Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MAKALAH

Grup A
“FITRAH BERAGAMA BAGI MANUSIA”
Dosen Pengampu: Eva Iryani, S.Pd.i., M.Pd.i.

Nama Anggota:
1) M. Zayandi Dyzand Bahariyawan
2) Putri Mega Agustin
3) Rachel Syakina Fadhly
4) Riska Nofia Qona’a

UNIVERSITAS JAMBI
Tahun Ajaran 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat dan karunia-Nya, kami
dapat menyusun makalah ini yang berjudul “Fitrah Beragama Bagi Manusia” dengan lancar
dengan retang waktu yang telah di tentukan.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama
disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang dan juga karena kendala Covid-
19 untuk kami mencaari referensi melalui buku di perpustakaan.
Namun berkat bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan
dengan cukup baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih. Kami
sadar bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan adanyaa kritik dan saran yang bersifat membangun,
guna untuk penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Aamiin.
Hanya ucapan terima kasih yang dapat penulis berikan, penulis berdoa semoga segala
bantuan yang telah diberikan mendapatkan imbalan yang lebih baik dari Allah SWT. dengan
kerendahan hati, penulis memohon maaf atas segala kesalahan. Penulis menyadari bahwa
dalam makalah ini mungkin masih jauh dari kesempurnaan, hal ini dikarenakan keterbatasan
dari segala aspek yang di miliki oleh penulis sendiri. Untuk itulah, kritik dan saran terbuka luas
dan selalu penulis harapkan dari pembaca yang budiman guna kesempurnaan dari makalah ini.
Atas perhatian dan waktunya, kami ucapkan sampaikan baanyak terima kasih.

Jambi, 18 September 2020

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Manusia kekinian cenderung membuat kerusakan dan pertumpahan darah dimana-mana.
Contohnya saja kasus pembunuhan yang dilakukan Ryan (Jombang Jawa Timur) yang
mengorbankan beberapa nyawa manusia di Indonesia (Wordpress: 2007/2008). Hubungannya
dengan pendidikan islami adalah bagaimana peran dan fungsinya untuk membina generasi umat
islam agar taat menjalani ajaran agama dan nilai-nilai islami yang menjadi identitasnya. Artinya,
generasi umat islamlah yang menebarkan kedamaian dan kebaikan di lingkungannya, bukan
sebaliknya seperti kasus Ryan tadi. Pendidikan islam yang di kehendaki berdasarkan fitrah
manusia. Fitrah manusia tersebut harus terkonsepkan dalam materi pendidikan Islam sebagai
materi dalam sistem pendidikan Islam yang merupakan salah satu komponen pembelajaran yang
niscaya akan adanya. Dengan menempatkan materi pendidikan Islam dari fitrah manusia di
asumsikan totalitas kedirian manusia akan berkembang sesuai dengan tujuan penciptanya.
Tujuan penciptaan manusia adalah sebagai “khalifah”.

Fitrah adakalanya ditafsirkan sebagai kembali kepada keadaan normal, kehidupan


manusia yang memenuhi kehidupan jasmani dan rohaninya secara seimbaang. Meskipun
demikian, bentuk perubahan dari kata ini, yaitu fitrah yang mengandung pengertian “yang
semula diciptakan Allah” yang tidak lain adalah “keadaan mula-mula”. Fitrah diartikan asal
kejadian, kesucian dan agama yang benar. Fitrah dalam arti yang agama yang benar, yaitu
agama Allah, adalah arti yang dihubungkan sebagai penafsir Al-Quran dengan kata fitrahdalam
surah Ar-Ruum:30. Fitrah diartikan sunnah Nabi Muhammad Saw dan ada pula yang
mengartikan sunna para nabi. Fitrah juga diartikan sebagai sifat bawaan pada setiap manusia
yang belum dimasuki unsur-unsur dan pengaruh dari luar yang bersifat baik ataupun buruk.

Banyak aahli tafsir yang menafsirkan arti dari kata Fitrah ini. Yang pertama, Abdullah
yang menafsirkan bahwa Allah memfitrahkan makhluk-Nya untuk mengenal dan meng Esakan-
Nya yang tiada ilah (yang haq) selain-Nya. Yang kedua, Shihab dalam tafsirnya bahwa fitrah
keagamaan yang harus dipertahankan oleh setiap manusia, yaitu agama Islam. Yang ketiga,
Katsir dalam surah Az-Zukhruf:27, “Aku berlepas diri dan tidak bertanggung jawab terhadap
apa yang kalian sembah selain Allah. Aku hanya menyembah kepada Tuhan yang telah
menciptakan aku dan akan memberikan hidayah dan petunjuk kepadaku”.

