Anda di halaman 1dari 38

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan ekonomi masyarakat, pembangunan dan perluasan daerah
yang terjadi tiap tahun menyebabkan peningkatan kebutuhan energi di seluruh
sendi kehidupan. Hasil kajian Departmen Teknologi Energi dan Sumber Daya
Mineral menunjukkan terjadinya peningkatan penggunaan energi per kapita.
Gambar 1.1 menunjukkan terjadinya peningkatan konsumsi energi per kapita dari
tahun 2017 dengan 2,95 BOE (Barrel Oil Equivalent) per kapita menjadi 3,53
BOE per kapita di tahun 2019 (Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral,
4
3.8
[Y VALUE]
3.6
3.4 [Y VALUE]
BOE per kapita

3.2
[Y VALUE] [Y VALUE] [Y VALUE] [Y VALUE]
3 [Y VALUE]
2.8
2.6
2.4
2.2
2
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Tahun

Gambar 1. 1 Intensitas Konsumsi Energi Per Kapita


(Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral, 2020)
2020).
Peningkatan konsumsi energi tersebut membuat penelitian mengenai
energi alternatif terus dikembangkan. Jenis energi alternatif yang bisa digunakan
sebagai pilihan lain dari bahan bakar minyak adalah biodiesel. Biodiesel memiliki
keuntungan bagi lingkungan karena biodiesel berbasis dari sumber biologis yang
bisa dilakukan recovery seperti minyak tumbuhan dan lemak hewan. Biodiesel
bersifat biodegrable dan tidak beracun serta memiliki emisi yang rendah sehingga
ramah lingkungan (Talha dan Sulaiman, 2016).
Biodiesel dapat langsung dimanfaatkan pada mesin yang tersedia tanpa
harus dimodifikasi. Biodiesel yang seluruhnya berasal dari sumber alami maka

1
tidak memiliki kandungan sulfur, hidrokarbon siklik, logam atau sisa minyak
mentah juga dapat meningkatkan keamanan energi dan menguntungkan secara
ekonomi, biodiesel adalah bahan bakar teroksigenasi sehingga emisi yang berasal
dari karbon monoksida lebih sedikit dibanding bahan bakar diesel konvensional,
penggunaan biodiesel dapat memperpanjang masa pemakaian mesin diesel karena
bahan bakar ini dapat lebih melumasi dibandingkan dengan bahan bakar
petroleum (Jaichandar dan Annamalai, 2011).
Biodiesel banyak memberi keuntungan seperti yang telah dijabarkan
sehingga pengembangan mengenai produksi biodiesel penting untuk terus
dilakukan. Feedstock adalah sesuatu yang krusial dalam produksi biodiesel karena
bahan baku dapat mempengaruhi biaya produksi total dari biodiesel. Pemilihan
bahan baku dan strategi untuk menggunakan bahan baku dengan biaya rendah
dapat menekan biaya produksi dari biodiesel. Bahan baku biodiesel dikategorikan
dalam tiga generasi. Bahan baku generasi pertama adalah minyak nabati edible,
generasi kedua adalah minyak nabati non-edible dan minyak jelantah, serta
generasi ketiga adalah bahan baku yang berasal dari alga dan mikroorganisme lain
(Singh dkk., 2014). Mikroalga dipertimbangkan sebagai bahan baku yang
potensial karena efisiensinya untuk mengnyimpan kandungan lemak yang tinggi
di dalam sel. Mikroalga dapat dipanen setiap hari dan digunakan sebagai bahan
baku biodiesel, metana, etanol, butanol dan hidrogen tergantung pada konstituen
dari mikroalga (tepung, gula atau minyak) karena mikroalga dapat
mengakumulasi lemak dengan konsentrasi tinggi saat dikultur pada kondisi
nitrogen terbatas, salinitas tinggi dan intensitas cahaya yang tinggi (Rawat dkk.,
2013; Stephens dkk., 2010).
Teknik yang umumnya digunakan untuk produksi biodiesel adalah trans-
esterifikasi. Trans-esterifikasi adalah proses dengan menggunakan katalis untuk
mengkonversi bahan baku yang kaya akan lipid menjadi biodiesel (Avhad dan
Marchetti, 2015). Seleksi dan pemanfaatan katalis pada proses trans-esterifikasi
adalah hal yang perlu perhatian khusus. Katalis heterogen dapat dipertimbangkan
sebagai jenis katalis yang menguntungkan pada proses produksi biodiesel karena
katalis heterogen sangat mudah dilakukan pemisahan dari produk akhir dan dapat
dengan mudah dilakukan recovery katalis sehingga mudah untuk digunakan

2
kembali hal ini membuat katalis heterogen lebih unggul daripada katalis
homogen. Katalis heterogen untuk reaksi trans-esterifikasi dibagi dalam dua jenis
yaitu katalis heterogen asam serta katalis heterogen basa. Katalis heterogen basa
bekerja lebih cepat pada reaksi trans-esterifikasi jika dibanding dengan
penggunaan katalis heterogen asam. Salah satu contoh katalis heterogen basa yang
dapat dimanfaatkan adalah katalis oksida logam alkali dan alkali tanah (Nayak
dkk., 2019).
Proses pemanasan dengan menggunakan gelombang mikro (microwave)
dapat meningkatkan laju reaksi dan mengurangi konsumsi energi. Pemanasan
menggunakan gelombang mikro hanya memerlukan konsumsi energi sebesar
0,075 kWh hal ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan penggunaan pemanas
konvensional yang mengkonsumsi energi sebesar 0,227 kWh. Metode trans-
esterfikasi dengan pemanasan menggunakan gelombang mikro ini juga
memberikan yield yang tinggi dan FAME (Fatty Acid Methyl Ester) yang murni
(Dehghan dkk., 2019).
Laporan penelitian yang dilakukan oleh Joshi dkk., (2016) produksi
biodiesel menggunakan mikroalga Chlorella vulgaris, minyak jatropha dan
minyak pongamia sebagai bahan baku dengan metode trans-esterifkasi dan katalis
heterogen basa oksida logam CaO yang disupport dengan ZnO (Zno/CaO)
menghasilkan yield masing-masing sebesar 99,8%; 99,1% dan 97,8%.
Berdasarkan hasil tersebut pada riset ini akan dilakukan produksi biodiesel dengan
memanfaatkan mikroalga yang berbeda yaitu Nannochloropis sp. karena
penelitian Koberg dkk., (2011) menggunakan crude Nannochloropis dengan
menggunakan katalis SrO hanya menghasilkan yield 37% sehingga diharapkan
dengan penggunaan katalis ZnO/CaO dapat meningkatkan yield biodiesel dengan
bahan baku mikroalga Nannochloropis sp. dengan hasil yang sesuai SNI
7182:2015.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian mengenai hal-hal yang memperngaruhi proses
transesterifikasi untuk produksi biodiesel dari Nannochloropsis sp. meliputi
pengaruh daya microwave, rasio minyak:pelarut (metanol), jumlah katalis yang
ditambahkan, dan waktu reaksi. Maka diperoleh rumusan masalah sebagai

3
berikut:
1. Bagaimana kontrol rasio minyak alga (Nannochloropsis sp.) terhadap
pelarut (metanol), jumlah penambahan katalis ZnO/CaO dan co-solvent
(heksana) pada yield biodiesel dan FFA biodiesel yang dihasilkan?
2. Bagaimana pengaruh dari pengunaan microwave dengan daya tertentu dan
variasi waktu reaksi pada yield biodiesel dan FFA biodiesel yang
dihasilkan?
3. Apa saja senyawa penyusun Fatty Acid Metil Ester (FAME) yang
terkandung dalam biodiesel setelah dilakukan analisa Gas Cromatography
and Mass Spectroscopy (GC-MS) pada yield biodiesel yang tertinggi?
1.3 Tujuan
Rumusan masalah tersebut membawa beberapa tujuan dari riset ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui efek variasi rasio minyak alga (Nannochloropsis sp.) pada
pelarut (metanol), jumlah penambahan katalis ZnO/CaO dan co-solvent
(heksana) pada yield biodiesel dan FFA biodiesel yang dihasilkan.
2. Mengetahui pengaruh dari pengunaan microwave dengan daya tertentu dan
variasi waktu reaksi pada yield biodiesel dan FFA biodiesel yang
dihasilkan
3. Mengetahui senyawa penyusun Fatty Acid Metil Ester (FAME) yang
terkandung pada biodiesel setelah dilakukan analisa GC-MS pada yield
biodiesel paling tinggi.

