1. Latar Belakang
Sejak terjadinya revolusi industri, manusia membutuhkan energi untuk
menggerakkan mesin-mesin sebagai sarana produksi dan distribusi barang dan jasa.
Energi menjadi hal yang sangat mendasar dan strategis bagi kehidupan manusia.
Ketergantungan manusia terhadap energi semakin meningkat seiring pertumbuhan
ekonomi. Gambar 1 menunjukkan kebutuhan pasokan energi dunia yang didominasi oleh
minyak, gas dan batubara. Hanya sebagian kecil kebutuhan energi dunia dipenuhi dari
sumber-sumber energi terbarukan dan energi nuklir.
Gambar 1.
Kebutuhan Energi Dunia
Minyak, gas dan batubara adalah sumber-sumber energi fosil yang tidak
terbarukan. Menurut data British Petrolium yang dirilis tahun 2013, perkiraan cadangan
minyak dunia diperkirakan akan habis 53 tahun lagi, sedangkan cadangan minyak bumi
di Indonesia hanya tersisa untuk 11 tahun ke depan. Akibatnya, diperkirakan akan terjadi
kelangkaan energi yang berasal dari energi fosil dalam beberapa waktu mendatang.
Adanya keterbatasan sumber energi fosil yang tidak terbarukan membuat
negara-negara di dunia mulai mengembangkan teknologi untuk dapat memproduksi
energi dari sumber-sumber energi yang terbarukan. Salah satu energi terbarukan yang
dikembangkan adalah biofuel berupa bioetanol maupun biodiesel. Keberhasilan suatu
negara untuk menguasai pasokan energi dunia melalui pengembangan bakar biofuel akan
menentukan posisinya dalam geopolitik energi dunia, apakah akan menjadi pemain yang
dominan ataukah hanya menjadi negara yang tergantung pada negara lain.
1
2
Gambar 2.
Produsen Biofuel Dunia
3
Biodiesel dibuat dari minyak tumbuhan dan lemak hewan. Biodiesel dapat
digunakan sebagai pengganti bahan bakar diesel (solar) secara murni maupun sebagai
campuran untuk diesel konvensional yang berbasis fosil tanpa harus memodifikasi mesin.
Produsen biodiesel didominasi oleh negara-negara Eropa yaitu Italia, Perancis, Spanyol,
Jerman, Belgia dan Austria. Untuk kepentingan ini, negara mendorong petani agar
menyisihkan lahan untuk tanaman non-pangan seperti minyak lobak dan bunga matahari.
Untuk meningkatkan produksi biofuel, beberapa negara menerapkan kebijakan
keringanan pajak untuk proyek-proyek percontohan karena biaya untuk memproduksi
biofuel lebih mahal jika dibandingkan dengan bahan bakar konvensional (minyak, gas
dan batubara). Banyak negara mendorong produksi biofuel untuk memenuhi target CO 2
mereka. Target penggunaan campuran biofuel global ditunjukkan pada tabel 1 (Coyle,
2007).
Tabel 1.
Target Produksi dan Penggunaan Campuran Biofuel Global
tahun 2007 Uni Eropa menargetkan bahwa 20% dari total kebutuhan energi dari premium
dan diesel mereka dapat dipenuhi dari biofuel, sedangkan Thailand menargetkan
campuran 10% dan India 20% pada tahun 2020. Swedia menargetkan 100% energi
independen pada tahun 2020 dengan sebagian besar kebutuhan energi akan dipenuhi
melalui tenaga nuklir dan biofuel. Perkiraan produksi bioetanol di Amerika Serikat pada
tahun 2007 adalah 5,4 miliar galon.
Pengalihan atau transisi sumber energi bahan bakar dari minyak ke biofuel
membawa konsekuensi bagi geopolitik sumber daya energi, baik dari perspektif internal
maupun eksternal (Criekemans, 2011). Dari perspektif geopolitik internal, transisi energi
memiliki dampak yang besar terhadap kehidupan manusia seperti yang terjadi pada masa
revolusi industri pada akhir abad ke sembilan belas. Pengalihan atau transisi energi (dari
uap beralih ke batubara, kemudian minyak, gas alam dan biofuel nantinya) akan
mempengaruhi semua aspek kehidupan baik ekonomi saja, sosial maupun politik. Hal ini
menjadi alasan bagi negara-negara besar untuk menginvestasikan modal yang besar di
sektor energi, terutama negara-negara dengan kebutuhan energi yang sangat besar seperti
Amerika Serikat dan Cina. Mereka juga menginvestasikan dananya pada militer untuk
mengamankan akses mereka untuk minyak dan gas alam. Fakta bahwa ini terkadang
menempatkan demokrasi di bawah tekanan sebagai "harga yang harus dibayar".
Transisi energi ke bentuk energi terbarukan, termasuk biofuel akan disertai
desentralisasi pasokan energi dan akan berdampak pada kehidupan sosial politik. Jika
pemerintah melakukan investasi untuk mengembangkan energi terbarukan dari sumber
daya lokal yang dimiliki, mereka akan menghilangkan atau setidaknya mengurangi
ketergantungan energi dari negara-negara pemasok utama seperti yang terjadi saat ini.
Namun transisi energi menuju energi terbarukan akan mengalami hambatan dari para
pemasok energi utama saat ini. Mereka tentu tidak ingin kehilangan posisi monopoli
mereka, dan bersedia untuk menggunakan berbagai strategi menggagalkan pertumbuhan
perusahaan-perusahaan kecil di bidang energi terbarukan. Mereka juga menciptakan
opini-opini yang menentang pengembangan biofuel. Mereka mengatakan bahwa biofuel
bukan solusi untuk memenuhi kebutuhan energi. Memperluas produksi biofuel akan
menekan sektor pertanian, meningkatkan harga pangan dan membebani rakyat miskin.
Beberapa mengkritik bahwa penggunaan uang pemerintah untuk pengembangan biofuel
merupakan pemborosan, program yang sia-sia dan tidak efektif.
Dari perspektif eksternal-geopolitik, negara-negara yang saat ini berinvestasi
dalam teknologi dan sumber-sumber energi terbarukan akan dapat menjadi pemain yang
5
Kebutuhan bahan bakar minyak nasional saat ini mencapai 1,4 juta-1,5 juta barel per hari,
dan diperkirakan akan terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan energi yang besar
tersebut, Indonesia masih mengimpor minyak mentah dan bahan bakar minyak (premium
dan diesel). Indonesia justru mengekspor minyak mentah produksi dalam negeri yang
memiliki kualitas tinggi ke luar negeri, kemudian mengimpor minyak dengan kualitas
yang lebih rendah untuk mendapatkan harga yang lebih murah. Saat ini Indonesia hanya
mampu mengekspor 200.000 barrel/bulan, sehingga terdapat defisit dan membutuhkan
impor. Hanya menyumbangkan 2,92 % dari PDB (Pendapatan Domestik Bruto).
Gambar 4.
Cadangan Minyak Indonesia
6
hanya mencapai 500 kiloliter/bulan (Tabel 3.). Kendala pengembangan industri bioetanol
juga disebabkan oleh kenaikan harga tetes tebu sebagai bahan baku bioetanol yang
mencapai 100% (USD 65/ton pada tahun 2008 menjadi USD 125-130/ton pada tahun
2009) dan akan dibukanya kran impor bioetanol dari Brazilia karena pertimbangan
production cost berpotensi menghancurkan industri bioetanol di Indonesia.
Tabel 3.
Pabrik Bioetanol di Indonesia dan Kapasitas Produksinya
1 <http://puspiptek.ristek.go.id/media.php?module=detailberita&id=399-60_jenis_tanaman
_bisa_jadi_alternatif_pengganti_bbm.html> diakses 4 Juni 2015
8
Potensi yang besar itu selayaknya bisa dimanfaatkan oleh Indonesia untuk menjadi
negara produsen biofuel (Komarayati dan Gusmailinaa, 2010)
Tabel 2.
