Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MATA KULIAH

TEKNOLOGI ENERGI TERBARUKAN

“PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA BIOGAS”

OLEH :

ILYAS ZAKARIA

MOH.AKBAR MA’RUF

AGIL .Y. BANE

DIMAS ARYO LASANUDIN

MOHAMMAD SAINI

FIRMANSYAH WAHAB

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TEKNIK MESIN:

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GORONTALO

2021
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Untuk memanfaatkan sampah perkotaan sebenarnya telah sejak lama
diupayakan para ahli. Salah satunya adalah pemanfaatan untuk produksi listrik biogas
dari sampah kota. Pemanfaatan biogas tersebut juga bisa berfungsi sebagai alternatif
dalam menangani krisis energi.
Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial didunia.
Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi
penduduk dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta permasalahan emisi
dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap negara untuk segera
memproduksi dan menggunakan energi terbaharukan. Selain itu, peningkatan harga
minyak dunia hingga mencapai 100 U$ per barel juga menjadi alasan yang serius
yang menimpa banyak negara di dunia terutama Indonesia.
Lonjakan harga minyak dunia akan memberikan dampak yang besar bagi
pembangunan bangsa Indonesia. Konsumsi BBM yang mencapai 1,3 juta/barel tidak
seimbang dengan produksinya yang nilainya sekitar 1 juta/barel sehingga terdapat
defisit yang harus dipenuhi melalui impor. Menurut data ESDM (2006) cadangan
minyak Indonesia hanya tersisa sekitar 9 milliar barel. Apabila terus dikonsumsi
tanpa ditemukannya cadangan minyak baru, diperkirakan cadangan minyak ini akan
habis dalam dua dekade mendatang.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah
telah menerbitkan Peraturan presiden republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang
kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai
pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya
yang dapat diperbaharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak.
Salah satu sumber energi alternatif adalah biogas. Gas ini berasal dari
berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran
hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion. Proses
ini merupakan peluang besar untuk menghasilkan energi alternatif sehingga akan
mengurangi dampak penggunaan bahan bakar fosil.

II. Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. Pengertian biomassa
2. Pemanfaatan energi biomassa
3. Co-firing
4. Biomass To Liquid
5. Sejarah perkembangan

III. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian biomassa
2. Untuk mengetahui pemanfaatan energi biomassa
3. Untuk mengetahui Co-firing batubara dengan biomassa
4. Untuk mengetahui Biomass To Liquid
5. Mengetahui Sejarah Perkembangan Biomassa

IV. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah dapat menambah
wawasan bagi penulis dan para pembaca di bidang pembangkit listrik tenaga
Biomassa.

V. Batasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya masalah, maka permasalahannya dibatasi
yaitu:
1. Pengertian Biomassa
2. Pemanfaatan energi biomassa
3. Co-firing batubara dengan biomassa
4. Penjelasan tentang Biomass To liquid (BTL)
5. Sejarah Perkembangan
BAB II
BIOMASSA

A. Pengertian

Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui pross fotosintetik, baik
berupa produk maupun buangan. Contoh biomassa antara lain adalah tanaman,
pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, tinja dan kotoran ternak.
Merupakan produk fotosintesis, yakni butir-butir hijau daun yang bekerja sebagai sel-
sel surya, menyerap energi matahari dan mengkonversi karbon dioksida dengan air
menjadi suatu senyawa karbon, hidrogen, dan oksigen.
CO2 + H2O + E ----> Cx(H2O) + O2
Biomassa merupakan sumber energi primer yang sangat potensial di
Indonesia, yang dihasilkan dari kekayaan alamnya berupa vegetasi hutan tropika.
Biomassa bisa diubah menjadi listrik atau panas dengan proses teknologi yang sudah
mapan. Selain biomassa seperti kayu, dari kegiatan industri pengolahan hutan,
pertanian dan perkebunan, limbah biomassa yang sangat besar jumlahnya pada saat
ini juga belum dimanfaatkan dengan baik.
Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup
(tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah dll
Biomassa berfungsi sebagai :
1. sebagai penyedia sumber karbon untuk energi
2. dengan teknologi modern dalam pengkonversiannya dapat menjaga emisi
pada tingkat yang rendah.
3. mendorong percepatan rehabilitasi lahan terdegradasi dan perlindungan
tata air.
4. digunakan untuk menyediakan berbagai vektor energi, baik panas, listrik
atau bahan bakar kendaraan.
B. Pemanfaatan Energi Biomassa

