Anda di halaman 1dari 12

Jurnal

Jurnal Teknologi Kimia Unimal Teknologi


homepage jurnal: www.ft.unimal.ac.id/jurnal_teknik_kimia Kimia
Unimal

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH


MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI BERKATALIS
LIMBAH KULIT BUAH KAPUK (CEIBA PENTANDRA)

Zharifa Nazhira, Azhari*, Meriatna*


Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh
24352, Aceh Utara, Indonesia.
Email: Azhari@unimal.ac.id

Abstrak
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang terdiri dari
alkil monoester dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Minyak jelantah
adalah bahan baku minyak nabati yang tidak dapat dikonsumsi lagi dengan biaya
produksi rendah dan ketersediaannya sangat banyak. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk memanfaatkan minyak jelantah dalam pembuatan biodiesel dengan
menggunakan katalis heterogen yang berasal dari kulit buah kapuk yang
dikalsinasi pada suhu 700 oC selama ±8 jam. Proses transesterifikasi mereaksikan
minyak dan metanol untuk menghasilkan metil ester dan gliserol. Metil ester yang
dihasilkan pada lapisan atas dipisahkan dari gliserol dan kemudian dimurnikan.
Pengaruh dari berbagai variabel proses seperti jumlah katalis dan rasio molar
minyak:metanol diamati dalam percobaan ini. Sifat-sifat biodiesel seperti
densitas, viskositas, kadar air dan bilangan asam dievaluasi dan dibandingkan
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Yield maksimum adalah 95,45% yang
didapat dengan menggunakan perbandingan mol metanol:minyak adalah 6,4:1
pada suhu 60oC dengan waktu reaksi 60 menit dan katalis 4 (m/m)%. Hasil yang
diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa katalis yang berbasis kulit
kapuk dapat digunakan untuk memproduksi biodiesel.

Kata kunci: Biodiesel, katalis, minyak jelantah dan transesterifikasi.

1. Pendahuluan
Sumber-sumber energi terbarukan mendapat perhatian serius seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk dan berkurangnya cadangan minyak bumi
terhadap minyak bumi sudah saatnya dikurangi dengan mengembangkan sumber
energi alternatif yang memiliki sifat dapat diperbaharui. Sebagai sumber energi
utama yang dikonsumsi oleh penduduk dunia. Ketergantungan krisis energi di
Indonesia disebabkan oleh peningkatan konsumsi minyak bumi dalam kehidupan
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11

sehari-hari. Salah satu jenis minyak bumi adalah solar sebagai bahan bakar mesin
diesel. Hal ini karena harga bahan bakar minyak yang murah, kinerja yang baik,
dan disubsidi oleh pemerintah, menyebabkan bahan bakar yang berasal dari
minyak bumi menjadi pilihan selama bertahun-tahun (Susilowati, 2006). Namun,
tidak selamanya energi tersebut dapat mencukupi seluruh kebutuhan dalam jangka
panjang. Cadangan energi semakin lama semakin menipis dan proses produksinya
membutuhkan waktu yang lama.
Krisis bahan bakar minyak di Indonesia telah terlihat indikasinya dengan
terjadinya kelangkaan dibeberapa tempat. Krisis bahan bakar minyak ini
diakibatkan oleh harga minyak mentah yang melonjak tinggi disamping cadangan
minyak mentah Indonesia yang terbatas sedangkan konsumsi energi terus
meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk
sehingga produksi dalam negeri berkurang. Peningkatan kebutuhan energi
tersebut harus didukung adanya pasokan energi jangka panjang secara
berkesinambungan, terintegrasi dan ramah lingkungan (Nurjannah, 2010).
Makin menipisnya cadangan sumber energi fosil terutama minyak bumi
memaksa pemerintah Indonesia dan masyarakat untuk mencari alternatif lain
sebagai sumber energi. Upaya pencarian, pengembangan, dan penggalian sumber
energi alternatif harus mempertimbangkan faktor-faktor utamanya, yaitu energi,
ekonomi dan ekologi, dengan kata lain sistem yang dikembangkan harus dapat
memproduksi energi dalam jumlah yang besar, dengan biaya yang rendah serta
mempunyai dampak terhadap lingkungan yang minimal. Salah satu alternatif
yang mungkin memenuhi kriteria tersebut adalah pemanfaatan minyak nabati
sebagai bahan bakar motor diesel pengganti bahan bakar minyak konvensional.
Secara umum minyak nabati dapat terurai secara biologis dan lebih sempurna
(lebih dari 90% dalam waktu 21 hari) (Randoyo, dkk., 2007).
Salah satu produk minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel adalah minyak goreng. Minyak goreng merupakan
bahan pangan yang tidak dapat digunakan terus menerus karena dapat
mempengaruhi kesehatan. Oleh karena itu, agar tidak menjadi limbah minyak

