Anda di halaman 1dari 5

Bio Energi: Bukan Hanya Energi Alternatif di Masa Depan

Oleh : Ryan Arifin I 11110011

Selama ini bioenergi diposisikan sebagai energi alternatif. Posisi alternatif terkesan tidak penting dan hanya berguna pada saat keadaan darurat. Untuk saat ini istilah itu berlaku karena minyak masih menjadi primadona dunia, namun penulis meyakini dengan semakin langkanya energi yang bersumber dari fosil yang tak terbarukan maka istilah tersebut akan bergeser. Di masa depan bio energi akan menjadi energi utama, bukan sekedar alternatif. Minyak saat ini masih menjadi sumber energi utama yang masih diminati oleh seluruh negara di dunia. World Economic Review 2007, Prior Statistics 2008, kebutuhan global akan minyak pada tahun 2008 telah mencapai sekitar 87,1 juta barel per hari. Angka ini meningkat cukup drastis dan merupakan rekor tertinggi dalam kurun waktu hampir satu dekade.. Padahal, pada tahun 2000, kebutuhan minyak dunia hanya sebesar 75,4 juta barel per hari. Artinya, hanya dalam kurun waktu delapan tahun terjadi peningkatan sebesar 11,7 juta barel atau tumbuh rata-rata 1,93% per tahun. World Economic Review 2007, Prior Statistics 2008 melaporkan bahwa sektor transportasi dan industri menjadi penyumbang terbesar untuk kebutuhan minyak dunia dengan pertumbuhan rata-rata 1,2% per tahunnya sampai dengan tahun 2030. Dan yang perlu dijadikan catatan adalah negara-negara di kawasan Asia-Pasifik dan Asia Selatan memberikan porsi terbesar yaitu 58% dari total peningkatan kebutuhan minyak dunia. Hal ini mengingat di kawasan tersebut terdapat negara-negara berkembang dengan populasi penduduk yang sangat besar seperti Indonesia, India, Vietnam, serta negara maju seperti China yang konsumsi minyaknya menempati urutan ketiga di dunia. Hal tersebut dikarenakan Populasi penduduk yang besar dan masalah transportasi massal yang belum memadai di beberapa negara berkembang menyebabkan jumlah kendaraan pribadi berbahan bakar minyak terus meningkat setiap tahunnya. Pada akhirnya menyebabkan konsumsi minyak dunia juga mengalami peningkatan. Harga minyak yang melesat menjadi sangat mahal tidak menyurutkan negara-negara lain untuk menurunkan konsumsinya. Buktinya, ketika harga minyak dunia melesat ke rekor tertinggi pada tahun 2008 yaitu 147 dolar/barel, konsumsi minyak dunia menunjukkan peningkatan sebesar 1,6 juta barel dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan

bahwa minyak dunia masih kokoh menempati urutan teratas dalam daftar penyedia (supplier) kebutuhan energi di dunia. Melihat begitu pentingnya minyak bagi dunia. Lalu, yang menjadi masalah, bagaimana dengan jumlah cadangan minyak dunia saat ini? Berdasarkan World Energy Report, OPEC Report 2008, cadangan minyak mentah terbukti di dunia (world proven crude oil) berada pada posisi 1.195.318 juta barel, dimana sebagian besar berada di negara-negara yang tergabung dalam OPEC. Cadangan negara-negara tersebut mencapai 927.146 juta barel atau sekitar 77,6% dari total cadangan minyak mentah terbukti di dunia. Arab Saudi merupakan negara yang mempunyai cadangan minyak bumi (oil reservoir) terbesar yaitu 264,3 miliar barel. Berbeda jauh dengan Indonesia (ketika laporan tersebut dibuat, Indonesia masih merupakan anggota OPEC) yang berada di posisi kedua terbawah dari 25 negara yang tercatat memiliki cadangan minyak bumi, dengan kandungan minyak bumi sebesar 4,4 miliar barel. Berdasarkan data yang tersedia, jika kita menganalisa secara ekstrem yaitu dengan menganggap bahwa cadangan minyak bumi tidak akan bertambah sampai dengan tahun 2030 dan pertumbuhan kebutuhan minyak rata-rata 1,4% (anggapan perhitungan mulai tahun 2008) seperti laporan IFR Report, Economist 2008 di atas, maka ketika tahun 2030 telah tiba, cadangan minyak mentah dunia akan terkuras sebesar 843,95 miliar barel (70,6%). Hanya tersisa 351,38 miliar barel (29,6%). Melihat konsumsi minyak dunia yang begitu tinggi, maka dengan cadangan minyak tersebut diperkirakan pada tahun 2039 akan ludes. Bagaimana cara memecahkan masalah tersebut? Penulis merasa permasalahan ini dapat dipecahkan dengan suatu energi terbarukan. Bukan hanya untuk alternatif namun sebagai energi utama kedepannya.

Negara-negara berkembang perlu membuat regulasi yang jelas untuk mengatur pertumbuhan kendaraan bermotor berbahan bakar minyak mengingat negara berkembang merupakan pemakai terbesar minyak di dunia. Industri-industri otomotif harus terus melakukan inovasi dalam menciptakan kendaraan yang ramah lingkungan Seiring terus berkurangnya cadangan minyak bumi, berbagai penemuan sumber energi lain khususnya energi terbarukan harus terus digenjot dan mampu diproduksi secara massal. Jika tidak, akan terjadi krisis energi yang melanda dunia dalam dua sampai tiga dekade mendatang. Tentunya kita tidak ingin hal tersebut terjadi karena akan membawa dampak yang luar biasa terhadap segala sektor kehidupan. Terlebih dunia masih bergantung kepada emas hitam ini sebagai sumber energi utama.