Sumber, hasil panen dan rendemen alkohol sebagai hasil konversi
3. Kesimpulan
Pasokan energi dunia saat ini masih sangat tergantung pada energi fosil
terutama minyak dan gas. Namun ketersediaan cadangan minyak dunia sangat terbatas
dan merupakan sumber energi tidak terbarukan. Konsekuensinya, negara-negara di dunia
saling berlomba menguasai sumber-sumber energi dunia untuk memenuhi kebutuhan
pasokan energinya. Salah satu upaya kebutuhan energi tersebut adalah dengan
mengembangkan bahan bakar biofuel, baik bioetanol maupun biodiesel. Negara-negara
yang berhasil mengembangkan bioetanol antara lain Brazil, Amerika Serikat dan Uni
Eropa. Produsen biodiesel didominasi oleh negara-negara Eropa yaitu Italia, Perancis,
Spanyol, Jerman, Belgia dan Austria. Faktor utama yang menjadi penggerak dalam
industri biofuel di negara-negara tersebut pada umumnya adalah kebijakan pemerintah
yang mendukung pengembangan biofuel. Mereka menerapkan keringanan pajak terhadap
proyek-proyek percontohan industri biofuel.
Transisi energi dari minyak dan gas alam ke biofuel membawa konsekuensi
terhadap geopolitik sumber daya energi, baik dari perspektif geopolitik internal maupun
eksternal. Dari perspektif geopolitik internal, transisi energi ke biofuel akan
menyebabkan desentralisasi penguasaan akses terhadap sumber-sumber energi. Hal ini
juga akan mendorong kemandirian energi bagi negara yang berhasil mengembangkan
biofuel. Namun, negara-negara yang saat ini menguasai pasokan minyak dan gas dunia
juga akan berusaha untuk tetap mempertahankan dominasinya. Dari perspektif geopolitik
eksternal, negara-negara yang saat ini melakukan investasi untuk mengembangkan
biofuel akan menjadi pemain yang dominan di bidang energi di masa mendatang.
2 Biomassa edible adalah biomassa yang berasal dari jenis tanaman yang dapat dimakan.
3 Biorefinery atau disebut juga kilang bio merupakan proses menintegrasikan dan
mengkonversikan biomassa menjadi bahan bakar nabati (biofuel).
10
DAFTAR PUSTAKA
Schubert, C., 2006, Can biofuels finally take center stage?, Nature Biotechnology, Vol.
24, Hal. 777-784.
Coyle, W., 2007, The future of biofuels: a global perspective, Amber Waves, Vol. 25,
No.5, Hal. 24-29.
Clingendael International Energy Programme Biofuels Seminar, Den Haag, 2005, Future
Fuels and Geopolitics: the Role of Biofuels, Van Geun, Lucia, Den Haag: The
Clingendael Institute International Energy Programme.
Criekemans, David, 2011, The geopolitics of renewable energy: different or similar to the
geopolitics of conventional energy?, disampaikan pada Diskusi Panel
“Geopolitics, Power Transitions, and Energy”, ISA Annual Convention 2011:
Global Governance: Political Authority In Transition di Montréal, Québec,
Canada
Criekemans, David, 2010, Lecture on the ‘Geopolitics of Energy’, Geneva: International
Centre for Geopolitical Studies (ICGS)
Lawrence, Robert Z., 2010, "How Good Politics Results in Bad Policy: The Case of
Biofuel Mandates.", CID Working Paper No. 200, Cambridge: Center for
International Development, Harvard University.
Komarayati, Sri dan Gusmailina, 2010, Prospek Bioetanol sebagai Pengganti Minyak
Tanah, Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
______, 60 Jenis Tanaman Bisa Jadi Alternatif Pengganti BBM, Puspiptek (internet),
<http://puspiptek.ristek.go.id/media.php?module=detailberita
&id=39960_jenis_tanaman_bisa_jadi_alternatif_pengganti_bbm.html> (diakses
4 Juni 2015).
Flach, M., 1997,. Sago palm, Metroxylon sagu Rottb, International Plant Genetic
Resources Institute.
Flach, M., 1983, Sago palm domestication, explanation, and production, FAG. Plant
production and protection, Paper. 85 pp.
Wijaya, Karna, 2012, Revitalisasi Bahan Bakar Nabati, Pusat Studi Energi Universitas
Gajah Mada