Anda di halaman 1dari 30

RESUM MATERI AGAMA ISLAM IV

Dosen pengampu : Iin Aina Isnawati., S.kep.,M.kes

DISUSUN OLEH :

KHOLIFATUR RIZQIYAH 14201.12.20020

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

GENGGONG-PAJARAKAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya karena
penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Tidak lupa sholawat serta salam semoga
senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Dalam menyusun
Resum materi agama ini, penulis menggunakan beberapa sumber sebagai referensi, penulis
mengambil referensi dari buku dan jurnal.
Penulisan karya tulis ilmiah ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar antara lain tidak
lepas dari dukungan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku Pengasuh Yayasan Pondok
Pesantren Zainul Hasan Genggong.
2. Dr. Nur Hamim, S.Kep., N.s M.Kes. selaku Direktur Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
3. Iin Aina Isnawati., S.kep.,M.kes. selaku dosen coordinator mata kuliah Agama Islam
Seiring doa semoga semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang
berlipat ganda dari Allah SWT.
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyajikan yang terbaik, namun kami menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari
kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan kami. Oleh sebab itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk kesempurnaan
karya tulis ilmiah ini

Genggong, 27 Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................iii
1.1 LATAR BELAKANG ........................................................................................iv
1.2 RUMUSAN MASALAH....................................................................................iv
1.3 TUJUAN............................................................................................................iv
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................1
2.1 PEMAHAMAN TENTANG TASAWUF............................................................1
2.2 HUBUNGAN ILMU AKHLAQ DENGAN ILMU TASAWUF.........................2
2.3 HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH...................................................5
2.4 MACAM-MACAM DOSA BESAR....................................................................7
2.5 SIFAT YANG TERPUJI....................................................................................10
2.6 MACAM-MACAM PENYAKIT HATI............................................................13
2.7 KAJIAN ILMU TAUHID..................................................................................17
2.8 REFLEKSI IMAN, ISLAM, IKHSAN..............................................................19
BAB III PENUTUP.........................................................................................................22
3.1 KESIMPULAN..................................................................................................22
3.2 SARAN...............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akhlak merupakan salah satu khasanah intlektual muslim yang kehadirannya
sampai saat ini semakin dirasakan. Akhlak tampil mengawal dan memandu perjalanan
hidup manusia agar selamat dunia dan akhirat
Semenjak manusia dilahirkan kedunia ini disadari atu tidak sebenarnya sudah
mempunyai hubungan atau kontrak dengan Tuhan, terutama mengenai ihkwal misi
manusia didunia ini. Oleh manusia Tuhan dikenal sebagai sang pencipta (khalik),
sementara manusia adlah ciptaanNya (mahkluk). Tuhan juga dikenal sebagai superior
( zat yang maha agung) , sementara manusia adalah inferior (hamba). Hubungan yang
kemudian memunculkan apa yang dinamakan dengan syariat dan ritual. Seperti adanya
perintah shalat, puasa, zakat dan haji, yang lahir karena termaktub dalam teks suci al-
Qur’an. Oleh sebab itu al-Qur’an diyakini sebagi kitab petunjuk untuk semua manusia.
Tuhan menciptakan manusia agar mereka beribadah kepadaNya
Manusia adalah makhluk Allah SWT yang paling sempurna dibandingkan dengan
makhluk lainnya. Mereka diberi akal untuk berfikir, memilih mana yang hak dan yang
batil, tapi sering kali manusia tidak menggunakan akalnya untuk berfikir apakah tindakan
yang diambil itu perbuatan yang dilarang agama atau tidak. Oleh karena itu, Allah
berjanji akan melaknat orang-orang yang berbuat kemungkaran. Allah juga akan
memasukkannya ke dalam api neraka yang sangat panas di akhirat nantinya. Pada
pertemuan kali ini akan membahas tentang dosa-dosa besar, yang mana diantara lain,
tentang menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua, putus asa, zina, memakan harta
anak yatim

iii
Saat ini, manusia telah menyadari bahwa segala macam penyakit, apapun
namanya dan bagaimanapun kecilnya adalah membahayakan bagi dirinya, bahkan juga
mungkin kehidupannya. Oleh karena itu, mereka selalu berusaha untuk menjaga sebisa
mungkin kesehatan mereka agar tidak terkena penyakit.Tetapi sayangnya, hal tersebut
hanya terbatas pada kesehatan jasmani saja. Sedangkan jika menyangkut soal kesehatan
rohani, kebanyakan manusia cenderung mengabaikannya. Jika kita mengamati, semua
orang yang ada di dunia ini lebih memperhatikan jasmani mereka dibandingkan rohani
Tauhid adalah ajaran inti dari konsepsi ketuhanan dalam agama Islam.
Disimpulkan dalam potongan pertama kalimat syahadatain, lā ilāh illā Allāh, konsep ini
mengajarkan bahwa Allah adalah satu-satunya dan segala-galanya dalam penyembahan
dan penciptaan.
Secara teori iman,islam dan ihsan dapat dibedakan namun dari segi prakteknya tidak
dapat dipisahkan,satu dan lainnya saling mengisi, iman menyangkut aspek keyakinan
dalam dalam hati yaitu kepercayaan atau keyakinan,sedangkan islam artinya
keselamatan,kesentosaan,patuh, dan tunduk dan ihsan artinya selalu berbuat baik karena
merasa diperhatikan oleh allah

1.2 Rumusan Masalah


A. Apa definisi tasawuf
B. Apa hubungan ilmu akhlak dan ilmu tasawuf
C. Bagaimana hubungan manusia dengan Allah
D. Apa saja macam-macam dosa besar
E. Apa yang dimaksud dengan sifat yang terpuji
F. Apa saja macam macam penyait hati
G. Apa saja kajian ilmu tauhid
H. Apa yang dimaksud dengan iman, islam, dan Ihsan

1.3 Tujuan penulisan


A. Untuk mengetahui defisini tasawuf
B. Untuk mengetahui hubungan ilmuk akhlak dan ilmu tasawuf
C. Untuk mengetahui bagaimana hubungan manusia dengan Allah
D. Untuk mengetahui macam-macam dosa besar

iv
E. Untuk mengetahui sifat yang terpuji
F. Untuk mengetahui macm-macam penyakit hati
G. Untuk mengetahui kajian ilmu tauhid
H. Untuk mengetahui iman, islam, dan ihsan

v
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pemahaman Tentang Tasawuf


Pada hakikatnya tasawuf adalah upaya dan upaya untuk mensucikan diri (tazkiyatunnafs)
dengan menjauhkan diri dari pengaruh kehidupan duniawi yang menyebabkan lalai kepada
Allah SWT dan kemudian memusatkan perhatian hanya kepada Allah SWT. Menurut Syekh
Muhammad Amin al-Kurdi, tasawuf adalah ilmu yang menjelaskan keadaan jiwa (hasrat),
yang melaluinya seseorang memahami baik buruknya jiwa, bagaimana membersihkan
keburukannya (atributnya) dan mengisinya dengan kualitas yang terpuji. . , bagaimana
melakukan suluk, jalan menuju Allah, dan menyerahkan (larangan) Allah kepada (perintah)
Allah SWT.
Tujuan tasawuf adalah memperoleh hubungan langsung dengan tuhan, sehingga merasa
dan sadar berada di “hadirat” tuhan. Keberadaan Tuhan itu dirasakan sebagai kenikmatan dan
kebahagiaan yang hakiki. Bagi kaum sufi, pengalaman Nabi dalam Isra’ Mi’raj, misalnya
merupakan sebuah contoh puncak pengalaman rohani. Ia adalah pengalaman rohani tertinggi
yang hanya dipunyai oleh seorang Nabi. Kaum sufi berusaha meniru dan mengulangi
pengalaman rohani Nabi itu dalam dimensi, skala, dan format yang sepadan dengan
kemampuannya. “Pertemuan” dengan Tuhan merupakan puncak kebahagiaan yang
dilukiskan dalam sebuah hadits sebagai “sesuatu yang tidak pernah terlihat oleh mata
A. Macam – macam tasawuf
1. Tasawuf Falsafi
Adalah tasawuf yang ajarannya memadukan antara visi dan mistis dan rasional
sebagai penggagasannya. Pada tasawuf falsafi pendekatan yang digunakannya
adalah pendekatan rasio atau akal pikiran, karna dalam tasawuf ini menggunakan
bahan-bahan kajian atau pemikiran yang terdapat dikalangan filosof. Seperti
filsafat tentang tuhan, manusia, hubungan manusia dengan tuhan dan lain
sebagainaya. Tasawuf falsafi ini mulai muncul dengan jelas dalam Islam sejak
abad VI Hijriyah, meskipun opara tokohnya baru dikenal dan berkembang,
terutama dikalangan para sufi yang juga seorang filosof

