Anda di halaman 1dari 2

Dekade ini Indonesia memasuki puncak krisis energi fosil (minyak bumi, batubara, dan gas

alam) dikarenakan terimbas lonjakan harga minyak dunia. Dampak dari kenaikan bahan bakar
minyak (BBM) hari demi hari semakin membebani rakyat-rakyat yang belum pulih dari krisis
ekonomi yang berkepanjangan. Situasi seperti ini menyimpulkan bahwa terpenuhnya kebutuhan
bahan bakar dan energi merupakan indikator kemakmuran dan kestabilan sebuah negara, untuk
itu diperlukanlah strategi mencari sumber-sumber energi alternatif agar bangsa tetap bertahan
ditengah krisis yang sedang dihadapi saat ini. Untuk keluar dari krisis energi merupakan suatu
keniscayaan untuk mencari sumber-sumber energi hijau yang berasal dari dalam negeri, yang
akan digunakan sebagai pengganti sumber energi primer. Pemerintah juga telah menerbitkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional
dan Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar
nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain. Pemanfaatan energi hijau memang merupakan
kebutuhan yang sulit untuk dihindari lagi. Akan tetapi pada pengembangannya tanaman bahan
bakar nabati membuat usaha perkebunan tidak hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
pangan semata, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan akan suplai energi sehingga dilakukan
suatu upaya untuk memanfaatkan minyak bekas (minyak jelantah) sebagai bahan bakar biodiesel
untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari
campuran mono – alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif
bagi bahan bakar mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak nabati
misalnya: minyak sawit, minyak kelapa, minyak kemiri, minyak jarak pagar, dan minyak
berbagai tumbuhan yang mengandung trigliserida. Potensi untuk mengembangkan biodiesel di
Indonesia sangatlah besar khususnya di wilayah Bali, melihat ketersediaan minyak jelantah
yang semakin hari semakin berlimpah. Salah satu sekolah bertaraf internasional yang ada di
Bali yaitu Green School sedang melakukan upaya implementasi minyak jelantah menjadi
biodiesel yang diaplikasikan pada kendaraan diesel merk toyota hiace. Biodiesel yang
digunakan di Green School adalah B30 yang sesuai dengan Program Pemerintah Peraturan
Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015 yang mewajibkan pencampuran 30% Biodiesel dengan
70% bahan bakar minyak jenis solar, yang menghasilkan produk Biosolar B30. Aksi ini
dilakukan oleh para murid green school yang sangat peduli akan lingkungan dengan
menggunakan bahan baku limbah minyak jelantah yang dihasilkan dari aktivitas-aktivitas intern
seperti memasak. Manfaat yang didapatkan dengan menggunakan bahan bakar biodiesel
adalah Angka setana lebih tinggi (>57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik dibanding
dengan minyak solar, ramah lingkungan karena tidak ada emisi gas sulfur, biodiesel diproduksi
dari bahan pertanian sehingga dapat terus diperbaharui, dan masih banyak manfaat lain yang
didapatkan. Dengan melakukan upaya biodiesel sebagai bahan bakar pada kendaraan dapat
menciptakan sustainable transportation dan mengurangi masalah-masalah pencemaran
lingkungan seperti limbah minyak jelantah.

Anda mungkin juga menyukai