Anda di halaman 1dari 8

Bio-butanol diisukan jauh lebih efesien daripada bio-ethanol yang dibuat dari jagung: lebih mudah

dibuat dan dicampur dengan minyak; energinya 30% lebih tinggi dari ethanol dan bisa disalurkan
melalui pipa tanpa kawatir pipanya korosif. Selain untuk keperluan bahan bakar, bio-butanol juga bisa
dipergunakan untuk kepentingan industri petro-kimia. Klaimnya, bio-butanol ini akan diekstrak dari
kayu-kayu buangan yang tidak terpakai oleh perusahaan bubur kertas atau mungkin dari kayu sisa
tebangan. Dengan demikian, bio-butanol ini benar-benar bisa mengefesienkan penggunaan kayu dan
sekaligus juga menghindarkan dari isu "kompetisi" dengan bahan-bahan lain.
Prospek biobutanol sebagai biofuel generasi kedua di Indonesia
Posted on July 2, 2011 by yalun
Sejak dimulainya industry petroleum pada abad ke-19, minyak mentah telah dipergunakan sebagai bahan bakar
(fuel) dan bahan baku industri kimia. Konsumsi petroleum dunia pada tahun 2008 diperkirakan sebesar 85 juta
gallon per hari, setara dengan 5 trilyun liter per tahun (EIA 2009). Sebanyak 25 % dari konsumsi tersebut
diserap sebagai bensin untuk kendaraan bermotor. Kebutuhan energy dunia diperkirakan akan naik lebih dari 50
% pada tahun 2025 (Ragauskas et al. 2006). Namun, cadangan minyak bumi sekarang diprediksi akan habis
dalam kurun 50 tahun ke depan jika tidak ada penemuan lading minyak baru. Fakta ini menegaskan pentingnya
produksi bahan bakar dari sumber daya terbarukan. Salah satu bahan bakar jenis ini adalah biofuel.
Beberapa jenis biofuel telah diproduksi dan digunakan secara luas, umumnya berupa etanol dari karbohidrat
(bioetanol) dan biodiesel dari minyak nabati dan lemak hewani (Fortman et al. 2008). Produksi bioetanol global
mencapai 51 milyar liter per tahun atau sepertiga dari total produksi etanol. Bioetanol memiliki beberapa
kekurangan. Kandungan energinya hanya 70 % dari kandungan energi bensin (Tabel 1). Etanol mudah
menyerap air dan bersifat korosif. Hal ini menyebabkan perlunya sistem perpipaan dan penampungan yang
berbeda dengan yang telah ada untuk bensin. Adapun biodiesel memiliki kandungan energi sedikit di bawah
bahan bakar solar namun tidak mudah dialirkan melalui perpipaan karena mudah menggumpal pada suhu
rendah.
Walaupun bioetanol dan biodiesel bisa bersaing secara ekonomis dengan bensin dan solar, saat ini kedua
biofuel tersebut diproduksi dari bahan pangan seperti jagung dan biji-biji tumbuhan. Biofuel generasi pertama ini
tidak bisa berkelanjutan dikarenakan terbatasnya produksi bahan pangan dan meningkatkan populasi dunia. Hal
ini mendorong pengembangan biofuel generasi kedua. Bahan baku yang dipergunakan merupakan bahan baku
non-pangan yang meliputi produk samping lignoselulosa (bagas dari tebu, jerami, serpihan kayu), limbah
organic, alga, dan rumput. Problem yang dihadapi oleh biofuel generasi kedua adalah masalah logistic, supply,
peruntukan tanah pertanian, dan teknologi pemrosesan (Sims et al. 2010). Saat ini sedang dikembangkan biofuel
generasi ketiga yaitu biofuel dari microalga and microba guna mengatasi masalah yang dihadapi biofuel generasi
sebelumnya (Nigam and Singh 2011).
Table 1 Sifat-sifat beberapa jenis bahan bakar (Lee et al. 2008; Thomas 2000; Waites et al. 2001)
Etanol Biodiesel Bensin Solar Butanol
Kandungan energi (MJ/L) 19.6-21.2 33.3-35.7 32 38.6 29.2
Bilangan oktan riset 129 15 91-99 15 96
Bilangan oktan motor 102 - 81-89 - 78
Bilangan cetane - 40-55 - 48-60 -
Rasio udara-bahan bakar 9 13.8 14.6 15 11.2
Panas penguapan (MJ/kg) 0.92 - 0.36 - 0.43
Biobutanol, biofuel yang lebih baik dari bioethanol
Butanol (C4H10) (Gambar 1) adalah alkohol yang memiliki banyak kesamaan dengan bensin. Tidak seperti halnya
etanol, butanol tidak menyerap air dan tidak korosif. Tabel 1 menunjukkan senyawa ini memiliki kandungan
energi hanya sedikit lebih rendah dari bensin. Butanol dan bensin juga memiliki kemiripan dalam bilangan oktan
dan rasio udara-bahan bakar. Kedua cairan ini juga mudah bercampur. Hal-hal di atas menyebabkan butanol
bisa diproses dan dialirkan melalui infrastruktur yang telah ada untuk bensin. Di samping itu panas penguapan
butanol lebih rendah dari etanol, menyebabkan mesin berbahan bakar butanol lebih mudah distarter daripada
mesin berbahan bakar etanol saat udara dingin.

Gambar 1 Empat isomer dari butanol (dari kiri ke kanan: normal butanol, isobutanol, sekunder butanol, tersier
butanol)
Butanol pada mulanya diproduksi melalui fermentasi karbohidrat menggunakan bakteri Clostridium
acetobutylicum dalam proses fermentasi aseton-butanol-etanol (ABE) yang menghasilkan ketiga senyawa
tersebut dengan rasio 3:6:1 (Waites et al. 2001). Proses ini rumit dan produktivitas butanol terhenti saat
konsentrasinya mencapai 12 g/l mengingat alkohol ini bersifat racun bagi bakteri. Sejak 1970an, proses
fermentasi digantikan oleh proses kimiawi katalitik yang menggunakan bahan baku propylene. Namun adanya
kebutuhan akan butanol sebagai biofuel membangkitkan proses fermentasi butanol. Beberapa raksasa industry
kimia seperti DuPont, BP, GEVO telah mencanangkan pembangunan pabrik butanol dari proses fermentasi atau
mengubah pabrik etanol menjadi butanol (BioButanol 2010).
Potensi biobutanol di Indonesia
Indonesia cukup potensial untuk pengembangan industry biobutanol. Konsumsi bensin di negara kita lebih dari
50 juta liter per hari (EIA 2009), atau senilai 83 trilyun rupiah setahun. Pemerintah telah mentargetkan untuk
mengganti 10 % penggunaan bahan bakar petroleum dalam bentuk biodiesel dan 5 % dalam bentuk bioetanol
pada tahun 2010 (DataConsult 2008). Bahan baku bioetanol umumnya dari molasses mengingat Indonesia
adalah negara penghasil gula tebu nomor 10 di dunia (FAOSTAT 2008).
Menimbang keunggulan butanol dibanding etanol, maka alkohol ini seharusnya dipilih sebagai biofuel utama
dari industry fermentasi di Indonesia. Molasses dapat digunakan sebagai bahan baku untuk jangka pendek.
Bakteri yang digunakan misalnya C. acetobutylicum (Syed et al. 2008) dan C. saccharobutylicum (Berezina et al.
2009). Untuk jangka panjang, bahan baku harus dari sumber daya non-pangan guna menghindari kompetisi
dengan kebutuhan pangan. Bagas dari tebu adalah pilihan yang baik. Bagas bisa dihidrolisis untuk menghasilkan
gula yang bisa difermentasi menjadi butanol menggunakan teknologi fermentasi yang telah ada.

Referensi:
Berezina OV, Brandt A, Yarotsky S, Schwarz WH, Zverlov VV. 2009. Isolation of a new butanol-
producing Clostridium strain: high level of hemicellulosic activity and structure of solventogenesis genes of a
new Clostridium saccharobutylicum isolate. Systematic and Applied Microbiology 32(7):449-459.
BioButanol. 2010. Companies working on producing biobutanol.http://www.biobutanol.com/The-Players.html 14
May 2011
DataConsult. 2008. Biofuel industry development in
Indonesia.http://www.thefreelibrary.com/Biofuel+industry+development+in+Indonesia.-a0174599615 20 May
2011
EIA. 2009. International Petrol (Oil)
Consumption.http://www.eia.doe.gov/emeu/international/oilconsumption.html 20 May 2011
FAOSTAT. 2008. Food and Agricultural commodities
production.http://faostat.fao.org/site/339/default.aspx November 16, 2010
Fortman JL, Chhabra S, Mukhopadhyay A, Chou H, Lee TS, Steen E, Keasling JD. 2008. Biofuel alternatives to
ethanol: pumping the microbial well. Trends in Biotechnology 26(7):375-381.
Lee SY, Park JH, Jang SH, Nielsen LK, Kim J, Jung KS. 2008. Fermentative butanol production by Clostridia.
Biotechnology and Bioengineering 101(2):209-228.
Nigam PS, Singh A. 2011. Production of liquid biofuels from renewable resources. Progress in Energy and
Combustion Science 37(1):52-68.
Ragauskas AJ, Williams CK, Davison BH, Britovsek G, Cairney J, Eckert CA, Frederick WJ, Hallett JP, Leak DJ,
Liotta CL and others. 2006. The path forward for biofuels and biomaterials. Science 311(5760):484-489.
Sims REH, Mabee W, Saddler JN, Taylor M. 2010. An overview of second generation biofuel technologies.
Bioresource Technology 101(6):1570-1580.
Syed QUA, Nadeem M, Nelofer R. 2008. Enhanced butanol production by mutant strains of Clostridium
acetobutylicum in molasses medium. Turkish Journal of Biochemistry-Turk Biyokimya Dergisi 33(1):25-30.
Thomas G. 2000. Overview of Storage Development DOE Hydrogen Program. Sandia National Laboratories,
Livermore, CA.http://www1.eere.energy.gov/hydrogenandfuelcells/pdfs/storage.pdf 10 May 2011
Waites MJ, Higton G, Morgan NL, Rockey JS. 2001. Industrial Microbiology, an introduction: Blackwell Publishing
Limited

