Anda di halaman 1dari 13

SUMBER DAYA ENERGI

BERKELANJUTAN
“BIOMASSA (CANGKANG KELAPA SAWIT)”

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Ir. A. Suryanto, ST., MT., IPM., Asean Eng

Dibuat Oleh

Andi Imam Ramadhana Alqadri 000407252022

MAGISTER TEKNIK KIMIA


PASCASARJANA UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Sejatinya sebelum mengenal bahan bakar fossil, manusia sudah
menggunakan biomassa sebagai sumber energi. Namun sejak manusia beralih
pada minyak, gas bumi atau batu bara untuk menghasilkan tenaga, penggunaan
biomassa tergeser dari kehidupan manusia. Pada saat ini, ketersediaan energi fosil
terus berkurang, khususnya minyak bumi. Setelah terjadinya krisis energi yang
pernah mencapai puncak sekitar dekade 1970-an, dunia saat ini menghadapi
kenyataan bahwa persediaan minyak bumi, sebagai salah satu tulang punggung
produksi energi terus berkurang. Pada masa mendatang, energi dunia akan
terancam dengan semakin sulit untuk menemukan sumber energi dari fosil.

Eksplorasi yang telah dilakukan, konsumsi dalam jumlah besar serta


pertambahan penduduk yang tinggi dimasa depan, akan membuat persediaan
energi fosil khususnya minyak bumi tidak dapat mengimbangi permintaan
terhadap kebutuhan energi. Para ahli berpendapat, dengan pola konsumsi seperti
sekarang diperkirakan energi fosil akan segera habis. Minyak bumi habis 30 tahun
lagi pada tahun 2052, Gas bumi habis 40 tahun lagi pada tahun 2060 dan
Batubara habis 70 tahun lagi pada tahun 2090.

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses


fotosintesis, baik berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain
adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, tinja,
dan kotoran ternak. Selain digunakan untuk bahan pangan, pakan ternak, minyak
nabati, bahan bangunan dan sebagainya, biomassa juga digunakan sebagai sumber
energi (bahan bakar). Biomassa yang umum yang digunakan sebagai bahan bakar
adalah yang memiliki nilai ekonomis rendah atau merupakan limbah setelah
diambil produk primernya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Biomassa Sebagai Sumber Energi

Potensi biomassa di Indonesia yang bisa digunakan sebagai sumber energi


jumlahnya sangat melimpah, potensi biomassa Indonesia sebesar 146,7 juta ton
per tahun. Sementara potensi Biomassa yang berasal dari sampah untuk tahun
2020 diperkirakan sebanyak 53,7 juta ton. Limbah yang berasal dari hewan
maupun tumbuhan semuanya potensial untuk dimanfaatkan dan dikembangkan.
Tanaman pangan dan perkebunan menghasilkan limbah yang cukup besar, yang
dapat dipergunakan untuk keperluan lain seperti bahan bakar nabati. Pemanfaatan
limbah sebagai bahan bakar nabati memberi tiga keuntungan langsung :

a. Peningkatan efisiensi energi secara keseluruhan karena kandungan energi


yang terdapat pada limbah cukup besar dan akan terbuang percuma jika tidak
dimanfaatkan.
b. Penghematan biaya, karena seringkali membuang limbah bisa lebih mahal
daripada memanfaatkannya.
c. Mengurangi keperluan akan tempat penimbunan sampah karena penyediaan
tempat penimbunan akan menjadi lebih sulit dan mahal, khususnya di daerah
perkotaan.

Selain pemanfaatan limbah, biomassa sebagai produk utama untuk sumber


energi juga akhirakhir ini dikembangkan secara pesat. Kelapa sawit, jarak,
kedelai merupakan beberapa jenis tanaman yang produk utamanya sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel. Sedangkan ubi kayu, jagung, sorgum, sagu
merupakan tanamantanaman yang produknya sering ditujukan sebagai bahan
pembuatan bioetanol (Parinduri et al., 2020)
2. 2 Konversi Energi Biomassa

Penggunaan biomassa untuk menghasilkan panas secara sederhana yaitu


biomassa langsung dibakar dan menghasilkan panas. Dan panas hasil pembakaran
akan dikonversi menjadi energi listrik melalui turbin dan generator. Panas hasil
pembakaran biomassa akan menghasilkan uap dalam boiler. Uap akan ditransfer
kedalam turbin sehingga akan menghasilkan putaran dan menggerakan generator.
Putaran dari turbin dikonversi menjadi energi listrik melalui magnetmagnet dalam
generator.

Agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar maka diperlukan teknologi


untuk mengkonversi biomassa, diantaranya beberapa teknologi untuk konversi
biomassa.Ada perbedaan pada alat teknologi konversi biomassa menjadi bahan
bakar dapat dibedakan menjadi tiga, :

a. Pembakaran langsung, Pembakaran langsung merupakan teknologi yang


paling sederhana karena pada umumnya biomassa dapat langsung dibakar.
Beberapa biomassa perlu dikeringkan terlebih dahulu dan didensifikasi untuk
kepraktisan dalam penggunaan.
b. Konversi termokimiawi, Konversi termokimiawi merupakan teknologi yang
memerlukan perlakuan termal untuk memicu terjadinya reaksi kimia dalam
menghasilkan bahan bakar.
c. Konversi biokimiawi, merupakan teknologi konversi yang menggunakan
bantuan mikroba dalam menghasilkan bahan bakar.

2. 3 Pemanfaatan Energi Biomassa

A. Biobriket

Briket adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengkonversi


sumber energi biomassa ke bentuk biomassa lain dengan cara dimampatkan
sehingga bentuknya menjadi lebih teratur. Briket yang terkenal adalah
briket batubara namun tidak hanya batubara saja yang bisa dibuat menjadi
briket. Contoh biomassa lain yang dibuat menjadi briket adalah sekam,
arang sekam, serbuk gergaji, serbuk kayu, dan limbah-limbah biomassa
yang lainnya. Pembuatan briket tidak terlalu sulit, alat yang digunakan juga
tidak terlalu rumit. Banyak jenisjenis mesin pengempa briketmulai dari
yang manual, semi mekanis, dan yang memakai mesin.

B. Gasifikasi

Gasifikasi biomassa merupakan proses konversi bahan selulosa


dalam suatu reaktor gasifikasi (gasifier) menjadi bahan bakar. Gas tersebut
dipergunakan sebagai bahan bakar motor untuk menggerakan generator
pembangkit listrik. Gasifikasi merupakan salah satu alternatif dalam rangka
program penghematan dan diversifikasi energi. Selain itu gasifikasi akan
membantu mengatasi masalah penanganan dan pemanfaatan limbah
pertanian, perkebunan, dan kehutanan. Ada tiga bagian utama perangkat
gasifikasi, yaitu :

a. unit pengkonversi bahan baku (umpan) menjadi gas, disebut reaktor


gasifikasi,
b. unit pemurnian gas,
c. unit pemanfaatan gas.
Gambar 1.Skema gassifikasi biomassa dan sistem pembangkit daya

C. Pirolisis

Ada beberapa tingkatan proses pirolisis, yaitu pirolisis primer dan


pirolisis sekunder. Pirolisis primer adalah pirolisis yang terjadi pada bahan
baku (umpan), sedangkan pirolisis sekunder adalah pirolisis yang terjadi
atas partikel dan gas/uap hasil pirolisis primer. Penting diingat bahwa
pirolisis adalah penguraian karena panas lebih dari 150 0C, sehingga
keberadaan O2 dihindari pada proses tersebut karena akan memicu reaksi
pembakaran.

Gambar.2 Diagram alir proses pirolisis biomassa

D. Liquification

Proses perubahan wujud dari gas ke cairan dengan proses


kondensasi, biasanya melalui pendinginan, atau perubahan dari padat ke
cairan dengan peleburan, bisa juga dengan pemanasan atau penggilingan
dan pencampuran dengan cairan lain untuk memutuskan ikatan. Pada
bidang energi liquification tejadi pada batubara dan gas menjadi bentuk
cairan untuk menghemat transportasi dan memudah kan dalam
pemanfaatan.bentuk cairan untuk menghemat transportasi dan memudah
kan dalam pemanfaatan

E. Biokimia

Pemanfaatan energi biomassa yang lain adalah dengan cara proses


biokimia, seperti hidrolisis, fermentasi, dan anaerobic digestion. Anaerobic
digestion adalah penguraian bahan organik atau selulosa menjadi CH4 dan
gas lain melalui proses biokimia. Adapun tahapan proses an-aerobic
digestiondapat dilihat pada gambar 3.Selain anaerobic digestion, proses
pembuatan etanol dari biomassa tergolong dalam konversi biokimiawi.
Biomassa yang kaya dengan karbohidrat atau glukosa dapat difermentasi
sehingga terurai menjadi etanol dan CO2. Akan tetapi, karbohidrat harus
mengalami penguraian (hidrolisis) terlebih dahulu menjadi glukosa. Etanol
hasil fermentasi pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi dan tidak
sesuai untuk pemanfaatannya sebagai bahan bakar pengganti bensin. Etanol
ini harus didistilasi sedemikian rupa mencapai kadar etanol di atas 99.5%.