Kalimantan Barat memiliki potensi menjadi produsen bioenergi mengingat kawasan yang luas, sumber daya alam yang melimpah, dan wilayah geografis yang cocok untuk menanam tanaman yang dapat dijadikan biofuel.

Kondisi Indonesia dan Potensi Kalimantan Barat Sebagai Produsen Bioenergi Pemerintahan Indonesia menyadari betul akan adanya krisis energi. Kesadaran tersebut dapat dicermati dengan ditetapkannya Instruksi Presiden (Inpres Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati sebagai Bahan Bakar Lain. Dan dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Baik Inpres dan Perpres tersebut pada dasarnya menekankan kepentingan bio energi. Menghadapi krisis energi tersebut Kurtubi (2005) mewacanakan pentingnya dibangun kebun energi. Kebun energi nantinya akan menjadi penyuplai bahan bakar nabati (sebagai campuran) yang berupa jarak pagar, singkong, tebu, kacang-kacangan, jagung, kelapa, kelapa sawit, bunga matahari, dan lain sebagainya. Kalimantan Barat salah satu daerah di Indonesia memiliki potensi yang besar dalam penyediaan bioenergi karena Kalimantan Barat merupakan salah produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Dari data Deptan tahun 2008-2010, produksi kelapa sawit Kalimantan Barat terus meningkat. Tahun 2010, produksi kelapa sawit Kalbar adalah 881.768 ton meningkat dari tahun 2008 yang hanya memproduksi 392.002 ton. Potensi ini harus didukung oleh pihak pemerintah agar kedepannya Kalbar dapat menjadi produsen terbesar untuk produk bioenergi dari kelapa sawit. Beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah sebagai solusi untuk meningkatkan produktivitas bioenergi yaitu :

1. Menggalakkan riset yang berkaitan dengan bio energi 2. Mensinergikan antara masyarakat dengan pemerintah dalam pengembangan bio energi 3. Melakukan penyuluhan dan kemudahan permodalan mengenai pengembangan bioenergi pada petani. Kemudian, rangkul petani untuk bekerjasama sebagai mitra dalam pengembangan bioenergi. 4. Menyediakan alat sederhana untuk pengolahan bio energi dalam home industri maupun UKM (Usaha Kecil Menengah)

Langkah Strategis Menghadapi krisis energi memerlukan langkah strategis semua pihak. Produsen, peneliti, dan pemerintah harus sinergis sehingga tidak timbul anomali program bio energi. Posisi pemerintah dalam program bio energi tidaklah cukup dengan mengeluarkan Inpres maupun Perpres, yang paling ditunggu adalah regulasi nyata dalam program ini. Dalam hal ini pemerintah harus memfasilitasi dan memberi insentif terhadap riset-riset yang concern dalam bidang bio energi, jika perlu memfasilitasi dalam pemberian hak paten terhadap hasil penelitian. Dalam kaitannya dengan produsen maka pemerintah memfasilitasi pengadaan bio energi dari hulu sampai hilir. Dalam hal produksi maka pemerintah harus memperhatikan pemasok bahan baku bio energi (dalam hal ini petani) sampai pengolah (pemroduksi bio energi).

Dengan demikian maka program bio energi sejatinya program pemberdayaan petani, UKM, dan BUMN bidang energi. Dalam kaitanya dengan pemberdayaan petani (khususnya petani plasma) dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Survei lahan yang cocok untuk tanaman sumber bio energi, dapat pula memanfaatkan proyek lahat gambut yang terlantar. 2. Pengadaan bibit, pupuk, dan pembinaan menyangkut karakteristik produksi tanaman yang standar untuk pengolahan bio energi, semisal ukuran, kadar air, umur, dan lain sebagainya. 3. Pemberian kredit lunak terhadap petani plasma. 4. Membuka selebar-lebarnya peluang untuk menjadi petani plasma 5. Memberi insentif dan penghargaan khusus kepada petani yang berhasil. 6. Membangun sentra-sentra bio energi

UKM dalam program ini dapat memposisikan diri dalam pengadaan mesin-mesin dari yang tepat guna (sederhana) sampai yang canggih, serta dapat menjadi broker bahan setengah jadi kepada BUMN atau perusahaan swasta lainnya.

Kelangsungan energi

masa depan bergantung pada kemampuan melakukan

diversifikasi dan ekstensifikasi energi, dan eksistensi suatu negara sangat ditopang oleh kondisi energi nasionalnya. Indonesia sebagai negara yang kaya akan potensi nabatinya sudah seharusnya menjadikan rintisan bio energi sebagai energi utama, bukan sekedar alternatif.

Daftar Pustaka 1. Ibrahim, Tatang L.M. 2010. Potensi Pengembangan Integrasi Ternak dan Sawit di Kalimantan Barat. Pontianak : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat 2. http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/commodityarea.php?ic=2&ia=61 diunduh tanggal 19 November 2012 pukul 10.12 3. http://www.esdm.go.id/berita/323-energi-baru-dan-terbarukan/4530-potensibioenergi-diindonesia-mencapai-49810-mw.html diunduh tanggal 19 November 2012 pukul 11.20

Anda mungkin juga menyukai