitu hampir bebas dari kandungan sulfur (< 5
ppm), rendah kandungan aromatik (< 1 persen), biodegradable, tidak beracun, dapat digunakan
tanpa modifikasi infrastruktur, dan memiliki emisi polutan yang rendah. Gambar di bawah ini
menampilkan diagram alir sederhana teknologi BTL.

Gambar. Diagram alir proses konversi biomassa menjadi bahan bakar cair.

Dari diagram alir di atas, terlihat bahwa teknologi BTL ini dimulai dengan
melakukan perlakuan awal terhadap biomassa yang digunakan sebagai umpan. Perlakuan awal
ini mencakup pengecilan ukuran dan pengeringan yang dilakukan dalam sebuah rotary dryer.
Panas yang diperlukan pada proses pengeringan ini diperoleh dari panas sensibel gas buang.
Bagian proses selanjutnya adalah proses gasifikasi biomassa. Gasifikasi biomassa
adalah proses bertemperatur tinggi (600-1000°C) untuk mendekomposisi hidrokarbon dalam
biomassa menjadi molekul-molekul gas yang terutama terdiri dari hidrogen, karbon monoksida,
dan karbon dioksida. Pada banyak kasus, proses gasifikasi juga menghasilkan arang, tar, serta
metanol, air, dan berbagai molekul dan senyawa lainnya. Konversi biomassa menjadi gas sintesis
secara umum melibatkan dua proses. Proses pertama adalah pirolisis. Pirolisis melepaskan gas-
gas terbang yang terkandung dalam biomassa pada temperatur di bawah 600°C melalui
serangkaian reaksi yang kompleks. Proses berikutnya adalah konversi arang.
Banyak metode gasifikasi yang tersedia untuk memproduksi gas sintesis. Metode-
metode ini akan menghasilkan komposisi gas sintesis yang beraneka-ragam yang mana variasi
perbandingan CO dengan H2 dapat tercapai. Gas sintesis yang diproduksi oleh metode yang
berbeda akan mengandung pengotor yang berbeda-beda. Pengotor ini selanjutnya akan
mempengaruhi proses yang akan berlangsung dalam reaktor Fischer-Tropsch berkaitan dengan
racun katalis sehingga diperlukan pencucian gas sintesis. Salah satu metode gasifikasi berskala
komersial telah dikembangkan oleh CHOREN.

Gambar. CHOREN Carbo-V Process.


Gas sintesis yang dihasilkan dari proses gasifikasi mengandung kontaminan yang
berbeda-beda seperti partikulat, tar, alkali, H2S, HCl, NH3, dan HCN. Kontaminan ini akan
menurunkan aktivitas pada sintesis Fischer-Tropsch karena akan meracuni katalis. Sulfur adalah
racun yang tidak dapat dihilangkan dari katalis yang mengandung kobalt dan besi karena sulfur
akan melekat pada sisi aktif katalis. Selain sulfur, tar yang dihasilkan pada proses gasifikasi
dapat menimbulkan kerak pada peralatan dan memasuki pori pada penyaring ketika
terkondensasi. Untuk menghindari terjadinya hal-hal tersebut, tar harus berada di bawah titik
embunnya pada tekanan operasi sintesis Fischer-Tropsch. Oleh karena itu, tar sebaiknya
direngkah menjadi hidrokarbon dengan rantai yang lebih pendek.
Setelah mengalami gasifikasi, gas sintesis akan diproses dalam reaktor sintesis
Fischer-Tropsch. Pada umumnya, katalis yang digunakan dalam proses ini adalah besi atau
kobalt dengan silika sebagai support. Namun, kualitas gas sintesis hasil gasifikasi biomassa
belum memenuhi persyaratan dilangsungkannya sintesis Fischer-Tropsch, karena itu perlu
dilakukan pengkondisian terlebih dahulu.
Gas sintesa hasil gasifikasi memiliki rasio H2/CO sekitar 0.6-0.8, sedangkan sintesis
Fischer-Tropsch membutuhkan rasio tersebut sekitar 2. Karenanya, gas sintesa akan mengalami
shift reaction untuk menambahkan H2 hingga memenuhi persyaratan berlangsungnya sintesis
Fischer-Tropsch. Shift reaction berlangsung dengan mekanisme sebagai berikut:
CO + H2O -> CO2 + H2
Katalis yang digunakan dalam shift reaction adalah Fe3O4 atau logam-logam transisi
yang lain. Reaksi ini sangat sensitif terhadap temperatur dengan kecenderungan bergeser ke arah
reaktan jika temperatur dinaikkan.
Reaksi Fischer-Tropsch menghasilkan hidrokarbon dengan panjang rantai yang
bervariasi dengan mereaksikan campuran karbon monoksida dengan hidrogen (gas sintesis). Saat
ini, reaksi ini dioperasikan secara komersial oleh Sasol di Afrika Selatan (dari gas sintesis
batubara) dan Shell di Malaysia (dari gas sintesis gas alam). Produk yang dihasilkan oleh reaksi
F-T adalah hidrokarbon dengan panjang rantai yang bervariasi. Selektivitas cairan yang tinggi
sangat diharapkan untuk mendapatkan jumlah maksimum dari hidrokarbon rantai panjang.
Perolehan C1-C4 akan menurun seiring dengan meningkatnya selektivitas C5+. Keberadaan C1-
C4 pada offgas dapat digunakan secara efisien pada turbin gas sebagai pembangkit listrik.
Proses F-T umumnya beroperasi pada rentang tekanan dan temperatur sebesar 20-40
bar dan 180-250°C. Semakin tinggi tekanan parsial H2 dan CO akan memberikan selektivitas
yang semakin tinggi untuk C5+. Banyaknya inert pada syngas akan menurunkan tekanan parsial
H2 dan CO dan menurunkan selektivitas C5+.
Jika produk akhir yang diinginkan adalah diesel, produk F-T memerlukan
hydrocracking. Hidrogen ditambahkan untuk memutuskan ikatan rangkap setelah F-T-liquids
direngkah secara katalitik dengan menggunakan hidrogen. Produk F-T telah seluruhnya bersih
dari sulfur, nitrogen, nikel, vanadium, asphaltene dan aromatik yang selama ini ditemukan dalam
produk pengilangan minyak bumi. F-T diesel dengan angka cetane yang sangat tinggi juga dapat
digunakan sebagai komponen blending untuk meningkatkan kualitas solar pada umumnya.
Produk cair dari sintesa Fischer-Tropsch ini sangat sesuai untuk digunakan pada kendaraan
dengan fuel cell.
Namun, penerapan teknologi ini membutuhkan biaya investasi yang sangat besar
dengan pay back period sekitar 15-20 tahun. Perhitungan dilakukan berkaitan dengan
feasibilitasnya untuk diterapkan di Indonesia, karenanya beberapa asumsi perhitungan juga
disesuaikan dengan kondisi di Indonesia seperti bahan baku yang digunakan adalah tandan
kosong sawit (TKS) dengan harga Rp 500,-/kg dan harga bahan bakar BTL ini sama dengan
harga BBM di Indonesia tanpa subsidi (berarti sekitar Rp10.000 untuk bensin dan Rp8.000 untuk
solar). Perhitungan dilakukan tanpa mempertimbangkan nilai suku bunga yang berlaku, karena
pabrik tidak mengalami keuntungan jika suku bunga diterapkan.
5. Sejarah Perkembangan

