I. TUJUAN
1.1 Umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui potensi energi biomasa sebagai energi nonkonvensional
1.2 Khusus
Tujuan khusus dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui klasifikasi biomasa
2. Untuk mengetahui pemanfaatan biomasa
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan biomasa
4. Untuk mengetahui teknologi pengolahan biomasa
5. Untuk mengetahui cadangan biomasa di Indonesia dan dunia
Banyak tanaman yang telah diusulkan untuk kemudian diuji, yang secara
umum, tanaman untuk sumber energi Biomasa ini harus memiliki beberapa
karakteristik berikut:
1. Mudah ditanam dengan hasil produksi Biomasa kering yang tinggi
2. Tidak membutuhkan banyak usaha untuk perawatan (kebutuhan pupuk/air)
3. Biaya keseluruhan yang dibutuhkan cukup rendah.
4. Tidak memiliki banyak kontaminan.
5. Tahan terhadap hama
Karakteristik di atas sangat bergantung kepada kondisi iklim dan tanah di
mana tanaman tersebut ditumbuhkan.
Gambar 1. Struktur Biomasa yang tersusun dari selulosa, hemiselulosa dan lignin
Biomasa umumnya mengandung tiga komponen penting; selulosa (40–
50%), hemiselulosa (20–30%), lignin (20–25%), dan sejumlah kecil kandungan
lainnya. Rasio ini bisa berbeda-beda tergantung jenisnya. Rasio antara
selulosa/hemiselulosa dan lignin merupakan salah satu faktor penentu dalam
identifikasi kesesuaian jenis tanaman untuk pengolahan selanjutnya sebagai sumber
energi. Selulosa adalah polimer glukosa, yang terdiri dari rantai lurus unit monomer
(1,4)-D-glukopiranosa (C6), di mana setiap unitnya dihubungkan dalam konfigurasi
pada posisi 1–4, dengan berat molekul sekitar 100.000. Hemiselulosa adalah
campuran polisakarida (dari monomer C5 dan C6), terdiri hampir seluruhnya adalah
gula seperti glukosa, manose, xilosa, arabinosa dan yang lainnya dengan berat
molekul rata-rata sekitar 30.000. Berbeda dengan selulosa, ikatan unit monomer
pada hemiselulosa adalah bercabang terikat erat secara acak dan ke permukaan
setiap mikrofibril selulosa. Adapun untuk lignin, meski struktur tepatnya belum
bisa dipastikan, namun lignin dapat dianggap sebagai grup amorf tiga dimensi yang
3
terdiri dari struktur metoksi fenilpropana. Ada tiga monomer utama yang
membentuk struktur lignin (monolignol) adalah: alkohol p-koumaril, koniferil, dan
sinapil. Monolignol ini membangun struktur lignin dalam ikatan phenylpropanoids
p-hydroxyphenyl (H), guaiacyl (G) dan syringyl (S), yang menyebabkan tingginya
berat molekul total lignin. (Lihat Gambar 1).
Para peneliti mengkategorikan Biomasa dalam berbagai kelompok, namun
secara mudah dapat diklasifikan sebagai berikut:
1. Tanaman berkayu (woody plant/lignocellulose)
2. Tanaman rerumputan (herbaceous plants/grasses)
3. Tanaman air (aquatic plants)
3. Pupuk (manure/compost)
Masing-masing kategori memiliki kadar rasio selulosa, hemiselulosa, dan
lignin yang berbeda. Saat ini, kategori Biomasa tanaman berkayu, rerumputan, dan
tanaman air sedang digalakkan untuk dipelajari oleh sebagian besar peneliti dan
penyedia teknologi.
6. kandungan karbon terikat (fixed carbon) dan kandungan zat volatile (volatile
matter).
1. Direct-fired
Direct-fired dilakukan dengan membakar biomasa secara langsung untuk
menghasilkan uap panas, menggerakkan turbin dan generator hingga dihasilkan
energi listrik. Biomasa mengandung holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa),
lignin dan ekstraktif yang mempunyai nilai panas yang cukup tinggi. Selulosa dan
hemiselulosa mempunyai nilai panas 8000 Btu/lb. Lignin mempunyai nilai panas
10.000-11.000 Btu/lb. Dengan lignin sebesar 11.479 Btu/lb, Tillmasn (1978)
merumuskan nilai panas kayu sebagai berikut :
hₒ = 7.527 + 11.479(1-C)
hₒ = nilai panas kayu (Btu/lb)
C = fraksi selulosa (%)
Dalam persamaan tersebut diasumsikan bahwa ekstraktif mempunyai nilai
panas yang sama dengan lignin. Bila diasumsikan bahwa bahan kayu tersebut tidak
mengandung ekstraktif, maka persamaasn menjadi :
hₒ = 7.527 + 39,52Xl
Xl = kandungan lignin (%)
7
Ekstraktif mempunyai nilai panas yang cukup tiinggi, yaitu 13.896 Btu/lb.