Tongkol Jagung Gantikan Bensin, Mengapa
Tidak?
10 MAY 2011 715 VIEWS NO COMMENT
Biobutanol dapat langsung menggantikan bensin tanpa perlu modifikasi mesin.
Sembilan mahasiswa Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB)dalam tiga kelompok berbedamembuktikan
ada banyak alternatif energi dari bumi Indonesia untuk menggantikan bahan bakar minyak (BBM). Tak semuanya
butuh upaya baru.
Tinggal manfaatkan limbah yang selama ini ada, diolah men jadi biofuel yang bahkan tak butuh modifikasi mesin
untuk menggunakannya. Salah satunya, biofuel berbahan baku tongkol jagung. Adalah tiga sekawan Eliza
Bratadjaja, Michael Enoh Prasetya, dan Richard, mengolah dan merancang pabrik peng olahan tongkol jagung
menjadi biobutanol. Karya mereka merupakan salah satu finalis Lomba Rancang Pabrik Tingkat Nasional
(LRPTN) XII kategori energi yang berlangsung di kampus ITB.
Mereka bertiga merancang pabrik bernama PT Tiga Perkasa. Dalam pemikiran mereka, kebutuhan bahan bakar
di Indonesia terus meroket, membutuhkan sumber energi terbarukan. Tongkol jagung mereka pilih dengan
alasan sederhana. Murah, kata Eliza. Juga, tongkol jagung selama ini hanya menjadi limbah tak berguna.
Menurut Eliza, harga tongkol jagung yang mereka dapatkan Rp 800 per kilogram.
Pabrik yang mereka rancang akan butuh pasokan bahan baku 1,2 juta ton tongkol jagung per tahun. Menurut
mereka, angka ini tak akan jadi masalah karena produksi jagung nasional 12,5 juta ton per tahun. Dalam
penelitian mereka, tong kol jagung ternyata memiliki biomassa yang cocok untuk proses gasifikasi. Lagi pula,
pemrosesan tongkol jagung juga mendapatkan hasil samping selain biobutanol yang juga bernilai ekonomis.
Hasil samping itu adalah metanol dengan kemurnian tinggi dan campuran etanol-propanol.
Namun, tiga sekawan ini sepa kat memproduksi biobutanol untuk menghasilkan bioetanol bukan tanpa alasan.
Biobutanol tak bersifat korosif terhadap mesin kendaraan. Kandungan energi biobutanol juga lebih tinggi
daripada bioetanol, yaitu 110 kBtu dibandingkan 78 kBtu. Biobutanol juga dapat langsung menggantikan bensin
tanpa perlu modifikasi mesin sama sekali, papar Eliza.
Teknologi yang dipakai untuk mengolah tongkol jagung menjadi biobutanol, sebut Eliza, adalah thermochemical.
Menu rut dia, teknologi yang mereka pakai memang bukan teknik fermentasi seperti jamaknya pembuatan
biofuel. Dengan thermochemical, syngas dikonversi menjadi alkohol melalui reaksi FischerTrpsch. Ini memang
terbilang (teknologi) baru, ujarnya.
Secara sederhana, proses pem buatan biobutanol dari tongkol jagung ini akan dimulai dengan penurunan kadar
air menjadi sekitar lima persen. Setelah kering, tongkol jagung dipotong-potong sampai ukuran tertentu
menggunakan cone crusher. Potongan tersebut lalu diolah menjadi gas, menggunakan gasifier.
Syngas hasil gasifikasi berupa gas sintesis yang mengandung karbon monoksida dan hidrogen dibersihkan
dengan bantuan cyclone, tar reformer, water scrubber, serta MEA absorber. Cyclone berfungsi memisahkan
syngas dengan pasir olivine dan char dari gasifier. Tar reformer berupa reaktor berkatalis digunakan untuk
mengubah tar menjadi syngas. Water scrubber dan MEA absorber berfungsi menyingkirkan zat-zat yang bersifat
asam dan dapat merusak peralatan. Syngas yang telah dibersihkan akan menjadi umpan untuk reaktor sintesis
alkohol.
Jenis reaktor yang digunakan adalah fixed bed reactor dengan katalis Cu (tembaga), Mn (mangaan), Ni (nikel),
atau ZrO2 (zirkonia). Produk dari reaktor ini akan berupa campuran alkohol, sisa syngas yang tidak bereaksi, dan
alkana lain. Alkohol dari tahapan reaktor di atas akan dipisahkan dalam bentuk cair dengan bantuan flash drum.
Proses distalasi di flash drum menggunakan dua kolom yang akan menghasilkan metanol dan biobutanol dengan
kemurnian tinggi pada kolom pertama. Kolom kedua distalasi akan menghasilkan campuran etanol, propanol,
dan air.
Hasil yang didapat dari proses ini adalah biobutanol sebanyak 99,99 persen-mol (mol adalah satuan standar
internasional untuk satuan zat), setara 16,5 ton per jam. Juga didapatkan metanol sebanyak 96,85 persen-mol,
setara dengan 32,28 ton per jam. Hasil samping lain adalah etanol (48,66 persenmol), propanol (24,55
persenmol), dan air (20,5 persen-mol, setara 7,55 ton per jam). Tim ini yakin proses yang mereka ajukan punya
nilai ekonomi tinggi. Karena hasil samping yang didapat pun punya nilai jual. Metanol, misalnya, akan dihargai
Rp 2.000 per kilogram. Sementara biobutanol sebagai hasil utama, akan dihargai Rp 8.800 per kilogram.
Limbah dari produksi biobutanol ini akan berupa limbah pa -dat, cair, dan gas. Limbah padat berupa pasir olivine,
partikulat, dan char. Limbah padat tersebut akan dipakai sebagai landfill, sementara abu sisa pembakaran akan
dikirim ke PPLI untuk dijadikan batako, sedangkan katalis jenuh akan diregenerasi. Limbah cair berupa senyawa
organik dan sulfur akan diolah di WWT, sedangkan limbah gas berupa CO2 (karbon dioksida) dari sistem flare
akan dibuang.
Limbah gas berupa NH3 (gas amonia) dan H2S (hidrogen sulfida) diarahkan ke sistem scrubber dan absorber.
Meski berbahan baku murah, total investasi yang dibutuhkan untuk biobutanol berbahan tongkol jagung ini
ternyata mencapai Rp 800 miliar. Mereka merencanakan mendapat modal dari pinjaman bank dengan bunga 15
persen per tahun. Dengan asumsi hari kerja adalah 300 hari per tahun, usia pabrik mereka bisa mencapai 20
tahun dengan kapasitas produksi 120 ribu ton per tahun.
Dalam rancangan mereka, return on investment akan mencapai 19,2 persen dengan rate of return sebesar 28,23
persen dan payback periode berlangsung selama 3,5 tahun. Break event point (BEP) yang didapat adalah 12
persen. Michael me ngatakan keuntungan masih da pat bertambah dari penjualan kredit karbon dari proses
produksi. Tiga sekawan ini merancang lokasi yang tepat untuk pab -riknya adalah Bojonegoro, Jawa Timur,
dengan pertimbangan ketersediaan bahan baku dan utilitas. mj29 ed: palupi annisa auliani(-)
http://rumahpengetahuan.web.id/tongkol-jagung-gantikan-bensin-mengapa-tidak/