1
2. Tasawuf Akhlaki
Adalah tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian jiwa yang
diformulasikan pada pengaturan sikap dan mental dan pendisiplinan tingkah laku
yang ketat guna mencapai kebahagiaan yang optimum. Pada tasawuf akhlaki
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan akhlak yang tahapannya terdiri
dari takhalli (mengosongkan diri dari perbuatan buruk), tahalli (menghiasinya
dengan akhlak terpuji), tajalli (terbukanya dinding penghalang hijab)
3. Tasawuf Amali
Suatu ajaran dalam tasawuf yang lebih menekankan amalan-amalan rohaniah
dibandingkan teori. Yang mana dalam tasawuf ini bertujuan yang sama yaitu
mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan menghapuskan segala sifat tercela
serta menghadap sepenuhnya kepada Allah SWT dengan berbagai amaliah atau
riyadhoh yang dilakukan. Seperti memperbanyak wirid, yang selanjutnya
menganbil bentuk tarekat.
2.2 Hubungan Ilmu Akhlaq dengan Ilmu Tasawuf
Akhlak Tasawuf merupakan salah satu khazanah intelektual Muslim yang kehadirannya
hingga saat ini semakin dirasakan. Akhlak Tasawuf tampil mengawal dan memandu
perjalanan hidup umat agar selamat dunia akhirat. Tentu misi utama kerasulan Muhammad
SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, dan keberhasilan dakwah beliau
antara lain karna akhlaknya yang prima, hingga hal ini tercatat dalam Al-Qur’an. Akhlak dan
keluhuran budi Nabi Muhammad SAW itu dijadikan contoh dalam kehidupan. Bagi yang
mematuhi hal ini dijamin kesalamatan hidupnya di dunia dan akhirat.
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu
pendekatan linguistik (kebahasaan), terminologik (peristilahan). Dari sudut kebahasaan,
akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim mashdar (bentuk infintif) dari kata ‫اخلقا‬-‫يخلق‬-‫ اخلق‬.
Sesuai denan timbangan wazan tsulasi majid ‫ افعال‬-‫ل‬QQ‫يفع‬-‫ل‬QQ‫ افع‬, yang berarti al-sajiyah
(perangai), ath-thabiah (kelakuan, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kezaliman), al-maru’ah
(peradaban yang baik), dan al-din (agama). Akhlak secara istilah menurut Ibn Miskawaih (w.
421 H/1030 M) yang dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu
mengatakan; “sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan tanp memerlukan pemikiran dan pertimbangan

2
A. Takholly
Takholly sendiri berarti membebaskan diri dari sikap ketergantungan pada
kesenangan hidup duniawi dengan menjauhkan diri dari maksiat dan berusaha
mengendalikan hawa nafsu. Takhally (menyucikan diri dari sifat-sifat keji) para sufi
dianggap penting karena semua sifat keji adalah tembok tebal yang memisahkan
manusia dari Tuhan. Oleh karena itu, untuk mendalami tasawuf, seseorang harus
mampu melepaskan diri dari sifat dasar dan mengisinya dengan akhlak yang terpuji
untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki.
Dalam tarekat Naqsybandiyah ada 3 (tiga) metode, yaitu takhalli, tahalli dan
tajalli. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang praktisi tarekat atau salik
adalah bertaubat baik dari dosa besar maupun dosa kecil. Bagi kaum Sislik, taubat
dan ketekunan ibarat pondasi sebuah bangunan, atau seperti akar pohon, dan mustahil
menjadi praktisi tarekat tanpa taubat dan ketekunan yang benar-benar dihayati dan
diamalkan. Membersihkan dan mengosongkan diri rohani dari segala dosa dan noda,
dari segala sifat buruk dan keji, menghentikan segala perbuatan dan keburukan yang
merusak, dsb. Ini disebut belajar takhalli.
B. Tahally
Tahally di sini untuk hiasan/pengisi sifat dan sikap serta perbuatan baik. Dengan
kata lain, setelah mengosongkan sifat tercelanya sendiri (Takhally), ia harus
melanjutkan ke tahap Tahally (mengisi jiwa yang sebelumnya dikosongkan).
Tahalli secara harfiah berarti "memperkaya" dan "menghias" diri sendiri, atau
menyibukkan diri dengan kualitas dan perilaku terpuji yang digariskan dan ditentukan
oleh hukum Islam.
Sangat penting untuk memperkaya kualitas spiritual seseorang dengan kegiatan
santai, karena kegiatan baru adalah perbuatan baik. Ini disebut Inabah, yang berarti
kembali ke jalan yang benar atau benar dan mengganti kebiasaan buruk dengan yang
baik.
Lebih lanjut, Syekh Amin Al Kurdi menjelaskan bahwa ini bukan tentang
mengosongkan (takhalli) kualitas-kualitas yang rusak dan mengisi tahalli dengan
kualitas-kualitas terpuji itu, menguras atau menghancurkan semua kualitas keji dan
menggantinya dengan kualitas-kualitas baru yang terpuji. Sifat-sifat yang memalukan

3
dan sifat-sifat yang terpuji, keduanya telah menanamkan benih-benih dalam diri
manusia yang tidak dapat sepenuhnya kita hancurkan dan ganti dengan yang baru.
Yang bisa dilakukan manusia hanyalah memimpin dan mengembangkan kebiasaan
yang terpuji. Sifat cacat seperti penyakit kronis yang harus dirawat terus menerus di
bawah pengawasan dokter ahli agar penyakitnya tidak kambuh lagi. Sekali lagi, untuk
mengatasi sifat-sifat keji ini, berada di bawah pengawasan Syekh Mursyid. (Amin Al
Kurdi 1994: 390-391).
C. Tajally
Tajally dapat dikatakan terungkapnya nur ghaib untuk hati. Ada saat tiba karunia
dari Tuhanmu, maka siapkanlah dirimu untuk itu. Oleh karena itu, setiap calon sufi
mengadakan latihan jiwa (riyadah), berusaha untuk membersihkan hatinya dari sifat-
sifat tercela, mengosongkan hati dari sifat yang keji ataupun dari hal – hal
duniawilalu mengisinya dengan sifat – sifat terpuji seperti : Ibadah.Sudah maklum
adanya bahwa kaum sufi juga gemar mendekatkan diri kepada Allah dengan Ibadah
َ ‫ت ْال ِج َّن َواِإْل ْن‬
ekstra. Hal ini telah di galakan dalam Al – Quran ‫ن‬Qِ ‫س ِإاَّل لِيَ ْعبُدُو‬ ُ ‫“ َو َما خَ لَ ْق‬dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada
– Ku” (QS. Adz – dzariyat (51): 56) Menafsirkan ayat ini, Ibnu katsir mengatakan:
“Artinya, sesungguhnya, Aku ciptakan mereka untuk Aku perintahkan agar beribadah
kepada – Ku. Pada hakikatnya, baik ajaran Islam yang berkenaan dengan aspek
ibadah yang bersifat ritual maupun yang berkenaan dengan aspek muamalah, yang
membahas hukum, norma, atau aturan tentang tata cara berinteraksi sosial dengan
sesama manusia demi pendekatan diri kepada Allah Swt. Amal Ibadah seperti: Shalat,
Zakat, Puasa dan haji. Bertolak dari pandangan ini, maka kaum sufi berupaya
melaksanakan ibadah secara optimal dan penuh kesungguhan. Tidak terbatas pada
formalitasnya saja. Mereka senantiasa meningkatkan kuantitas dan kualitas segala
bentuk ibadah yang mereka amalkan. Tajalli merupakan kondisi kerohanian yang
dapat menyaksikan cahaya penjelmaan yang maha Kuasa dalam Ciptaan – Nya.
Apabila Tuhan telah menembus hati hambanya dengan nur- Nya, maka berlimpah
ruahlah Rahmat dan Karunianya. Pada tingkatan ini, hati hamba akan bercahaya
terang benderang, dadanya terbuka luas, dan terangkat tabir rahasia alam malakut
dengan karunia Rahmat Tuhan tersebut.