Menurut Howard (1973) resin mempunyai nilai panas sebesar 15.000-16.000
Btu/lb. Dengan mengasumsikan bahwa nilai panas ekstraktif sebesar 13.896 Btu/lb,
maka didapat persamaan sebagai berikut:
hₒ = 7.527 + 39,52Xl[(100-XE)/100] + 63,69XE
XE = kandungan ekstraktif (%)
Xl[(100-XE)/100] = kandungan kignin Klason (%OD)
2. Co-firing
Merupakan proses pembakaran langsung dengan mengkombinasikan bahan
bakar antara batubara dengan biomassa untuk menghasilkan energi. Cara ini
dilakukan untuk menurunkan emisi yang dikeluarkan oleh batubara sehingga
menurunkan dampak pemanasan global yang sedang marak di perdebatkan. Selain
menurunkan emisi, kombinasi antara batubara dengan biomassa, seperti penelitian
yang dilakukan oleh National Energy Laboratory (NREL) menunjukan bahwa
kombinasi ini dapat meningkatkan efisiensi turbin hingga 33 % – 37%. Beberapa
keuntungan yang dihasilkan dari kombinasi batubara dan biomassa yaitu:
menurunkan sulfur dioksida yang dapat menyebabkn hujan asam, kabut, dan polusi
ozon. Disamping itu, karbon dioksida yang dihasilkan dari hasil pembakaran akan
menurun.
a. Direct Co-firing
Pada konfigurasi ini, biomassa (sebagai bahan bakar sekunder) dimasukkan
bersamaan dengan batubara (sebagai bahan bakar primer) ke dalam boiler yang
sama. Direct co-firing lebih umum digunakan karena paling murah. Pada direct
co-firing sendiri, ada dua pendekatan yang dapat dilakukan. Yang pertama adalah
pencampuran dan perlakuan awal terhadap biomassa dan batubara dilakukan
bersamaan sebelum diumpankan ke pembakar. Yang kedua, perlakuan awal
biomassa dan batubara dilakukan secara terpisah, kemudian baru diumpankan ke
pembakar.
10
C + H2O CO + H2
C + CO2 2CO (Ullmann’s, 2002)
Tabel 2. Reaksi kimia peruraian selulosa
Reaksi Produk
C6H10O5 + panas CH4 + 2CO + 3H2O + 3C
C6H10O5 6C + 5H2O(g) Karbon
C6H10O5 0.8 C6H8O + 1.8 H2O(g) + 1.2 CO2 Oli residu
C6H10O5 2C2H4 + 2CO2 + H2O(g) Etilen
Sumber : (Sorensen B, 2004)
Sebelum dimasukkan ke reaktor, biomasa dikecilkan ukurannya terlebih
dahulu, hingga ukurannya tidak lebih besar dari 14 m3sh. Pirolisis cepat dilakukan
pada suhu 500ºC tekanan 101kPa. Setelah proses pirolisis selesai, arang padat
dipisahkan dari cairan yang dihasilkan dengan alat pemisah berputar. Arang yang
dihasilkan tersebut selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar untuk memanaskan
reaktor.
Hasil pirolisis 1 kg biomasa yang berasal dari sampah perkotaan adalah 10%
air, 20% arang (kandungan energi sekitar 4500kkal/kg), 30% gas (kandungan
energi sekitar 3570 kkal/m3) dan 40% minyak (kandungan energi sekitar
5950kkal/kg).
dunia, terutama untuk mengolah biomassa sebagai sumber energi alternatif yang
terbaharukan.
