Anda di halaman 1dari 13

PENERAPAN TEKNOLOGI

BIOPROSES( BIOFUEL)
M. SUSAN SOFYAN SUKURI
RIFKY PERMANA
ISU PERKEMBANGAN BIOFUEL DI INDONESIA DAN
DUNIA

Pengembangan biofuel di indonesia telah menjadi fokus pemerintah sejak awal


tahun 2000an sebagai cara untuk mengurangi ketergantungan negara terhadap minyak
impor. Pemerintah telah menetapkan target produksi bahan bakar nabati, dengan
sasaran sebesar 8 juta kiloliter pada tahun 2020. Bahan bakar nabati dipandang sebagai
pasokan energi utama yang potensial di indonesia, namun terdapat kekhawatiran
mengenai rencana dan strategi pemerintah untuk masa depan bahan bakar nabati
dalam menghadapi krisis energi.
Teknologi alternatif dan percepatan transisi energi. Pengembangan biofuel juga
dipandang sebagai cara untuk meningkatkan ketersediaan energi bagi masyarakat,
karena konsumsi bahan bakar cair didominasi oleh sektor transportasi dan
diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat di masa depan. Pemerintah telah
menerapkan program wajib bahan bakar nabati, seperti B20 dan B30, yang berhasil
meningkatkan penggunaan biodiesel dan memperbaiki neraca perdagangan negara.
Penggunaan biofuel juga dilihat sebagai peluang untuk merangsang pembangunan
pertanian dan memberdayakan perekonomian pedesaan. Indonesia mempunyai
potensi besar untuk pengembangan biofuel karena melimpahnya sumber sampah
organik, termasuk sisa pertanian, sisa makanan, dan sumber organik lainnya.
Pengembangan biofuel di dunia telah mengalami pertumbuhan yang
signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Menurut gabungan pengusaha kelapa
sawit indonesia (GAPKI), konsumsi biofuel global telah meningkat empat
setengah kali lipat dari 93,2 juta ton pada tahun 2006 menjadi 419,6 juta ton
pada tahun 2016. Indonesia adalah pemain utama dalam pertumbuhan ini, dan
menjadi negara ketiga dalam pertumbuhan ini. Produsen biofuel terbesar di
dunia, setelah amerika serikat dan brazil. Penggunaan biofuel diperkirakan
akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2020, dengan uni eropa menjadi
pasar yang signifikan bagi biodiesel.
Pemerintah indonesia telah secara aktif mempromosikan penggunaan biofuel,
khususnya biodiesel, sebagai alternatif bahan bakar fosil untuk mengurangi impor
minyak dan mendorong kemandirian energi. Indonesia telah menjadi pionir dalam
pencampuran biodiesel, khususnya campuran biodiesel 30% pada bahan bakar
solar, yang merupakan yang pertama dan terbesar di dunia untuk semua sektor.
Pengembangan biofuel berkelanjutan juga menjadi fokus pemerintah, dengan
adanya strategi untuk mengembangkan berbagai jenis biofuel, termasuk biodiesel,
bioetanol, bioavtur, dan HVO, untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan
memanfaatkan produk samping dan turunan minyak sawit non-cpo.
DEFINISI BIOFUEL

Biofuel adalah bahan bakar yang berasal dari sumber daya alam yang dapat
diperbarui, seperti tanaman, alga, dan limbah organik. Ini berbeda dari bahan bakar
fosil, seperti minyak bumi atau batubara, karena sifat produksinya yang berbahan
dasar dari senyawa-senyawa dalam makhluk hidup. Biofuel dapat dihasilkan
secara langsung dari tanaman atau secara tidak langsung dari limbah industri,
komersial, domestik, atau pertanian.
Ada tiga cara pembuatan biofuel:
• Pembakaran limbah organik kering (seperti buangan rumah tangga, limbah
industri, dan pertanian)
• Fermentasi limbah basah (seperti kotoran hewan) tanpa oksigen untuk
menghasilkan alkohol dan ester
• Fermentasi tebu atau jagung untuk menghasilkan alkohol dan ester, serta
menghasilkan energi dari hutan (menghasilkan kayu dari tanaman yang cepat
tumbuh sebagai bahan bakar).
TEKNOLOGI DAN PERKEMBANGAN BIODISEL

