Jurnal Ristech
(Jurnal Riset, Sains dan Teknologi)
Available online at www.jurnal.abulyatama.ac.id/eristech
ISSN 0000-0000 (Online)
Universitas Abulyatama
Abstrak: Briket merupakan salah satu alternatif bahan bakar yang berasal dari batu bara, serbuk kayu
gergaji, tempurung kelapa, dan blotong yang bisa dijadikan bahan bakar padat. Kompor briket
merupakan alat pemanfaatan yang dikhususkan untuk beberapa briket sebagai alat bakar skala rumah
tangga. Kehilangan dan kerugian panas pada kompor bio briket dapat terjadi pada bagian dinding,
terutama pada kompor bio briket yang tak tersisolasi. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk
mengetahui besarnya laju perpindahan panas yang terjadi pada bagian dinding kompor yang tak
terisolasi sebagai akibat dari proses pengkonversian energi bio briket menjadi energi termal. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, Pengujian pembakaran pada unit
kompor bio briket dengan mengukur temperatur pembakaran pada 2 (dua) bagian dari kompor bio
briket yaitu, pada dinding bagian luar (Furnace, Ruang Abu, Ruang Hampa) dan pada dinding bagian
dalan (Furnace, Ruang Abu, Ruang Hampa). Kehilangan panas terbesar terjadi pada dinding bagian
furnace yaitu sebesar 3213.42 W/m, selanjutnya pada dinding ruang abu sebesar 890.15 W/m dan
pada dinding ruang hampa sebesar 299.18 W/m yang semuanya terjadi pada waktu 5 menit setelah
pembakaran dimulai. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan temperatur pada dinding bagian dalam
dengan bagian luar kompor yang tak terisolasi sehingga temperatur dengan mudah dapat berpindah ke
lingkungan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa besarnya laju perpindahan panas pada dinding
kompor bio briket yang tak terisolasi sangat berpengaruh pada unjuk kerja kompor bio briket.
Kata kunci : kompor, bio massa, bio briket, furnace, kehilangan panas
lingkungan terutama polusi udara yang briket sebagai alat bakar skala rumah tangga.
diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar Dalam kehidupan masyarakat benda ini sudah
tersebut, sehingga muncul sebuah pemikiran identik dengan harga yang terjangkau dan
penggunaan energi alternatif yang bersih [1]. aman tanpa polusi. Untuk perancangan kompor
Berbagai pengembangan energi briket ini bertujuan untuk mendapatkan nilai
alternatif telah banyak dikembangkan pada saat kalor yang tinggi dengan efisiensi yang
ini, antara lain energi matahari, energi angin, maksimal. Maksimal dalam hal nilai
energi panas bumi, energi panas laut dan energi kehilangan kalor yang minimum, kerugian gas
biomass. Diantara sumber-sumber energi buang yang minimum, meminimalisir akan
alternatif tersebut, energi biomass merupakan kerugian panas karena material [4]. Kehilangan
sumber energi alternatif yang perlu mendapat dan kerugian panas pada kompor biobriket
prioritas dalam pengembangannya dapat terjadi pada bagian dinding, terutama
dibandingkan sumber energi yang lain. Di sisi pada kompor biobriket yang tak tersisolasi. Hal
lain, Indonesia sebagai negara agraris banyak ini akan mengakibatkan banyaknya panas yang
menghasilkan limbah pertanian dan terbuang ke lingkungan yang berakibat pada
perkebunan yang kurang termanfaatkan [2]. berkurangnya performance kompor.
Briket merupakan salah satu alternatif bahan Tujuan penelitian ini adalah untuk
bakar yang berasal dari batu bara, serbuk kayu mengetahui besarnya laju perpindahan panas
gergaji, tempurung kelapa, dan blotong yang yang terjadi pada bagian dinding kompor yang
bisa dijadikan bahan bakar padat. Berdasarkan tak terisolasi sebagai akibat dari proses
data dari Bisnis Indonesia tahun 2005, briket pengkonversian energi biobriket menjadi
mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi energi termal.