Pirolisis atau bisa di sebut thermolisis adalah proses dekomposisi kimia
dengan menggunakan pemanasan tanpa kehadiran oksigen. Proses ini sebenarnya
bagian dari proses karbonisasi yaitu roses untuk memperoleh karbon atau arang,
tetapi sebagian menyebut pada proses pirolisis merupakan high temperature
carbonization (HTC), lebih dari 500 ºC. Karbonisasi merupakan suatu proses untuk
mengkonversi bahan orgranik menjadi arang . pada proses karbonisasi akan
melepaskan zat yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2, formaldehid, methana,
formik dan acetil acid serta zat yang tidak terbakar seperti seperti CO2, H2O dan tar
cair. Gas-gas yang dilepaskan pada proses ini mempunyai nilai kalor yang tinggi
dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan kalor pada proses
karbonisasi.Proses pirolisis menghasilkan produk berupa bahan bakar padat yaitu
karbon, cairan berupa campuran tar dan beberapa zat lainnya. Produk lainn adalah
gas berupa karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan beberapa gas yang memiliki
kandungan kecil.
Biomasa dengan kadar air kurang dari 50% dapat dipanaskan dalam udara
terbatas dan diubah menjadi gas (syngas) yaitu campuran antara gas karbon
monoksida dan hidrogen. Syngas dapat digunakan sebagai ahan bakar untuk
membangkitkan energi listrik atau dapat juga dikonversi menjadi bentuk lain,
seperti hidrokarbon, alkohol, eter atau produk kimia lainnya. Syngas yang akan
dijadikan bahan bakar untuk membangkitkan energi listrik atau dapat juga
dikonversi menjadi bentuk lain, seperti hidrokarbon, alkohol, eter atau produk
kimia lainnya. Syngas yang akan dijadikan bahan bakar harus dibersihkan terlebih
dahulu secara menyeluruh sebelum masku ke ruang bakar, sebab syngas yang
dihasilkan masih mengandung beberapa senyawa kimia yang dapat menyebabkan
karat pada mesin.
Secara sederhana proses gasifikasi dapal dikatakan sebagai reaksi kimia
pada temperatur tinggi antara biomassa dengan udara. Yang tahapannya dapat
digambarkan sebagai berikut.
15
1. Tahap pengeringan.
Akibat pengaruh panas, biomassa mengalami pengeringan pada temperatur
sekitar 100ºC.
2. Tahap pirolisis.
Bila temperatur mencapai 250ºC, biomassa mulai mengalami proses
pirolisis yaitu perekahan molekul besar menjadi molekul-molekul kecil akibat
pengaruh temperatur tinggi. Proses ini berlangsung sampai temperatur 500ºC. Hasil
proses pirolisis ini adalah arang, uap air, uap tar, dan gas- gas.
3. Tahap reduksi.
Pada temperatur di atas 600ºC arang bereaksi dengan uap air dan karbon
dioksida. Untuk menghasilkan hidrogen dan karbon monoksida sebagai komponen
utama gas hasil.
4. Tahap oksidasi.
Sebagian kecil biomassa atau hasil pirolisis dibakar dengan udara untuk
menghasilkan panas yang diperlukan oleh ketiga tahap tersebut di atas. Proses
oksidasi (pembakaran) ini dapat mencapai temperatur 1200ºC, yang berguna untuk
proses perekahan tar lebih lanjut.
Tahap-tahap proses diatas dilaksanakan dalam satu alat yang disebut
gasifier atau reaktor gasifikasi.
5. Penguraian Anaerobik
Penguraian anaerobik adalah suatu proses biologi, dimana metana akan
dilepaskan dalam proses pembusukan yang dilakukan oleh bakteri dari archaea,
metana yang dihasilkan selanjutnya digunakan sebagai digunakan sebagai bahan
19
bakar untuk membangkitkan energi listrik. Sebagai bahan baku untuk proses
penguraian anaerobik dapat digunakan kotoran hewaan ternak atau dari limbah
rumah tangga. Pada proses yang sederhana, kotoran ternak ditempatkan dalam
suatu kantong dan diuraikan dengan bantuan bakteri dan air. Bakteri akan
menguraikan bahan organik padat menjadi gula dan asam amino. Proses fermentasi
bahan-bahan tersebut akan menghasilkan asalam lemak yag menguap (volatile fatty
acids/VFAs). VFAs lalu akan membentuk hidrogen, karbon dioksida dan asetat
melalui proses acidogenesis. Selanjutnya biogas akan diproduksi oleh proses
methanogeneseis. Biogas tersebut meruakan campuran dari 55-70% metana, 25-
30% karbon dioksida dan sebagian kecil lainnya berua nitrogen dan hidrogen
sulfida.
20
karet (120 GJ/tahun ), residu gula (78 GJ/tahun ), residu kelapa sawit (67
GJ/tahun ), dan sampah organik lain (20GJ/tahun ).