1.4 Manfaat
Manfaat yang diinginkan dari riset ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil riset ini diharap mampu memberikan pengetahuan mengenai
penggunaan mikroalga Nannochloropsis sp. beserta bagaimana kondisi
operasinya yang optimum untuk produksi biodiesel.
2. Dapat memberi pengetahuan mengenai penggunaan gelombang mikro
(microwave-assisted) dalam proses trans-esterifikasi insitu
3. Sebagai sumber informasi dan pertimbangan untuk masyarakat luas
mengenai penggunaan mikroalga guna mengurangi eksploitasi bahan
bakar minyak yang dapat menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan.

4
4. Sebagai solusi dalam membantuk pemerintah untuk mewujudkan
ketahanan energi nasional.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biodiesel
Biodiesel merupakan mono-alkil ester dari fatty acid rantai panjang
yang bersumber dari minyak sayur atau lemak hewan dan alkohol dengan
atau tanpa penambahan katalis. Biodiesel memiliki sifat yang sangat
biodegrable dan toksisitas yang kecil. Biodiesel tidak menghasilkan sulfur,
karbon monoksida, partikulat, asap, dan emisi hidrokarbon yang
dihasilkan juga sedikit jika dibandingkan dengan bahan bakar diesel
konvensional (Gebremariam dan Marchetti, 2017). Biodiesel umumnya
diproduksi menggunakan metode esterifikasi Free Fatty Acids (FFA),
transesterifikasi atau alkoholisis dari triasilgliserol (TAG) yang berbasis
dari berbagai jenis sumber biologi yang bisa diperbarui (Veljković dkk.,
2018).
Feedstock yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk
memproduksi biodiesel harus memiliki kandungan lemak yang tinggi,
produktivitas yang besar, dan harga yang terjangkau. Selain minyak yang
berasal dari tumbuhan maupun hewan, bahan baku yang juga berpotensi
adalah mikroalga karena mikroalga memiliki berbagai keuntungan
dibanding minyak nabati atau lemak hewan. Mikroalga memiliki periode
karbon yang lebih pendek dan dapat tumbuh dengan cepat. Mikroalga
memiliki efisiensi fotosintesis pada range 3-8% hal ini lebih tinggi jika
dibandingkan tumbuhan biasa yang memiliki efisiensi fotosintesis 0,5%.
Banyak spesies alga yang dapat mengkonversi sinar matahari, nutrient dan
CO2 menjadi protein, karbohidrat dan lemak dengan laju pertumbuhan
yang tinggi sehingga biomassa yang dihasilkan dapat pencapai lima kali
lipat tumbuhan biasa dalam sehari (Singh dkk., 2014).
Bahan baku biodiesel dapat dikonversi menjadi bahan bakar untuk
mesin diesel melalui empat metode yaitu penggunaan secara langsung atau
pencampuran minyak, mikro emulsi, perengkahan termal atau pirolisis dan
reaksi trans-esterifikasi. Dari keseluruhan metode tersebut, reaksi trans-

6
esterifikasi merupakan yang paling banyak dipilih karena memungkinkan
penggunaan berbagai jenis bahan baku untuk memproduksi biodiesel
dengan kualitas yang lebih tinggi dibanding bahan bakar mesin diesel
konvensional (Gebremariam dan Marchetti, 2017).
Metode trans-esterifikasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan
katalis. Katalis yang dimanfaatkan biasanya adalah katalis asam ataupun
basa, katalis enzim seperti lipase juga dapat dimanfaatkan. Katalis asam
menguntungkan secara ekonomi untuk pembuatan biodiesel dari minyak
atau lipid dengan kandungan FFA cukup tinggi namun dibutuhkan waktu
reaksi yang cukup lama dan suhu yang tinggi dibanding penggunaan
katalis basa. Sementara itu, katalis basa mempunyai waktu reaksi yang
lebih cepat daripada katalis asam dan tidak menimbulkan korosi pada
peralatan industri yang digunakan sehingga sering digunakan untuk tujuan
komersil tetapi penggunaan katalis basa dengan adanya air dan jumlah
FFA yang tinggi dapat menimbulkan saponifikasi pada minyak dan reaksi
yang tidak sempurna selama proses ini dapat menimbulkan pembentukan
emulsi yang sulit untuk dipisahkan dari gliserol (Abdulla dkk., 2011;
Zhang dkk., 2003).
Kualitas biodiesel sebagai salah satu produk bahan bakar untuk
mesin diesel ditentukan dari beberapa parameter seperti viskositas
kinematik, massa jenis, titik nyala, dll. Standar biodiesel menurut SNI
(Standar Nasional Indonesia) 7182:2015 dapat ditinjau pada Tabel 2.1 di
bawah ini.
Tabel 2. 1 Standar Biodiesel Menurut SNI 7182:2015

Parameter Satuan Persyaratan


(Min/Maks)
Massa jenis pada 40⁰C Kg/m3 850-890
Viskositaas kinematik pada 40⁰C Mm2/s (cSt) 2,3-6,0
Angka Cetane min 51
Titik nyala ⁰C, min 130
Korosi lempeng tembaga (3 jam pada Nomor 1

7
50⁰C)
Sisa karbon dalam percontoh asli atau %-massa, maks 0,05-0,3
dalam 10% ampas distilasi
Suhu distilasi 90% ⁰C, maks 360
Abu sulfat %-massa, maks 0,02
Parameter Satuan Persyaratan
(Min/Maks)
Sulfur Mg/kg, maks 10
Fosfor Mg/kg, maks 4
Bilangan asam Mg-KOH/g, maks 0,4
Gliserol bebas %-massa, maks 0,02
Gliserol total %-massa, maks 0,24
Kandungan ester metil %-massa, min 96,5
Bilangan iodium %-massa (g-I2 / 115
100g)
Stabilitas oksidasi periode induksi menit 600
metode rancimas
Kestabilan oksidasi periode induksi menit 45
metode petro-oksi
Monogliserida %-massa, maks 0,55
Warna maks 3
Kadar air Ppm, maks 350
CFPP (Cold Filter Plugging Point) ⁰C, maks 15

2.2 Mikroalga
Riset guna memperoleh sumber energi bahan bakar alternatif yang
dapat mengganti bahan bakar fosil terus dilakukan. Salah satu feedstock
yang dapat dimanfaatkan untuk pilihan sumber energi terbarukan tersebut
adalah mikroalga. Mikroalga memiliki komposisi minyak yang dapat
dikonversi menjadi bahan baku dalam produksi biodiesel. Mikroalga juga
dikenal sebagai tumbuhan air memiliki kelebihan yaitu tidak memerlukan
lahan yang terlalu luas, sanggup menghasilkan biomassa dengan lebih

8
cepat, serta mampu menggunakan CO2 dalam fotosintesisnya agar dapat
mereduksi polusi udara. Secara umum mikroalga dapat tumbuh dalam
kondisi-kondisi yang berbeda yaitu kondisi fototropik, heterotropik dan
mixotropik. Di kondisi fototropik atau juga dapat disebut kondisi
autotropik fotosintesis mikroalga sangat bergantung pada penyinaran
matahari sebagai sumber energi dan CO2 sebagai sumber karbon. Saat
kondisi heterotropik mikroalga memerlukan komponen karbon organik
sebagai sumber energi seperti glukosa, asetat dan gliserol (Gultom, 2018).
Mikroalga banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber
protein, vitamin, dan mineral, dan juga dikenal sebagai sumber pangan
fungsional. Dibanding dengan sumber lain seperti tepung atau jamur
mikroalga lebih aman untuk dimanfaatkan (Azimatun Nur, 2014).
Senyawa kimia yang terkandung dalam mikroalga terdiri atas protein,
lemak, asam lemak tak jenuh, pigmen dan vitamin. Mikroalga memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh omega-3 EPA (eicosapentaenoic acid)
dan DHA (docosahexaenoic acid) (Kawaroe dkk., 2010) .
Keunggulan lain yang mendukung mikroalga sebagai bahan baku
untuk produksi bahan bakar terbarukan adalah komposisi minyak (lipid)
yang dimiliki dapat mencapai 70%. Kandungan lipid ini dapat diperoleh
dengan metode ekstraksi. Tabel 2.2 berikut menunjukkan kandungan
minyak (lipid) dari berbagai spesies mikroalga.
Tabel 2. 2 Kandungan Lipid Dari Berbagai Spesies Mikroalga (Rengga dkk.,
2019)

Spesies Mikroalga Kandungan Lemak Total (% massa


kering)
Spirulina patensis 4-9
Spirulina maxima 6-7
Cylindrotheca sp. 16-37
Crypthecodinium cohnii 20
Phaeodactylum tricornutum 20-30
Monallanthus salina >20
Nanochloris sp. 20-35

9
Dunaleilla primolecta 23
Isochrysis sp. 25-35
Chlorella sp. 28-32
Botryococcus braunii 28-75
Nannochloropsis sp. 31-68
Neochloris oleabundans 35-45
Nitzschia sp. 45-47
Schizochytrium sp. 50-77

2.3 Nannochloropsis sp.


2.3.1 Klasifikasi
Klasifikasi dari Nannochloropsis sp. dapat diuraikan sebagai
berikut:
Kingdom : Chromista
Filum : Orchhrophyta
Kelas : Eustigamtophyceae
Ordo : Eustigmatales
Family : Monodopsidaceae
Species : Nannochloropsis
2.3.2 Morfologi
Nannochloropsis sp. adalah fitoplankton dengan ukuran 2-4 µm,
memiliki warna kehijauan. Selnya berupa bola dengan ukuran kecil. Sel
Nannochloropsis sp. memiliki klorofil yang terdapat di dalam stigma yang
ada pada kloroplas sehingga dapat melakukan fotosintesis. Ciri khusus dari
Nannochloropsis sp. adalah dinding selnya yang terdiri dari senyawa
selulosa (Gwo dkk., 2005).
Nannochloropsis sp. dapat hidup pada suhu 25-30 ⁰C tapi masih
dapat bertahan hidup pada suhu 40⁰C denga pertumbuhan yang tidak
normal, mikroalga ini juga dapat tumbuh pada rentang salinitas 35% dan
pH 8-9.5 dan intensitas cahaya 1.00-10.000 lux (Meria dkk., 2002).

10
Gambar morfologi sel Nannochloropsis sp. dijelaskan pada Gambar 2.1
berikut.
Nannochloropsis sp. merupakan genus mikroalga fototropik
dengan beberapa spesies. Setiap spesies menunjukkan tingkat akumulasi
lipid sehingga cocok dijadikan biomassa dan dapat digunakan untuk
feedstock biodiesel skala besar dan mempunyai EPA (eicosapentaenoic
acid) yang merupakan nutraceutical penting secara ekonomi (Schambach
dkk., 2020). Beberapa nutrisi makro yang dimiliki Nannochloropsis sp.
adalah karbohidrat (16%), protein (52,11%) dan lemak (27,64%) yang
terdiri dari EPA (eicosapentaenoic acid) dan DHA (docosahexaenoic
acid) (Meria dkk., 2002).
2.3.3 Kandungan Lipid dan Asam Lemak
Lipid merupakan bagian fungsional yang penting dari mikroalga.
Mikroalga mensintesis asam lemak untuk esterifikasi dalam lipid
membrane berbasis gliserol sekitar 5-20% dari massa kering sel (DW).
Nannochloropsis sp. memiliki kandungan lipid 37-60% (DW) dengan
kandungan neutral lipid 23-58% dari total lipid yang terkandung.
2.4 Reaksi Trans-esterifikasi Insitu
Reaksi trans-esterifikasi atau dikenal pula dengan sebutan reaksi
alkoholisis karena pada trans-esterifikasi menghasilkan suatu gugus fungsi
ester, dalam kondisi ini trigliserida dalam minyak bereaksi dengan alkohol
menghasilkan metil ester. Alkohol yang umumnya dipergunakan dalam
reaksi trans-esterifikasi adalah metanol. Reaksi ini bertujuan untuk
menghilangkan kandungan trigliserida secara keseluruhan, menurunkan
titik didih, titik nyala, titik beku dan juga kekentalan dari minyak yang
menjadi bahan baku. Hal ini dilakukan agar metil ester yang dihasilkan
dapat digunakan sebagai biodiesel untuk mesin diesel tanpa mengubah
atau membuat mesin rusak. Trans-esterifikasi insitu merupakan suatu
metode baru yang tengah dikembangkan oleh para peneliti dengan tujuan
untuk menyingkat proses produksi biodiesel. Pada proses transesterifikasi
insitu, ekstraksi minyak dan reaksi trans-esterifikasi minyak menjadi
biodiesel terjadi secara berkelanjutan dalam sekali proses. Trans-
esterifikasi insitu adalah versi sederhana dari proses trans-esterifikasi

11
konvensional dengan menghilangkan proses ekstraksi minyak, degumming
dan esterifikasi agar proses produksi biodiesl dapat lebih singkat
(Dhamayanthie dkk., 2017). Gambar 2.2 berikut menunjukkan mekanisme
reaksi trans-esterifikasi.

Gambar 2. 2 Mekanisme Reaksi Trans-Esterifikasi (Nayak, dkk., 2019)

Freedman dkk. (1986) melaporkan bahwa pada reaksi trans-


esterifikasi terjadi reaksi yang berjalan dalam tiga tahap serta reversible
dimana mono- dan di- gliserida terbentuk pada reaksi intermediet.
Stoikiometri reaksi memerlukan 1 mol trigliserida dan 3 mol alkohol.
Alkohol ditambahkan berlebih agar yield alkil ester dapat meningkat dan
memudahkan pemisahan fasa dari gliserol yang dihasilkan. Beberapa hal
yang memberi efek pada proses trans-eserifikasi antara lain, suhu, laju
pengadukan, jenis dan konsentrasi katalis, dan rasio antara etanol dan
asam lemak. Proses trans-esterifikasi dapat terjadi secara cepat apabila
suhu reaksi dinaikkan mendekati titik didih alkohol yang digunakan.
Tingginya kecepatan pengadukan akan menaikkan gerakan molekul-
molekul dan mengakibatkan adanya tabrakan antar molekul. Pada awal
reaksi, pengadukan menimbulkan terjadinya difusi antara minyak atau
lemak hingga metil ester diperoleh. Penggunaan alkohol berlebih memberi
dorongan pada reaksi menuju pembentukan etil ester dan kemungkinan
terjadinya tumbukan antar molekul metanol dan minyak yang bereaksi
akan semakin besar (Hui, 1996).
Metode trans-esterifikasi merupakan cara yang sering digunakan
untuk produksi biodiesel dimana dalam metode ini trigliserida bereaksi
dengan ko-reaktan pembentuk biodiesel lainnya seperti metanol.
Penggunaan katalis dalam metode trans-esterifikasi bermacam-macam
diantaranya penggunakan katalis asam, katalis basa maupun katalis
heterogen. Pada metode trans-esterifikasi terjadi pembentukan antara

12
trigilserida yang dikandung dalam feedstock dengan metanol sebagai
pelarut dengan bantuan katalis. Trigliserida pada reaksi dapat
menghasilkan metil ester, asam lemak dan gliserol yang akan terendapkan
di bawah sampel biodiesel yang diperoleh (Lametige dkk., 2020).
Peran katalis heterogen basa pada reaksi trans-esterifikasi dibawah
gelombang mikro diawali dengan adanya katalis basa dengan fasa
heterogen membentuk ion alkoksi dari metanol. Metanol terabsorbsi
kedalam permukaan katalis basa kemudian membentuk alkoksi yang
kemudian menyerang karbon pada gugus karbonil dari trigliserida dan

Gambar 2. 3 Mekanisme Reaksi Trans-Esterifikasi Dengan Katalis Heterogen Basa


(Nayak dkk., 2019)
membentuk intermediet tetrahedral. Intermediet tetrahedral yang terbentuk
ini akan bereaksi dengan alkohol dan membentuk alkoksida sementara
penyusunan ulang intermediet menghasilkan ester dan digliserida,
digliserida kemudian dikonversi menjadi monogliserida yang selanjutnya
membentuk Fatty Acid Methyl Ester (FAME). Pada akhir reaksi produk
FAME dan gliserol yang terbentuk dipisahkan dari permukaan katalis
yang berupa padatan (Cancela dkk., 2012). Gambar 2.3 berikut
menunjukkan mekanisme reaksi trans-esterifikasi dengan menggunakan
katalis heterogen basa.