Agar biomassa bisa digunakan sebagai bahan bakar maka diperlukan


teknologi untuk mengkonversinya. Terdapat beberapa teknologi untuk konversi
biomassa, dijelaskan pada . Teknologi konversi biomassa tentu saja membutuhkan
perbedaan pada alat yang digunakan untuk mengkonversi biomassa dan menghasilkan
perbedaan bahan bakar yang dihasilkan.
Secara umum teknologi konversi biomassa menjadi bahan bakar dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu pembakaran langsung, konversi termokimiawi dan
konversi biokimiawi. Pembakaran langsung merupakan teknologi yang paling
sederhana karena pada umumnya biomassa telah dapat langsung dibakar. Beberapa
biomassa perlu dikeringkan terlebih dahulu dan didensifikasi untuk kepraktisan dalam
penggunaan. Konversi termokimiawi merupakan teknologi yang memerlukan
perlakuan termal untuk memicu terjadinya reaksi kimia dalam menghasilkan bahan
bakar. Sedangkan konversi biokimiawi merupakan teknologi konversi yang
menggunakan bantuan mikroba dalam menghasilkan bahan bakar.
Pemanfaatan Energi Biomassa:
1. Biobriket
2. Gasifikasi Biomassa
3. Pirolisa
4. Liquification
5. Biokimia

1. Biobriket
Briket adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengkonversi sumber
energi biomassa ke bentuk biomassa lain dengan cara dimampatkan sehingga
bentuknya menjadi lebih teratur. Briket yang terkenal adalah briket batubara namun
tidak hanya batubara saja yang bisa di bikin briket. Biomassa lain seperti sekam,
arang sekam, serbuk gergaji, serbuk kayu, dan limbah-limbah biomassa yang lainnya.
Pembuatan briket tidak terlalu sulit, alat yang digunakan juga tidak terlalu rumit.
Di IPB terdapat banyak jenis-jenis mesin pengempa briket mulai dari yang
manual, semi mekanis, dan yang memakai mesin. Adapun cara untuk membuat
biobriket secara semi mekanis disajikan dalam bentuk video.

2. Gasifikasi Biomassa
Gasifikasi biomassa dapat didefinisikan sebagai proses konversi bahan
selulosa dalam suatu reaktor gasifikasi (gasifier) menjadi bahan bakar. Gas tersebut
dipergunakan sebagai bahan bakar motor untuk menggerakan generator. Gambar 3.
Skema Gasifikasi Biomassa dan Sistem Pembangkit Daya
Pembangkit listrik. Gasifikasi merupakan salah satu alternatif dalam rangka
program penghematan dan diversifikasi energi. Selain itu gasifikasi akan membantu
mengatasi masalah penanganan dan pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan dan
kehutanan. Ada tiga bagian utama perangkat gasifikasi, yaitu : (a) unit pengkonversi
bahan baku (umpan) menjadi gas, disebut reaktor gasifikasi atau gasifier, (b) unit
pemurnian gas, (c) unit pemanfaatan gas.

3. Pirolisa
Pirolisa adalah penguraian biomassa (lysis) karena panas (pyro) pada suhu
yang lebih dari 1500C. Pada proses pirolisa terdapat beberapa tingkatan proses, yaitu
pirolisa primer dan pirolisa sekunder. Pirolisa primer adalah pirolisa yang terjadi pada
bahan baku (umpan), sedangkan pirolisa sekunder adalah pirolisa yang terjadi atas
partikel dan gas/uap hasil pirolisa primer. Penting diingat bahwa pirolisa adalah
penguraian karena panas, sehingga keberadaan O2 dihindari pada proses tersebut
karena akan memicu reaksi pembakaran.

4. Liquification
Liquification merupakan proses perubahan wujud dari gas ke cairan dengan
proses kondensasi, biasanya melalui pendinginan, atau perubahan dari padat ke cairan
dengan peleburan, bisa juga dengan pemanasan atau penggilingan dan pencampuran
dengan cairan lain untuk memutuskan ikatan. Pada bidang energi liquification tejadi
pada batubara dan gas menjadi bentuk cairan untuk menghemat transportasi dan
memudahkan dalam pemanfaatan.

5. Biokimia
Pemanfaatan biokimia lainnya adalah proses biokimia.Contoh proses yang
termasuk ke dalam proses biokimia adalah hidrolisis, fermentasi dan an-aerobic
digestion. An-aerobic digestion adalah penguraian bahan organik atau selulosa
menjadi CH4 dan gas lain melalui proses biokimia.
Selain anaerobic digestion, proses pembuatan etanol dari biomassa tergolong
dalam konversi biokimiawi. Biomassa yang kaya dengan karbohidrat atau glukosa
dapat difermentasi sehingga terurai menjadi etanol dan CO2. Akan tetapi, karbohidrat
harus mengalami penguraian (hidrolisa) terlebih dahulu menjadi glukosa. Etanol hasil
fermentasi pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi dan tidak sesuai untuk
pemanfaatannya sebagai bahan bakar pengganti bensin. Etanol ini harus didistilasi
sedemikian rupa mencapai kadar etanol di atas 99.5%.

C. Co-firing Batubara dengan biomassa

Batubara saat ini banyak digunakan di unit pembangkit listrik, pembangkit


kukus, dan tanur pada pabrik-pabrik. Penggunaan batubara di Indonesia diperkirakan
akan terus meningkat karena dikeluarkannya Perpres No. 5 tahun 2006 yang
menyatakan bahwa konsumsi batubara akan terus ditingkatkan hingga tahun 2025.
Akan tetapi pembangkitan energi menggunakan batubara memiliki suatu kendala,
yaitu pembakaran batubara menghasilkan emisi gas rumah kaca yang merupakan
penyebab utama pemanasan global yang sedang marak diperdebatkan. Oleh karena
itu, penggunaan batubara di masa depan sebaiknya dikurangi dan diganti dengan
bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
Salah satu cara yang potensial untuk mengurangi konsumsi batubara sekaligus
mengurangi emisi gas rumah kaca dari pembakaran batubara adalah co-firing
batubara dengan limbah biomassa.
Co-firing

Gambar. Co-firing batubara dengan limbah biomassa dapat mengurangi emisi gas
rumah kaca
Co-firing merupakan suatu proses pembakaran dua material yang berbeda
secara bersamaan. Dengan menggunakan co-firing, emisi dari pembakaran suatu
bahan bakar fosil dapat dikurangi. Co-firing merupakan salah satu metode alternatif
untuk mengubah biomassa menjadi tenaga listrik, yaitu dengan cara substitusi
sebagian batubara dengan biomassa di dalam suatu coal boiler. Biomassa dikenal
sebagai zero CO2 emission, dengan kata lain tidak menyebabkan akumulasi CO2 di
atmosfer, dan biomassa juga mengandung lebih sedikit sulfur jika dibandingkan
dengan batubara. Oleh karena itu,co-firing batubara dan biomassa menyebabkan
menurunnya emisi CO2 dan jumlah polutan NOx dan SOx dari bahan bakar fosil.

Gambar. Dengan co-firing, dampak korosi pada dinding pembakar akan


diminimalisir.
Selain itu, pembakaran batubara dan limbah biomassa secara bersamaan
mengurangi korosi yang disebabkan oleh klorin. Biomassa apabila dibakara kana
menghasilkan zat alkali klorida yang kemudian akan bereaksi dengan sulfur oksida
dan aluminium silikat, dimana keduanya adalah hasil pembakaran dari batubara.
Hasil reaksi akan berupa alkali sulfat dan alkali silikat serta HCl yang tidak bersifat
korosif sehingga aman bagi alat-alat pembakar. Metode co-firing batu bara dan
limbah biomassa ini telah didemonstrasikan, diuji, serta dibuktikan pada semua tipe
boiler yang umum digunakan pada unit pembangkit listrik. Efisiensi yang dicapai
dengan metode ini hampir mencapai 33 – 37%.
Hingga saat ini, terdapat tiga jenis konfigurasi co-firing yang telah
digunakan, yaitu direct co-firing, indirect cofiring, dan parallel co-firing.

1. Direct Co-firing
Pada konfigurasi ini, biomassa (sebagai bahan bakar sekunder) dimasukkan
bersamaan dengan batubara (sebagai bahan bakar primer) ke dalam boiler yang sama.
Direct co-firing lebih umum digunakan karena paling murah. Pada direct co-firing
sendiri, ada dua pendekatan yang dapat dilakukan. Yang pertama adalah
pencampuran dan perlakuan awal terhadap biomassa dan batubara dilakukan
bersamaan sebelum diumpankan ke pembakar. Yang kedua, perlakuan awal biomassa
dan batubara dilakukan secara terpisah, kemudian baru diumpankan ke pembakar.

Gambar. Proses Direct Co-firing (K-boiler)


2. Indirect Co-firing
Konfigurasi indirect co-firing mengacu pada proses gasifikasi biomassa,
dimana gas hasil gasifikasi biomassa kemudian diumpankan ke dalam pembakar dan
dibakar bersama batubara. Dengan menggunakan konfigurasi ini, abu dari biomassa
akan terpisah dari abu batubara dengan tetap menghasilkan rasio co-firing yang
sangat tinggi. Kekurangan dari indirect co-firing adalah biaya investasinya yang
tinggi.

Gambar. Proses indirect co-firing dengan menggunakan (a) pre-furnace PP, atau
(b) gasifier RG untuk biomassa (K-boiler).

3. Parallel Co-firing
Parallel co-firing melibatkan suatu pembakar dan boiler terpisah untuk
biomassa, dimana hasil pembakaran dari biomassa akan membangkitkan steam yang
kemudian akan digunakan pada sirkuit power plant pembakaran batubara. Walaupun
konfigurasi ini membutuhkan investasi yang lebih besar daripada direct co-firing,
konfigurasi ini memiliki kelebihan tersendiri. Dengan menggunakan konfigurasi
ini,sangatlah mungkin untuk digunakan bahan bakar dengan kandungan logam alkali
dan klorin tinggi dan abu dari hasil pembakaran batubara serta biomassa akan
dihasilkan terpisah.

Gambar. Konfigurasi parallel co-firing (K-boiler)

D. Biomass To Liquid (BTL)

Sebagian besar sumber energi yang digunakan di dunia saat ini berasal dari
sumber daya alam yang tak terbarukan yaitu minyak bumi. Minyak bumi umumnya
digunakan sebagai bahan bakar pada sektor pembangkit listrik dan sektor transportasi.
Pada sektor pembangkit listrik, ketergantungan terhadap minyak bumi dapat
dikurangi dengan penggunaan beberapa sumber energi alternatif seperti batu bara,
angin, panas bumi, tenaga surya, dan sebagainya. Sebaliknya, ketergantungan minyak
bumi di sektor transportasi, yang merupakan 21% konsumsi energi primer di dunia,
tidak dapat digantikan dengan sumber-sumber energi alternatif tersebut karena hingga
saat ini, dengan mempertimbangan teknologi existing dan berbagai karakteristik
berbagai macam bahan bakar, bahan bakar minyak (atau cair) merupakan satu-
satunya bahan bakar yang dapat digunakan untuk kendaraan.
Sumber energi terbarukan, seperti biomassa, dapat memegang peranan
penting dalam mengatasi permasalahan lingkungan dan krisis energi yang terjadi.
Biomassa adalah sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan, karena gas-gas
emisi yang berasal dari penggunaan biomassa akan diserap oleh biomassa lain yang
baru tumbuh, apabila manajemen siklus pertumbuhannya dikelola dengan baik. Selain
itu, biomassa memiliki kemungkinan untuk dikonversi menjadi bahan bakar
kendaraan. Etanol, metanol, dan hidrokarbon sintetik dapat diproduksi dari biomassa
dan hasil produksinya sangat mungkin dimanfaatkan untuk sektor transportasi.
Sistem sumber energi berbasis biomassa yang telah terbukti dapat
diandalkan dan banyak digunakan selama Perang Dunia II adalah gasifikasi biomassa.
Beberapa kajian telah mengindikasikan bahwa penggunaan teknologi Fischer-
Tropsch untuk konversi biomassa menjadi hidrokarbon sintetik, menawarkan sebuah
alternatif untuk menggantikan minyak diesel, kerosin, dan bensin konvensional.
Setelah produksi biodiesel melalui proses transesterifikasi dilakukan,
cendekiawan-cendekiawan dunia tidak berhenti dalam upaya memanfaatkan biomassa
menjadi bahan bakar cair. Biodiesel BTL merupakan teknologi lanjutan (sering
disebut dengan biodiesel generasi kedua) dari penciptaan bahan bakar berbasis
biomassa. Teknologi BTL (Biomass To Liquid) pada dasarnya terdiri atas dua proses,
proses pencairan tidak langsung dimulai dengan reaksi reformasi/gasifikasi bahan
baku menjadi gas sintesis (campuran gas hidrogen dan karbon monoksida), diikuti
dengan sintesis Fischer-Tropsch (F-T) dari gas sintesis menghasilkan minyak sintesis
(syncrude), dan upgrading minyak sintesis menjadi bahan bakar sintesis seperti diesel
(solar) sintesis yang dikenal sebagai F-T diesel, liquefied petroleum gas (LPG),
kerosin dan naftalen. F-T liquid memiliki keunggulan, yaitu hampir bebas dari
kandungan sulfur (< 5 ppm), rendah kandungan aromatik (< 1 persen),
biodegradable, tidak beracun, dapat digunakan tanpa modifikasi infrastruktur, dan
memiliki emisi polutan yang rendah. Gambar di bawah ini menampilkan diagram alir
sederhana teknologi BTL.

Gambar. Diagram alir proses konversi biomassa menjadi bahan bakar cair.

Dari diagram alir di atas, terlihat bahwa teknologi BTL ini dimulai dengan
melakukan perlakuan awal terhadap biomassa yang digunakan sebagai umpan.
Perlakuan awal ini mencakup pengecilan ukuran dan pengeringan yang dilakukan
dalam sebuah rotary dryer. Panas yang diperlukan pada proses pengeringan ini
diperoleh dari panas sensibel gas buang.
Bagian proses selanjutnya adalah proses gasifikasi biomassa. Gasifikasi
biomassa adalah proses bertemperatur tinggi (600-1000°C) untuk mendekomposisi
hidrokarbon dalam biomassa menjadi molekul-molekul gas yang terutama terdiri dari
hidrogen, karbon monoksida, dan karbon dioksida. Pada banyak kasus, proses
gasifikasi juga menghasilkan arang, tar, serta metanol, air, dan berbagai molekul dan
senyawa lainnya. Konversi biomassa menjadi gas sintesis secara umum melibatkan
dua proses. Proses pertama adalah pirolisis. Pirolisis melepaskan gas-gas terbang
yang terkandung dalam biomassa pada temperatur di bawah 600°C melalui
serangkaian reaksi yang kompleks. Proses berikutnya adalah konversi arang.
Banyak metode gasifikasi yang tersedia untuk memproduksi gas sintesis.
Metode-metode ini akan menghasilkan komposisi gas sintesis yang beraneka-ragam
yang mana variasi perbandingan CO dengan H 2 dapat tercapai. Gas sintesis yang
diproduksi oleh metode yang berbeda akan mengandung pengotor yang berbeda-
beda. Pengotor ini selanjutnya akan mempengaruhi proses yang akan berlangsung
dalam reaktor Fischer-Tropsch berkaitan dengan racun katalis sehingga diperlukan
pencucian gas sintesis. Salah satu metode gasifikasi berskala komersial telah
dikembangkan oleh CHOREN.

Gambar. CHOREN Carbo-V Process.

Gas sintesis yang dihasilkan dari proses gasifikasi mengandung kontaminan


yang berbeda-beda seperti partikulat, tar, alkali, H2S, HCl, NH3, dan HCN.
Kontaminan ini akan menurunkan aktivitas pada sintesis Fischer-Tropsch karena
akan meracuni katalis. Sulfur adalah racun yang tidak dapat dihilangkan dari katalis
yang mengandung kobalt dan besi karena sulfur akan melekat pada sisi aktif katalis.
Selain sulfur, tar yang dihasilkan pada proses gasifikasi dapat menimbulkan kerak
pada peralatan dan memasuki pori pada penyaring ketika terkondensasi. Untuk
menghindari terjadinya hal-hal tersebut, tar harus berada di bawah titik embunnya
pada tekanan operasi sintesis Fischer-Tropsch. Oleh karena itu, tar sebaiknya
direngkah menjadi hidrokarbon dengan rantai yang lebih pendek.
Setelah mengalami gasifikasi, gas sintesis akan diproses dalam reaktor sintesis
Fischer-Tropsch. Pada umumnya, katalis yang digunakan dalam proses ini adalah
besi atau kobalt dengan silika sebagai support. Namun, kualitas gas sintesis hasil
gasifikasi biomassa belum memenuhi persyaratan dilangsungkannya sintesis Fischer-
Tropsch, karena itu perlu dilakukan pengkondisian terlebih dahulu.
Gas sintesa hasil gasifikasi memiliki rasio H2/CO sekitar 0.6-0.8, sedangkan
sintesis Fischer-Tropsch membutuhkan rasio tersebut sekitar 2. Karenanya, gas
sintesa akan mengalami shift reaction untuk menambahkan H2 hingga memenuhi
persyaratan berlangsungnya sintesis Fischer-Tropsch. Shift reaction berlangsung
dengan mekanisme sebagai berikut:
CO + H2O -> CO2 + H2
Katalis yang digunakan dalam shift reaction adalah Fe3O4 atau logam-logam
transisi yang lain. Reaksi ini sangat sensitif terhadap temperatur dengan
kecenderungan bergeser ke arah reaktan jika temperatur dinaikkan.
Reaksi Fischer-Tropsch menghasilkan hidrokarbon dengan panjang rantai
yang bervariasi dengan mereaksikan campuran karbon monoksida dengan hidrogen
(gas sintesis). Saat ini, reaksi ini dioperasikan secara komersial oleh Sasol di Afrika
Selatan (dari gas sintesis batubara) dan Shell di Malaysia (dari gas sintesis gas alam).
Produk yang dihasilkan oleh reaksi F-T adalah hidrokarbon dengan panjang rantai
yang bervariasi. Selektivitas cairan yang tinggi sangat diharapkan untuk mendapatkan
jumlah maksimum dari hidrokarbon rantai panjang. Perolehan C1-C4 akan menurun
seiring dengan meningkatnya selektivitas C5+. Keberadaan C1-C4 pada offgas dapat
digunakan secara efisien pada turbin gas sebagai pembangkit listrik.
Proses F-T umumnya beroperasi pada rentang tekanan dan temperatur sebesar
20-40 bar dan 180-250°C. Semakin tinggi tekanan parsial H 2 dan CO akan
memberikan selektivitas yang semakin tinggi untuk C5+. Banyaknya inert pada
syngas akan menurunkan tekanan parsial H2 dan CO dan menurunkan selektivitas
C5+.
Jika produk akhir yang diinginkan adalah diesel, produk F-T memerlukan
hydrocracking. Hidrogen ditambahkan untuk memutuskan ikatan rangkap setelah F-
T-liquids direngkah secara katalitik dengan menggunakan hidrogen. Produk F-T telah
seluruhnya bersih dari sulfur, nitrogen, nikel, vanadium, asphaltene dan aromatik
yang selama ini ditemukan dalam produk pengilangan minyak bumi. F-T diesel
dengan angka cetane yang sangat tinggi juga dapat digunakan sebagai komponen
blending untuk meningkatkan kualitas solar pada umumnya. Produk cair dari sintesa
Fischer-Tropsch ini sangat sesuai untuk digunakan pada kendaraan dengan fuel cell.
Namun, penerapan teknologi ini membutuhkan biaya investasi yang sangat
besar dengan pay back period sekitar 15-20 tahun. Perhitungan dilakukan berkaitan
dengan feasibilitasnya untuk diterapkan di Indonesia, karenanya beberapa asumsi
perhitungan juga disesuaikan dengan kondisi di Indonesia seperti bahan baku yang
digunakan adalah tandan kosong sawit (TKS) dengan harga Rp 500,-/kg dan harga
bahan bakar BTL ini sama dengan harga BBM di Indonesia tanpa subsidi (berarti
sekitar Rp10.000 untuk bensin dan Rp8.000 untuk solar). Perhitungan dilakukan
tanpa mempertimbangkan nilai suku bunga yang berlaku, karena pabrik tidak
mengalami keuntungan jika suku bunga diterapkan.

E. Sejarah Perkembangan

1. Cina
a. Sejak Tahun 1975 “biogas for every hoesehold”. Pada tahun 1992, 5juta
rumah tangga di cina menggunakan biogas.
b. Reaktor biogas yang banyak digunakan adalah model sumur tembok
dengan bahan baku kotoran ternak dan manusia serta limbah pertanian.
2. India
Dikembangkan sejak tahun tahun 1981 melalui “The National Project on
Biogas Development” oleh Departemen Sumber Energi non-
Konvensional. Tahun 1999, 3juta rumah tangga menggunakan biogas.
3. Indonesia
a. Mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an, pada tahun 1981 melalui
Proyek Pengembangan Biogas dengan dukungan dana dari FAO
dibangun contoh instalasi biogas di beberapa provinsi.
b. Penggunaan biogas belum cukup berkembang luas antara lain
disebabkan oleh karena masih relatif murahnya harga BBM yang
disubsidi, sementara teknologi yang diperkenalkan selama ini masih
memerlukan biaya yang cukup tinggi karena berupa konstruksi beton
dengan ukuran yang cukup besar.
c. Mulai tahun 2000-an telah dikembangkan reaktor biogas skala kecil
(rumah tangga) dengan konstruksi sederhana, terbuat dari plastik secara
siap pasang (knockdown) dan dengan harga yang relatif murah.
BAB III
KESIMPULAN

1. Harga bahan bakar minyak yang makin meningkat dan ketersediaannya yang
makin menipis serta permasalahan emisi gas rumah kaca merupakan masalah
yang dihadapi oleh masyarakat global.
2. Upaya pencarian akan bahan bakar yang lebih ramah terhadap lingkungan dan
dapat diperbaharui merupakan solusi dari permasalahan energi tersebut. Untuk
itu indonesia yang memiliki potensi luas wilayah yang begitu besar,
diharapkan untuk segera mengaplikasi bahan bakar nabati.
3. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari proses anaerobik digestion dan
memiliki prospek sebagai energi pengganti bahan bakar fosil yang
keberadaaanya makin menipis.
DAFTAR

PUSTAKA

Acid Jaya, Budi. Mengembangkan Energi Biogas.


http://www.indobiofuel.com/gratis%2018.php. Diakses terakhir pada
tanggal 17 Juni 2009 pukul 17.00.

Anonim. Biogas. http://id.wikipedia.org/wiki/Biogas. diakses terakhir pada tanggal


17 Juni 2009 pukul 17.00.

Nurrahman, Arip. Pembangkit Listrik Tenaga Biogas. http://www.banjar-


jabar.go.id/redesign/cetak.php?id=491. Diakses terakhir pada tanggal 17
Juni 2009 pukul 17.03.

Pambudi, Agung N. Pemanfaatan Biogas sebagai Energi Alternatif.


http://www.dikti.org/?q=node/99 . diakses terakhir tanggal 17 Juni 2009
pukul 16.56.

Prohumasi. Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dari IPB.


http://www.indobiofuel.com/gratis%2018.php. Diakses terakhir tanggal
17 Juni 2009 pukul 17.06

Anda mungkin juga menyukai