Produksi pelet kayu dunia sudah mendekati 25,5 juta ton (2014). Sementara,
pemasaran pelet kayu global untuk pembangkit listrik dan panas terus tumbuh
sekitar 14,1% per tahun. Tahun 2020, kebutuhan pelet kayu diperkirakan
melambung hingga 80 juta ton. Oleh karena itu, beberapa negara, misalnya
Korsel, Jepang, Eropa (impor ~14 juta ton/2014), AS, dan Kanada berusaha
mencari pasokan bahan baku ke negara tropis yang salah satunya ke Indonesia.
Di lain pihak, contoh harga pelet kayu di Eropa (Swiss, Jerman, dan Austria)
(hingga Jan 2016) dapat dilihat dalam Gambar di atas (~Euro).
Gambar 13. Harga Pelet Kayu di Eropa (Swiss, Jerman dan Austria)
Khusus untuk Indonesia, pabrik pelet kayu terbesar ada di Semarang, yang
produksi pelet kayunya populer di Korsel, karena kualitasnya bagus (kalori
tinggi, kandungan kimia dan abu cukup rendah). Korsel melakukan proyek-
proyek kerma di Jatim dan Jateng, Sumatera, Kalimantan, dan Papua.
Indonesia akan menjadi target Korsel untuk menjadi pemasok pelet kayu di
masa datang di Asia terutama untuk bahan biopelet yang berasal dari pelepah /
cangkang sawit, bagas tebu, jerami, kaliandra merah, dan lain-lain.
Pelet Bagas, serbuk Gergaji, jerami padi/gandum, sekam padi, bagas /
ampas tebu (mengandung gula 2,5%, nilai kalori 1.825kKal), batang
jagung/sorgum, sampah daun, rumput, ranting, dan bagian tanaman yang telah
dianggap limbah dapat menjadi sumber pelet kayu. Pelaku usaha pelet kayu
mulai menanam kayu cepat panen yang minim perawatan, dan kandungan
energinya tinggi sebagai campuran limbah tsb. Sebagai contoh: Petai cina
(Leucaena leucocephala), kaliandra merah (Caliandra calotahun yrsus), dan
25
Gamal (Gliricidia sepium). Tujuan membuat pelet kayu adalah nilai kalor
limbah kayu tersebut hendak ditingkatkan agar menjadi BAHAN BAKAR
berkalori mendekati batubara (5.000 - 6.000 kKal), yaitu sekitar 4.200 - 4.800
kKal dengan kadar abu sekitar 0,5-3%.
2. Pelet Bagas
26
sehingga biaya bahan mentah dan biaya lainnya (buruh, sewa gudang, biaya
manajemen, dan lain-lain) dapat dihemat serendah-rendahnya. Aspek legalitas
bangunan dan ijin industri: TDI, SIUP, HO, IMB, dan lain-lain yang terkait
perlu disiapkan. Sertifikat untuk ekspor (SVLK) dan sertifikat produk
(misalnya dari Sucofindo,dan SGS) juga disiapkan.
Investasi awal pabrik pelet bagas sekitar 112.414 USD dengan kapasitas 1
ton/jam (kapasitas dapat dinaikkan hingga 6 ton/jam dengan menambah
peralatan yang diperlukan). Investasi gedung pabrik sekitar 19.271 USD
dengan luas lantai 6.000m2. Investasi modal awal peralatan sekitar 72.266
USD termasuk pengering 24.089 USD, stranding cage 1.927 USD, kabinet
listrik 1.927 USD, mesin pelet (1 ton/jam) 25.695 USD, dan lain-lain. Modal
kerja sekitar 40.148 USD guna penyimpanan awal bahan mentah dan pra
penjualan produk.
Bila pasar dan operasi stabil, anda dapat menaikkan investasi. Pengering
24.089 USD dapat digunakan untuk 3 pabrik pelet, anda cukup menambah
investasi di Stranding cage, mesin pelet, dan conveyor. Bila pabrik pelet lebih
dari tiga, maka pengering perlu ditambah dan sebuah truk fork-lift diperlukan.
Mesin pendingin perlu dipertimbangkan tergantung situasi produksi.
4. Pelet Ranting
Jalur produksi pelet ranting: pembelian bahan mentah, peremukan,
pengeringan, peletisasi dan pengepakan. Biaya bahan mentah ~16,19 USD/ton.
Nilai kalori pelet ranting lebih rendah dari pelet serbuk gergaji.
Gambar 19. Aneka jenis contoh mesin lain (diam, bergerak / dalam truk, mesin
31
2.3.2 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkyl
ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi
bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti
minyak sayur atau lemak hewan.