Pendapat yang dijelaskan oleh para tafsir diatas, maka dapat diambli pemahaman bahwa
fitrah yang diberikan Allah kepada manusia adalah fitrah untuk beriman kepada-Nya. Artinya
manusia memiliki kapasitas dan kesiapan untuk mengimani ke-Esaan Allah. Dikaitkan dengan
pengertian fitrah sebagai totalitas manusia yang melekat semenjak lahir atau diciptakan, maka
ada kesesuaian dengan pendapat ar-Raghib al-asfahani yang memberi pemahaman tentang kata
fitrah dalam surah Huud:15 adalah bentuk menjadikan manusia untuk dapat melakukan
pekerjaan atau tugas. Logikanya, untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas setidaknya
diperlukan instrumen atau alat sebab, tanpa alat sebab pekerjaan tersebut tidak mungkin dapat
dilaksanakan secara baik. Alat tersebut baik bermakna lahir ataupun batin. Contohnya, Allah
memerintahkan untuk melihat tentang fenomena alam semesta, maka diciptakannya pada diri
manusia mata yang berfungsi untuk melihat.

Salah satu macam fitrah manusia dari eksploitasi dalam Al-Quran yaitu Fitrah agama
(Q.S Al-An’am :79, Al-A’raaf:172-173, Ar-Ruum:30, Al-Insyiqaq:6, dan Al-Ankabut:65) adalah
yang mendasari dari sekian banyak fitrah yang melekat pada diri manusia supaya ternetralisasi
secara benar dalam kehidupannya menurut tuntunan ilahi dan akan tetap pada penghambaan
selaku makhluk yang telah melakukan perjanjian azali dengan pencipta-Nya. Fitrah agama
daklam konteks ini adalah agama tauhid-Islam menjadi payung atas sekian banyak fitrah yang
diberikan Allah kepada manusia.

Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik di antara makluk Allah yang
lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan rohaniah, atau unsur fisiologis dan unsur
psikologis. Dalam struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan keistimewaan berupa
akal untuk berpikir. Keistimewaan tersebutlah yang membawa manusia mempunyai kedudukan
sebagai khalifah di bumi.

Sebagai khalifah bumi berarti manusia mempunyai kewajiban untuk mengelola,


mengautr, dan memanfaatkan semua yang ada untuk kemaslahatan. Agar manusia dapat
melakukan kewajiban tersebut, Allah melengkapinya dengan memberikan seperangkat
kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan untuk berkembang, yang dalam psikologi
disebut dengan potensialitas atau disposisi yang menurut aliran psikologi behaviorisme disebut
prepotence reflexes (kemampuan dasar yang secara otomatis dapat berkembang). Dalam
pandangan Islam kemampuan dasar atau pembawaan itu disebut dengan fitrah. Kata fitrah ini
disebutkan dalam Al-Qur’an surah Ar-Ruum ayat 30, yang berbunyi sebagai berikut:
ٰ َ ِ‫ق ٱهَّلل ِ ۚ ٰ َذل‬ ْ ِ‫ِّين َحنِيفًا ۚ ف‬
ِ َّ‫ك ٱلدِّينُ ْٱلقَيِّ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر ٱلن‬
َ‫اس اَل يَ ْعلَ ُمون‬ ِ ‫اس َعلَ ْيهَا ۚ اَل تَ ْب ِدي َل لِخَ ْل‬
َ َّ‫ط َرتَ ٱهَّلل ِ ٱلَّتِى فَطَ َر ٱلن‬ ِ ‫فَأَقِ ْم َوجْ هَكَ لِلد‬

Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;

(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut

fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang

lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S. Ar-

Ruum:30).

Dari ayat dan penjelasan diatas, Ibnu Athiyah memahami fitrah sebagai keadaan atau kondisi
penciptaan yang terdapat dalam diri manusia yang menjadikannya berpotensi melalui fitrah itu, mampu
membedakan ciptaan-ciptaan Allah serta mengenal Tuhan. Syari’at, dan beriman kepada-Nya. Akan
tetapi fitrah yang terdapat dalam diri manusia itu nantinya akan berkembang karena di pengaruhi oleh
kondisi lingkungannya. Jika kondisi lingkungannya berpengaruh baik, maka fitrah akan berkembang
dengan baik sesuai fitrahnya, akan tetapi jika kondisi linhgkungannya tidak berpengaruh baik, maka fitrah
tidak akan berkembang dengan baik sesuai fitrahnya.