13
2.5 Ekstraksi Dengan Gelombang Mikro (Microwave Assisted Extraction)
Ekstraksi mikroalga guna memperoleh kandungan minyak dari
mikroalga dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu:
1. Metode Pengepresan (Crude Oil Extraction)
Metode pengepresan ini adalah cara yang paling mudah karena hanya
memerlukan alat pressing. Metode dapat digunakan pada produksi minyak
alga dengan skala kecil karena memiliki efisiensi yang rendah. Cara ini
dapat mengektrak minyak hanya 70% dari jumlah kandungan minyak
dalam mikroalga, sementara residunya masih bercampur dengan sisa
ekstraksi lain seperti karbohidrat (Mahfud dkk., 2018).
2. Metode Sokletasi
Proses ekstraksi menggunakan metode ini dilakukan dengan cara kontinyu
dengan pelarut yang relative sedikit. Pelarut dan sampel ditempatkan
secara terpisah sehingga saat ekstraksi selesai pelarut dapat diuapkan
sehingga ekstrak yang diperoleh dapat diambil. Pelarut yangdigunakan
merupakan pelarut-pelarut yang volatile atau memiliki titik didih rendah
(Mahfud dkk., 2018).
3. Metode Penggunaan Pelarut Heksana (Hexane Solvent Oil Extraction)
Ekstraksi ini dilakukan dengan menggunakan bahan kimia organik seperti
benzena dan eter namun harganya yang mahal menjadi pertimbangan
dalam penggunaannya. Bahan organic lain yang juga dapat digunakan
adalah heksana yang memiliki harga relative lebih murah dibanding
benzena dan eter. Ekstraksi dengan heksana dilakukan dengan
mencampurkan hekasana dan isopropasnil dengan perbandingan 3:2
kemudian dicampurkan dengan bahan baku kemudian disentrifugasi
(Mahfud dkk., 2018)
4. Metode Ektraksi Dengan Gelombang Mikro (Microwave Assisted
Extraction)
Metode Microwave Assisted Extraction (MAE) ini dilakukan dengan
memanfaatkan radiasi gelombang mikro untuk mempercepat ekstraksi
yang selektif melalui pemanasan pelarut secara cepat dan efisien. MAE
dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas ekstraksi bahan aktif berbagai
jenis. Gelombang mikro dapat mengurangi aktivitas enzimatis yang dapat

14
merusak senyawa target. MAE memiliki beberapa kelebihan lain yaitu
waktu ekstraksi yang lebih singkat, konsumsi energi dan pelarut yang
sedikit, akurasi dan presisi yang tinggi dan setting peralatan yang dapat
menggabungkan fitur sokletasi dan kelebihan dari peralatan microwave
(Purwanto dkk., 2010). Gelombang mikro dapat menimbulakan efek
termal yang dapat digunakan untuk mengeluarkan kandungan alkohol
sehingga minyak akan terekstrak dari biomassa alga. Gelombang mikro
juga memiliki efek yang cukup besar sehingga terjadi perembesan pelarut
melalui dinding sel yang dilanjutkan dengan evaporasi metanol yang
menyebabkan sel pecah mengeluarkan minyak (Ding dkk., 2018)
2.6 Mixed Flow Reactor
Mixed Flow Reactor (MFR) merupakan sistem reaktor
berkelanjutan yang digunakan dalam reaksi sederhana. Dalam MFR
feedstock maupun produk akan mengalir secara kontinyu tidak seperti
sistem dalam reaktor batch yang tidak terdapat aliran yang masuk atau
meninggalkan sistem selama reaksi berjalan. Sistem yang kontinyu ini
memungkinkan untuk operasi berjalan secara sempurna dibanding dengan
sistem yang stasioner. Hal ini menandakan bahwa aliran yang masuk atau
aliran yang meninggalkan sistem maupun kondisi operasi reaksi pada
reaktor tidak terpengaruh oleh waktu. Pengertian waktu tinggal bukan
berarti sama dengan lamanya operasi berlangsung tetapi merupakan
lamanya reaktan berada dalam reaktor. Waktu tinggal reaktor ini besarnya
dipengaruhi oleh laju alir zat-zat yang lewat serta volume reaktor tempat
reaksi terjadi.
Reaktor jenis ini tersusun atas satu tangki atau lebih. Umumnya
tangki-tangki ini terpasang secara vertikal dengan dilengkapi pengadukan.
Pengadukan pada masing-masing tangki dilakukan secara berlanjut hingga
didapat suatu kondisi dimana kandungan campuran di dalam reaktor
benar-benar homogen. Reaktor tangki berpengaduk ini umumnya
dimanfaatkan dalam reaksi-reaksi dengan fase cair, reaksi heterogen cair-
padat atau reaksi homogen cair-cair dan lainnya.

15
2.7 Katalis
Katalis merupakan komponen yang dilibatkan dalam suatu reaksi
agar dapat menurunkan energi aktivasi dari reaksi supaya reaksi dapat
berlangsung dengan waktu singkat. Katalis terlibat dalam reaksi namun
tidak mengalami perubahan secara kimiawi sehingga setelah reaksi
berlangsung katalis dapat diperoleh kembali dengan bentuk dan kuantitas
yang sama dengan saat sebelum digunakan pada reaksi. Katalis mereduksi
waktu dari reaksi kimia pada suhu tertentu tanpa mengalami perubahan
akibat berlangsungnya suatu reaksi. Katalis memungkinkan reaksi terjadi
lebih cepat atau menyebabkan reaksi berjalan pada suhu lebih rendah
sehingga reaksi dapat efisien. Adanya penggunaan katalis menyebabkan
terjadinya tahap-tahap reaksi tambahan yaitu tahap pengikatan dengan
katalis dan tahap pembebasan katalis diakhir reaksi. Katalis ini bersifat
selektif yang artinya hanya berfungsi untuk satu jenis reaksi tertentu.
Katalis dapat dibagi dalam dua jenis yaitu:
a. Katalis homogen berarti katalis yang memiliki fase sama dengan fase
bahan yang beraksi maupun produk hasil reaksi.
b. Katalis heterogen berarti katalis yang memiliki fase berbeda dengan fase
bahan yang bereaksi maupun produk hasil reaksi.
Untuk lebih memahami perbedaan antara katalis homogen dan
katalis heterogen maka dibuat daftar perbandingan pada Tabel 2.3 berikut:
Tabel 2. 3 Perbedaan Katalis Homogen dan Katalis Heterogen

Katalis Homogen Katalis Heterogen


Fasa cair atau gas Fasa Padat
Setiap molekul katalis aktif Sisi aktif yang tidak seragam
Aktivitas dan selektivitas cukup besar Aktivitas dan selektivitas rendah
sampai dengan tinggi
Tidak mudah terkena racun dari Mudah terkena racun dari adanya
adanya sedikit pengotor kotoran
Sulit terpisah dari campuran yang Mudah dipisah dari campuran
terbentuk pada reaksi senyawa pada reaksi
Mudah hilang pada suhu tinggi Stabil pada suhu tinggi

16
Proses trans-esterifikasi menggunakan katalis heterogen telah
diteliti untuk menyesuaikan karakteristik alami feedstock biodiesel dan
teknologi trans-esterifikasi yang tersedia. Katalis heterogen dibentuk untuk
sistem pengoperasian yang berkelanjutan dan memproduksi gliserin
dengan kemurian tinggi (lebih besar dari 98%). Produk ester asam lemak
yang dihasilkan tidak perlu pencucian, hasil yang diperoleh pada dasarnya
cukup tinggi dan katalis mudah untuk proses recovery. Sehingga
penggunaan katalis heterogen untuk bahan baku biodiesel memberikan
alternatif bagi pemrosesan bahan baku dan produksi yang lebih murah
dengan penggunaan katalis yang lebih panjang (Saifuddin dkk., 2015).
Katalis heterogen untuk proses trans-esterifikasi juga terbagi dalam
dua jenis yaitu katalis heterogen asam dan katalis heterogen basa. Katalis
heterogen basa bereaksi lebih cepat jika disandingkan dengan katalis
heterogen asam. Salah satu jenis katalis heterogen basa adalah katalis
heterogen basa oksida logam yang berasal dari oksida logam alkali, logam
alkali tanah dan logam transisi (Nayak dkk., 2019).
ZnO, MnO2, Fe2O3 merupakan contoh oksida logam golongan
logam transisi yang telah dilaporkan penggunaanya untuk sintesis
biodiesel. Pada oksida logam ini ion logam bertindak sebagi asam Lewis
(penerima elektron) dan atom oksigen elektronegatif bertindak sebagai
basa BrØnsted (donor elektron). Selama proses trans-esterifikasi oksida
logam bertindak sebagai situs penyerap metanol sehingga ikatan O-H akan
putus dan membentuk anion metoksida dan kation hidrogen. Metoksida
yang terbentuk mengarahkan pada pembentukan biodiesel (Nayak dkk.,
2019). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mirzayanti dkk. (2021)
produksi biodiesel menggunakan minyak Jatopha curcas dan katalis
heterogen NiO menghasilkan yield sebesar 59,80% dengan kondisi
optimum rasio mol metanol:minyak kastor 15:1 (mol/mol) pada suhu 65⁰C
selama 5 jam.
Selain itu ada pula CaO yang merupakan oksida logam golongan
alkali tanah. CaO banyak digunakan untuk microwave-assisted trans-