Sebuah proses dari esterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak
dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah
melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki
sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat
menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih sering digunakan
sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel
petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.
Biodiesel dapat dibuat dari berbagai minyak nabati (minyak nabati atau lemak
hewani) melalui proses esterifikasi gliserida atau dikenal dengan proses
alkoholisis.
Ester merupakan suatu senyawa turunan asam karboksilat dimana gugus
hidroksi dari asam karboksilat digantikan oleh gugus alkoksi. Esterifikasi
merupakan rekasi pembentukan ester antara asam karboksilat dan alcohol.
Esterifikasi adalah reaksi ionic yang merupakan kombinasi dari rekasi adisi dan
penyusunan ulang (reaarangement).
32
Tabel 5.Yield minyak dari tanaman darat dan mikroalga per satuan luas
area (kL/ha)
2.3.3 Bioetanol
Ethanol merupakan senyawa Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl (-
OH) dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH. Secara umum
Ethanol lebih dikenal sebagai Etil Alkohol berupa bahan kimia yang diproduksi
dari bahan baku tanaman yang mengandung karbohidrat (pati) seperti ubi
kayu,ubi jalar,jagung,sorgum,beras,ganyong dan sagu yang kemudian
39
4. Distilasi.
Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan
untuk memisahkan alkohol dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses
distilasi, pada suhu 78 derajat celcius (setara dengan titik didih alkohol) ethanol
akan menguap lebih dulu ketimbang air yang bertitik didih 95 derajat celcius.
Uap ethanol didalam distillator akan dialirkan kebagian kondensor sehingga
terkondensasi menjadi cairan ethanol. Kegiatan penyulingan ethanol
merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses produksi bioethanol.
Dalam pelaksanaannya dibutuhkan tenaga operator yang sudah menguasai
teknik penyulingan ethanol. Selain operator, untuk mendapatkan hasil
penyulingan ethanol yang optimal dibutuhkan pemahaman tentang teknik
fermentasi dan peralatan distillator yang berkualitas.
Penyulingan ethanol dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :
1. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator tradisional
(konvensional). Dengan cara ini kadar ethanol yang dihasilkan hanya
berkisar antara antara 20 s/d 30 %.
2. Penyulingan menggunakan teknik dan distillator model kolom reflux
(bertingkat). Dengan cara dan distillator ini kadar ethanol yang dihasilkan
mampu mencapai 90-95 % melalui 2 (dua) tahap penyulingan.
5. Dehidrasi
Hasil penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat larut
dalam bahan bakar bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan ethanol berkadar
99,6-99,8 % atau disebut ethanol kering. Dalam proses pemurnian ethanol 95
% akan melalui proses dehidrasi (distilasi absorbent) menggunakan beberapa
cara,antara lain : 1. Cara Kimia dengan menggunakan batu gamping 2. Cara
Fisika ditempuh melalui proses penyerapan menggunakan Zeolit Sintetis 3
angstrom. Hasil dehidrasi berupa ethanol berkadar 99,6-99,8 % sehingga dapat
dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol (FGE),barulah layak digunakan
sebagai bahan bakar motor sesuai standar Pertamina. Alat yang digunakan pada
proses pemurnian ini disebut Dehidrator.
45
Cairan ethanol dari proses distilasi Bioethanol kadar 95-96 % (alkohol teknis) Cairan ethanol dari proses distilasi
Manfaat Bioetanol
Manfaat bioetanol sendiri dalam kehidupan sehari-hari adalah
sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan karena memiliki
bilangan oktan yang cukup tinggi, selain itu juga bioetanol dijadikan sebagai
bahan baku beralkohol. Adapun manfaat bioetanol yang lainnya adalah:
· Sebagai bahan bakar kendaraan
· Sebagai bahan dasar minuman beralkohol
· Sebagai bahan kimia dasar senyawa organik
· Sebagai bahan bakar roket
· Sebagai antiseptik
· Sebagai antidote beberapa racun
· Sebagai pelarut untuk parfum, cat dan larutan obat.
Saat kompresi, mesin yang didesain untuk etanol murni memiliki efisiensi
bahan bakar 20-30% lebih rendah dibandingkan mesin yang didesain untuk
bensin murni. Mesin yang menggunakan campuran etanol tinggi akan menjadi
masalah saat cuaca dingin (musim dingin).