4
2.3 Hubungan Manusia dengan Allah
Hubungan antara Pencipta dan yang diciptakan tidak dapat dipisahkan. Manusia sebagai
makhluk ciptaan Allah tidak bisa lepas dari keterikatan kepada-Nya. Namun, manusia tidak
beriman kepada Allah, suka atau tidak suka, sadar atau tidak, manusia mengikuti sunatullah
yang berlaku di alam semesta ini.
Sebenarnya, hubungan antara Allah dan manusia telah diakui oleh kebanyakan orang
sejak zaman dahulu. Mereka melihat Allah sebagai Rabb (pencipta alam semesta), tetapi
mereka masih terhalang oleh kebodohan atau kesombongan untuk melihat Allah sebagai
Tuhan (orang yang disembah), QS 39:67. Orang seperti itu belum menyempurnakan
hidupnya karena ia mengingkari apa yang benar dan apa yang salah dengan meletakkan
sesuatu pada tempat yang salah. Mereka melihat mahluq (hidup atau mati) sebagai tuhan
mereka
A. Mengenal diri
Manusia mempunyai kewajiban untuk menjalankan perintah Allah Swt yang telah
disampaikan oleh para Rosul-nya. Dalam hal ini manusia menempati posisi sebagai
ciptaan dan tuhan sebagai penciptanya, oleh sebab itu manusia wajib dan harus
tunduk untuk mematuhi perintah dan larangan sang penciptanya. Yang di maksud
tunduk dan patuh terhadap perintahnya adalah tunduk dan patuh dalam beribadah.
Manusia dapat mencapai kesempurnaan yang dia inginkan melalui jalan
melakukan ibadah dan beramal, karena di dunia usaha seperti apapun tidak akan
mudah dicapai tanpa melaksankan ibadah bagitu juga dengan sebalikya seperti
apapun bntuk ibadahnya tanpa melakukan usaha apapun maka itu juga tidak akan
tercapai.
B. Mengenal Allah
Allah SWT sebagai pencipta lebih mudah dipahami dibandingkan memahami
Allah sebagai Malik dan Ilah. Hal ini disebabkan karena memahami Allah sebagai
Malik memiliki berbagai konsekuensi diantaranya konsekuensi pengabdian
melaksanakan perintah-Nya, konsekuensi menjadikan Allah sebagai satu-satunya
yang paling dicintai, konsekuensi menjadikan Allah sebagai satu-satunya penguasa
diri, dan sebagainya. Konsekuensi inilah yang biasanya menjadi kendala bagi kita
untuk memahami Allah secara menyeluruh.

5
Dalam memahami dan mengenal Allah, kita sebaiknya berkeyakinan bahwa Allah
sumber ilmu dan pengetahuan. Ilmu-ilmu tersebut berfungsi sebagai pedoman hidup.
Dan sebagai sarana hidup. Dengan keyakinan itu maka kita akan lebih mudah untuk
memahami Allah dan juga memiliki kepribadian yang merdeka dan bebas, karena kita
hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya penguasa diri kita, seluruh makhluk
bagi kita memiliki posisi yang sama. Sama-sama hamba Allah jadi kita tidak akan
takut kepada selain Allah.
Mengenal Allah dapat kita lakukan dengan cara memahami sifat-sifat-Nya. Kita
tidak dapat mengenal Allah melalui zat-Nya, karena membayangkan zat Allah itu
adalah suatu perkara yang sudah di luar batas kesanggupan akal kita sebagai makhluk
Allah. Kita hanya dapat mengenal Allah melalui sifat-sifat-Nya.
C. Membiasakan diri mengingat Allah
Bagaimana ciri-ciri orang yang mengenal Allah? Kalau orang yang mengenal
Allah setiap dia mengalami suatu masalah pasti masalah itu akan dikembalikan
kepada Allah, berdoa dan mengadu kepada Allah karena hanya kepada Allahlah kita
akan kembali.Anda dapat mengenal Allah melalui Al-Qur’an, bahkan ada satu surat
dimana Allah menjelaskan siapa diri-Nya, coba anda lihat Al-Qur’an surat Maryam –
65 yang berbunyi : “Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi, dan apa-apa yang ada
diantara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah
kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang
patut disembah?)”
Betapa indah dan tegasnya ayat tersebut, bahkan selain menjelaskan tentang siapa
Allah ayat tersebut juga menjelaskan apa kewajiban kita sebagai seorang hamba
kepada Sang Pencipta yaitu beribadah kepada-Nya, dan sampai kapan kita harus terus
beribadah? sampai kita mati. Ibadah memiliki syarat agar ibadah itu di kategorikan
sebagai ibadah yang benar yaitu : Ikhlas, ikhlas melaksanakan ibadah karena Allah
Sesuai dengan syariat yaitu sesuai Al-Qur’an dan hadist jadi kalau tidak ada di dalam
Al-Qur’an dan Hadist jangan dikerjakan karena bid’ah hukumnya haram dan
amalannya akan tertolak.

6
Ada beberapa cara kita mengenal Allah dan meyakini bahwa Allah Lah yang
Maha Esa Hanya Allah Lah Yang Kita Sembah tiada Yang Lain.maka hal-hal yang
perlu kita ketahui yaitu:
a. Kita diberi Akal dan Fitrah Oleh Allah serta penglihatan dan penglihataan bahwa
Hanya Allah Lah yang bisa memberikan itu.
b. Meyakini bahwa seluruh Zagat raya beserta alam semesta beserta  isinya hanya
Allah Yang menciptakan.
c. Meyakini dan mempercayai Nabi dan rasul adalah utusan Allah yang diberi
mu’jizat oleh Allah untuk menunjukkan kenabian.
d. Meyakini dan mengenal Nama-nama ALLAH Melalui Asmaul Husna (QS. Al
Mu’minun (40) : 62, QS. Al Baqarah (2) : 284)
Allah telah memerintahkan manusia untuk selalu beribadah kepada-Nya. Perintah
ini mengandung maksud bahwa ibadah merupakan sarana bagi umat manusia untuk
bisa dekat dengan Sang Pencipta. Di jaman sekarang ini banyak orang yang merasa
dirinya jauh dari Allah SWT.
2.4 Macam – macam Dosa Besar
Dosa besar adalah semua larang Allah SWT dan Rasulullah SAW yang tercantum di
dalam Alquran dan As Sunnah, serta dari para salafu shalih6, dan yang setiap melakukan
dosa besar diharuskan adanya had di dunia atau yang diancam oleh Allah SWT, dengan
neraka atau laknat atau murkanya. Para ulama sepakat bahwa yang termasuk dalam dosa
besar sangat banyak. Di dalam kitab yang berjudul “KABAIRUL KABAIR” Karya syaikh
imam adz-dzahabi disebutkan bahwa ada 70 macam dosa besar, seperti: Syirik, riba,
melarikan diri dari perang, zina dan sebagainya.
A. Syirik kepada Allah
Syirik adalah keyakinan, perbuatan dan perkataan yang menyekutukan Allah swt.
Syirik dalam keyakinan termasuk dalam iktikad seperti orang yang berkeyakinan
bahwa Tuhan memiliki anak dan sebagainya. Syirik dalam perbuatan termasuk di
dalam ibadah dan tingkah laku, seperti orang sujud di patung , pohon kayu mengikuti
acara ritual di gereja , dan sebagainya. Syirik dalam perkataan termasuk dalam
bacaan, ucapan, dan ikrar, seperti orang mencerca Allah dan Rasul-Nya, meminum
minuman khamar dengan membaca basmalah, mengikrarkan kesetiaan (al-wala’wa