Teknologi biodiesel berkembang dengan pemilihan proses dan bahan baku yang lebih ramah
lingkungan. Biodiesel diproduksi melalui proses transesterifikasi atau esterifikasi bergantung pada
kandungan katalis homogen atau heterogen. Di indonesia, biodiesel berbasis minyak kelapa sawit
memiliki prospek yang baik, dan teknologi produksi biodiesel berbasis sawit sesuai untuk diaplikasikan
ke mesin diesel karena memiliki karakteristik standar bahan bakar mesin, ekonomis, dan berkelanjutan.
Proses produksi biodiesel melibatkan reaksi transesterifikasi antara minyak nabati dan metanol
menggunakan katalis basa naoh atau katalis lainnya. Bahan baku biodiesel di indonesia berasal dari
minyak sawit (CPO), namun tanaman lain seperti jarak, jarak pagar, kemiri, dan nyamplung juga
berpotensi sebagai bahan baku. Selain itu, terdapat usulan untuk pengembangan teknologi produksi
biodiesel menggunakan metode in situ transesterifikasi.
Perkembangan biodiesel di indonesia telah menunjukkan pertumbuhan yang pesat dalam
beberapa tahun terakhir. Pemerintah indonesia berupaya memenuhi suplai biodiesel dari industri
nasional dengan menerapkan kebijakan mandatori penggunaan biodiesel.
Untuk mendorong produksi biodiesel, pemerintah telah merespons dengan menerapkan CPO fund.
Sebagai contoh, melalui program B30, indonesia menjadi negara pertama di dunia yang menerapkan
campuran 30% biodiesel dalam solar. Selain itu, indonesia juga berhasil melampaui negara-negara
lain dalam produksi biodiesel, seperti china dan thailand. Hal ini menunjukkan kemajuan yang
signifikan dalam pengembangan biodiesel di indonesia.
Pengembangan biodiesel di indonesia melalui perjalanan panjang, dimulai dari riset di
laboratorium hingga uji coba pada mesin. Berbagai lembaga dan forum, seperti forum biodiesel
indonesia (FBI), serta lembaga riset seperti lembaga riset perkebunan indonesia (LRPI) dan pusat
penelitian kelapa sawit (PPKS), telah berperan penting dalam pengembangan biodiesel di indonesia.
PROSES transesterifikasi atau esterifikasi
ISTILAH ESTERIFIKASI MENGACU PADA REAKSI ASAM KARBOKSILAT, DALAM HAL
INI ASAM LEMAK DENGAN ALKOHOL UNTUK MENGHASILKAN ESTER REAKSI
ESTERIFIKASI DIPENGARUHI OLEH BEBERAPA FAKTOR, DIANTARANYA ADALAH:
JUMLAH PEREAKSI METANOL DAN ASAM LEMAK BEBAS, WAKTU REAKSI,
SUHU,KONVERSI KATALIS DAN KANDUNGAN AIR PADA MINYAK REAKTAN
METANOL DITAMBAHKAN BERLEBIH (BIASANYA LEBIH DARI 10 KALI RASIO
STOIKIOMETRI) SUPAYA PROSES KONVERSI DAPAT BERJALAN SEMPURNA. REAKSI
ESTERIFIKASI BIASANYA DILAKUKAN PADA TAHAP PRODUKSI BIODIESEL
DENGAN MENGGUNAKAN MINYAK YANG MEMILIKI KADAR ASAM LEMAK BEBAS
LEBIH DARI 2%.
REAKSI INI BERTUJUAN UNTUK MENURUNKAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS
DARI MINYAK NABATI TERSEBUT HINGGA MEMILIKI KADAR ASAM LEMAK
BEBAS KURANG DARI 2%. REAKSI ESTERIFIKASI ADALAH REAKSI METANOL
DENGAN ASAM LEMAK BEBAS MEMBENTUK METIL ESTER MENGGUNAKAN
KATALIS ASAM KATALIS ASAM YANG SERING DIGUNAKAN PADA PROSES
ESTERIFKASI ANTARA LAIN ASAM KLORIDA (HCL) DAN ASAM SULFAT (H2SO4).
TRANSESTERIFIKASI ADALAH REAKSI ESTER BARU YANG MENGALAMI PENUKARAN
POSISI ASAM LEMAK. PADA PRODUKSI BIODIESEL, PRINSIPNYA PROSES
TRANSESTERFIKASI ADALAH MENGELUARKAN GLISERIN DARI MINYAK DAN
MEREAKSIKAN ASAM LEMAK BEBASNYA DENGAN ALKOHOL (METANOL) MENJADI
METIL ESTER. REAKSI TRANSESTERIFIKASI DIPENGARUHI OLEH FAKTOR INTERNAL
(SIFAT MINYAK) DAN FAKTOR EKSTERNAL (PROSES REAKSI)
• FAKTOR INTERNAL MERUPAKAN KONDISI YANG BERASAL DARI MINYAK, SEPERTI
KADAR AIR DAN ASAM LEMAK BEBAS.
• FAKTOR EKSTERNAL YANG BERPENGARUH DIANTARANYA ADALAH KANDUNGAN
ASAM LEMAK BEBAS DAN KADAR AIR MINYAK, JENIS KATALIS DAN
KONSENTRASINYA, PERBANDINGAN MOLAR ANTARA ALKOHOL DENGAN MINYAK
DAN JENIS ALKOHOL, SUHU DAN LAMA REAKSI, INTENSITAS PENCAMPURAN DAN
PENGGUNAN CO-SOLVENT ORGANIK.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai