Anda di halaman 1dari 10

BAB III

PENYAJIAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medik

Nama

: Ny. K.L

Umur

: 54 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Ds. Nyampan, Bengkayang

Suku

: Dayak

Agama

: Kristen

Status

: Menikah

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Tanggal Masuk

: 30 November 2014

Tanggal Operasi

: 8 November 2014

B. PEMERIKSAAN PRA ANESTESI


1. Anamnesa
a. Keluhan utama : Nyeri pinggang sebelah kanan
b. Riwayat Penyakit Sekarang

: Pasien mengeluh nyeri pinggang

sejak sekitar 1 tahun yang lalu. Nyeri pinggang yang dirasakan


tersebut menjalar ke perut seperti kram. Sejak masuk rumah sakit
pasien mengeluh kencingnya tidak lampias, keluhan kencing nyeri dan
berdarah disangkal. Nyeri pinggang kembali muncul dan semakin
tidak tertahankan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan pasien
dibawa ke IGD RSUD dr. Abdul Azis. Pasien telah mendapatkan
pengobatan ranitidine, ketorolac, ceftriaxone dan ondansentron.
c. Riwayat Penyakit Dahulu : Diabetes mellitus, hipertensi, asma dan
penyakit jantung disangkal.
d. Riwayat Penyakit Pernapasan : disangkal
e. Riwayat Penyakit Kardiovaskular : disangkal
f. Riwayat Penyakit Lain : disangkal

g. Riwayat Alergi Obat : disangkal


h. Riwayat Operasi : disangkal
i. Kebiasaan : Merokok ( - ), alkoholik ( - ), obat-obatan ( - )
2. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum : Baik
Vital sign

Mata

GCS E4M6V5

TD

: 120/80 mmHg

: 68 kali per menit

Rr : 16 kali per menit

Suhu

: 36,9

BB : 58 kg

: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor


3mm

Mulut

: malampati derajat 1

Jalan nafas

: tersumbat (-), ompong (-), gigi palsu (-), oedem (-),


kekakuan sendi rahang (-), kaku leher (-)

Thorax

: Inspeksi
Palpasi

: Simetris (+), retraksi dinding dada (-)


: Vocal fremitus normal, iktus kordis teraba
di linea midclavicula sinistra ICS 5

Perkusi : Pulmo : Sonor (+), Cor : pekak (+)


Auskultasi : Cor

: S1-S2 tunggal, regular, murmur (-)

Pulmo : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-),


Wheezing (-/-)
Abdomen:
I : datar, distended (+), massa (-), skar (-), caput medusa (-)
A : Bising usus (-)
P : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
P : Timpani (+) pada empat kuadran
Ekstremitas : Oedem

- - -

akral dingin

3. Pemeriksaan penunjang :
a. Laboratorium
Hemoglobin

: 13,1

Hct

35,6

GDS

: Kualitatif (-)

Ureum

: 28,2

Eritrosit

: 4,44

Creatinin

: 0,8

Leukosit

: 8,9

Albumin

: TD

Trombosit

: 224

Natrium

: TD

Gol darah

: A

Kalium

TD

Clorida

: TD

HbsAg

: TD

PT
:

APTT

:
b. Foto Polos thorax : dalam batas normal
c. EKG : normal
4. Kesimpulan :
Kelainan sistemik

: Tidak Ada Kelainan Sistemik

Kegawatan

: Tidak Ada

Status fisik ASA

:I

C. RENCANA ANESTESI
1. Persiapan Operasi
-

Informed consent
Persetujuan operasi tertulis (+)
Puasa 6 jam
Persiapan WB 1 kolf

2. Jenis Anestesi

: Anestesi umum

3. Teknik Anestesi

: GA intubasi, SC, ET no. 7, NK


4.Obat-obatan

: midazolam 5mg, fentanyl 100g,

propofol 150mg, atracurium besilat 30mg


5. Maintenance

: O2 2 lpm, N20 2 lpm, isoflurance 1,5 vol %


6.Monitoring

tanda-tanda

anestesi dan perdarahan

vital,

kedalaman

7. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan

D. TATALAKSANA ANESTESI
1. Di ruang persiapan
- Pasien masuk ke ruang persiapan operasi
- Pemeriksaan kembali : identitas pasien, persetujuan operasi, lama
puasa 6 jam, dan darah yang akan diperlukan.
- Pastikan pasien terlah terpasang infus dan lancer serta kateter urin.
- Persiapkan peralatan dn obat-obatan anestesi.
2. Di ruang operasi
- Pasien masuk ke ruang operasi, manset dan indikator saturasi oksigen
-

dipasang serta monitor menyala.


Dilakukan premedikasi dengan midazolam 5 mg dan fentanyl 100 g

secara IV
Dilakukan induksi dengan propofol 150 mg IV, segera kepala
diekstensikan, facemask didekatkan pada hidung dengan O2 4 lpm.
Setelah refleks bulu mata menghilang, atracurium besilat 30 mg
diinjeksikan secara IV. Dilakukan pemijatan ambu hingga saturasi
100%. Sesudah tenang dilakukan intubasi dengan endotrakeal tube no.
7. Setelah terpasang dengan baik dihubungkan dengan mesin anestesi
untuk mengalirkan O2 2 lpm, N2O 2lpm dan isoflurance 1,5 vol %.

Nafas dikendalikan dengan ventilator.


Setelah anestesi berjalan dengan baik, operasi dimulai,
Tanda-tanda vital terus dimonitor sampai operasi selesai dan pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan sebelum dibawa kembali ke bangsal.

Monitoring Selama Anestesi


Jam
11.00
11.05
11.10
11.15
11.20
11.25
11.30
11.35
11.40

Tensi
137/74
107/73
100/70
105/71
110/74
115/80
124/85
135/85
140/85

Nadi
71
71
67
62
73
71
73
72
74

Sa02
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%

11.45
11.50
11.55
12.00
12.05
12.10
12.15
12.20
12.25
12.30
12.35
12.40
12.45
12.50
12.55
13.00
13.05

140/85
125/90
122/77
114/78
112/77
127/76
128/80
118/78
117/69
127/83
131/85
129/79
115/69
124/81
127/82
134/80
121/76

72
76
76
78
76
78
74
81
73
75
78
71
80
73
76
76
71

100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%
100%

3. Di ruang pemulihan
Monitoring Pasca Anestesi
Jam
13.1

Tensi
140/85

Nadi
74

RR
100%

5
13.2

140/85

72

100%

0
13.2

125/90

76

100%

5
13.3

122/77

76

100%

0
13.3

114/78

78

100%

5
13.4

112/77

76

100%

0
13.4

127/76

78

100%

5
13.5

128/80

74

100%

0
13.5

118/78

81

100%

5
14.0

117/69

73

100%

0
14.0

127/83

75

100%

5
4. Instruksi Pasca Anestesi
- Posisi terlentang
- Tirah baring 24 jam
- Kontrol tanda-tanda vital
- Infus RL 20 tpm
- Inj. Ketorolac 30 mg tiap 8 jam
- Drip Tramadol 200mg dalam 500 cc RL 10 tpm
- Inj. Ondansentron 4 mg bila pasien mengeluh mual

BAB IV
PEMBAHASAN
Pembedahan atau operasi akan dilakukan pada seorang wanita, 47 tahun
dengan berat badan 58 kg. Setiap pembedahan akan dilakukan anestesi untuk

menghilangkan rasa sakit/nyeri pasien selama proses operasi. Anestesi dilakukan


sesuai prosedur yang ada mulai dari pemeriksaan pre anestesi hingga
penatalaksanaan pasien pasca pembedahan di bangsal.
Pada kasus ini, pasien dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan yang
telah didiagnosis urolithiasis oleh dokter bedah dan akan dilakukan pembedahan.
Untuk menentukan teknik atau prosedur yang akan dilakukan selama proses
anestesi maka dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang sebelum proses anestesi dilakukan.
Dari data anamnesis yang dilakukan terhadap pasien, pasien menyangkal
adanya riwayat penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, hipertensi, asma atau
sesak napas serta penyakit jantung. Penilaian riwayat penyakit ini penting untuk
mengetahui pemilihan obat apa yang tepat serta mempertimbangkan pemilihan
teknik anestesi untuk mengurangi kemungkinan terburuk, baik selama operasi
maupun pasca operasi.
Selain anamnesis, dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien dan didapatkan
keadaan dalam batas normal, baik tanda-tanda vital, keadaan mulut dan leher,
thorax, abdomen maupun ekstremitas. Penilaian ini dilakukan sebelum operasi
dilakukan atau dikenal dengan sebutan pra anestesi. American Sociey
Anesthesiology (ASA) membuat klasifikasi status fisik pasien sebagai berikut.
a. ASA I

: Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa

kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.


b. ASA II

: Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan

sedang sebagai akibat kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka


mortalitas 16%.
c. ASA III

: Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas

harian terbatas. Angka mortalitas 38%.


d. ASA IV

: Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam

jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi


organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%.