7
al-bara’) atas agama selain islam. Perbuatan syirik adalah suatu perbuatan yang
memutuskan hubungan antara Allah dan hambanya, maka tidak ada ampunan bagi
hambanya apabila sewaktu meninggal dunia ini mereka dalam keadaan syirik. Allah
SWT berfirman:

‫َظي ًما‬ َ ِ‫ك بِ ِه َويَ ْغفِ ُر َما ُدونَ ٰ َذل‬


ِ ‫ك لِ َم ْن يَ َشا ُء ۚ َو َم ْن يُ ْش ِر ْك بِاهَّلل ِ فَقَ ِد ا ْفتَ َر ٰى ِإ ْث ًما ع‬ َ ‫ِإ َّن هَّللا َ اَل يَ ْغفِ ُر َأ ْن يُ ْش َر‬
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya
(syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia
kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat
dosa yang besar.” (Q.S. An-Nisa:48)
B. Putus asa dar rahmat Allah
Putus asa adalah sikap seseorang yang telah merasa gagal dalam menjalani
hidupnya, entah itu gagal dalam mewujudkan cita-cita, mimpi, atau harapan. Tidak
punya keinginan untuk berusaha atau bekerja lebih keras lagi. Putus asa juga berarti
merasa jauh dari pertolongan Allah dan berputus harapan darinya. Keputusasaan
merupakan akibat dari hantaman keras kehidupan dan tanggapan emosional
terhadapnya.Menurut Quraish Shihab keputusasaan identik dengan kekufuran yang
besar. Seseorang yang kekufurannya belum mencapai peringkat itu maka biasanya dia
tidak kehilangan harapan. Namun sebaliknya, semakin mantap keimanan seseorang,
semakin besar pula harapannya.
C. Durhaka pada orang tua
Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya berarti telah melakukan dan ia
akan mendapat hukuman berat di hari kiamat nanti. Bahkan, ketika hidup di dunia
pun ia akan mendapat azabnya. Allah SWT mewajibkan setiap anak untuk berbakti
kepada kedua orang tuanya. Bagaimanapun keberadaan seseorang di muka bumi ini
tidak terlepas dari peran ibu dan bapaknya. Ibunya yang telah mengandung dan
bapaknya yang telah bersusah payah mencari rezeki tanpa mengenal lelah untuk
membiayai anaknya. Allah SWT berfirman:

ِ ‫ي ْال َم‬
‫ص ْي ُر‬ َّ َ‫ك اِل‬ َ ِ‫ص ْينَا ااْل ِ ْن َسانَ بِ َوالِ َد ْي ۚ ِه َح َملَ ْتهُ اُ ُّمهٗ َو ْهنًا ع َٰلى َو ْه ٍن َّوف‬
َ ۗ ‫صالُهٗ فِ ْي عَا َم ْي ِن اَ ِن ا ْش ُكرْ لِ ْي َولِ َوالِ َد ْي‬ َّ ‫َو َو‬
Artinya: ”dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu
bapaknya. Ibunya telah mengandung dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah

8
dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu
bapakmu. Hanya kepada-kulah kamu semuanya kembali. (Q.S. Lukman:14).
D. Berbuat zina
1. Definisi zina.
Secara Bahasa, term zina berasal dari kata zana-yazni dengan kata jadinya dalam
Al-Qur’an diulang sebanyak sembilan kali yang memiliki arti menyetubuhi seorang
wanita tanpa akad nikah yang sah. Sedangkan makna zina menurut Qurash Shihab
adalah persentuhan dua alat kelamin dari jenis yang berbeda dan tidak terikat oleh
akad nikah atau kepemilikan dan tidak juga disebabkan oleh syubhat (kesamaran).
Dahlan dalam Ensiklopedi Hukum Islam zina adalah hubungan seorang laki-laki
dengan seorang perempuan yang tidak atau belum diikat dalam perkawinan tanpa
disertai unsur keraguan dalam hubungan seksual tersebut.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa zina merupakan hubungan seksual
yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita yang telah baligh, tanpa
paksaan (suka sama suka) dan tidak memiliki hubungan yang menghalalkan
keduanya untuk melakukan hal tersebut, semisal nikah sah, dan bukan budak dan
melalui jalan depan.
2. Kategori zina.
Zina sendiri dikategorikan menjadi dua, yaitu zina muhsan dan ghairu muhsan.
a. zina muhsan
zina muhsan, adalah orang yang telah baligh, berakal, merdeka dan telah
menikah (bercampur) dengan cara yang sah. Para ulama sepakat bahwa hukuman
bagi pelaku zina muhsan dengan dirajam hingga wafat. Berdasarkan hadits Nabi
Muhammad SAW, zina muhsan adalah pelaku zina antara laki-laki dan wanita
sudah pernah melakukan hubungan seksual dalam pernikahan yang sah. Menurut
Sholih bin Abdul Aziz hukuman rajam bagi zina muhsan termasuk petunjuk dari
Nabi baik secara verbal maupun perbuatan beliau saat menghakimi pelaku zina.
Hukuman rajam awalnya terdapat di Al-Qur’an, kemudia lafadz tersebut dihapus
dan tersisa hukumnya hingga hari kiamat. Allah berfirman: Jika seorang laki-laki
dan perempuan yang telah menikah melakukan zina, maka rajamlah mereka
berdua sebagai hukuman dari Allah,dan Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksan.

9
Firman Allah di atas berkatian dengan hukuman rajam bagi pelaku zina muhsan
telah di-mansukh (terhapus), sehingga lafadz rajam hanya terdapat pada hadits-
hadits Nabi, dan tidak disebutkan di Al-Qur’an.
b. zina ghairu muhsan
zina ghairu muhsan adalah pelaku zina antara laki-laki dan perempuan masih
perjaka atau belum ada ikatan pernikahan yang sah antara keduanya.
Hukumannya didera seratus kali dan diasingkan selama satu tahun.
E. Memakan harta anak yatim
Memakan harta anak juga salah satu bagian dari dosa besar. Anak yatim adalah
anak yang ditinggal mati oleh ayahnya sedangkan ia beliin mencapai usia baligh. Di
dalam islam anak yatim harus dilindungi dan harta bendanya pemeliharaan yang baik
dari walinya. Sebab di dalam Al-qur’an surat an-Nisa ayat:10 Allah berfirman:
‫ال ْاليَتَا َم ٰى ظُ ْل ًما ِإنَّ َما يَْأ ُكلُونَ فِي بُطُونِ ِه ْم نَارًا ۖ َو َسيَصْ لَوْ نَ َس ِعيرًا‬
َ ‫ِإ َّن الَّ ِذينَ يَْأ ُكلُونَ َأ ْم َو‬
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya
mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka). (Q.S. An-Nisa:10)
Tidak hanya hartanya yang harus dilindungi tetapi juga fisik dan fisiknya harus
diperhatikan dan tidak boleh disakiti.
2.5 Sifat yang terpuji
A. Mengenal kesucian jiwa
Allah menjadikan jasad, jiwa dan ruh pada manusia sebagai perangkat dalam
memahami agama, maka dijadikanlah Islam sebagai mashlahah terhadap badan, dan Iman
sebagai mashlahah terhadap akal, serta Ihsan sebagai mashlahah terhadap ruh. Manusia
akan merasakan kedamaian dan ketenangan ketika ia mampu menjalankan keseimbangan
antara kekuatan yang ada dalam dirinya, atau antara tuntutan jasad, jiwa, dan ruhnya.Oleh
karena manusia adalah hasil kombinasi ruh dan jasad, manusia juga membawa dua
kecenderungan yaitu kecenderungan untuk menjadi baik dan kecenderungan untuk
menjadi jahat.
Bagaimanapun jiwa manusia itu mempunyai pengaruh terhadap motivasi
berperilaku seseorang. Jiwa tersebut mempunyai godaan-godaan yang senantiasa
bergerak, serta gangguan-gangguan yang mengarah kepada kebimbangan, yang