17
esterification atau trans-esterifikasi dengan gelombang mikro. CaO tidak
terlalu mahal dan mudah didapatkan (Chorkendorff & Niemantsverdriet,
2003; Nayak dkk., 2019). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Joshi dkk.
(2016) produksi biodiesel menggunakan mikroalga Chlorella vulgaris,
minyak jatropha dan minyak pongamia sebagai bahan baku dengan
metode trans-esterifkasi dan katalis heterogen basa oksida logam ZnO
yang diimpreg dengan CaO (Zno/CaO) menghasilkan yield masing-masing
sebesar 99,8%; 99,1% dan 97,8%.
2.8 Metanol
Metanol atau yang dikenal juga dengan sebutan metil alkohol
adalah senyawa organik sederhana dari alkohol. Metanol memiliki rumus
molekul CH3OH dan angka oktan yang tinggi. Methanol biasanya terbuat
dari gas alam tapi bisa juga diperoleh dai biomassa. Methanol bersifat
toxic, jika masuk dalam sistem pernafasan menyebabkan susah bernafas
dan jika masuk sistem pencernaan akan berbahaya bagi organ dalam
tubuh).
Berdasarkan Material Safety Data Sheet di bawah ini merupakan
sifat fisika dan sifat kimia dari metanol:
a. Sifat Fisika
Berat molekulnya 32,04 kg/mol, memiliki viskositas 0,86 cP. Titik
didih, titik nyala, dan titik leleh masing-masing adalah 64,7 ⁰C, 15,6
⁰C, dan -97,68 ⁰C. suhu Autoignition 464 ⁰C dengan panas penguapan
1128,49 ⁰C. Metanol memiliki suhu kritis 239,49 ⁰C dan tekanan kritis
79,94 atm, Cp nya 81,08 J/gmol.K.
b. Sifat Kimia
Homogenitas dalam air tak terhingga dan memiliki sifat polar.
Methanol termasuk dalam zat yang mudah terbakar dan dapat
berpotensi menimbulkan ledakan ketika bercampur dengan udara.
2.9 Penelitian Terdahulu
Pada Tabel 2.4 berikut ditunjukkan berbagai penelitan terkait
produksi biodiesel.

18
Tabel 2. 4 Penelitian Terdahulu Mengenai Produksi Biodiesel

No Judul Penelitian Peneliti Hasil


.
1. Pembuatan Biodiesel Dari Qadariyah, Kondisi operasi
Mikroalga Chlorella sp. Lailatul dkk., optimum dengan daya
Dengan Metode Microwave- (2017) 450 watt dengan waktu
Assisted Transesterification reaksi 60 menit dengan
Secara In Situ memanfaatkan katalis
H2SO4 0,2 M serta 10 ml
pelarut heksana
menghasilkan % yield
sebesar 75,68% dan
densitas biodiesel 943,2
kg/m3.
2. In Situ Transesterification of Koech dkk., Kondisi proses optimal
Spirulina Microalgae to (2020) rasio biomassa alga
Produce Biodiesel Using Spirulina kering :
Microwave Irradiation metanol 1:9 (g/ml)
degan menggunakan
konsentrasi katalis
H2SO4 2% (wt%) selama
waktu reaksi 6-7 menit
diperoleh FAME sebesar
83,4%.
3. Produksi Biodiesel dari Septianto Penelitian ini
Mikroalga Nannochloropsis dkk., (2020) memperoleh yield crude
sp. Menggunakan Metode biodiesel paling tinggi
Transesterifikasi Dengan sebesar 40,32 % pada
Bantuan Katalis Heterogen rasio molar
CaO/Hydrotalcite mikroalga:metanol 1:15.
4. Microwave Enhanced Joshi dkk., Konversi maksimum
Alcoholysis of Non-Edibble (2016) diperoleh menggunakan

19
(Algal, Jatropha and 3wt% katalis di bawah
Pongamia) Oils Using 700 W penyinaran
Chemically Activated Egg gelombang mikro
Shell Derived CaO as dengan rasio
Heterogeneous Catalyst minyak:alkohol 1:10
selama 6 menit dengan
bantuan katalis
ZnO/CaO dihasilkan
yield untuk Algal,
Jatropha dan Pongamia
berturut-turut adalah
95,3%, 93,76% dan
92,61%.
5. Exploration of Upstream and Sharma dkk., Yield biodiesel dari
Downstream Process for (2016) Chlorella vulgaris
Microwave Assisted sebesar 84,01%
Sutainable Biodiesl diperoleh melalui dua
Production from Microalgae tahap microwave
Chlorella vulgaris dibantu katalis asam.
Waktu reaksi yang
diperlukan 15 menit
lebih cepat dibanding
dengan reaktor
konvensional yang
menghasilkan biodiesel
sebesar 83,23% dengan
lama waktu reaksi 3
jam.
6. Biodiesel Production from Qadariyah Yield yang diperoleh
Dry Microalgae Biomass by dkk., (2018) dari trans-esterifikasi
Microwave-Assisted In-Situ biodiesel secara in-situ
Transesterification optimal adalah 75,68%.

20
Daya yang digunakan
450 watt dan waktu
reaksi 60 menit dan
katalis asam H2SO4 0,2
M dan ko-pelarut
sebanyak 10 ml.
7. Industrial Eggshell Wastes as Khemthong Penelitian dengan yield
the Heterogeneous Catalysts dkk., (2012) 97,6% diperoleh melalui
Ffor Microwave-Assisted bahan baku berupa
Biodiesel Production minyak sawit dengan
rasio minyak:metanol
1:18 dan bantuan katalis
CaO sebesar 15 wt%
dan waktu reaksi 4
menit serta daya
gelombang mikro 900
W.
8. Bio-diesel Production Koberg dkk., Penelitian menggunakan
Directly from the Microalgae (2011) crude Nannochloropsis
Biomass of Nannochloropsis (1g) dan metanol-
by Microwave and kloroform (1:2 v/v)
Ultrasound Radiation dengan bantuan katalis
SrO 30wt%, lama waktu
reaksi 5 menit dengan
daya gelombang mikro
770 W menghasilkan
yield 37%.
9. ZnO/La2O2CO3 layered Jin dkk., Penelitian dengan bahan
Composite: a New (2011) baku minyak Kanola
Heterogeneous Catalyst For menggunakan
The Efficient Ultra-Fast perbandingan
Microwave Biofuel minyak:metanol 1:28

21
Production dan bantuan katalis
ZnO/La2O2CO3
sebanyak 1 wt% reaksi
berlangsung selama
kurang dari 5 menit
sehingga didapat yield
sebesar lebih dari 95%.
10. Biodiesel Production from Chen dkk., Penelitian dengan
Wet Microalgae Feedstock (2015) menggunakan bahan
Using Sequential Wet baku minyak Chlorella
Wxtraction/Transesterificatio dan perbandingan
n and Direct minyak:metanol 1: 6
Transesterfication Processes dengan bantuan katalis
Sr2SiO4 40wt%, lama
reaksi 15 menit dan daya
gelombang mikro 350
W diperoleh yield
sebesar 95%

