BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam beberapa abad terakhir, sejak revolusi industri pertama, minat
untuk memahami proses pembakaran semakin meningkat (Nurmukan, 2021).
Pembakaran bahan kimia dalam mesin lebih dari sekadar transformasi energi
kimia menjadi energi kinetik. Pengolahan bahan bakar, mesin dan gas buang
membentuk satu kesatuan dengan saling ketergantungan dan potensi optimalisasi
(Unglert et al., 2020). Setiap harinya di Indonesia konsumsi BBM tingkat nasional
rata-rata mencapai 140.000-180.000 kiloliter. Meningkatnya kebutuhan akan
energi ini menyebabkan eksploitasi dan konsumsi energi dari minyak bumi
semakin tinggi dam cadangan minyak bumi semakin menipis (Devita, 2015)
(paraphrase). Permintaan energi dunia yang terus meningkat dan perubahan iklim
global yang disebabkan emisi gas rumah kaca telah menciptakan kebutuhan untuk
mencari solusi energi terbarukan dan berkelanjutan. Bahan bakar fosil sekarang
dianggap sebagai sumber energi yang tidak terbaharukan karena terus menipis dan
mencemari lingkungan. Energi terbarukan sebagai sumber energi mendapat
perhatian karena menipisnya cadangan minyak yang tersedia dan peraturan
lingkungan yang ketat. Permintaan energi primer dunia meningkat rata-rata 1,8%
per tahun dari tahun 2005 hingga 15 tahun ke depan (Singh et al., 2019). Hal ini
mendorong kita mencari berbagai cara untuk menghemat penggunaan minyak
bumi serta menciptakan energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar fosil
(Julianti et al., 2014) (paraphrase). Penggunaan biodiesel dapat memecahkan dua
krisis yaitu krisis bahan bakar dan kerusakan lingkungan (Lestari, 2019).
Minyak dari kelapa sawit adalah salah satu minyak nabati yang digunakan
dalam produksi biodisel. Dibandingkan bahan dasar nabati lainnya seperti minyak
kelapa dan minyak jarak, kelapa sawit menghasilkan minyak nabati paling tinggi
sebesar 5,950 liter/ha/tahun, sedangkan kelapa 2,689 liter/ha/tahun, dan biji jarak
1,892 liter/ha/tahun (Devita, 2015). Sebagai negara yang tanahnya subur,
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk berperan dalam industri
kelapa sawit (Julianti et al., 2014). Minyak sawit merupakan bahan baku biodiesel
yang paling berpotensi berdasarkan jumlah pasokan dan harga dibandingkan
dengan minyak nabati yang lainnya. Minyak sawit memiliki produktifitas sebesar
3,62 ton/hektar/tahun, atau 5,3 kali lebih besar dibandingkan dengan minyak
rapeseed, 7,8 kali lebih besar dibandingkan dengan minyak bunga matahari, 9 kali
lebih besar dibandingkan dengan minyak kedelai. Keunggulan minyak sawit
selain produktifitasnya yang tinggi, harga minyak sawit juga lebih murah
dibandingkan minyak nabati yang lainnya, yaitu pada kisaran 1.238,57 – 1.077.78
USD/MT sejak bulan Januari 2011 hingga Agustus 2021, oleh karena itu, minyak
sawit sangat prospek untuk menjadi bahan baku produksi biodiesel (Latisya,
2022).
Tujuan
Khusus:
Manfaat
Urgensi