10
mengakibatkan seseorang melakukan penyimpangan, kejahatan, kekejian, dan
kemungkaran. Oleh karena itu jiwa ini perlu disucikan. Sehingga bersuci dalam agama
Islam tidak hanya meliputi jasmani tetapi juga rohani. Mensucikan jiwa dari segala
macam penyakit jiwaini disebut tazkiyah al-nafs.
B. Memelihara harga diri
Menurut Rosenberg dalam Srisayekti & Setiady,harga diri merupakan suatu
evaluasi positif ataupun negatif terhadap diri sendiri.Dengan kata lain harga diri adalah
bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri.Sedangkan Coopersmith dalam
Wangge & Hartini mendefinisikan harga diri sebagai evaluasi yang dibuat oleh individu
mengenai dirinya sendiri, dimana evaluasi diri tersebut merupakan hasil interaksi antara
individu dengan lingkungannya serta perlakuan orang lain terhadap dirinya. Evaluasi ini
di ekspresikan dengan sikap setuju atau tidak setuju, tingkat keyakinan individu terhadap
dirinya sendiri sebagai orang yang mampu, penting, berhasil dan berharga atau tidak.
Menurut Coopersmith dalam Wangge & Hartini terdapat 4 aspek harga diri, yaitu:
a. Nilai Diri
nilai diri diartikan sebagai nilai-nilai pribadi individu yaitu isi dari diri sendiri.
Lebih lanjut dikatakan bahwa harga diri di tentukan oleh nilai-nilai pribadi yang
diyakini individu sebagai nilai-nilai yang sesuai dengan dirinya.
b. Kepemimpinan Popularitas
Coopersmith menunjukkan bahwa individu memiliki harga diri yang tinggi
cenderung mempunyai kemampuan yang dituntut dalam kepemimpinan (leadership).
Sedangkan popularitas adalah penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang dilihat
dari pengalaman kesuksesan yang di peroleh dalam kehidupan sosialnya dan tingkat
ketenaran yang dimilikinya mempunyai hubungan dalam harga diri. Oleh sebab itu,
semakin popular individu diharapkan mempunyai harga diri yang tinggi.
c. Keluarga Atau Orang Tua
harga diri sangat menekankan perasaan keluarga merupakan tempat sosialisasi
pertama bagi anak. Penerimaan keluarga yang positif pada masa kanak-kanak akan
memberi dasar untuk terbentuknya rasa harga diri yang tinggi pada masa dewasanya
nanti.

11
d. Prestasi
Individu dengan harga diri yang tinggi cenderung memiliki karakteristik
kepribadian yang dapat mengarahkan pada kemandirian sosial dan kreativitas yang
tinggi.
C. Zuhud
Asal kata zuhud sendiri berasal dari kata zahada,zuhdan wa zahdan, yaitu berpaling
dan meninggalkannya karena menganggap hina, atau menjauhinya karena
dosa.Sedangkan secara istilah, ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh ahliahli
tasawuf tentang zuhud, antara lain:
a. pertama, zuhud adalah benci kepada dunia dan berpaling darinya.
b. Kedua, zuhud adalah membuang kesenangan dunia untuk mencapai kesenangan
akhirat.
c. Ketiga, zuhud yaitu hati tidak memperdulikan kekosongan tangan.
d. Keempat, zuhud adalah membelanjakan apa yang dimiliki dan tidak menghargakan
apa yang didapat.
e. Kelima, zuhud adalah tidak menyesal atas apa yang tidak ada dan tidak bergembira
dengan apa yang ada.
f. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa zuhud adalah hati dan pikiran tetap tenang
bersama dunia sehingga tidak menganggu hubungan dengan Allah pencipta alam
semesta ini. Konsep zuhud seperti yang dikatakan sebelumnya, yang pada awal
kemunculannya abad ketiga Hijriyah atau abad kesembilan Masehi konsep zuhud
lebih mementingkan akhirat dibandingkan dunia. Lebih memfokuskan diri kepada
Allah semata dibandingkan kehidupan sosial.
D. Syaja’ah
Pengertia syajaah adalah benar atau gagah. Secara istilah, pengertian syajaah adalah
keteguhan hati kekuatan pendirian untuk membela dan mempertahankan kebenaran
secara bijaksana dan terpuji. Maka dari itu, pengertian syajaah adalah keberanian yang
berlandaskan kebenaran dan dilakukan dengan penuh pertimbangan. Syajaah terbagi
kedalam 2 macam, antara lain:

12
a. Syajaah Harbiyyah
Pengertian Syajaah Harbiyyah adalah bentuk keberanian yang tampak secara
langsung. Misalnya keberanian kaum muslimin zaman dahulu untuk berjihad
(perang) demi membela agama.
b. Syajaah Nafsiyyah
Pengertian Syajaah Nafsiyyah adalah keberanian secara mental seseorang. Ia
akan berani dalam menghadapi bahaya dan penderitaan jika hal tersebut demi
menegakkan keadilan.
2.6 Macam – macam Penyakit Hati
Kita mengenal tiga macam penyakit, yaitu penyakit hati (rohani), penyakit jiwa, dan
penyakit fisik (jasmani). Membedakan penyakit fisik dengan penyakit jiwa lebih mudah
daripada membedakan penyakit jiwa dengan penyakit hati. Walaupun demikian, ketiganya
memiliki persamaan. Apa pun yang dikenai oleh ketiga penyakit itu, ia tidak akan mampu
untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Tubuh kita disebut berpenyakit apabila ada
bagian tubuh yang tidak dapat menjalankan fungsinya dengan benar. Jika rohani kita telah
berpenyakit, maka cahaya kebenaran akan terhambat masuk ke dalam hati. Tanda-tanda
rohani kita telah berpenyakit adalah ketika kita tidak lagi merasakan sakitnya bermaksiat dan
tidak lagi mampu membedakan antara kebaikan dan kejahatan, kebenaran dianggap
kebathilan dan kebathilan dianggap kebenaran.5 Allah telah menjelaskan secara tegas di
dalam Al-Qur’an bahwa rohani manusia itu memiliki penyakit. Salah satunya yaitu
diungkapkan di dalam surat Al-Baqarah ayat 10: ”Di dalam hati (rohani) mereka ada
penyakit, kemudian Allah menambahkan penyakitnya. Dan bagi mereka siksa yang pedih
disebabkan mereka berdusta”.
A. Hasud (iri hati)
Sayyid Quthb menjelaskan hasad adalah reaksi psikologis terhadap nikmat Allah
atas sebagian hamba-Nya disertai harapan keraibannya (dari tangan orang tersebut),
baik si penghasut menindaklanjuti reaksi ini dengan upaya riil untuk menghilangkan
nikmat tersebut ataupun hanya sebatas reaksi psikologis saja. Orang yang iri hati
tidak bisa menikmati kehidupan yang normal karena hatinya tidak pernah bisa tenang
sebelum melihat orang lain mengalami kesulitan. Dia melakukan berbagai hal untuk
memuaskan rasa iri hatinya.