Pada zaman sekarang ini banyak anak yang berkembang tidak sesuai dengan fitrahnya,
dikarenakan kondisi lingkungan yang membawa pengaruh negatif. Salah satu pengangaruh negatif yang
disebabkan kondisi lingkungan pada fitrah anak adalah tercemarinya akidah anak dengan keyakinan-
keyakinan yang kurang benar. Contohnya saja masyarakat baik itu anak-anak maupun orang dewasa yang
tidak dibangun diatas pondasi akidah yang benar akan sangat rawan terbius berbagai pemikiran kotor
materialisme, sehingga apabila mereka diajak untuk menghadiri pengajian-pengajian yang membahas
ilmu agama mereka pun malas karena menurut mereka hal itu tidak bisa menghasilkan keuntungan
materi.

Hal semacam itu terjadi karena kurangnya pemahaman fitrah anak dengan nilai-nilai ajaran
agama (akidah) yang seharusnya ditanamkan sejak usia dini dan juga disebabkan kurangnya pendidikan
dan kontrol dari keluarga. Dengan adanya permasalahan tersebut, keluarga mempunyai tanggung jawab
dalam memberikan pendidikan pada fitrah anak.

Fitrah manusia di dunia ini adalah sebagai ‘abd (hamba, budak atau abdi). Dari itu, manusia harus
memiliki suatu pegangan hidup yang dengannya manusia dapat mencapai tujuan hidupnya. Sehingga
apabila ada sesuatu yang membuat manusia berpaling bahkan membelok dari tujuannya, maka sesuatu
yang dijadikan pegangan akan terus mengarahkan dan membimbing untuk meraihnya. Sebagai seorang
muslim, tujuan hidup ini tidak hanya semata mencari kebahagiaan di dunia, akan tetapi juga
mengharapkan kebahagiaan di akhirat kelak. Dua kebahagiaan tadi tidak akan terwujud jika tidak adanya
rasa percaya kepada sang khaliq. Karena dengan kehendak-Nyalah, Allah memberikan petunjuk yang
akan menuntun manusia untuk mewujudkan segala yang diharapkan.

Dalam pendidikan Islam, untuk menentukan dasar pendidikan selain berdasarkan pertimbangan
filosofis, juga tidak lepas dari pertimbangan teologis muslim. Islam sebagai pandangan hidup yang
berdasarkan nilai-nilai Ilahiyah, baik yang termuat dalam Al-Qur’an maupun Sunaah Rasul diyakini
mengandung kebenaran mutlak bersifat universal dan eternal (kekal), sehingga secara akidah diyakini
oleh pemeluknya akan selalu sesuai dengan fitrah manusia, artinya memenuhi kebutuhan manusia kapan
pun dan dimana pun. Berarti ajaran akidah (dalam hal ini tauhid) menempati posisi yang paling tinggi dan
fundamental sebagai dasar pendidikan Islam dan menjadi prioritas yang pertama dalam upaya
pembentukan kepribadian muslim.

Al-Qur’an yang dijadikan manusia sebagai pedoman hidup, mengandung berbagai hal. Diantara
kandungan Al-Qur’an yang paling mendasar adalah masalah keimanan. Salah satu surah di dalam Al-
Qur’an yang menerangkan tentang keimanan adalah surah Al-An’am. Tentang surah Al-An’am, Al-
Qurtubi berkata: “Inilah surah yang menjadi dasar menentang alasan orang-orang musyrik dan orang-
orang bid’ah yang lain serta orang-orang yang mendustakan hari kebangkitan manusia di hari kiamat dan
hari berkumpulnya di padang Mahsyar. Penjelasan diatas menunjukkan bahwa surah Al-An’am
mengandung dasar pokok akidah, yaitu penolakan terhadap kemusyrikan yang berarti percaya dan
berserah diri hanya kepada Allah dengan segala kehendak-Nya, serta percaya kepada hari akhir.

Agama dan keimanan kadang saling berbanding terbalik dalam kenyataanya. Dapat dilihat dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya dalam masyarakat awam. Banyak yang mengaku beragama A,
beragama B, beragama C dan sebagainya. Akan tetapi justru terkadang mereka tidak tahu apa yang
mereka yakini itu bisa membimbing mereka atau tidak, apa yang mereka yakini itu bisa membawa
kebaikan dalam hidupnya baik itu dirinya atau sesamanya atau tidak? Parahnya lagi adalah ketika mereka
ditanya kenapa mereka beragama? Maka jawaban simplenya adalah karena dari ibu bapak, nenek
moyangnya sudah beragama demikian.