sebesar 257,50 Kkal/kg, dan disamping itu juga
turut menanggulangi polusi limbah produksi. Bahan Bakar Biomassa
Penggunaan briket untuk keperluan rumah Bumi memiliki pasokan bio massa
tangga, peternakan, rumah makan, industri yang sangat banyak meliputi daerah yang
makanan dan pondok pesantren masih terbatas luas termasuk hutan dan lautan. Total biomassa
mencapai 7,5 ton per bulan. Kecilnya di dunia sekitar 1.800 miliar ton di darat dan 4
penggunaan briket ini karena kurangnya miliar ton di lautan, termasuk sejumlah yang
sosialisasi pemerintah kepada masyarakat serta ada di dalam tanah. Total biomassa di darat
kurang menyebarnya pendistribusian briket [3]. adalah sebanyak 33.000 EJ berbasis energy
Kompor briket merupakan alat yang bersamaan dengan 80 kali atau lebih
pemanfaatan yang dikhususkan untuk beberapa dari konsumsi energi dunia selama setahun [5].
hidrogen dan oksigen saat dibakar secara terbanyak yang terkandung dalam bahan bakar
sempurna, yang akan menghasilkan air dan adalah karbon, hidrogen dan sulfur, tiga
karbon dioksida. Air dan uap air yang senyawa dan panas yang dihasilkan tersebut
dihasilkan mengandung kalor laten yang disebut juga sebagai hasil pembakaran yang
terbebas saat kondensasi. Nilai kalor yang pada umumnya terdiri dari tiga proses yaitu [8]
meliputi kalor laten disebut sebagai nilai kalor C + O2 → CO2 + Kalor
tinggi/ high heating value (HHV), sedangkan H2 O2 → H2O + Kalor
nilai kalor dimana kalor laten tidak termasuk
S + O2 → SO2 + Kalor
dalam sistem tersebut disebut sebagai nilai
Reaksi kimia terjadi ketika ikatan-
kalor rendah/ low heating value (LHV). Nilai
ikatan molekul dari reactants berpisah,
kalor Qo adalah jumlah kalor yang dihasilkan
kemudian atom-atom dan elektron menyusun
dari pembakaran sempurna per unit bahan kembali membentuk unsur-unsur pokok yang
dibawah kondisi standar. Biomassa sebenarnya berlainan yang disebut hasil (products).
mengandung lebih banyak air dan abu, yang Oksidasi yang terjadi secara kontinyu pada
harus dipertimbangkan ketika energi bahan bakar menghasilkan pelepasan energi
diproduksi. Penilaian hanya berdasarkan nilai sebagai hasil dari pembakaran. Pembakaran
kalor rendah adalah tidak cukup sebagai dapat dikatakan sempurna (stoichiometric)
indikator untuk menentukan apakah biomassa apabila karbon (C) yang terkandung dalam
dalam kondisi alami akan dapat bahan bakar diubah menjadi karbondioksida
mempertahankan pembakaran atau tidak. (CO2) dan semua hidrogen diubah menjadi air
Energi yang diperlukan untuk meningkatkan (H2O). jika salah satu tidak terpenuhi, maka
udara sekitar, suhu yang diperlukan untuk pembakaran tidak sempurna. Syarat terjadinya
mempertahankan pembakaran dan juga energi pembakaran adalah adanya oksigen (O2).
endotermik, abu dari hasil pembakaran Dalam aplikasi pembakaran yang banyak
tersebut juga harus diperhitungkan. terjadi, udara menyediakan oksigen yang
dibutuhkan. Komposisi yang terkandung pada
Pembakaran
udara kering dapat dilihat dari tabel dibawah
Pembakaran adalah sebuah reaksi antara
ini[9];
oksigen dan bahan bakar yang menghasilkan
panas. Oksigen diambil dari udara yang
berkomposisi 21% oksigen serta 79% nitrogen
(persentase volume) atau 77% oksigen serta
23% nitrogen (persentase massa). Unsur
Tabel 1. Komponen-komponen yang terkandung excess air factor rendah diperoleh rasio yang
dalam udara
tinggi. Kenaikan excess air factor akan
Komponen Fraksi Mol (%)
menurunkan rasio, tetapi pada kenaikan sampai
Nitrogen 78,08 di atas 2 akan menaikkan kembali rasio
Oksigen 20,95
Argon 0,93 CO/CO2 [10]. Sementara, emisi yang
Karbondioksida 0,03
Neon, Helium, Metana
dihasilkan dari pembakaran kayu dan arang
0,01
dll kayu pada berbagai macam tungku
menunjukkan bahwa faktor emisi CO berkisar
Emisi Pembakaran
Emisi yang dihasilkan dari antara 19-136 g/kg. Emisi terendah dihasilkan
pembakaran biomassa adalah CO2, CO, NOx, oleh tungku jenis RTFD Thailand dan tertinggi
terjadi penurunan emisi CO lebih dari 40% apabila terdapat perbedaan temperatur.