22
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Proses produksi biodiesel dari minyak mikroalga Nannochloropsis sp
digunakan metode transesterifikasi insitu dan microwave-assisted serta
pemanfaatan katalis heterogen basa padat. Metode penelitian ini terdari 3 tahap,
yaitu sintesis katalis, ektraksi-transesterifikasi mikroalga dan pemurnian hasil
biodiesel. Sintesis katalis heterogen basa padat berupa ZnO/CaO terbentuk dari
oksida logam ZnO yang diimpreg dengan CaO sebagai support melalui metode
impregnasi didasarkan penilitan Joshi dkk. (2015). Pada proses ektraksi-
transesterifikasi mikroalga menggunakan variasi rasio molar pelarut metanol dan
jumlah katalis ZnO/CaO terhadap massa mikroalga yang didasarkan dari penilitan
oleh Joshi dkk. (2016) dengan modifikasi sesuai kondisi tempat riset.
3.2 Waktu dan Tempat
Proses penelitian akan dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar ITATS
dari bulan Juni sampai dengan Juli 2020.
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat Ekstraksi-Transesterifikasi Minyak Mikroalga

Keterangan :
1. Kondensor
2. Pengatur waktu reaksi
3. Pengatur suhu
4. Knop Power
5. Saklar pengaduk
6. Labu reaksi bundar

Gambar 3.1 Skema Alat Trans-esterifikasi

23
3.3.2 Alat Distilasi
Keterangan :
1. Labu reaksi bundar
2. Kondensor
3. Termometer
4. Hot plate
5. Kompor listrik
6. Erlenmeyer
7. Penyangga tiga kaki
8. Statif

Gambar 3.2 Rangkaian Alat Distilasi


3.3.3 Bahan
1. Minyak Mikroalga Nannocloropsis sp.
Mikroalga Nannocloropsis sp. yang dimanfaatkan dalam bentuk cair,
dengan volume 1 L dari Ugo Plankton. Mikroalga ini merupakan biomassa
bahan baku pembuatan biodiesel.
2. Metanol 95 %
Larutan metanol yang diperlukan berfungsi untuk mengikat senyawa-
senyawa bukan lipid yang ada dalam metode ekstraksi dan sebagai reaktan
dalam reaksi trans-esterifikasi.
3. Heksana teknis 95 %
Larutan heksana yang digunakan berfungsi sebagai pelarut untuk lipid
dalam proses ektraksi feedstock dan pelarut pendamping dalam proses
trans-esterifikasi.
4. Katalis ZnO/CaO
Katalis ZnO/CaO yang digunakan berfungsi sebagai katalis homogen,
digunakan untuk mempercepat reaksi transesterifikasi. Katalis ini
disintesis menggunakan metode impregnasi antara CaO dan ZnO yang

24
diperoleh dari Zn(NO3)2
5. Akuades
Larutan akuades yang digunakan berfungsi sebagai larutan pencuci
methyl ester setelah dilakukan reaksi trans-esterifikasi.
3.3.4 Bahan Distilasi
Larutan hasil proses ekstrasi transeterifikasi in-situ.
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Trans-esterifikasi In-Situ Menggunakan Katalis
Heterogen Bersifat Alkali Dan Penambahan Co-Solvent
Variabel Tetap
a. Volume pelarut (heksana) = 10 mL
b. Daya microwave = 350 watt
Variabel Berubah
a. Waktu = 6; 8; 10; 12; 14; 16 (menit)
(Joshi dkk., 2016)
b. Perbandingan mikroalga : metanol = 1:10; 1:15; 1:20; dan 1:25
(v/v) (Joshi dkk., 2016)
c. Konsentrasi Katalis = 1; 2; 3; 4 ; 5 (wt%)
terhadap 5 g minyak alga (Joshi dkk., 2016)
3.4.2 Variabel Destilasi Hasil Transesterifikasi In-Situ
Variabel Tetap
a. Suhu operasi = 70 °C
b. Suhu Oven = 80 °C
c. Waktu Oven = 2 Jam
3.5 Tahap-Tahap Penelitian
3.5.1 Proses Sintesis Katalis
1. Serbuk CaO ditimbang sebanyak 5 g dan dilarutkan dalam 30 mL
aqua DM.
2. Serbuk Zn(NO3)2 sebanyak 3wt% terhadap 5 g CaO dilarutkan dalam
5 mL aqua DM
3. Larutan Zn(NO3)2 dimasukkan kedalam larutan CaO dan diaduk
selama 4 jam pada suhu ruang.

25
4. Larutan homogen kemudian difiltrasi dan padatan yang diperoleh
dikeringkan di udara terbuka, kemudian di oven dengan suhu 120 oC
dalam waktu 4 jam
5. Padatan dilakukan kalsinasi dalam furnace dengan suhu 900oC dalam
waktu 4 jam.
3.5.2Transesterifikasi Mikrolaga Nannochloropsis sp.
Trans-terifikasi yang dikerjakan termasuk dalam trans-esterifikasi
in-situ, di mana proses ekstraksi dan proses trans-esterifikasi dikerjakan
pada tempat yang sama. Tahapannya adalah:
1. Alat serta bahan disiapkan
2. Mikroalga Nannochloropsis sp. ditimbang sesuai dengan variabel
yang telah ditentukan dan dimasukkan dalam labu.
3. Metanol–katalis alkali dimasukkan ke dalam erlenmeyer sesuai
dengan variabel yang telah ditetapkan, kemudian dicampurkan
hingga homogen.
4. Campuran metanol-katalis dimasukkan dalam labu reaksi bundar.
5. Co-solvent berupa heksana ditambahkan sebanyak 10 mL.
6. Microwave dinyalakan serta diatur dayanya sesuai variabel yang
ditentukan.
7. Reaksi trans-esterifikasi in-situ microwave-assisted dilakukan.
8. Reaksi trans-esetrifikasi in-situ dihentikan saat waktu reaksi
yang telah ditentukan tercapai.
9. Larutan campuran hasil reaksi trans-esterifikasi in-situ didinginkan.
10. Hasil trans-esterifikasi disaring dengan pompa penyaring vakum
untuk dipisahkan antara filtrat dengan residunya.
11. Residu dicuci menggunakan 30 mL pelarut heksana dan metanol
(1:1 v/v) sebanyak tiga kali pencucian agar FAME yang tersisa di
dalam residu diperoleh kembali.
12. Filtrat dimasukkan dalam corong pisah kemudian ditambahkan
heksana dengan perbandingan 1:1 (v/v), kemudian campuran di
dalam labu bundar digoyang-goyangkan dan didiamkan selama 30
menit sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas heksana + FAME,

26
sisa trigliserida, FFA dan lapisan kedua campuran metanol, air, sisa
trigliserida, FFA dan gliserol.
13. Lapisan bagian atas diambil sedangkan lapisan bawah diekstrak
lagi dengan menambahkan heksana dengan perbandingan 1:1 (v/v),
kemudian larutan homogen di dalam labu bundar digoyang-
goyangkan dan didiamkan dalam waktu 30 menit, hingga
membentuk 2 lapisan. Diulang lagi untuk diambil lapisan bagian
atas.
14. Lapisan bagian atas dicuci menggunakan akuades agar katalis,
gliserol dan garam- garam yang tertinggal dalam campuran dapat
terikat.
15. Lapisan bagian atas didiestilasi agar heksana dan FAME dapat
terpisah.
16. %yield minyak yang didapatkan dari proses transesterifikasi
in-situ dihitung dan dilakukan uji analisis GC-MS.
3.5.3 Distilasi Hasil Transesterifikasi In-Situ Mikrolaga
Nannochloropsis
17. Alat dan bahan disiapkan.
18. Sampel lapisan atas hasil proses ektraksi dan transesterifikasi
dimasukkan ke dalam labu didih.
19. Wadah penampung diletakkan di ujung pendingin, pemanas
(hotplate) dihidupkan dan diatur pada suhu 70 °C .
20. Labu didih dipanaskan sampai suhu 70 °C (suhu didih pelarut n-
heksana), pemanasan dihentikan setelah n-heksana menguap semua
dengan ditandai dengan tidak ada lagi uap yang mengembun di
wadah penampung.
21. Larutan di labu didinginkan.
22. Larutan dipindahkan ke wadah dan dimasukkan ke dalam oven.
23. Larutan dipanaskan dengan oven pada suhu 80°C selama 2 jam untuk
agar pelarut sisa dan air menguap.
24. Larutan didinginkan dan analisa biodiesel.