Biobutanol is a four-carbon alcohol derived from the fermentation ofbiomass. When it is produced from petroleum-based
feedstocks, it's commonly called butanol. Biobutanol is in the same family as other commonly known alcohols, namely
single-carbon methanol and the more-well known two-carbon alcohol ethanol. The importance of the number of carbon
atoms in any given molecule of alcohol is directly related to the energy content of that particular molecule. The more carbon
atoms present, especially in a long carbon-to-carbon bond chains, the denser in energy the alcohol is.
Breakthroughs in biobutanol processing methods, namely the discovery and development of genetically modified
microorganisms, has set the stage for biobutanol to surpass ethanol as a renewable fuel. Once considered usable only as an
industrial solvent and chemical feedstock, biobutanol shows great promise as a motor fuel due to its favorable energy
density, and it returns better fuel economy and is considered a superior motor fuel (when compared to ethanol).
Biobutanol Production
Biobutanol is derived mainly from the fermentation of the sugars in organic feedstocks (biomass). Historically, up until
about the mid-50s, biobutanol was fermented from simple sugars in a process that produced acetone and ethanol, in addition
to the butanol component. The process is known as ABE (Acetone Butanol Ethanol) and has used unsophisticated (and not
particularly hearty) microbes such as Clostridium acetobutylicum. The problem with this type of microbe is that it is
poisoned by the very butanol it produces once the alcohol concentration rises above approximately 2 percent. This
processing problem caused by the inherent weakness of generic-grade microbes, plus inexpensive and abundant (at the time)
petroleum gave way to the simpler and cheaper distillation-from-petroleum method of refining butanol.
My, how times change. In recent years, with petroleum prices heading steadily upwards, and worldwide supplies getting
tighter and tighter, scientists have revisited the fermentation of sugars for the manufacturing of biobutanol. Great strides
have been made by researchers in creating designer microbes that can tolerate higher concentrations of butanol without
being killed off.
The ability to withstand harsh high concentration alcohol environments, plus the superior metabolism of these genetically
enhanced bacteria has fortified them with the endurance necessary to degrade the tough cellulosic fibers of biomass
feedstocks such as pulpy woods and switchgrass. The door has been kicked open and the reality of cost competitive, if not
cheaper, renewable alcohol motor fuel is upon us.
Biobutanol Advantages
So, all of this fancy chemistry and intense research notwithstanding, biobutanol has many advantages over here-to-fore
easier-to-produce ethanol.
Biobutanol has a higher energy content than ethanol, so there is a much lower loss of fuel economy. With an energy
content of about 105,000 BTUs/gallon (versus ethanols approximate 84,000 BTUs/gallon), biobutanol is much closer to
the energy content of gasoline (114,000 BTUs/gallon).
Biobutanol can be easily blended with conventional gasoline at higher concentrations than ethanol for use in
unmodified engines. Experiments have shown that biobutanol can run in an unmodified conventional engine at 100
percent, but to date, no manufacturers will warrant use of blends higher than 15 percent.
Because it is less susceptible to separation in the presence of water (than ethanol), it can be distributed via
conventional infrastructure (pipelines, blending facilities and storage tanks). Theres no need for a separate distribution
network.
It is less corrosive than ethanol. Not only is biobutanol a higher-grade more energy dense fuel, it is also less explosive
than ethanol.
EPA test results show that biobutanol reduces emissions, namely hydrocarbons, carbon monoxide (CO) and oxides of
nitrogen (NOx). Exact values depend upon the engine state of tune.
But thats not all. Biobutanol as a motor fuelwith its long chain structure and preponderance of hydrogen atomscould be
used as a stepping-stone in bringing hydrogen fuel cell vehicles to the main stream. One of the biggest challenges
facing hydrogen fuel cell vehicle development is the storage of on-board hydrogen for sustainable range and the lack of
hydrogen infrastructure for fueling. The high hydrogen content of butanol would make it an ideal fuel for on-board
reforming. Instead of burning the butanol, a reformer would extract the hydrogen to power the fuel cell.
Biobutanol Disadvantages
It is not common for one fuel type to have so many obvious advantages without at least one glowing disadvantage; however
with biobutanol versus ethanol argument, that doesnt appear to be the case.
Currently the only real disadvantage is there are many more ethanol refining facilities than biobutanol refineries. And while
ethanol refining facilities far outnumber those for biobutatanol, the possibility of retrofitting ethanol plants to biobutanol is
feasible. And as refinements continue with genetically modified microorganisms, the feasibility of converting plants
becomes greater and greater.
Its clear that biobutanol is the superior choice over ethanol as a gasoline additive and perhaps eventual gasoline
replacement. For the past 30 years or so ethanol has had most of the technological and political support and has seeded the
market for renewable alcohol motor fuel. Biobutanol is now poised to pick up the mantle.
http://alternativefuels.about.com/od/thedifferenttypes/a/biobutanol.htm