Sebagian orang yang terkadang juga hendak menafikan agama, mereka merasa enggan untuk
mengakui bahwa dia punya keyakinan, bahwa dia punya agama yang mengikatnya. Sehingga belakangan
muncul misalnya suatu kelompok yang menyatakan tidak beragama, ingin lepas dari identitas agama,
entah itu karena mereka tidak meyakini akan kebenaran suatu agama karena sudah muak terhadap sikap,
perangai, tingkah laku seseorang yang mengaku beragama akan tetapi kehidupan sehari-harinya
implementasi dari keagamaannya tidak adam tingkah lakunya malah selalu menistakan agama, immoral,
tidak menghargai sesama dan sebagainya, serta hanya menjadikan agama sebagai kedok dari kebejatan
moral mereka.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana manusia terlahir dalam keadaan fitrah ?
1.2.2 Apa maksud dari beragama merupakan fitrah manusia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Memahami bagaimana manusia terlahir dalam keadaan fitrah
1.3.2 Memahami beragama merupakan fitrah manusia

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Manusia Terlahir dalam Keadaan Fitrah

Agama dan manusia adalah dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan antara satu
dengan yang lainnya.Manusia hidup memerlukan agama sebagai tempat mencari ketenangan dan
keridhaan Tuhan dan agama hadir untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia. Menurut Islam,
agama berarti suatu peraturan dan penetapan Tuhan yang membimbing manusia kepada aqidah
yang benar, ibadah yang baik dan mu’amalah yang baik pula. Sedangkan manusia adalah
bayawan al-nathiq (makhluk yang berpikir), yang pada hakikatnya adalah makhluk pencari
kebenaran. Di sini bertemu antara agama sebagai satu hakikat yang benar dan manusia (dengan
akal dan hatinya) sebagai makhluk pencari kebenaran.

Indonesia adalah negara yg pluralisme, terdiri dari bermacam-macam agama. Diantaranya;


Islam, Hindu, Budha, Kristen, Katolik dan Konghucu. Dari bebagai macam agama yang saya
paparkan, kebanyakan pemeluk agama tersebut berasal dari orang tuanya atau bisa disebut
agama keturunan. Tetapi disamping itu masih terdapat orang-orang  yang  beragama tidak
berdasarkan agama keturunan malainkan berdasarkan hati nurani.

Perlu kita ketahui arti dari pada Islam sendiri, Islam artinya damai, selamat, tunduk dan
bersih. Kata Islam terbentuk dari tiga huruf yaitu S (sin), L (lam) dan M (min) yang bermakna
dasar selamat (salama). Jadi dari pengertian secara bahasa ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
Islam adalah agama yg membawa keselamatan hidup di dunia dan diakhirat. 

Sedangkan secara bahasa, Fitrah berasal dari akar kata f-t-r (fa-tho-ro) dalam bahasa Arab (‫)فطرة‬ yang
berarti “membuka” atau “menguak”, juga berarti perangai, tabiat, kejadian, asli, agama, ciptaan

Fitrah juga mempunyai makna “asal kejadian”, “keadaan yang suci”, dan “kembali ke
asal”. Maka, Idul Fitri sering dimaknai sebagai "kembali ke keadaan suci tanpa dosa".Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata fitrah diartikan dengan sifat asli, bakat,
pembawaan perasaan keagamaan
.
Dari penjelasan yang sudah dijelaskan, mengenai Islam dan fitrah tentunya hal ini sangat
berkaitan, yang mana Islam yg berarti selamat dan fitrah yg berarti bawaan sejak lahir. Sehingga
yg dimaksud dengan fitrah berislam ialah bahwasanya manusia pertama kali lahir sudah dalam
keadaan berislam atau selamat.

Sebagai mahkluk-Nya yang dianugerahi akal, manusia cenderung mencari hakikat dirinya
di atas muka bumi. Dalam Alquran surah ar-Rum ayat ke-30, Allah SWT sudah mengisyaratkan
tentang fitrah kemanusiaan.

Rasulullah bersabda: " Seorang bayi tidak dilahirkan (kedunia ini) melainkan dalam berada
kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi,
Nasrani, ataupun Majusi. Seperti halnya binatang yang lahir sempurna. Apakah kamu
menemukan ada bagian badannya yang terpotong, kecuali jika kamu yg memotongnya?."
Kemudian beliau membaca firman Allah yang berbunyi: ...tetaplah atas fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrahnya itu. Tidak ada perubahan atas fitrah Allah. (QS. Ar-
Ruum : 30). (HR. BUKHARI).

Berdasarkan hadits diatas yang dipertegas dengan QS.Ar-rum ayat 30 sudah sangat jelas,
bahwasanya manusia dilahirkan dalam keadaan fitrahnya yaitu berislam (selamat). Kemudian
orang tuanyalah yang menjadikan agama selain dari pada Islam kepada keturunannya.
Sebagaimana binatang yang lahir sempurna tanpa ada cacat.