27
3.6 Skema Penelitian
3.6.1 Skema Sintesis Katalis ZnO/CaO
Serbuk CaO

Serbuk CaO ditimbang sebanyak 5 gr dan dilarutkan dalam 30 mL aqua DM

Larutan CaO dicampurkan dengan larutan Zn(NO3)2 (terbuat dari Zn(NO3)2


yang dilarutkan dalam 5 mL aqua DM)

Larutan campuran kemudian disaring dan padatan yang diperoleh


dikeringkan, kemudian di oven dengan suhu 120 oC selama 4 jam

Padatan dikalsinasi dengan furnace suhu 900oC selama 4 jam.

Gambar 3.3 Gambar Skema Sintesis Katalis ZnO/CaO


3.6.2 Skema Transesterifikasi Mikroalga Nannochloropsis sp.

Mulai

Nannochloropsis sp. basah, metanol, katalis ZnO/CaO, dan heksana

Mikroalga Nannochloropsis sp. ditimbang sesuai variabel yang ditentukan


lalu dimasukkan pada labu reaksi bundar

Metanol dan katalis ZnO/CaO dimasukkan dalam Erlenmeyer sesua variabel


yang ditetapkan, diaduk serta dimasukkan dalam labu reaksi bundar

Co-solvent (heksana) ditambahkan sesuai variable yang ditetapkan

28
B

Proses trans-esterifikasi in-situ dilakukan sesuai dengan waktu dan daya


yang telah ditetapkan

Nannochloropsis sp. basah, metanol, katalis ZnO/CaO, dan heksana

Campuran didinginkan (±30 menit)

Hasil trans-esterifikasi in-situ disaring dengan pompa filter vakum agar


filtrate dan residu terpisah

Residu dicuci menggunakan 30 mL pelarut heksana-metanol (1:1 v/v)


sebanyak 3 kalo agar FAME yang tersisa didapatkan kembali

Filtrat dimasukkan dalam corong pemisah dan ditambah heksana (1:1 v/v),
lalu di goyang-goyangkan selanjutnya didiamkan selama 30 menit hingga
dihasilkan 2 lapisan

Lapisan atas (berupa Lapisan bawah (berupa metanol,


FAME) air, sisa TGA, FFA, FAME dan
gliserol)

Lapisan bawah diekstrak menggunakan heksana 1:1 (v/v) lalu


dilakukan pengocokan selanjutnya didiamkan selama 30 menit
hingga muncul 2 lapisan

Lapisan atas (berupa Lapisan bawah (berupa


FAME, Heksana, sisa metanol, air, sisa TGA, FFA,
TGA dan FFA) FAME dan gliserol)

Lapisan atas dicuci menggunakan akuades

29
B

Lapisan atas didistilasi agar heksana dan FAME terpisah

Tidak
FAME

Ya
Uji analisa FAME dilakukan

Selesai

Gambar 3.4 Gambar Skema Transesterifikasi Insitu


Microwave-Assisted
3.6.3 Skema Proses Distilasi

Alat dan bahan disiapkan

Sampel hasil trans-esterifikasi dimasukkan dalam labu bundar

Wadah penampung diletakkan pada ujung pendingin, pemanas hot plate


dinyalakan dan diatur suhu 70⁰C

Distilasi dihentikan setelah heksana menguap seluruhnya

Larutan dalam labu bundar didinginkan lalu dipindahkan dalam wadah

Larutan dipanaskan dengan oven di suhu 80⁰C selama 2 jam agar sisa
pelarut dan air dapat diuapkan

Larutan hasil distilasi didinginkan dan dilakukan analisa biodiesel

Gambar 3.5 Gambar Skema Distilasi

30
3.7 Metode Analisa Biodiesel
3.7.1 Analisa yield crude Biodiesel (%)
Berat Biodiesel
Yield Crude Biodiesel (%) = x 100 %
Berat Mikroalga
3.7.2 Analisa Asam Lemak Bebas (FFA)
1. Timbang sampel sebanyak 0,25 gram dan diletakkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml.
2. Larutan alkohol netral sebanyak 50 ml ditambahkan ke dalam sampel
3. Indikator phenolphetalein 1% ditambahkan sampai larutan berwarna
kuning.
4. Titrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N hingga terbentuk larutan
berwarna pink.

𝐹𝐹𝐴 (gmgNaOH ) = BM
M
xNxV

3.7.3 Analisa FAME dari hasil yield crude biodiesel tertinggi


Analisa FAME dari minyak mikroalga Nannochloropsis Sp. diuji
dengan menggunakan metode GCMS. Pengujian ini dilakukan di
Laboratorium PT Gelora Djaja, Wismilak, Jalan Buntaran Tandes,
Benowo Surabaya.

31
Daftar Pustaka
Abdulla, R., Chan, E. S., & Ravindra, P. (2011). Biodiesel production from
Jatropha curcas: A critical review. Critical Reviews in Biotechnology, 31(1),
53–64. https://doi.org/10.3109/07388551.2010.487185
Avhad, M. R., & Marchetti, J. M. (2015). A review on recent advancement in
catalytic materials for biodiesel production. Renewable and Sustainable
Energy Reviews, 50, 696–718. https://doi.org/10.1016/j.rser.2015.05.038
Azimatun Nur, M. M. (2014). Potency of Microalgae as Source of Functional
Food in Indonesia (Overview). Eksergi, 11(2), 1.
https://doi.org/10.31315/e.v11i2.363
Cancela, A., Maceiras, R., Urrejola, S., & Sanchez, A. (2012). Microwave-
assisted transesterification of macroalgae. Energies, 5(4), 862–871.
https://doi.org/10.3390/en5040862
Chen, C. L., Huang, C. C., Ho, K. C., Hsiao, P. X., Wu, M. S., & Chang, J. S.
(2015). Biodiesel production from wet microalgae feedstock using sequential
wet extraction/transesterification and direct transesterification processes.
Bioresource Technology, 194, 179–186.
https://doi.org/10.1016/j.biortech.2015.07.021
Chorkendorff, I., & Niemantsverdriet, J. W. (2003). Solid Catalysts. In Concepts
of Modern Catalysis and Kinetics. https://doi.org/10.1002/3527602658.ch5
Dehghan, L., Golmakani, M. T., & Hosseini, S. M. H. (2019). Optimization of
microwave-assisted accelerated transesterification of inedible olive oil for
biodiesel production. Renewable Energy, 138, 915–922.
https://doi.org/10.1016/j.renene.2019.02.017
Dhamayanthie Rifana; Ibrahim, Puji Astuti, I. I., Ibrahim Indah; Indrawijaya,
Rifana, P. A. D., & Indrawijaya Indah; Ibrahim, Puji Astuti, R. D. (2017).
Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Jelantah. Syntax Literate, VII(Jurnal
Ilmiah Indonesia), Vol 2 No 3 (2017): Syntax Literate: Jurnal Ilmiah.
http://jurnal.syntaxliterate.co.id/index.php/syntax-literate/article/view/
336%0Ahttp://jurnal.syntaxliterate.co.id/index.php/syntax-literate/article/
view/89
Ding, H., Ye, W., Wang, Y., Wang, X., Li, L., Liu, D., Gui, J., Song, C., & Ji, N.
(2018). Process intensification of transesterification for biodiesel production
from palm oil: Microwave irradiation on transesterification reaction
catalyzed by acidic imidazolium ionic liquids. Energy, 144(2018), 957–967.
https://doi.org/10.1016/j.energy.2017.12.072
Freedman, B., Butterfield, R. O., & Pryde, E. H. (1986). Transesterification
kinetics of soybean oil 1. Journal of the American Oil Chemists’ Society,
63(10), 1375–1380. https://doi.org/10.1007/BF02679606
Gebremariam, S. N., & Marchetti, J. M. (2017). Biodiesel production
technologies: Review. In AIMS Energy (Vol. 5, Issue 3).
https://doi.org/10.3934/energy.2017.3.425