Selain itu, beberapa keunggulan yang dapat diperoleh dari bioethanol adalah
sebagai berikut:
1. Nilai oktan yang tinggi menyebabkan campuran bahan bakar terbakar tepat
pada waktunya sehingga tidak menyebabkan fenomena knocking.
2. Emisi gas buang tidak begitu berbahaya bagi lingkungan salah satunya gas
CO2 yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tumbuhan untuk proses
fotosintesa serta emisi NO yang rendah
3. Efisiensi tinggi dibanding bensin
Selain memiliki keunggulan yang begitu banyak bioethanol ini pun terdapat
kelemahan, kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya:
1. Memerlukan modifikasi mesin jika ingin menggunakan bioethanol murni
pada kendaraan
2. Bisa terjadi kemungkinan ethanol mengeluarkan emisi polutan beracun.
Kelebihan bioetanol dibanding minyak tanah adalah api berwarna biru
sehingga tidak menghanguskan alat masak. Bahan bakar dari bioetanol juga
tidak berbau dan mudah dipadamkan dengan air.
PT Molindo Raya
PT Molindo Raya Surabaya adalah produsen utama bioetanol di Indonesia.
Dengan kapasitas terpasang sebesar 40.000 Kl/hari(330 hari kerja pertahun),
operating capacity nya saat ini(tahun 2008) adalah ± 35.000 Kl/tahun. Bahan
baku yang digunakan dalam memproduksi bioetanol adalah molases yang
disuplai dari pabrik-pabrik sekitar. Pabrik ini dapat memproduksi etanol untuk
bahan bakar kendaraan bermotor sebanyak 10.000 kiloliter per tahun.
Pada kedua skenario, pertumbuhan bioetanol sangat rendah. Hal ini disebabkan
hampir semua bahan baku bioetanol diperlukan sebagai bahan pangan atau
farmasi sehingga cukup sulit untuk mengembangkan perkebunan energi untuk
bioetanol sementara sementara hasil perkebunan tersebut masih diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan pangan dan komoditas ekspor.
Berikut proyeksi pemanfaatan biodiedel dan bioetanol pada skenario dasar
dan skenario tinggi dalam jangka waktu 2012-2035:
Pemerintah telah mengalokasikan subsidi di sektor transportasi PSO(Public
Service Obligation) untuk pemanfaatan biodiesel sebesar 3000 Rp./liter dan
bioetanol 3500 Rp./liter pada APBN-P 2013 dan RAPBN 2014. Perubahan
mandatori dengan targer yang lebih tinggi dengan dibuatnya peraturan menteri
ESDM 25/2013 mempercepat pemanfaatan biodiesel dan bioetanol.
Berdasarkan peraturan tersebut, pada tahun 2025 target yang diwajibkan
pemerintah adalah wajib pakai bioetanol dari awalnya 15% menjadi 20%,
namun pada tahun 2015 dari awalnya 5% diturunkan menjadi 1% sementara
untuk transporasi non PSO dan industri turun dari 10% menjadi 2%. Hal ini
disebabkan pemanfaatan bioetanol pengganti bensin masih dihadapkan oleh
berbagai kendala.
Sejak tahun 2010 sampai saat ini, wajib pemakaian bioetanol belum dapat
direalisasikan karena Indeks Harga Pasar(HIP) bioetanol masih tinggi
sedangkan subsidi bioetanol sebesar Rp. 3500/liter tidak cukup menarik bagi
produsen bioetanol.
Saat ini, 8 produsen bioetanol telah memiliki izin usaha niaga BBN dengan
kapasitas produksi bioetanol sebesar 416 ribu kl/tahun, dimana kapasitas
sebesar 200 ribu kl/tahun siap untuk diproduksi.
Pada kurun waktu 23 tahun mendatang, kebutuhan bensin akan meningkat
3 kali lipat dari sekarang, dengan kondisi pengembangan bioetanol yang masih
belum cukup baik, diprediksi bioetanol belum mampu menggantikan bensin.
Saat ini bahan baku yang potensial digunakan dalam membuat bioetanol di
Indonesia antara lain molases atau tetes tebu, ketela pohon, ubi jalar, sorgum
dan lain-lain. Setiap hektar lahan tebu dapat menghasilkan tetes tebu sekitar
10-15 ton(sekitar 766-1150 liter bioetanol grade bahan bakar). Pada tahun 2013
53
serikat dan Brazil adalah negara utama produsen dan konsumen bioetanol,
dengan produksi 80% dari total produksi dunia. Dan konsumsi bioethanol oleh
Amerika Serikat dan Brazil mencapai 75% dari total konsumsi dunia. Bioetanol
juga berkembang pesat di negara-negara Uni Eropa seperti Jerman, Spanyol
dan Swedia. Sementara itu Honggaria, Lithuania dan republik Czech adalah
negara baru produsen bioetanol. Di Asia, bioetanol mulai berkembang di
beberapa negara antara lain India, Thailand, China, Malaysia dan Indonesia
(Indonesian Commercial Newsletter 2008).