Gambar 3. Skema Pembentukan Gas Bio


F. Desinfeksi

Untuk meningkatkan manfaat biomassa dengan mudah adalah


membentuk menjadi briket atau pellet. Briket atau pellet akan memudahkan
dalam penanganan biomassa. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
densitas dan memudahkan penyimpanan dan pengangkutan. Secara umum
densifikasi (pembentukan briket atau pellet) mempunyai beberapa
keuntungan. yaitu : menaikan nilai kalor per unit volume, mudah disimpan
dan diangkut, mempunyai ukuran dan kualitas yang seragam.

G. Karbonasi

Proses untuk mengkonversi bahan orgranik menjadi arang, . pada


proses ini akan dilepaskan zat yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2,
formaldehid, methana, formik dan acetil acid serta zat yang tidak terbakar
seperti seperti CO2, H2O dan tar cair. Gas-gas yang dilepaskan pada proses
ini mempunyai nilai kalor yang tinggi dan dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.

2. 4 Sejarah Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacg) merupakan salah satu


komoditas perkebunan yang perlu ditingkatkan produksi, produktivitas dan
mutunya. Tanaman ini berasal dari Afrika barat, merupakan tanaman penghasil
utama minyak nabati yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan
tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Kelapa sawit pertama kali
diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848. Saat itu
ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya bogor (Botanical
Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus
Botanicus, Amsterdam (Belanda). (Pendidikan Pertanian et al., n.d.)
Awalnya tanaman kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias,
sedangkan pembudidayaan tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada
tahun 1911 dan pengusahaannya sampai dengan akhir tahun ’70 an masih
merupakan satusatunya tanaman perkebunan yang hanya diusahakan sebagai
usaha perkebunan besar. Sedangkan tanaman perkebunan lainnya, yang meliputi
sekitar 126 jenis tanaman, pengusahaannya sebagian terbesar diusahakan sebagai
perkebunan rakyat. Pada waktu itu agenda besar pembangunan nasional adalah
penanggulangan kemiskinan dan kesempatan kerja serta kebutuhan bahan baku
minyak goreng masih bertumpu pada kelapa.

Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet


(orang Belgia), kemudian budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt
yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang.
Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan
Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.

2. 4 Potensi dan Perkembangan Kelapa sawit di Indonesia


Saat ini indonesia merupakan produsen minyak sawit mentah Crude Palm
Oil, (CPO) terbesar di dunia. Pada tahun 2006 luas perkebunan kelapa sawit
indonesia adalah 6,5 juta ha dengan produksi 17.350.848 ton. Kemudian luas
lahan perkebunan sawit Indonesia pada 2016 diperkirakan mencapai 11,67
Hektare (Ha) dengan produksi 33.500.691 ton. Jumlah ini terdiri dari perkebunan
rakyat seluas 4,76 juta Ha, perkebunan swasta 6,15 juta Ha, dan perkebunan
negara 756 ribu Ha. Sehingga sejak tahun 2006 hingga 2016 terjadi peningkatan
luas kelapa sawit sebanyak 0,5 juta ha atau 7 % pertahun dan volume sebesar 1,6
juta ton atau 9,45 % per tahun. Pada tahun 2017, areal perkebunan kelapa sawit
indonesia telah mencapai 16 juta ha, luas perkebunan rakyat indonesia telah
mencapai 53 peren dan berada pada urutan kesatu dalam proporsi kepemilikan
luas lahan sawit indonesia serta berhasil mengalahkan dominasi perkebunan
swasta.
Potensi yang dimiliki Indonesia dalam pengembangan kelapa sawit adalah
kesesuaian lahan dan pengembangan industri. Potensi lahan yang tersedia untuk
pengembangan kelapa sawit umumnya cukup bervariasi, yaitu lahan berpotensi
tinggi, lahan berpotensi sedang dan berpotensi rendah.