e. ASA V

: Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi

hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa
operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.
Berdasarkan klasifikasi tersebut, pasien ini termasuk dalam ASA I dimana
pasien dalam keadaan sehat, kelainan bedah terlokalisir tanpa adanya kelainan
sistemik lainnya.
Pada pasien dipilih untuk dilakukan tindakan anestesi umum dengan
intubasi endotrakeal napas terkendali dengan pertimbangan keuntungan yang
didapat dari tindakan anesthesia tersebut. Keuntungan dari tindakan ini antara
lain: jalan nafas yang aman dan terjamin karena terpasang ETT, pasien akan
merasa lebih nyaman karena dalam keadaan tertidur dan terhindar dari trauma
terhadap operasi serta kondisi pasien lebih mudah dikendalikan sesuai dengan
kebutuhan operasi, dimana pada operasi ini pasien dalam keadaan lateral
decubitus atau miring ke kanan yang bila pasien dalam keadaan sadar
dikhawatirkan akan muncul keluhan pegal ataupun kesulitan jalan napas.
Untuk mencapai trias anestesi yaitu analgesic, hypnosis dan relaksasi otot
maka setelah dipasang jalur intravena dengan cairan RL (ringer Laktat) sebagai
loading mulai dimasukkanlah obat-obat premedikasi, midazolam 5 mg bertujuan
untuk memberikan efek sedasi dan amnesia retrograde, fentanyl 100 mcg sebagai
analgetik opioid, propofol 150 mg sebagai obat induksi anestesia, muscle relaksan
dengan golongan non-depolarisasi jenis intermediete acting yaitu atrakurium dosis
30 mg. Sebagai obat anestesi diberikan isofluran 1,5 vol % dengan tambahan O2 2
lpm dan N2O 2 lpm.
Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke ruang recovery room.
Pasien segera diperiksa nilai kesadarannya menggunakan Aldrette score. Penilaian
tersebut mencakup penilaian terhadap kesadaran, warna kulit, aktivitas,
kardiovaskuler dan respirasi. Pasien ini mendapat nilai 9/10 yang berarti pasien
dapat dipindahkan ke ruang perawatan.
Pemberian obat-obatan analgesik tetap dilnjutkan hingga pasien kembali di
ruangan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri pada luka pasca operasi. Selain

obat-obatan, terapi cairan juga diberikan secara tepat untuk mengoreksi


kehilangan darah selama operasi.
a.
b.

Defisit cairan karena puasa 6 jam 2 x 58 x 6 = 696 cc


Kebutuhan cairan selama operasi sedang selama 2 jam = kebutuhan
dasar selama operasi + kebutuhan operasi sedang (2 x 58 x 2) + (6 cc x 58

c.

x 2) = 232 cc + 696 cc = 928 cc


Perdarahan yang terjadi kira-kira 250 cc
EBV = 70 cc x 58 = 4060 cc.
Darah yang hilang = 250/4060 x 100% = 6,15 % EBV
Bila perdarahan 10% dari EBV maka dapat diberikan kristaloid subsitusi
dengan perbandingan 1 : 2-4 ml cairan kristaloid. Jadi pada pasien ini :
= 1 : 2-4 ml
= 250 : 500 cc 1000 cc kristaloid
Jadi perdarahan saat operasi yang keluar sekitar 250 cc dapat diganti

dengan kristaloid sebesar 500 cc-1000 cc


d.
Kebutuhan cairan total = 696 + 928 + (500-1000) = 2124 cc 2624
cc
e.
f.

Cairan yang sudah diberikan


Pra anestesi = 500 cc
Saat operasi = 1000 cc
Total cairan yang masuk = 1500

Jadi kekurangan cairan sebesar 624 cc 1124 cc maka penambahan cairan masih
diperlukan saat pasien dibangsal ditambah kebutuhan cairan per hari selama 24
jam.
g. Terapi cairan pasca bedah

Memenuhi kebutuhan air, elektrolit nutrisi


Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah (cairan lambung,

febris)
Melanjutkan penggantian defisit pre operatif dan durante operatif
Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan

Kebutuhan cairan pasien post operasi 50 cc /kgBB/24 jam (BB = 58


kg)
50 cc x 58 kg = 2900 cc/24 jam

Kebutuhan elektrolit anak dan dewasa

Na+

= 2 - 4 mEq / kgBB
= (2 x 58) (4 x 58) = 116 232 mEq

K+

= 1 2 mEq / kgBB
= (1 x 58) (2x58) = 58 116 mEq

Kebutuhan Kalori Basal


Dewasa = BB x 20-30
= (58 x 20) (58 x 30)
= 1160 1740 mEq
Pada pasien post operasi yang tidak puasa, pemberian cairan diberikan

berupa cairan maintenance selama di ruang pulih sadar (RR). Apabila


keluhan mual, muntah, dan bising usus sudah ada maka pasien dicoba
untuk minum sedikit-sedikit. Setelah kondisi baik dan cairan oral adekuat
sesuai kebutuhan, maka secara perlahan cairan maintenance parenteral
dikurangi. Apabila sudah cukup cairan hanya diberikan lewat oral saja.

Anda mungkin juga menyukai