Sebagai bukti bahwa adanya fitrah beragama yang diberikan kepada manusia adalah dengan
adanya kesaksian manusia pada saat sebelum ia dilahirkan keatas bumi ini. Kesaksian itu
menyatakan bahwa Allah sebagai rabb (Tuhan). Sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al-A'raf
ayat 172, yang artinya :

"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam
keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman),
Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, Sesungguhnya
ketika itu kami lengah terhadap ini."

Ayat ini menceritakan saat ketika Allah menerima janji-janji dari umat manusia yang berisi
pengakuan diatas ketuhanan Allah, kelak dihari kiamat, Allah akan menanyai setiap manusia
tentang pelaksanaan janji yang pernah mereka ucapkan. Meskipun dalam Al-qur'an tidak
dijelaskan bagaimana bentuk pengambilan janji tersebut. Oleh karena itu, pada dasarnya fitrah
manusia adalah berIslam tetapi orang tuanyalah yg menjadikan agama selain dari pada Islam
kepada keturunannya.

Dalam pandangan para mufasir, kata fitrah dalam al-Qur'an terdapat pada 19 ayat. Namun
dari sekian banyak ayat al-Qur'an, hanya surat al-Rûm ayat 30 lah yang secara sarih
menyebutkan kata fitrah. Dalam ayat tersebut Allah SWT berfirman: Maka hadapkanlah
wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan dalam ciptaan Allah, (itulah) agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Menurut Imam Bukhari, fitrah manusia itu tidak lain adalah Islam, sebagaimana sabda
Rasulullah Saw, "Tidak ada seorang pun yang dilahirkan, kecuali ia terlahir dalam keadaan
fitrah. Maka orangtuanyalah yang membuatnya jadi seorang Yahudi, Nashrani, atau Majusi"
(HR. Bukhari). 

Makna hadits di atas adalah manusia difitrahkan (memiliki sifat pembawaan sejak lahir)
dengan kuat di atas Islam. Akan tetapi, tentu harus ada pembelajaran Islam dengan
perbuatan/tindakan. Siapa yang Allah SWT takdirkan termasuk golongan orang-orang yang
berbahagia, niscaya Allah SWT akan menyiapkan untuknya orang yang akan mengajarinya jalan
petunjuk sehingga dia siap untuk berbuat (kebaikan).

Sebaliknya, siapa yang Allah SWT ingin menghinakannya dan mencelakakannya,


Allah SWT menjadikan sebab yang akan mengubahnya dari fitrahnya dan membengkokkan
kelurusannya. Hal ini sebagaimana keterangan dalam hadits tersebut tentang pengaruh yang
dilakukan oleh kedua orang tua terhadap anaknya yang menjadikan si anak beragama Yahudi,
Nasrani, atau Majusi.

Dalam bukunya Membumikan Al-Quran, Quraisy Shihab mengartikan fitrah itu sebagai
“Agama Yang Benar, “Kesucian” atau “Asal Kejadian”. Asy-Syarif Ali bin Ahmad al-jurjani
seorang ahli bahasa Arab dari Persia mendefinisikan fitrah sebagai watak yang senang menerima
agama.Sedangkan para fuqaha(ahli fiqih) mengartikannya sebagai tabi’at yang suci dan asli
yang dibawa manusia sejak lahir, belum pernah disentuh oleh cacat atau aib apapun.

Di antara fitrah manusia itu adalah : beragama,mempertahankan hidup, melanjutkan


jenis, mempertinggi taraf hidup, rasa keadilan, ingin senang, ingin selamat, ingin bahagia, ingin
hidup bersama, ingin berkuasa, ingin kaya, ingin baik, ingin dihargai dsb. Namun dari sekian
banyak fitrah itu, fitrah beragama adalah fitrah yang paling utama dan paling murni sebagai di
jelaskanoleh Prof. Dr. Hamka yang mengatakan bahwa rasa ber-Tuhan adalah perasaan yang
semurni—urninya dalam jiwa manusia. Sedangkan Sayid Sabiq mengatakan fitrah keagamaan
adalah satu-satunya fitrah yang membedakan antara manusia dengan hewan, yakni instink
keagamaan.

William James menegaskan bahwa, “Selama manusia masih memiliki naluri cemas dan
mengharap, selama itu pula ia beragama (berhubungan dengan Tuhan).” Itulah sebabnya
mengapa perasaan takut merupakan salah satu dorongan yang terbesar untuk beragama. Karena
itulah, manusia membutuhkan agama, paling tidak, karena alasan berikut;

(1) Karena keterbatasan akal dan kemampuan manusia,


(2) Sebagai obat kegelisahan dan kegersangan hati, dan
(3) Sebagai tempat mencari keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat

Dan fitrah manusia juga adalah ingin mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.Tujuan beragama itu antara lain dijelaskan oleh Allah SWT;

