Anda di halaman 1dari 4

Indonesia merupakan negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi kedua di

dunia setelah Brasil. Fakta tersebut menunjukkan tinginya keanekaragaman


sumber daya alam hayati yang dimiliki Indonesia dan hal ini, berdasarkan
Protokol Nagoya, akan menjadi tulang punggung perkembangan ekonomi yang
berkelanjutan (green economy).

Sumber daya alam di Indonesia khususnya tumbuhan sangat beragam dan


melimpah, sehingga kita dapat memanfaatkan itu sebagaimana mestinya.
Negara kita juga dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk
Indonesia mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian. Menurut data
statistik pada tahun 2001 menunjukkan bahwa 45% penduduk Indonesia bekerja
di bidang agrikultur. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa ada sekitar lebih dari
31 juta hektar are yang telah siap tanam, dimana sebagian besarnya berada di
Pulau Jawa (Encyclopedia of the Nations Indonesia, 2011).

Banyak penelitian yang dilakukan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang
dapat diperbaharui untuk mengganti dan mengurangi penggunaan sumber daya
alam tak terbaharui. Salah satunya adalah penelitian dalam pembuatan bioetanol
yang berbahan baku tanaman. Tanaman yang digunakan juga adalah tanaman
yang mudah didapat dan dapat diperbaharui.

Banyak dari kita sering mendengar istilah bioetanol, dan berfungsi


sebagai bahan bakar pengganti yang tak dapat diperbaharui. Bioetanol ini
sendiri memiliki arti etanol yang diproduksi dengan cara fermentasi
menggunakan bahan baku nabati. Ethanol atau etil alkohol (C2H5OH),
merupakan cairan yang tidak berwarna, larut dalam air, eter, aseton, benzene,
dan semua pelarut organik, serta memiliki bau khas alkohol. Salah satu
pembuatan ethanol yang paling terkenal adalah fermentasi.

Bioetanol memiliki beberapa keunggulan bila digunakan sebagai bahan bakar


alternatif, yaitu nilai oktan yang tinggi menyebabkan campuran bahan bakar
akan terbakar tepat pada waktunya sehingga tidak menyebabkan fenomena
knocking, emisi gas buang tidak begitu berbahaya bagi lingkungan (seperti gas
CO2 dan emisi NO), efisiensi tinggi dibangkan bensin.

Perkembangan bioetanol di Indonesia sebenarnya telah lama ada yaitu pada


tahun 1986 pabrik ethanol BPPT di Lampung mengubah bahan bakunya dari
ubi jalar dan ubi kayu dengan singkong. Perubahan ini dilakukan karena
singkong memiliki kandungan pati yang lebih tinggi dibandingkan ubi jalar.
Bahan baku singkong ini sempat heboh di Indonesia, banyak perusahaan yang
besar-besaran membuka lahan singkong untuk dijadikan bahan baku namun
tidak berjalan dengan lancar karena banyak hambatan sehingga banyak yang
menghentikan kegiatan ini.

Sebuah proses alternatif untuk memproduksi bioetanol dari algae (rumput laut)
saat ini sedang dikembangkan oleh perusahaan Algenol. Daripada algae hanya
ditanam dan lalu dipanen jika sudah matang, algae dapat memproduksi etanol
secara langsung tanpa membunuh tanaman itu sendiri. Diklaim bahwa proses
dari algae ini dapat menghasilkan 6000 galon per acre per tahun, daripada
tanaman jagung yang hanya 400 galon per acre per tahun (Martin LaMonica,
2008).