BIOFUEL

Biofuel merupakan bahan bakar yang berbahan baku bimassa, berbagai jenis biofuel
yang sudah ada diantaranya Bioethanol dan Biodiesel (berbahan baku minyak yang
bersumber dari tanaman maupun lemak hewan). Bioethanol dan biodiesel pada
umumnya disebut bahan bakar generasi pertama.

Bahan bakar berbasis alkohol generasi kedua adalah BIOBUTANOL, Bahan bakar
generasi kedua ini mempunyai densitas energi yang lebih tinggi dan volatilitas yang
lebih rendah dibanding dengan bioetanol.


BIOBUTANOL

Biobutanol merupakan butanol yang dihasilkan dari biomassa. Biobutanol
dipergunakan sebagai bahan bakar mengingat biobutanol merupakan hidrokarbon
rantai panjang bersifat non polar. Biobutanol lebih menyerupai bensin (gasoline)
dibandingkan dengan bioethanol maupun methanol. Biobutanol telah menunjukan
sebagai bahan bakar pada mesin tanpa melakukan modifikasi mesin. Biobutanol ini
mempunyai sifat yang sama dengan Petrobutanol yaitu butanol yang bersumber
dari bahan bakar fosil (fossil fuel).



PRODUKSI BIOBUTANOL

Biobutanol dapat dihasilkan dari biomassa dengan mempergunakan proses
FERMENTASI, Proses fermentasi dilakukan dengan mempergunakan bakteri
yaitu Clostridium acetobutylicum.
Perbedaan proses produksi biobutanol dengan produksi bioethanol terutama pada
proses fermentasinya dan sedikit berbeda pada proses distilasinya. Sedangkan
bahan baku yang dipergunakan adalah sama yaitu gula bit, gula tebu,
gandum jagung, gandum dan ketela pohon, tanaman non-pangan, serta produk
samping pertanian seperti jerami dan batang jagung. Produksi biobutanol dari
biomassa limbah (produksi samping) sektor pertanian akan lebih efisien.