َ‫ُور َوهُدًى َو َرحْ َمةٌ لِّ ْل ُم ْؤ ِمنِين‬ ٓ


ِ ‫ٰيَأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَ ْد َجٓا َء ْت ُكم َّموْ ِعظَةٌ ِّمن َّربِّ ُك ْم َو ِشفَٓا ٌء لِّ َما فِى ٱلصُّ د‬

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
yang beriman.”(QS.Yunus/10:57)
Raghib al-Isfahani, ahli bahasa Arab dari kalangan Sunni, mengatakan bahwa fitrah yang
Allah SWT berikan kepada manusia ialah menciptakan manusia dalam keadaan siap atau terlatih
untuk melakukan pekerjaannya di dunia, atau kekuatan dan kemampuan yang diberikan Allah
AWT kepada manusia untuk mengenal iman. Dengan kekuatan dan kemampuannya itu, ia dapat
mengetahui agama yang benar dan Tuhan yang menciptakannya. Hal ini dijelaskan dalam Al-
Quran :

َ‫َولَئِن َسأ َ ْلتَهُم َّم ْن َخلَقَهُ ْم لَيَقُولُ َّن ٱهَّلل ُ ۖ فَأَنَّ ٰى ي ُْؤفَ ُكون‬

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya
mereka menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah
Allah)? “ (QS.Azh-zhukhruf/43:87)

Manusia terfitrah dengan kuat di atas kebaikan. Jika dalam ilmu Allah SWT ia termasuk
golongan orang-orang yang berbahagia dan kebahagiaan inilah yang ditetapkan pada akhir
hidupnya, Allah SWT akan menyiapkan orang yang akan menunjukinya kepada jalan kebaikan.

Namun, jika dalam ilmu Allah SWT ia termasuk golongan orang-orang yang celaka,
Allah SWT akan menggiring untuknya orang yang akan memalingkannya dari jalan kebaikan
dan menyertainya pada jalan kejelekan. Orang itu mendorongnya di atas kejelekan dan terus-
menerus mendampinginya hingga ditutup umurnya di atas kejelekan.

Sungguh, banyak nas menyebutkan adanya penulisan takdir yang telah terdahulu yang
berisi ketentuan golongan yang berbahagia dan yang sengsara.
Di dalam Shahihain  dari Ali bin Abi Thalib r.a dari Nabi SAW beliau bersabda,

“Tidak ada satu jiwa pun kecuali Allah subhanahu wata’ala telah menetapkan
tempatnya di surga atau di neraka dan telah dicatat baginya kesengsaraan atau
kebahagiaannya.”
Seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, apakah tidak sebaiknya kita pasrah saja dengan apa
yang telah ditulis untuk kita dan tidak perlu beramal?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Beramallah kalian! Sebab, setiap
orang akan dimudahkan menuju apa yang dia diciptakan untuknya. Golongan
yang berbahagia akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang-orang yang berbahagia.
Adapun golongan yang celaka akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang-orang yang
celaka.”

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat ke 5-6 dari surat al-


Lail yang memiliki arti :
“Adapun orang-orang yang suka memberi lagi bertakwa. Dia juga membenarkan surga/pahala
yang baik…” (al-Lail: 5—6)

Hadits ini menunjukkan bahwa kebahagiaan dan kecelakaan telah tercatat dalam
kitab/catatan takdir. Diperolehnya kebahagiaan dan kesengsaraan itu sesuai dengan amalan.
Setiap orang akan dimudahkan melakukan amalan yang telah ditentukan/diciptakan untuknya,
yang hal itu merupakan sebab kebahagiaan dan kesengsaraannya. Wabillahi at-taufiq. (Fatwa no.
6334, 3/525—527)

2.2 Beragama Merupakan Fitrah Manusia

Al-Qur’an merupakan kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai sumber pokok
kehidupan yang di dalamnya terdapat petunjuk, undangundang serta prinsip-prinsip umum yang
menyeluruh. Dalam surat ar-Rum ayat 30 dijelaskan bahwa Islam adalah agama fitrah. Dan juga
dalam hadits dinyatakan bahwa semua anak yang lahir dalam keadaan fitrah tergantung kedua
orangtuanya yang akan menjadikan Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Munculnya beberapa
fenomena manusia di masyarakat yang dianggap penulis telah keluar dari fitrahnya seperti
kedurhakaan yang terjadi pada umat Nabi Luth, kemusyrikan, transgender dan transeksual,
emansipasi wanita, dan korupsi yang merajalela. Dengan melihat ayat-ayat yang berkaitan
dengan fitrah, menemukan macam-macam fitrah, yaitu: bahwa fitrah manusia terbagi menjadi
tiga, yaitu 1. Fitrah beragama, 2. Fitrah suci, 3. Fitrah intelektual (aqliyah).