13
Bila ia gagal, ia akan jatuh kepada frustrasi. Imam Ali berkata, “Tidak ada orang
zalim yang menzalimi orang lain sambil sekaligus menzalimi dirinya sendiri, selain
orang yang dengki”. Nabi Muhammad juga menyatakan bahwa rasa iri hati itu dapat
menghapuskan semua pahala dari amal kebaikan yang telah dikerjakan oleh
seseorang, sebagaimana sabdanya: ”Jauhkanlah dirimu dari iri hati, karena
sesungguhnya iri hati itu memakan kebaikan-kebaikan sebagaimana api memakan
kayu bakar”. (HR. Abu Daud).
B. Takabbur (sombong)
Sombong adalah kecenderungan pribadi jiwa yang selalu merasa lebih baik dan
lebih tinggi dari pada orang lain dan cenderung merendahkan orang lain.13
Karenanya, orang yang sombong itu seringkali menolak kebenaran, apalagi bila
kebenaran itu dating dari orang yang kedudukannya lebih rendah dari dirinya.
Sedangkan menurut M. Izuddin Taufiq (dalam Psikologi Islam), sombong adalah
perasaan menipu seseorang dengan merasa bahwa ialah yang lebih berkuasa dan
disertai keinginan untuk meremehkan orang lain. Pada dasarnya sombong adalah
emosi internal. Abu Hamid Al-Ghazali membagi sombong ke dalam dua kategori,
yakni bathiniyah (sombong yang diciptakan oleh seseorang dalam dirinya) dan
lahiriyah (sombong yang disertai dengan perilaku fisik). Sifat sombong itu dapat
terjadi karena faktor materi, pangkat, keturunan, kecantikan, ketampanan, kecerdasan,
kebaikan, dan faktor ibadah
Allah sangat tidak menyukai orang-orang yang sombong. Dalam Al-Qur’an
disebutkan: ”Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong,
karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali
kamu tidak akan sampai setinggi gunung”. (Al-Isra: 37).
C. Ujub
Ujub adalah anggapan bahwa seseorang memiliki banyak kebaikan dan memiliki
banyak karunia daripada yang lain, sehingga seseorang tersebut melupakan
penciptanya. Dalam pandangan islam ujub berarti perilaku atau sifat terlalu
mengagumi diri sendiri dan juga selalu membanggakan dirinya sendiri. Ujub
merupakan sifat tercela yang harus dihindari oleh semua orang terutama umat

14
muslim, karena ujub bias membuat seseorang menjadi sombong dan riya’ yang tidak
disukai bahkan oleh sesama manusia.
Imam Al Ghazali menyebut bahwa ujub adalah bentuk kecintaan seseorang akan
sesuatu yang ada pada dirinya dan merasa memilikinya sendiri, sehingga tidak
menyadari bahwa itu adalah pemberian dari Allal SWT. Oleh karena itu, ujub adalah
sifat tercela meski hanya dilakukan di dalam hati. Contohnya saat seseorang merasa
bangga akan kepintarannya sehingga memandang rendah orang lain.
D. Riya
Riya adalah memperlihatkan amal kebaikan karena ingin dipuji oleh orang lain,
bukan karena ikhlas mengharapkan keridhoan dari Allah SWT. Nabi Muhammad
SAW mengungkapkan bahwa riya termasuk perbuatan syirik, sebagaimana sabdanya:
”Sesuatu yang amat aku takuti yang akan menimpa kamu adalah syirik kecil. Dan
Nabi ditanya daripadanya, maka beliau menjawab: yaitu riya”. (HR. Ahmad).
Dalam buku Al-Islam, Prof. Hasbi As- Shidiqy membagi orang-orang yang riya
ke dalam beberapa macam, yaitu:
a. Riya dalam soal kepercayaan
b. Riya dalam soal ibadah
c. Riya dalam soal amalan sunnah
d. Riya dalam sikap.
E. Ghibah (Menggunjing)
Ghibah membicarakan aib orang lain, sebagaimana Sabda Nabi Muhammad Saw
yang artinya :
“Tahukah kamu, apakah menggunjing itu? “Sahabat berkata: Allah dan Rasul-Nya
lebih mengetahui. Lalu Nabi Membaca : “Yaitu kamu menceritakan tentang
saudaramu mengenai hal-hal yang dibencinya. Kemudian sahabat bertanya lagi:
“Bagaimana, jika yang saya katakan itu sebenarnya terdapat pada saudara
tersebut ? Nabi menjawab: “Jika yang kamu katakan ada tentang mereka, berarti
kamu telah menggunjingnya, dan jika tidak seperti apa yang kamu katakan itu,
sungguh kamu telah melakukan dusta dirinya (kamu telah memfitnah). (HR Muslim,
Abu Daud, Tirmizi dan Nasa'i).

15
Dalam Al Qur'an QS Al Hujurat [49] : 12 dijelaskan:
“Hai orang-orang yang percaya, jauhilah kebanyakan belajar (kecurigaan), karena
sebagian dari kesalahan itu, dan janganlah mencari-cari orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang”. (QS Al Hujurat [49] : 12)
Di dalam ayat tersebut diibaratkan, bahwa orang yang gibah itu seperti makan
daging bangkai saudaranya sendiri. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Hadis Nabi :
“Dari Jabir dan Abu Sa'id mereka berkata, Rasulullah SAW bersabda: ‘Jauhilah
olehmu sifat ghibah karena ghibah itu lebih besar dosanya dari pada zina.’
Ditanyakan kepada Rasul "bagaimana bisa?" Rasulullah menjawab: ‘berzina
kemudian bertaubat Allah akan mengampuni dia dan orang-orang yang memiliki
sifat ghibah Allah tidak akan mengampuni sebalum laki-laki itu memaafkannya.”
Jadi dosa ghibah tidak akan diampuni oleh Allah sebelum orang lain (yang
digunjing) mau mengampuninya. Dosa kepada Allah mudah untuk minta ampun,
sedangkan dosa terhadap orang lain Allah belum mau jika belum meminta maaf
kepada orang yang bersangkutan. Bahaya sifat ghibah antara lain, menimbulkan rasa
permusuhan dengan orang lain, memutuskan persaudaraan mengampuni di antara
manusia dan menimbulkan perbuatan.
F. Su’udzon
Su’udzon berasal dari kata Zhan yang artinya prasangka. hal ini biasanya di
umpamakan pada seseorang yang menyangka atau berpikir buruk kepada orang lain.
Banyak juga yang sampai merusak tali silaturahmi dan menimbulkan fitnah yang
merugikan orang lain.
Allah SWT berfirman “wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
berburuk sangka (kecurigaan), karena sebagian dari bentuk berburuk sangka itu dosa
dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sam
lain.” (QS. Al-Hujarat:12) Su’udzon dibagi menjadi beberapa bagian antara lain:
1. Su’udzon kepada Allah
2. Su’udzon kepada orang lain

16
3. Su’udzon kepada diri sendiri
G. Bakhil (kikir)
Bakhil (kikir)adalah rasa enggan untuk memberikan sebagian harta kepada orang
lain yang membutuhkan. Bakhil adalah penyakit hati yang bersumber dari keinginan
yang egois. Keinginan untuk menyenangkan diri secara berlebihan akan melahirkan
kebakhilan. Penyakit bakhil berpengaruh langsung pada gangguan fisik. Orang yang
bakhil akan selalu merasa cemas dan gelisah, takut hartanya berkurang ataupun hilang
sehingga hal yang demikian berpengaruh juga kepada kesehatan jasmaninya.
Sifat kikir banyak sekali disinggung di dalam Al-Qur’an dan Hadits, terutama
dalam bentuk celaan terhadapnya. Hal ini menunjukkan bahwa Islam melarang
umatnya untuk memiliki sifat kikir. Dalam Al-Qur’an disebutkan: ”Dan barangsiapa
yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung”.
(Al-Hasyr: 9).
2.7 Kajian Ilmu Tauhid
Tauhid ialah suatu ilmu yang membahas tentang wujud Allah, sifatsifat yang wajib tetap
pada-Nya, sifat sifat yang boleh disifatkan kepadaNya, dan tentang sifat-sifat yang sama
sekali wajib dilenyapkan padaNya.Juga membahas tentang rasulrasul Allah, meyakinkan
kerasulan mereka, apa yang boleh dihubungkan (dinisbatkan) kepada mereka, dan apa yang
terlarang menghubungkannya kepada diri mereka.
A. Keesaan Allah dari segi dzatnya
Keesaan Dzat mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya bahwa
Allah SWT. tidak terdiri dari unsur-unsur, atau bagian- bagian, karena bila Dzat Yang
Mahakuasa itu terdiri dari dua unsur atau lebih berarti Allah membutuhkan unsur atau
bagian. Dzat Allah pasti tidak terdiri dari unsur atau bagian-bagian betapapun
kecilnya, karena jika demikian, Allah tidak lagi menjadi Tuhan. Kita tidak dapat
membayangkan jika Allah membutuhkan sesuatu padahal al-Qur‟an menegaskan:

 ُ‫ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ اَ ْنتُ ُم ْالفُقَ َر ۤا ُء اِلَى هّٰللا ِ ۚ َوهّٰللا ُ هُ َو ْال َغنِ ُّي ْال َح ِم ْيد‬
“Wahai seluruh manusia, kamulah yang butuh kepada Allah dan Allah mahakaya
tidak membutuhkan sesuatu lagi maha Terpuji ” (QS. Fatir : 15)

17
B. Keesaan Allah dalam sifatullah
Adapun keesaan sifat-Nya, maka itu antara lain berarti bahwa Allah memiliki sifat
yang tidak sama dalam substansi dan kapasitasnya dengan sifat makhluk, walaupun
dari segi bahasa kata yang digunakan untuk menunjuk sifat tersebut sama. Sebagai
contoh, kata raḥīm merupakan sifat bagi Allah, tetapi juga digunakan untuk menunjuk
rahmat atau kasih sayang makhluk.Namun substansi dan kapasitas rahmat dan kasih
sayang Allah berbeda dengan rahmat makhlukNya.Allah Esa dalam sifatNya,
sehingga tidak ada yang menyamai substansi dan kapasitas sifat tersebut. Seperti
firman Allah dalam QS. Al-Fatihah:3
ِ ‫الرَّحْ مٰ ِن الر‬
‫َّحي ۙ ِْم‬
Maha pemurah lagi maha penyayang”. (QS. al-Fatiḥah : 3).
C. Keesaan Allah dalam perbuatanya
Tauhid af’al, yaitu mengesakan Allah Ta’ala pada segala perbuatan, baik itu
perbuatan baik ataupun perbuatan buruk. Rasulullah bersabda :
D. ‫ال تتحرك ذرة اال باذن هللا‬
Artinya: Tiada bergerak satu zarrah (di dalam alam ini), kecuali dengan Allah Ta’ala.
Dan sabdanya:
E. ‫ال حول وال قوةاالباهللا العلي العظيم‬
Artinya: Tiada daya (pada menjauhkan maksiat) dan tiada upaya (pada mengerjakan
ta’at) melainkan dengan daya upaya Allah Ta’ala, yang Maha Tinggi dan Maha
Agung.
Keesaan ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berada di alam raya ini,
baik sistem kerjanya maupun sebab dan wujud- Nya, kesemuanya adalah hasil
perbuatan Allah semata.Apa yang dikehendaki-Nya terjadi, dan apa yang tidak
dikehendaki-Nya tidak akan terjadi, tidak ada daya (untuk memperoleh manfaat),
tidak pula kekuatan (untuk menolak madarat), kecuali bersumber dari Allah. Tetapi
ini bukan berarti bahwa Allah., berlaku sewenang-wenang, atau bekerja tanpa sistem
yang ditetapkan-Nya. Keesaan perbuatan-Nya dikaitkan dengan hukum-hukum, atau
takdir dan sunnatullah yang ditetapkan-Nya.Dalam mewujudkan kehendak-Nya Dia
tidak membutuhkan apapun. Sebagaimana firman-Nya.
ُ‫اِنَّ َمٓا اَ ْمر ٗ ُٓه اِ َذٓا اَ َرا َد َش ْيـ ًۖٔا اَ ْن يَّقُوْ َل لَهٗ ُك ْن فَيَ ُكوْ ن‬

18
“Sesungguhnya keadaan-Nya bila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata,
‘Jadilah!’ Maka jadilah ia.” (QS. Yasin : 82).
Berdasarkan isyarat dari hadis dan ayat diatas, bahwa tauhid af’al menjadi jelas
adanya, sehingga tidak ada zarrahpun perbuatan makhluk di dalam alam ini, baik
yang berupa baik, maupun dalam bentuk yang buruk. Semua itu pada hakekatnya
merupakan dari qudrat iradat Allah Ta’ala

2.8 Refleksi Iman, Islam dan Ihsan


A. Iman
Iman artinya mempercayai. Bukan hanya sekedar percaya,tapi mengimani dalam
islam dibuktikan dalam bentuk membenarkan dengan hati,diucapkan dengan lisan dan
dibuktikan dalam perbuatan. Jadi jika hanya salah satu saja,belum masuk kriteria
iman.c.misalnya hp kita,bisa kuat tapi bisa juga lemah batreinya. Demikian juga iman bis
akita naik atau turun, maka kita harus memperbaharui dengan mendzikirkan kalimat
tayyibah (La ilaaha illallah)
Dengan demikian jika seseorang sudah mengimani seluruh ajaran islam, maka
orang tersebut sudah dapat dikatakan mukmin (orang yang beriman).dan orang yang
sudah menyatakan diri beriman menurut hukum islam haruslah menyatukan antara
ucapan,sikap dan perilaku anggota badan untuk melakukan perbuatan yang sesuai dengan
tuntutan iman tersebut. Dan Bila kita perhatikan penggunaan kata Iman dalam Al-
Qur‟an, akan mendapatinya dalam dua pengertian dasar
B. Islam
Kata Islam sebagai agama disebut dalam Alquran dalam surah Al Maidah ayat 3,
yang artinya:"Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku
cukupkan kepadamu nikmat Ku, dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agama bagimu.
Kemudian dalam surah Ali Imran ayat 9 yang artinya:"Sesungguhnya agama di sisi Allah
hanyalah Islam."Lalu disebutkan pula dalam surah Ali Imran ayat 85 yang artinya:"Dan
siapa saja yang mencari agama selain Islam, maka tidak akan diterima darinya, dan dia di
akhirat termasuk orang-orang yang merugi
Kata Islam berasal dari bahasa Arab “S-L-M” ( Sin, Lam, Mim). Artinya antara
lain: Damai, Suci, Patuh dan Taat (tidak pernah membantah).Dalam pengertian agama,

19
kata Islam berarti kepatuhan kepada kehendak dan kemauan Allah, serta taat kepada
hukum-Nya. Hubungan antara pengertian menurut kata dasar dan pengertian menurut
agama erat dan nyata sekali, yaitu: “Hanya dengan kepatuhan kepada kehendak Allah
dan tunduk kepada hukum-hukum-Nya seorang dapat mencapai kedamaian yang
sesungguhnya dan memperoleh kesucian yang abadi”.Islam menurut Zuhairini, adalah
menempuh jalan keselamatan dengan yakin menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan
dan melaksanakan dengan penuh kepatuhan dan ketaatan akan segala ketentuan ketentuan
dan aturan-aturan oleh-Nya untuk mencapai kesejahteraan dan kesentosaan hidup dengan
penuh keimanan dan kedamaian. Agama Islam mempunyai pengertian yang lebih luas
dari pengertian agama pada umumnya.
C. Ihsan
Ihsan berasal dari huruf alif, ha, sin dan nun . Di dalam al-Qur‟an, kata ihsan
bersama dengan berbagai derivasi dan kata jadiannya disebutkan secara berulang -ulang.
Penyebutan tersebut terdapat sebanyak 108 kali yang disebut tersebar dalam 101 ayat dan
pada 36 surat.Derivasi ihsan berupa fi’il mâdhi, ahsana disebut dalam al-Qur‟an
sebanyak 9 (sembilan) kali pada 9 (sembilan) ayat dan 8 (delapan) surat. Sedangkan kata
ahsantum diulang sebanyak 2 (dua) kali pada 1 (satu) ayat dan 1 (satu) surat. Sementara
ahsanû tercantum 6 (enam) kali pada 6 (enam) ayat dan 6 (enam) surat2. Perbedaan
ungkapan tersebut terletak pada fâ’il-nya (subjek) yang secara umum terdiri dari Allah
dan manusia, baik berupa isim zhâhir maupun isim dhamîr. Lebih lengkapnya, berikut ini
adalah daftar jumlah kata ihsan dengan berbagai derivasinya dalam al-Qur‟an Lafadz dari
huruf alif, ha, sin dan nun ini, selain menghasilkan term ihsan beserta derivasinya, juga
dihasilkan pula term hasuna beserta derivasinya. Meski memiliki makna umum yang
serupa, tapi kedua makna ini tidak berkonotasi ihsan. Ayat ihsan yang bersinggungan
dengan bakti terhadap orangtua memang mendominasi. Berdasarkan maknanya, kelima
ayat tersebut dapat dikelompokkan dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah ayat
-ayat yang mengandung perintah untuk berbuat baik kepada kedua orangtua (ibu-bapak)
dan juga kepada orang lain, seperti kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibn sabil dan hamba sahaya, dan disertai pula dengan
perintah beribadah semata-mata hanya kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apa pun. Perintah ini secara eksplisit tertuang dalam surat al-Baqarah [2] :