PROSES PRODUKSI BIOBUTANOL DARI BIOMASSA
1. Pengolahan fisik biomassa hingga menjadi serat (berukuran kecil)
2. Proses hidrolisa biomassa (dapat dilakukan secara kimia maupun
biologi/enzim) untuk menghasilkan gula (glukosa)
3. Proses Fermentasi gula (glukosa) dengan menggunakan
bakteri Clostridium acetobutylicum akan dihasilkan 3 (tiga) komponen yaitu
Butanol, Isopropanol, dan Etanol
4. Proses pemisahan ketiga komponen tersebut, dapat dilakukan dengan
operasi distilasi yaitu pemisahan komponen berdasarkan perbedaan titik didih
setiap komponen, oleh karena komponen utama yang akan dipisahkan
terdapat 3 (tiga) komponen, maka kolom distilasi yang dibutuhkan adalah 2
(dua) unit kolom distilasi. sehingga akan dihasilkan produk Biobutanol,
ethanol dan isopropanol.

BAHAN BAKU PRODUKSI BIOBUTANOL


Sekam Padi Jerami Rumput Alang-
alang


Serbuk Kayu Ampas Sagu

SIFAT-SIFAT BAHAN BAKAR SECARA UMUM

Jenis
Bahan
Bakar
Energy
density
Air-fuel
ratio
Specific
Energy
Heat of
vaporization
RON MON
Gasoline
dan
biogasoline
32 MJ/L 14.6 2.9 MJ/kg air 0.36 MJ/kg 9199 8189
Biobutanol 29.2 MJ/L 11.1 3.2 MJ/kg air 0.43 MJ/kg 96 78
Ethanol
fuel
19.6 MJ/L 9.0 3.0 MJ/kg air 0.92 MJ/kg 107 89
Methanol
fuel
16 MJ/L 6.4 3.1 MJ/kg air 1.2 MJ/kg 106 92

Keterangan :
RON : research octane number (bilangan octane berdasarkan penelitian)
MON : motor octane number (bilangan octane motor)
Berdasarkan sifat-sifat bahan bakar yang ditunjukan dalam tabel tersebut diatas
dapat diketahui bahwa biobutanol sangat menyerupai bahan bakar bensin
(gasoline). Bilangan octane biobutanol hamper sama dengan bensin tetapi lebih
rendah dibanding bahan bakar ethanol maupun methanol

VISKOSITAS BAHAN BAKAR

Jenis Bahan Bakar Kinematic viscosity at 20C
Gasoline dan biogasoline 0.40.8 cSt
Biobutanol 3.64 cSt
Ethanol fuel 1.52 cSt
Methanol fuel 0.64 cSt
Diesel >3 cSt


REAKSI PEMBAKARAN

Methanol : 2CH
3
OH + 3O
2
2CO
2
+ 4H
2
O + heat
Ethanol : C
2
H
5
OH + 3O
2
2CO
2
+ 3H
2
O + heat
Butanol : C
4
H
9
OH + 6O
2
4CO
2
+ 5H
2
O + heat




PERTIMBANGAN PENGGUNAAN BIOBUTANOL
SEBAGAI BAHAN BAKAR.

Beberapa hal yang perlu dilakukan pengkajian terhadap penggunaan biobutanol
sebagai bahan bakar yaitu
1. Kesesuaian mesin kendaraan, jenis kendaraan yang ada di Indonesia
mungkin merupakan jenis kendaraan yang tidak terlalu fleksibel terhadap
perubahan jenis bahan bakar. Di Negara lain seperti di Brasil, jenis
kendaraannya menggunakan mesin yang sudah fleksibel terhadap perubahan
jenis bahan bakar sehingga penggunaan bioethanol dan biobutanol tidak
menjadi permasalahan
2. Viskositas biobutanol lebih besar dibanding dengan bensin, ini berarti
biobutanol lebih kental dan agak menyulitkan dalam transportasi dan
pembakaran di dalam mesin, dan juga akan sulit untuk daerah-daerah yang
berudara dingin.
3. Kemungkinan yang terbaik adalah menggunakan biobutanol ini
sebagai bahan bakar campuran, tetapi masih dibutuhkan penelitian atau
standar tentang perbandingan biobutanol terhadap bensin maupun terhadap
bioethanol

http://ketutsumada.blogspot.com/2012/04/bahan-bakar-biobutanol.html

Anda mungkin juga menyukai