Manusia menurut fitrahnya adalah makhluk agama, maksudnya adalah setiap manusia
terdapat dorongan yang berpangkal dari naluri alamiahnya memiliki etos untuk menyembah atau
mengabdi kepada suatu wujud yang diyakini lebih tinggi dari dirinya sendiri atau sesuatu yang
menguasainya. Naluri tersebut sesungguhnya bersumber dari perjanjian primordial antara
manusia dan Allah SWT yang dijelaskan dalam QS. Al-A’raf(7): 172. Surah Al-A'raf ayat 172
menjadi pengingat kepada setiap insan bahwa sejatinya kita memiliki janji dengan Allah Swt
yang pasti pernah dilupakan.

“Wa idz akhadza rabbuka mim banii aadama min dzuhuurihim dzurriyyatahum wa asy-
hadahum 'alaa anfusihim, a lastu birabbikum, qaaluu balaa syahidnaa, an taquuluu yaumal-
qiyaamati innaa kunnaa 'an haadzaa ghaafiliin”

Artinya: "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah
Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi".
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya
kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)." (QS. Al-
A'raf: 172).
Ayat di atas, memberikan sebuah informasi kepada setiap manusia bahwa kita pernah
bersaksi kepada Allah. Akan tetapi, kesaksian saat dalam kandungan sebelum lahir ke dunia
tersebut pasti dilupakan sehingga wajar jika setiap manusia memiliki keyakinan yang berbeda-
beda.Dari kesaksian tersebut, pada hakikatnya kita pernah berikrar untuk menuhankan Allah
(tiada Tuhan selain Allah), berjanji untuk tidak menyekutukan-Nya, tidak meminta kepada
selain-Nya dan berbagai konsekuensi lainnya. Sayangnya, masing-masing dari kita stelah lahir
ke dunia akan lupa dengan perjanjian tersebut dan inilah watak asli manusia sebagai tempatanya
salah dan lupa.

Manusia secara fitrah membutuhkan sebuah pegangan. Karena manusia tidak akan mampu
menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan dan tuntunan dari Tuhan. Mungkin ada saja
manusia yang mangkir dari agama, tetapi ketika manusia tidak bisa menghindarkan diri dari
kematian, ia akan menyadari keberadaan Tuhan itu sendiri. Sekuat-kuatnya akalnya, dia akan
menemukan titik temu ketidaktahuannya, bahkan terhadap keajaiban-keajaiban yang terdapat di
dalam dirinya sendiri. Oleh karena itu agama akan tetap dicari, dipelajari dan dibutuhkan oleh
manusia sepanjang jaman. Hanya saja kadar keimanan seseorang berbeda-beda. Ada yang
memiliki kadar yang sangat tinggi tetapi ada pula yang sama sekali tidak memilikinya. Itulah
hidayah, yang oleh Allah hanya akan diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki.

adapun faktor yang menyebabkan manusia berpaling dari fitrahnya:

1. Tidak memahami perjanjiannya dengan Allah SWT,

2. Bermaksiat kepada Allah SWT,

3. Tidak menggunakan akal dengan baik.

Cara memelihara fitrah manusia yaitu dengan cara:

1. Kembali kepada agama Allah SWT,

2. Penyucian jiwa (tazkiyah annafs),


3. Menggunakan akal dengan baik.

Mahmud Yunus mengartikan fitrah dengan agama dan kejadian. Artinya bahwa agama Islam
ini bersesuaian dengan kejadian manusia, sedangkan kejadian itu tidak berubah. Kalau sekiranya
dibiarkan manusia itu berfikir dengan pikirannya, niscaya pada akhirnya ia akan sampai kepada
agama Islam. Manusia sudah dilengkapi dengan kemampuan mengenal dan memahami
kebenaran dan kebaikan yang terpancar dari ciptaan-Nya. Kemampuan lebih yang dimiliki
manusia itu adalah kemampuan akalnya. Melalui akalnya, manusia berusaha memahami realitas
hidupnya, memahami dirinya serta segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu,
potensi untuk menjadi baik ataupun menjadi buruk tersebut tidak akan diubah oleh Allah SWT.
Fitrah manusia ini dibawa sejak lahir dan terus mengalami perkembangan seiring dengan
semakin berkembangnya akal manusia dan pada akhirnya manusia akan mengakui bahwa Tuhan
itu ada sehingga mereka akan kembali kepada Tuhannya.