Pada tahun 2050 nanti permintaan global terhadap minyak goreng


diperkirakan akan mencapai sekitar 240 juta ton, hampir dua kali konsumsi tahun
2008. Untuk memenuhi tambahan permintaan tersebut, merupakan anugerah bagi
kelapa sawit, karena biaya produksi terendah dibanding minyak nabati lainnya.
Kemajuan riset dan teknologi serta meningkatnya kesadaran akan kelestarian
lingkungan diyakini akan membuat masa depan kelapa sawit Indonesia semakin
prospektif. Perusahaan perkebunan kelapa sawit akan semakin terdorong untuk
menerapkan teknologi terkini dalam pengembangan produksi kelapa sawit,
disamping meningkatkan komitmennya menjaga lingkungan

Masa depan kelapa sawit yang prospektif dimaksud, akan terus


mengundang kritikan dan tudingan-tudingan baru secara sistematis untuk
melemahkan

keunggulan dan daya saingnya. Mengantisipasi hal tersebut, selain tetap


terus melanjutkan berbagai upaya bersama semua pihak terkait untuk memperkuat
kedudukan kelapa sawit Indonesia, ditengah persaingan regional dan global,
masalah internal yang dipandang perlu mendapat perhatian adalah peningkatan
produktivitas perkebunan rakyat kelapa sawit.

Penyebaran areal yang berpotensi untuk pengembangan kelapa sawit di


Indonesia umumnya terdapat di Provinsi Riau, kalimantan Barat, kalimantan
Tengah, Kalimantan Timur, Irian Jaya, Sumatera Utara, Bengkulu, Sulawesi
Tengah dan Sulawesi Selatan

2.5 Perkembangan Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit


luas perkebunan kelapa sawit berdasarkan land used dan produksi CPO
pada tahun 2018 meningkat signifikan dibanding tahuntahun sebelumnya.
Peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan cakupan administratur
perusahaan kelapa sawit, sehingga luas areal perkebunan kelapa sawit menjadi
14,33 juta hektar. Selanjutnya pada tahun 2019 sampai dengan 2021, luas areal
perkebunan kelapa sawit berdasarkan land used terus mengalami peningkatan
yang hampir stagnan. Diperkirakan pada tahun 2021 luas areal perkebunan kelapa
sawit sebesar 14,62 juta hektar.

Gambar 4. Perkembangan luar area dan produksi perkebunan kelapa sawit


Indonesia 2017-2021

Areal perkebunan kelapa sawit tersebar di 26 provinsi yaitu seluruh


provinsi di Pulau Sumatera dan Kalimantan, Provinsi Jawa Barat, Banten,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat,
Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Pada tahun 2021,
Provinsi Riau masih menjadi provinsi penghasil kelapa sawit terbesar dengan luas
sebesar 2,86 juta hektar atau 19,55 persen dari total luas areal perkebunan kelapa
sawit di Indonesia. Dari luas areal tersebut, Provinsi Riau menghasilkan 8,96 juta
ton CPO. Luas areal dan produksi perkebunan kelapa sawit di Indonesia menurut
provinsi tahun 2021
Luas areal perkebunan kelapa sawit menurut status pengusahaan pada
tahun 2021 tidak menunjukkan perubahan berarti. Seperti tahun sebelumnya,
penguasaan luas areal perkebunan kelapa sawit masih didominasi oleh
perkebunan besar swasta. Sebesar 8,04 juta hektar atau 55 persen perkebunan
kelapa sawit dikuasai oleh perkebunan swasta; diikuti perkebunan rakyat yang
menguasai 6,03 juta hektar atau 41,24 persen perkebunan kelapa sawit; serta
sisanya 0,55 juta hektar atau 3,76 persen dikuasai oleh perkebunan besar
negara (Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2021, n.d.)
DAFTAR PUSTAKA
Parinduri, L., Parinduri, T., Kunci, K., Fosil, E., Biomassa, E., & Energi, K. (2020). Konversi
Biomassa Sebagai Sumber Energi Terbarukan. In Journal of Electrical Technology (Vol. 5,
Issue 2). https://www.dosenpendidikan.

Pendidikan Pertanian, P., Penyuluhan, B., Pengembangan, D., Pertanian, S., & Pertanian, K.
(n.d.). BUDIDAYA TANAMAN KELAPA SAWIT.

Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2021. (n.d.).

Anda mungkin juga menyukai