untuk campuran sekam padi 50%. Hal ini Perbedaan temperatur mengakibatkan energi
berarti sekam padi dapat menyempurnakan akan berpindah dari daerah bertemperatur
menurun dengan penambahan excess air. Hasil rendah. Menurut konsep termodinamika energi
optimal terjadi pada 30% excess air dan 10- yang dipindahkan akibat perbedaan temperatur
20% campuran sekam padi. Emisi CO disebut dengan panas. Meskipun hukum
yang telah diteliti, didapat hasil emisi CO rata- perpindahan energi, namun hanya terjadi pada
rata terendah untuk rasio 40:60 yaitu sebesar sistem tidak seimbang hingga mencapai
3,3 ppm dan tertinggi untuk rasio 20:80 sebesar keadaan kesetimbangan (equilibrium)
14,4 ppm. Moerman dan Prasad (1995) Perpindahan panas pada alat penukar panas
meneliti rasio CO/CO2 dari pembakaran kayu secara kuantitatip didasarkan atas
dalam tungku tipe downdraft. Rasio CO/CO2 kesetimbangan energi (temperatur) dan
untuk range pembakaran bersih (clean perkiraan laju perpindahan panas. Dimana laju
dengan kesalahan 10% dibandingkan dengan panas dari satu fluida ke fluida lain melalui
data eksperimen. Pada pembakaran dengan suatu dinding tube. Untuk analisa perpindahan
panas yang komplit, digunakan tiga mekanisme
Tabel 2. Data hasil pengukuran temperatur pada hampa) dengan menggunakan 1 (satu) Kg biob
dinding bagian luar kompor biobriket tak
terisolasi riket yang kandungan airnya ± 7,5% dan
lamanya waktu pembakaran yang dibutuhkan ±
Jlh Dinding Bagian Luar Air
Vol. waktu Dis 45 menit, maka diperoleh data temperatur
Bahan Fur Ruan Ruang Men
Air (meni Kontin
Bakar nace g Abu Hampa didih
(KG)
(Ltr) t) yu
(oC)
pembakaran seperti yang terlihat pada tabel
(oC) (oC) (oC)
0 29 29 29 berikut;
Dis Tabel 3. Data hasil pengukuran temperatur pada
5 41 35.5 31.6 Kontin dinding bagian dalam kompor biobriket tak
yu terisolasi
10 61 49 47 100 Dinding Bagian
Jlh Wak Luar
15 52.8 47 45.2 Vol. Air
Bahan tu Fur Ru Ru Dis
Air Men
20 50.2 44.4 44.1 Bakar (me nace ang ang Kontin
1 3 (Ltr) didih
(KG) nit) (oC) Abu Ha yu
o (oC)
25 50 45.8 43,9 ( C) mpa
(oC)
30 42.3 43 40.8
0 29.1 29.2 29
35 41.9 45.1 40.5 Dis
5 302 107.8 55.9 Kontin
40 38.7 44.4 37.3 yu
45 36.6 39.3 37.7 10 238 90.2 56 100
1 3 20 137 80.1 48
35 102 60.9 41
40 98 60 39.7
45 85 57.4 38.7
Gambar 4. Profil pembakaran pada dinding bagian Gambar 5. Profil temperatur pembakaran pada
dalam dari kompor biobriket tak dinding furnace kompor biobriket tak
terisolasi terisolasi
Tabel 4. Data hasil pengukuran temperatur pada Tabel 5. Data hasil pengukuran temperatur
dinding bagian furnace kompor biobriket tak pada dinding bagian ruang abu kompor
terisolasi biobriket tak terisolasi
1) Pada bagian dinding furnace di peroleh [4]. Irvandi Permana A.D (2010), Studi
tingkat kehilangan panas terbesar terjadi Karakteristik Pembakaran Cangkang
pada waktu 5 menit setelah pembakaran Kelapa Sawit Menggunakan Fluidized
dilakukan yaitu sebesar 3213.42 W/m. Bed Combuster, Universitas Indonesia,
2) Pada bagian dinding ruang abu di peroleh Fakultas Teknik Program Studi Teknik
tingkat kehilangan panas terbesar terjadi Mesin
pada waktu 5 menit setelah pembakaran [5]. Nasirotunnisa (2010), Analisis Nilai
dilakukan yaitu sebesar 890.15 W/m. Kalor Bahan Bakar Biomassa Yang
3) Pada bagian dinding ruang hampa di Dapat dimanfaatkan Menggunakan
peroleh tingkat kehilangan panas terbesar Kompor Biomassa, Jurusan Fisika
terjadi pada waktu 5 menit setelah Fakultas Sains dan Teknologi
pembakaran dilakukan yaitu sebesar Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana
299.18 W/m Malik Ibrahim, Malang.
[6]. Lumintang K.R (2009), Perancangan
DAFTAR PUSTAKA Mesin Pembuat Briket Dengan
[1]. Burhan (2017), Rancang Bangun Tungku Teknologi Elektro Pneumatik, Jurusan
Briket Dengan Sistem Penghembus Teknik Industri Fakultas Teknik
Udara Secara Dis-Continue, Fakultas Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Teknik Program Studi Teknik Mesin [7]. Irvan N, (2007), Perancangan Reaktor
Universitas Abulyatama, Aceh Besar. Gasifikasi Sekam Sistem Kontinu,
[2]. Faisal M (2013), Kaji Eksperimental Fakultas Teknologi Indutri Institut
Kehilangan Panas Pada Dinding Ruang Teknologi Nasional, Bandung.
Bakar Fluidisasi Berbahan Bakar [8]. Syamsiro M, Saptoadi H (2007),
Biomassa, Program Studi Magister Pembakaran Briket Biomassa Cangkang
Teknik Mesin Universitas Syiah Kuala, Kakao: Pengaruh Temperatur Udara
Banda Aceh Preheat, Seminar Nasional Teknologi
[3]. Tama A.S, Sarwono, Noriyati R.D 2007 (SNT 2007) ISSN : 1978 –9777,
(2012), Perancangan Kompor Briket Yogyakarta.
Biomassa Untuk Limbah Kopi, Jurusan [9]. Sulistyanto A (2006), Karakteristik
Fisika, Fakultas Teknologi Industri Pembakaran Biobriket Campuran
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Batubara dan Sabut Kelapa, Jurusan
Surabaya, JURNAL TEKNIK POMITS Teknik Mesin Fakultas Teknik
Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 Universitas Muhammadiyah Surakarta,
MEDIA MESIN, Vol. 7, No. 2, Juli [17]. Walker G (1982), Industrial Heat
2006, 77-84 Exchangers, a Basic Guide, Hemisphere
[10]. Syuhada. A., Hirota, M., Fujita, H., Pup L. Corp. Washington DC.
Araki, S., Yanagida, Y, and Tanaka, T [18]. Incropera, F.P and Dewitt, David P
(1998), Heat /Mass Transfer in (1981), Fundamental of Heat and Mass
Serpentine Flow Passage with Transfer, John Wiley & Sons, New York
Rectangular Cross-Section, Proc. Int. [19]. Frank Kreith, William Z.Black (1980),
Syim. On Advanced Energi Conversion Basic Heat Transfer, Harper & Row,
Syistems and Related Tech., Nagoya, Publishers, New York.
pp. 304-305 [20]. Ganapathy, V (1979), Applied Heat
[11]. Abdullah K., et all (1998), Energi dan Transfer, Penn Well Publications Co,
Listrik Pertanian. Institut Pertanian New York.
Bogor
[12]. Bradshaw, P (1997), Understanding and
Prediction of Turbulent Flow – 1996 ,
International Journal of Heat and Fluid
Flow, vol. 1, pp. 45 – 54
[13]. Douglas,J. F., Gasiorek, J. M, Swaffield,
J. A (1995), Fluid Mechanics, Third
Edition, Longman Publishers, Singapore
Shinya Yokoyama, 2008, Buku Panduan
Biomassa Asia
[14]. Bejan, A (1993), Heat Transfer, John
Willey & Sons, Inc., New York, United
States of America
[15]. Holman, J.P (1991), Perpindahan Kalor,
terjemahan E. Jasjfi, Edisi ke enam,
Erlangga, Jakarta
[16]. Chyu, M. K (1991), Regional Heat
Transfer in Two-Pass And Three-Pass
Passages With 180-Deg Sharp Turn ,
Journal of Heat Transfer, vol 133, pp. 63
– 70