Tetapi bioethanol juga memiliki kelemahan yakni, memerlukan modifikasi


mesin jika ingin menggunakan bioethanol murni pada kendaraan dan bisa
terjadi kemungkinan ethanol mengeluarkan emisi polutan beracun. Namun
penggunaan bioetanol ini sangat dianjurkan karena dapat mengurangi
penggunaan bahan bakar fosil yang pastinya akan habis karena saat ini terus kita
pergunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan menggunakan algae sebagai bahan baku bioetanol ini diharapkan dapat
menambah ketersediaan bahan bakar. Semoga penelitian tentang algae dapat
terus dilakukan dan menjadi sumber energi yang dapat diperbaharui di
Indonesia dan dunia.
BAGIAN 2

Bioetanol merupakan andalan untuk mengurangi penggunaan BBM


non diesel untuk transportasi. Penelitian untuk mencari bahan baku
dan proses yang ekonomis serta ramah lingkungan menjadi
kegiatan riset di berbagai Negara, terutama sejak terjadinya krisis
BBM akibat peningkatan konsumsi BBM diseluruh dunia diawal
tahun 1970an.Berdasarkan bahan baku yang dipakai, bioetanol
dikelompokkan menjadi bioetanol generasi pertama yang dibuat dari
gula, atau pati, dan generasi kedua adalah yang dibuat dari
lignoselulosa, disebut sebagai Etanol Selulosa. Generasi ketiga
dibuat dari alga disebut sebagai Etanol Alga, dan generasi keempat
dibuat dari bahan hasil modifikasi genetika atau bahan lainnya,
disebut sebagai Advanced Bioethanol dalam kelompok Advanced
Biofuels.Indonesia, sebagai Negara beriklim tropis, memiliki
berbagai tanaman penghasil pati, lignoselulosa, alga dan berbagai
limbah organik untuk pembuatan bioetanol.Industri bioetanol di
Indonesia masih memanfaatkan komoditi pangan seperti ubi kayu
dan molase tebu sebagai bahan baku, sedangkan lembaga litbang
dan perguruan tinggi sudah melakukan penelitian membuat
bioetanol generasi kedua maupun ketiga. Pemerintah Indonesia
berupaya untuk meningkatkan penggunaan bioetanol sebagai
campuran bahan bakar kendaraan non diesel sampai mencapai 15
% etanol dalam campuran (E-15) pada tahun 2025. Dibanyak
Negara, pemanfaatan etanol untuk bahan bakar kendaraan sudah
bervariasi dari campuran E-10 sampai dengan E-85.Tinjauan ini
mengungkap perkembangan teknologi pada setiap generasi, dan
mengindikasikan tantangan yang dihadapi lembaga litbang di dalam
negeri dalam mengembangkan teknologi pembuatan bioetanol dari
biomasa lokal. Area penelitian yang prospektif dalam bidang ini juga
dikemukakan.Kata Kunci : bioetanol, molase tebu, generasi,
perkembangan teknologi, tantangan riset. Bioethanol is a potential
energy source to reduce gasoline utilization for transportation.
Research activities to find out raw material and environmentally and
economically process have been conducted in many countries
especially after the oil crisis in early 1970s. Based on raw material
processed, bioethanol is grouped into first, second, third and fourth
generations. The first generation is derived from sugar or starch, the
second generation is derived from lignocellulosic biomass, called as
cellulosic ethanol. The third generation is produced from algae,
called as Ethanol Algae, while the fourth generation is grouped as
advanced biofuels.Indonesia, as a tropical country, posseses
various kind of starchy plant, lignocellulosic materials, various
species of algae, and organic wastes for ethanol production. Local
bioethanol industries utilize food materials such as cassava and
sugarcane molasse as feedstock, while universities and R&D
institutions have conducted researches to produce the second or the
third generations bioethanol. The government of Indonesia has
planned to increase utilization of bioethanol in bioethanol-gasoline
mixture for transportation up to 15 % (E-15) by 2025. In many
countries, utilization of bioethanol for transportation vary in a range
from E10 to E 85.This review shows technology development at
each generations, and indicates challenges for local R&D
institutions in order to develop technology for bioethanol production
utilizing local biomass. Prospectives research areas in the field are
also highlighted.Keywords :bioethanol, sugarcane molasses,
generations, technology development, research challenges.

Anda mungkin juga menyukai