Amerika Serikat
Sejak tahun 1979, pemerintah Amerika Serikat telah menerapkan insentif
pajak terhadap pengguna biofuel dalam bentuk Federal Excise Tax Exemption,
dan saat ini sedang meningkatkan penggunaan Fuel Flexible Vechicles, dan
memberikan insentif terhadap pembangunan SPBU. Beberapa negara bagian
seperti Minnesota, Hawaii, Montana, dan Oregon saat ini telah menerapkan
E10 (bioetanol yang dicampur dengan bensin dengan perbandingan 10:90),
dengan bahan baku jagung.
Brazil
Menurut data dari kementerian ESDM, Brazil telah mengembangkan
bioetanol yang bersumber dari tebu dengan melakukan uji coba pada kendaraan
sejak tahun 1925, dan dikembangkan dalam periode cukup lama dengan
dukungan penuh dari pemerintah dalam bentuk regulasi dan insentif, dan saat
ini pengembangan biofuel di Brazil telah menggunakan mekanisme pasar. Dari
seluruh produksi tebu, perbandingan untuk pemanfaatan sebagai gula dan
bioetanol adalah sekitar 50:50.
India
Kebijakan pengembangan bioetanol diarahkan pada pemanfaatan Molasses
yang berasal dari komoditas tebu, sehingga tidak mengganggu penyediaan
gula. Saat ini telah ditetapkan kebijakan E5 dan secara bertahap dikembangkan
ke E10 pada 2012. Serangkaian percobaan terhadap industri otomotif untuk
penerapan E5 dan telah dinyatakan layak, namun saat ini masih belum dapat
ditingkatkan kearah yang lebih tinggi karena masih dianggap dapat
mengganggu mesin kendaraan. Indian Oil telah menerapkan E5 di beberapa
55
negara bagian India sejak 2003, dan pemanfaatannya akan lebih baik apabila
menerapkan catalityc converter kit.
2.3.4 Biogas
Biogas merupakan teknologi pembentukan energi dengan
memanfaatkan limbah, seperti limbah pertanian, limbah peternakan, dan
limbah manusia. Selain menjadi energi alternatif, biogas juga dapat
mengurangi permasalahan lingkungan, seperti polusi udara dan tanah.
Misalnya, seekor sapi potong yang berbobot 400―500 kg/ekor menghasilkan
kotoran ternak segar sebanyak 20―29 kg/harinya. Bisa dibayangkan berapa
banyak limbah yang dihasilkan dari sebuah peternakan yang mengelola
puluhan sampai ratusan ekor sapi potong. Kondisi tersebut sebenarnya
merupakan peluang usaha untuk dijadikan bahan baku pembuatan biogas. Hasil
dari pembuatan biogas dapat dijadikan sumber energi serta sisa keluaran
berupa lumpur (sludge) dapat dijadikan pupuk siap pakai sehingga dapat
menambah penghasilan bagi
peternak sapi itu sendiri.
58
Karbondioksida (CO2).
Dekomposisi kotoran ternak menghasilkan polutan berupa BOD
(Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), polusi air,
polusi udara, dan bakteri patogen. Salah satu solusi untuk mengurangi dampak
negatif limbah peternakan adalah mengelolanya dengan baik.
Tabel 5. Produksi Gas
sedangkan produksi biogas dari seekor sapi berkisar 600―1000 liter biogas per
hari. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan energi untuk memasak
satu keluarga dibutuhkan 2—3 ekor sapi
3. Pemanfaatan Biogas
Berkembangnya usaha pemanfaatan limbah menjadi biogas turut
mengembangkan beragam alat instalasi biogas, seperti kompor biogas, rice
cooker, lampu biogas, pompa air, traktor pertanian, dan alat pasteurisasi
yang dimodifikasi agar sesuai dengan penggunaan biogas. Alat tersebut
fungsinya sama dengan yang terdapat di pasaran, hanya saja bahan bakar
yang digunakan berbeda dan sama mudahnya dalam penggunaan.
Hasil samping biogas yang berupa lumpur atau yang lebih dikenal dengan
sebutan sludge mengandung banyak unsur hara yang dapat dimanfaatkan
menjadi pupuk untuk tanaman.
Pupuk organik yang dihasilkan dari alat keluaran biogas sudah dapat
digunakan dan berkualitas prima. Kandungan unsur haranya yang tinggi
sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan memperbaiki sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah. Proses pembuatan pupuk organik dengan
memanfaatkan hasil keluaran biogas ini lebih efisien dibandingkan dengan
pembuatan kompos yang memerlukan lahan yang lebih luas serta proses
yang lebih lama. Selain itu, digester yang didesain kedap udara juga
mengurangi tingkat kegagalan proses dekomposisi sehingga pupuk organik
yang dihasilkan berkualitas maksimal.
Kelapa Sawit
Indonesia adalah produsen kelapa sawit terbesar di dunia, dan produksi CPO
tahun 2011 diperkirakan 22 juta ton, (tahun 2005 masih 13,8 juta ton) dengan
potensi biomassa dari residu minyak kelapa sawit dan 350 pabrik minyak kelapa
sawit dalam jumlah besar pula, dalam hal ini tandan kosong kelapa sawit (TKKS)
sekitar 27,5 juta ton basah (1 ton TBS/Tandan Buah Segar menghasilkan 200 kg
CPO, limbah TKKS 250 kg, dan limbah cair 0,5 m3). Masih ada limbah sawit lain,
seperti pelepah 4%, cangkang 6,5%, serat 13%. Pemerintah melarang membakar
TKKS langsung guna menghindari pencemaran udara.
Jerami+sekam padi
Per 1 Ha sawah menghasilkan kira-kira 5 ton jerami dan 1 ton sekam.
Artinya, 1 MW listrik dihasilkan dari 1500 Ha sawah. Sementara, luas lahan padi
Indonesia sekitar 12,87 juta Ha (th 2010) yang berarti energi listrik
setidaknya 8.600 MW dapat dipetik dari jerami+sekam padi, bila panen
dilaksanakan setahun sekali (panen umumnya dilaksanakan dua kali setahun).
Gas TPA
Sampah di kota besar Indonesia sungguh besar jumlahnya.
Tahun 2006 Jakarta menghasilkan sampah 25.700 m3/hari, Bandung 7.500
m3/hari, Surabaya 8.700 m3/hari (1.300 ton/hari, 2009), dan Semarang 4.651
m3/hari. Dari sampah itu, limbah organik saja yang akan masuk ke TPA, sedangkan
lainnya (kertas, plastik, logam, gelas, dll) didaur-ulang. Setiap 500 ton/hari sampah
yang diolah setara dengan daya listrik 5-6 MW.
71
Sumber : Anonim
IV. KESIMPULAN
a. Energi biomassa menjadi salah satu sumber energi alternatif pengganti
bahan bakar fosil. Biomassa sebagai sumber energi tidak akan pernah habis,
karena bahan biologis yang di butuhkan untuk membuat energi biomassa
akan selalu tersedia selama kehidupan di muka bumi ini masih ada.
b. Pemanfaatan energi biomasa sebagai bahan baku untuk menjadi bionergi:
Biogas
Biodiesel
Bioethanol
Pelet Kayu
c. Biomasa dapat dikonversi menjadi 3 jenis produk utama:
Energi panas/listrik
Bahan bakar transportasi
Bahan baku kimia
d. Kelebihan dari energi biomasa adalah sifatnya yang terbarukan dan tidak
akan habis juga pengolahan yang fleksibel dimana kita dapat menentukan
jenis energi seperti apa yang kita butuhkan. Kekurangan dari energi biomasa
ialah sifatnya yang berlawanan dengan pangan dan dibutuhkan lahan yang
luas untuk menanam.
Daftar Pustaka
Karki, A.B dan K. Dixit. Biogas Fieldbook: Nepal: Sahayogi Press, 1984.
Sihombing, D.T.H dan S. Simamora. Biogas From Biogical Waste for Rural
Household in Indonesia, dalam K. Abdullah, Bogor Agriculture University,
Indonesia and O. Kitani: Tokyo, Tokyo University Agriculture, 1988.
Simamora, S., Salundik, Sri W, dan Surajudin. Membuat Biogas, Pengganti Bahan
Bakar Minyak dan Gas dari Kotoran Ternak: Jakarta: Agromedia Pustaka, 2006.
http://www.worldenergyoutlook.org/resources/energydevelopment/energyaccessd
atabase/ diakses pada tanggal 22 April 2016