Agama asli umat manusia adalah menyembah Allah Swt. Hal ini berkaitan dengan suatu
keyakinan kaum muslimin yang berdasarkan dari keterangan al-Qur’an bahwa manusia setelah
diciptakan membuat sebuah perjanjian atau ikatan dengan Tuhan. Sebagaimana dilukiskan pada
ayat 172 dari surat al-A’râf, Allah Swt telah menyatakan tentang fitrah itu. Ketika manusia
belum dilahirkan di muka bumi, Allah Swt telah bertanya: “Bukankah Aku ini Tuhan kamu?
Semua menjawab; Pasti! Kami berikan kesaksian”. Jadi, akidah tauhid itulah fitrah manusia.
Merujuk kepada ayat tersebut dapat dikatakan, sesungguhnya manusia telah bertauhid sejak ia di
alam arwah. Hal ini juga bermakna, Allah Swt menciptakan manusia dengan kodrat yang hanif,
memihak kepada kebenaran, sebagaimana juga Islam diciptakan atas kodrat yang hanif atau
sesuai dengan fitrah manusia, sehingga tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak mengimani
dan mengamalkan ajaran Islam.

Pada hakekatnya, dalam diri manusia ada fitrah untuk senantiasa berbuat baik dan
menjauhkan diri dari perbuatan jahat. Nurani manusia selalu merindukan kedamaian dan
ketenangan. Jauh di dalam lubuk hati manusia, pada dasarnya selalu ada kerinduan untuk terus
menerus mengikuti jalan agama yang benar. Inilah fitrah manusia yang sesungguhnya, fitrah
yang diajarkan Islam
Kejadian manusia sangat sesuai dengan ajaran agama Islam yang telah di jelaskan. Allah
Swt dalam al-Qur’an. Karena manusia diciptakan untuk melaksanakan agama (beribadah). Hal
ini berlandaskan pada al-Qur’an surat adz-Dzariyat: 56. Yang artinya “Dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. Hakikatnya
manusia ini Allah Swt ciptakan dengan tujuan untuk beribadah dengan melaksanakan apapun
yang telah diperintahkan dan meninggalkan apapun yang menjadi larangan, karena ketika
seseorang dilahirkan kedunia ini telah membawa fitrah keimanan sebagaimana Allah Swt
jelaskan dalam al-Qur’an surat ar-Rum ayat : 30 yang artinya

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.

Ayat diatas menyatakan bahwa agama Islam adalah agama fitrah. Artinya agama itu
dirancang oleh Allah Swt sesuai dengan fitrah atau sifat asli kejadian manusia. Oleh karena itu,
beragama merupakan fitrah manusia.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hakikat Konsep fitrah bila dikaitkan dengan pendidikan Islam sebenarnya sangat bersifat religius
yang lebih menekankan pada pendekatan keimanan, sebab, setiap manusia yang dilahirkan dia
membawa potensi yang disebut dengan potensi keimanan terhadap Allah atau dalam bahasa
agamanya adalah tauhid. Pengertian fitrah di dalam al Qur‟an adalah gambaran bahwa
sebenarnya manusia diciptakan oleh Allah dengan diberi naluri beragama, yaitu agama tauhid.
Manusia yang beriman dan bertaqwa serta memiliki berbagai kemampuan aktualisasi hubungan
dengan Allah swt, sesama manusia, dan alam secara positif konstruktif, inilah yang disebut
transendent humanisme teosentris. Sehingga adanya pendidikan Islam berdasarkan konsep fitrah,
hendaknya kalangan peserta didik pantas menjadi hamba pilihan sesuai uraian Allah swt dalam
al-Qur‟an.
Islam sebagai agama fitrah tidak hanya sesuai dengan naluri keberagamaan manusia tetapi juga
menunjang pertumbuhan dan perkembangan fitrahnya, sehingga akan membawa kepada
keutuhan dan kesempurnaan pribadinya. Di sisi lain, Islam sebagai way of life (pandangan
hidup) yang berdasarkan nilai-nilai ilahiyah, baik yang termuat dalam al Qur,an maupun al hadist
diyakini mengandung kebenaran mutlak yang bersifat transendental, universal dan eternal
(abadi), sehingga secara akidah diyakini oleh pemeluknya akan sesalu sesuai dengan fitrah
manusia, artinya memenuhi kebutuhan manusia kapan dan di mana saja (likulli zamanin wa
makanin).

B. Saran
Dengan memahami konsep fitrah dalam perspektif islam diharapka kita semua mengetahui
bagaimana fitrah manusia yang sebenarnya.

daftar pustaka
http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/medinate
Kompasiana.2019.Fitrah Ber-Islam bagi Manusia.
https://www.kompasiana.com/anggiealdona/5de5ddcc097f366cfd328a82/fitrah-ber-islam-bagi-
manusia
Tim Dosen PAI Universitas Jambi.2015.Pendidikan Agama Islam Berbasis Karakter.

Anda mungkin juga menyukai