32
Gultom, S. O. (2018). Mikroalga: Sumber Energi Terbarukan Masa Depan. Jurnal
Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and Technology, 11(1), 95.
https://doi.org/10.21107/jk.v11i1.3802
Gwo, J. C., Chiu, J. Y., Chou, C. C., & Cheng, H. Y. (2005). Cryopreservation of
a marine microalga, Nannochloropsis oculata (Eustigmatophyceae).
Cryobiology, 50(3), 338–343. https://doi.org/10.1016/j.cryobiol.2005.02.001
Hui, Y. H. (1996). Bailey’s Industrial Oil and Fat Products: Industrial and
Consumer Non Edible Products From Oils and Fats. John Wiley & Sons.
Jaichandar, S., & Annamalai, K. (2011). The Status of Biodiesel as an Alternative
Fuel for Diesel Engine – An Overview. Journal of Sustainable Energy &
Environment, 2, 71–75.
Jin, L., Zhang, Y., Dombrowski, J. P., Chen, C. H., Pravatas, A., Xu, L., Perkins,
C., & Suib, S. L. (2011). ZnO/La2O2CO3 layered composite: A new
heterogeneous catalyst for the efficient ultra-fast microwave biofuel
production. Applied Catalysis B: Environmental, 103(1–2), 200–205.
https://doi.org/10.1016/j.apcatb.2011.01.027
Joshi, G., Rawat, D. S., Lamba, B. Y., Bisht, K. K., Kumar, P., Kumar, N., &
Kumar, S. (2015). Transesterification of Jatropha and Karanja oils by using
waste egg shell derived calcium based mixed metal oxides. Energy
Conversion and Management, 96, 258–267.
https://doi.org/10.1016/j.enconman.2015.02.061
Joshi, G., Rawat, D. S., Sharma, A. K., & Pandey, J. K. (2016). Microwave
enhanced alcoholysis of non-edible (algal, jatropha and pongamia) oils using
chemically activated egg shell derived CaO as heterogeneous catalyst.
Bioresource Technology, 219, 487–492.
https://doi.org/10.1016/j.biortech.2016.08.011
Kawaroe, Mujizat; Prartono, Tri; Sanuddin, Andriani; Wulansari, Dahlia;
Agustine, D. (2010). Mikroalga Potensi dan Pemanfaatannya Untuk Produksi
Bio Bahan Bakar. IPB Press.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/42674
Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral. (2020). Handbook Of Energy &
Economic Statistics Of Indonesia.
https://www.esdm.go.id/id/publikasi/handbook-of-energy-economic-
statistics-of-indonesia
Khemthong, P., Luadthong, C., Nualpaeng, W., Changsuwan, P., Tongprem, P.,
Viriya-Empikul, N., & Faungnawakij, K. (2012). Industrial eggshell wastes
as the heterogeneous catalysts for microwave-assisted biodiesel production.
Catalysis Today, 190(1), 112–116.
https://doi.org/10.1016/j.cattod.2011.12.024
Koberg, M., Cohen, M., Ben-Amotz, A., & Gedanken, A. (2011). Bio-diesel
production directly from the microalgae biomass of Nannochloropsis by
microwave and ultrasound radiation. Bioresource Technology, 102(5), 4265–

33
4269. https://doi.org/10.1016/j.biortech.2010.12.004
Koech, A. K., Kumar, A., & Siagi, Z. O. (2020). In Situ Transesterification of
Spirulina Microalgae to Produce Biodiesel Using Microwave Irradiation.
Journal of Energy, 2020, 1–10. https://doi.org/10.1155/2020/8816296
Lametige, J. A., Sangian, H. F., Tanauma, A., & Rombang, J. (2020). Penerapan
Metode Transesterifikasi Subkritis Mendekati Isokorik dalam Pembuatan
Biodiesel. Jurnal MIPA, 9(1), 10.
https://doi.org/10.35799/jmuo.9.1.2020.27081
Mahfud; Bhuana, D. Satria; Nurmitasari, Yurie; Reza, A. R. (2018). Ekstraksi
Minyak Dari Microalgae (Chlorella sp.) Dengan Microwaved Assisted
Extraction Sebagai Bahan Pembuatan Biodiesel. ITS.
Meria, Resi; Puspitasari, Widya; Zulfahmi, I. (2002). Teknik Kultur
Nannochloropsis sp. Skala Laboratorium Di Balai Perikanan Budidaya Air
Payau Ujung Batee, Aceh Besar.
Mirzayanti, Y. W., Asri, N. P., Marlinda, L., & Muttaqii, M. A. L. (2021).
Transesterification of jatropha curcas oil for biodiesel production over NiO
catalyst. Journal of Physics: Conference Series, 1833(1).
https://doi.org/10.1088/1742-6596/1833/1/012041
Nayak, S. N., Bhasin, C. P., & Nayak, M. G. (2019). A review on microwave-
assisted transesterification processes using various catalytic and non-catalytic
systems. Renewable Energy, 143, 1366–1387.
https://doi.org/10.1016/j.renene.2019.05.056
Purwanto, H., Indah Hartati, & Laeli Kurniasari. (2010). Pengembangan
Microwave Assisted Extractor (MAE) Pada Produksi. Momentum, 6(2), 9–
16.
Qadariyah, Lailatul; Panjaitan, Renova; Asrim Maryani, W. O. (2017). Biodiesel
Production from Dry Microalgae Biomass by Microwave-Assisted In-Situ
Transesterification. ITS.
Qadariyah, L., Panjaitan, M. R., Mujaddid, F., & Kalsum, U. (2018). Biodiesel
Production from Dry Microalga Biomass by Microwave-Assisted In-Situ
Transesterification. MATEC Web of Conferences, 156.
https://doi.org/10.1051/matecconf/201815606005
Rawat, I., Ranjith Kumar, R., Mutanda, T., & Bux, F. (2013). Biodiesel from
microalgae: A critical evaluation from laboratory to large scale production.
Applied Energy, 103, 444–467.
https://doi.org/10.1016/j.apenergy.2012.10.004
Rengga, W. D. P., Prayoga, A. B., Asnafi, A., & Triwibowo, B. (2019). Ekstraksi
minyak mikro-algae Skeletonema costatum dengan bantuan gelombang
ultrasonik. Jurnal Rekayasa Bahan Alam Dan Energi Berkelanjutan, 3(1), 1–
5.

34
Saifuddin, N., Samiuddin, A., & Kumaran, P. (2015). A Review on Processing
Technology for Biodiesel Production. Trends in Applied Sciences Research,
10(1), 1–37. https://doi.org/10.3923/tasr.2015.1.37
Schambach, J. Y., Finck, A. M., Kitin, P., Hunt, C. G., Hanschen, E. R., Vogler,
B., Starkenburg, S. R., & Barry, A. N. (2020). Growth, total lipid, and
omega-3 fatty acid production by Nannochloropsis spp. cultivated with raw
plant substrate. Algal Research, 51(August).
https://doi.org/10.1016/j.algal.2020.102041
Septianto, A. D., Aji, S., Mirzayanti, W., Kimia, J. T., & Industri, F. T. (2020).
Produksi Biodiesel dari Mikroalga Nannochloropsis sp . Menggunakan
Metode Transesterifikasi dengan Bantuan Katalis Heterogen CaO /
Hydrotalcite. 493–498.
Sharma, A. K., Sahoo, P. K., Singhal, S., & Joshi, G. (2016). Exploration of
upstream and downstream process for microwave assisted sustainable
biodiesel production from microalgae Chlorella vulgaris. Bioresource
Technology, 216, 793–800. https://doi.org/10.1016/j.biortech.2016.06.013
Singh, B., Guldhe, A., Rawat, I., & Bux, F. (2014). Towards a sustainable
approach for development of biodiesel from plant and microalgae.
Renewable and Sustainable Energy Reviews, 29, 216–245.
https://doi.org/10.1016/j.rser.2013.08.067
Stephens, E., Ross, I. L., Mussgnug, J. H., Wagner, L. D., Borowitzka, M. A.,
Posten, C., Kruse, O., & Hankamer, B. (2010). Future prospects of
microalgal biofuel production systems. Trends in Plant Science, 15(10), 554–
564. https://doi.org/10.1016/j.tplants.2010.06.003
Talha, N. S., & Sulaiman, S. (2016). Overview of catalysts in biodiesel
production. ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences, 11(1), 439–
442.
Veljković, V. B., Biberdžić, M. O., Banković-Ilić, I. B., Djalović, I. G., Tasić, M.
B., Nježić, Z. B., & Stamenković, O. S. (2018). Biodiesel production from
corn oil: A review. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 91(April
2017), 531–548. https://doi.org/10.1016/j.rser.2018.04.024
Zhang, Y., Dubé, M. A., McLean, D. D., & Kates, M. (2003). Biodiesel
production from waste cooking oil: 1. Process design and technological
assessment. Bioresource Technology, 89(1), 1–16.
https://doi.org/10.1016/S0960-8524(03)00040-3

35

Anda mungkin juga menyukai