20
83. Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum
kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik
kepada manusia.” (Q.S. al-Baqarah [2] : 83) Ayat yang disebutkan di atas menunjukkan
perbuatan ihsan yang mengarah pada bentuk perbuatan baik yang dilakukan oleh
manusia. Perbuatan baik ini secara terkhusus dilakukan sebagai bentuk ibadah
menyembah Allah sekaligus dengan diiringi bentuk perbuatan baik yang dilakukan
manusia kepada sesamanya. Bila dimaknai lebih lanjut ibada manusia yang di lakukan
sebagai bentuk ibada menyembah allah sekaligus dengan diiringi bentuk perbuatan baik
yang di lakukan dengan menyembah allah dan tidak menyekutukan allah ini di sertai
dengan keawajiban2 lain yang berhubungan degan perbuatan baik keapda sesama
manusia dimna keutamaan berbuat baik ini di lakukan kepada orang tua.Dalil ihsan
dalam al quran Dalam surat Al Baqarah ayat 83, Allah SWT memerintahkan kepada
umat-Nya untuk berperilaku ihsan.

21
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Hubungan antara ilmu akhlak dan ilmu tasawuf dalam islam ialah, bahwa akhlak
merupakan pangkal tolak tasawuf, sedangkan tasawuf adalah sendiri ialah akhalk itu sendiri
Allah SWT adalah Dzat yang maha sempurna yang berkuasa atas segala sesuatu tanpa
adanya intervensi dari selain-nya serta tidak ada yang menyamainya.
Dosa besar adalah semua larangan Allah AWT dan Rasulillah SAW yang tercantum di
dalam Al Quran dan As Sunnah, serta dari para salafu shalih, dan yang setiap melakukan
dosa besar diharuskan adanya had di dunia atau yang di ancam oleh Allah SWT, dengan
neraka atau laknat atau murkanya
Allah menjadikan jasad, jiwa dan ruh pada manusia sebagai perangkat dalam memahami
agama, maka dijadikanlah Islam sebagai mashlahah terhadap badan, dan Iman sebagai
mashlahah terhadap akal, serta Ihsan sebagai mashlahah terhadap ruh. Manusia akan
merasakan kedamaian dan ketenangan ketika ia mampu menjalankan keseimbangan antara
kekuatan yang ada dalam dirinya, atau antara tuntutan jasad, jiwa, dan ruhnya. ) akhir-akhir
ini merupakan fenomena yang seringkah kita saksikan.
Saat ini, krisis yang melanda kehidupan umat manusia sebenarnya dikarenakan rohani
mereka yang sakit, karena rohaninya tidak diberi makan dan dibiarkan begitu saja sehingga
menjadi budak hawa nafsu. Mereka cenderung mengabaikan kesehatan rohaninya, sehingga
yang terjadi adalah timbul penyakit rohani yang dapat merusak seluruh aspek kehidupan dan
mengganggu kebahagiaan hidup diri sendiri dan juga orang banyak.
Tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal mencipta, menguasai, mengatur dan
memurnikan (mengikhlaskan) peribadahan hanya kepada-Nya, meninggalkan penyembahan
kepada selain-Nya serta menetapkan asma‟ul husna , sifat al-„ulya bagi-Nya, dan
mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat.
Iman, islam dan ihsan merupakan tiga rangkaian konsep agama islam yang sesuai dengan
dalil , Iman, Islam dan Ihsan saling berhubungan karena seseorang yang hanya menganut
Islam sebagai agama belumlah cukup tanpa dibarengi dengan Iman. Sebaliknya, Iman
tidaklah berarti apa-apa jika tidak didasari dengan Islam

22
3.2 SARAN
Setelah membaca resum agama ini diharapkan pembaca dapat memahami lebih dalam
mengenai hubungan ilmu ahlak dan tasawuf, Hubungan manusia dengan Allah, Macam
macam dosa besar, Sifat yang terpuji, Macam macam penyakit hati, Kajian ilmu tauhid, dan
kajian hubungann iman, islam dan Ihsan, dan juga diharapkan apa yang telah didapatkan
setelah membaca dan memahami resum ini serta menjadi ilmu yang bermanfaat

23
DAFTAR PUSTAKA

Ismail, Asep Usman. 2012. Tasawuf Menjawab Tantangan Global. Jakarta: Transhop Printing


An-Naisaburi, Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al-Qusyairi. 2013. Sumber Kajian Ilmu Tasawuf.
Jakarta: Pustaka Amani
    Hajjaj, Muhammad Fauqi. 2011. Tasawuf Islam dan Akhlak. Jakarta: Amzah
Badrudin.2015.Akhlak tasawuf. pengantungan serang : IAIB PRESS
Prof. Dr. Rachmat Syafe’I, M.A., Al-Hadis (Aqidah, Akhlak, Sosial, dan Hukum), 2020
Arsiana, Tias dan Eka Prasetiawati, 2019. “Wawasan Al-Qur’an Tentang Khamr Menurut Al-
Qurthubi Dalam Tafsir AlJami’ Li Ahkam Al-Qur’an”, Jurnal Kajian Agama, Sosial dan
Budaya, Vol. 4, No. 2.
Al-Hasyimi, As Sayyid Ahmad, TarjamahMukhtarul Ahadits, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1994).
Anshori, Anwar, Menggapai Hati Yang Bersih, (Jakarta: BR Universal, 2005).
Artikel Al-Risalah An-Nidaa’ Siri 1, Penyucian Jiwa, Biro Akademik dan Dakwah Persatuan
Pendidikan Islam DPLI Universiti Malaya 2009, 6 Februari 2009.
As-Shiddieqy, Hasbi, Al-Islam I, (Yogyakarta: Bulan Bintang, 1970).
Gulen, Fethullah, Memadukan Akal dan Kalbu dalam Beriman, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002).
Amin, S. (2019). Eksistensi kajian tauhid dalam keilmuan ushuluddin. Majalah Ilmu
Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan Tajdid, 22(1), 71-83.
Arfin, Muh Irwan. "Pengertian Dan Pembagian Tauhid."
Mahmud, H. L., & Karimullah, H. (2018). Ilmu tauhid (Vol. 88). Duta Media Publishing.
Hatta, M. "Implementasi Isi Atau Materi Pendidikan (Iman, Islam, Ihsan, Amal Saleh,
Dan Islah) Di SD Muhammadiyah 7 Pekanbaru." Indonesian Journal of Islamic Educational
Management 2.1 (2019): 12-25.
Farah, Nailah, and Intan Fitriya. "Konsep Iman, Islam Dan Taqwa." Rausyan Fikr:
Jurnal Studi Ilmu Ushuluddin dan Filsafat 14.2 (2018): 209-241.
Anugrah,Ruri Liana,et al.’’Islam,Iman dan Ihsan dalam kitab matan Arba’in An-
Nawawi(Studi Materi Pembelajaran Pendidikan Islam Dalam Perspektif Hadist Nabi
SAW).’’Tarbiyah Islamiyah:Jurnal Ilmiyah Pendidikan Agama Islam 9.2(2019)

24

Anda mungkin juga menyukai