 Cina
 Sejak Tahun 1975 “biogas for every hoesehold”. Pada tahun 1992, 5juta rumah
tangga di cina menggunakan biogas.
 Reaktor biogas yang banyak digunakan adalah model sumur tembok dengan bahan
baku kotoran ternak dan manusia serta limbah pertanian.
 India
 Dikembangkan sejak tahun tahun 1981 melalui “The National Project on Biogas
Development” oleh Departemen Sumber Energi non-Konvensional. Tahun 1999,
3juta rumah tangga menggunakan biogas.
 Indonesia
 Mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an, pada tahun 1981 melalui Proyek
Pengembangan Biogas dengan dukungan dana dari FAO dibangun contoh instalasi
biogas di beberapa provinsi.
 Penggunaan biogas belum cukup berkembang luas antara lain disebabkan oleh
karena masih relatif murahnya harga BBM yang disubsidi, sementara teknologi
yang diperkenalkan selama ini masih memerlukan biaya yang cukup tinggi karena
berupa konstruksi beton dengan ukuran yang cukup besar.
 Mulai tahun 2000-an telah dikembangkan reaktor biogas skala kecil (rumah tangga)
dengan konstruksi sederhana, terbuat dari plastik secara siap pasang (knockdown)
dan dengan harga yang relatif murah.
BAB III
KESIMPULAN

1. Harga bahan bakar minyak yang makin meningkat dan ketersediaannya yang makin

menipis serta permasalahan emisi gas rumah kaca merupakan masalah yang dihadapi

oleh masyarakat global.

2. Upaya pencarian akan bahan bakar yang lebih ramah terhadap lingkungan dan dapat

diperbaharui merupakan solusi dari permasalahan energi tersebut. Untuk itu indonesia

yang memiliki potensi luas wilayah yang begitu besar, diharapkan untuk segera

mengaplikasi bahan bakar nabati.

3. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses anaerobik digestion dan memiliki

prospek sebagai energi pengganti bahan bakar fosil yang keberadaaanya makin menipis.
DAFTAR PUSTAKA

Acid Jaya, Budi. Mengembangkan Energi Biogas.

http://www.indobiofuel.com/gratis%2018.php. Diakses terakhir pada tanggal 17 Juni

2009 pukul 17.00.

Anonim. Biogas. http://id.wikipedia.org/wiki/Biogas. diakses terakhir pada tanggal 17 Juni

2009 pukul 17.00.

Nurrahman, Arip. Pembangkit Listrik Tenaga Biogas. http://www.banjar-

jabar.go.id/redesign/cetak.php?id=491. Diakses terakhir pada tanggal 17 Juni 2009

pukul 17.03.

Pambudi, Agung N. Pemanfaatan Biogas sebagai Energi Alternatif.

http://www.dikti.org/?q=node/99 . diakses terakhir tanggal 17 Juni 2009 pukul 16.56.

Prohumasi. Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dari IPB.

http://www.indobiofuel.com/gratis%2018.php. Diakses terakhir tanggal 17 Juni 2009

pukul 17.06

Anda mungkin juga menyukai