2
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11

goreng dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel yang ramah
lingkungan.
Minyak goreng bekas atau minyak jelantah mengandung kadar asam
lemak bebas (Free Fatty Acid) yang tinggi dikarenakan oleh reaksi oksidasi dan
hidrolisis pada saat penggorengan. Biodiesel dari minyak jelantah dapat dibuat
melalui reaksi transesterifikasi yang dibantu dengan menggunakan katalis
heterogen. Katalis heterogen yang sering digunakan adalah Kalium. Salah satu
bahan yang potensial digunakan sebagai katalis karena pemanfaatannya yang
kurang maksimal yakni kulit dari tanaman kapuk.
Tanaman kapuk (Ceiba Pentandra) adalah tanaman yang tumbuh di
daerah tropis. Pohon kapuk telah dimanfaatkan untuk pembuatan peti kemas,
tripleks, furniture, dan bahan baku pembuatan kertas. Serat kapuk telah
dimanfaaatkan dalam pembuatan kasur tempat tidur, matras, dan sumber serat
yang komersial serta bijinya dimanfaatkan menjadi minyak, sementara kulitnya
cenderung di buang. Abu kulit buah kapuk mengandung senyawa Kalium
Karbonat (K2CO3) 50,78%, Natrium Karbonat (Na 2CO3) 26,27% dan Natrium
Hidroksida (NaOH) 4,37%. [7]
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan biodiesel yang memenuhi
standar kualitas biodiesel menurut SNI 7182-2015 (BSN, 2015) dari minyak
jelantah melalui proses transesterifikasi dengan katalis heterogen yang berasal
dari limbah kulit kapuk.

2. Bahan dan Metode


Bahan dan peralatan yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain
adalah minyak jelantah yang berasal dari pedagang gorengan, kulit buah kapuk,
metanol 96%, aquadest, indikator PP 1%, NaOH 0,1 N dan KOH 0,1 N, labu leher
tiga, kondensor, corong pemisah, viscometer, piknometer, dan lain-lain.
Penelitian ini terdiri dari enam tahap yaitu persiapan bahan baku, preparasi
katalis (termasuk aktivasi), Transesterifikasi, pemurnian, karakterisasi biodiesel
dan karakterisasi katalis. Variasi percobaan dilakukan terhadap massa katalis yaitu
3,2; 3,5; 4; 4,5 dan 5% m/m dan rasio perbandingan molar minyak:metanol yaitu

3
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11

1:6,0; 1:6,4; 1:6,8; 1:7,2 dan 1:7,6 pada temperatur operasi 60 oC, masa minyak
240 gr dengan waktu transesterifikasi 60 menit.
Preparasi katalis dilakukan dengan cara membersihkan kulit buah kapuk
lalu dikeringkan didalam oven pada suhu 110oC kemudian di pijar didalam
furnace pada suhu 700 oC selama 8 jam kemudian didinginkan didalam desikator.
Karakterisasi katalis dilakukan dengan Scanning Electron Microscopy
(SEM), Fourier Transform Infra Red (FTIR), dan X-ray Powder Diffraction
(XRD) sedangkan karakterisasi biodiesel dilakukan dengan uji densitas,
viskositas, kadar air, bilangan asam dan analisa Gas Chormategraphy-Mass
Spectroscopy (GC-MS).

3. Hasil dan Diskusi


3.1 Karakterisasi Biodiesel
Setelah dilakukannya transesterifikasi, karakterisasi biodiesel dilakukan
dengan pengujian densitas, viskositas, kadar air dan bilangan asam terhadap metil
ester yang dihasilkan. Data-data yang diperoleh dari percobaan digunakan untuk
menentukan pengaruh rasio molar dan masa katalis terhadap variabel yang di uji..

3.2 Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%) Terhadap
Yield (%)
Gambar 1 memperlihatkan bahwa pada umumnya meningkatnya jumlah
katalis yang digunakan maka yield yang dihasilkan akan semakin tinggi. Namun,
pada penggunaan katalis sebanyak 4,5%, yield biodiesel yang dihasilkan
menurun. Hal ini disebabkan karena penggunaan perbandingan molar minyak
terhadap metanol yang berlebih akan menggeser reaksi ke arah kesetimbangan
dan membantu mencapai yield biodiesel yang terbaik. Namun, penggunaan
metanol yang berlebihan dapat dikaitkan dengan fakta bahwa gliserol akan banyak
larut dalam metanol yang berlebihan dan selanjutnya menghambat reaksi metanol
ke reaktan dan katalis yang dapat menyebabkan yield biodiesel menjadi rendah.

4
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11

Gambar 1. Grafik Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%)
Terhadap Yield (%)

Penambahan jumlah katalis setelah dicapai kondisi tertinggi (4%)


mengakibatkan yield biodiesel semakin menurun. Hal itu disebakan karena
semakin banyak penambahan katalis maka reaksi cenderung kembali seperti
semula karena reaksi berjalan secara reversible (Destianna, dkk, 2007). Menurut
Kouzu, et all (2008), akibat dari menigkatnya jumlah katalis, campuran katalis
dan reaktan menjadi terlalu kental sehingga bermasalah dalam pencampuran dan
proses pengadukan menjadi tidak sempurna serta adanya kesetimbangan reaksi
yang tidak dapat dipertahankan karena suhu reaksi yang naik turun.

3.3 Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%) Terhadap
Densitas (gr/ml)
Meningkatnya jumlah katalis dan rasio molar yang digunakan
mempengaruhi densitas dari biodiesel. Pada Gambar 2 dapat dilihat hasil yang
didapatkan yaitu nilai densitas pada masing-masing sampel biodiesel tidak
konstan dan cenderung turun-naik. Hal ini bisa dikarenakan kurang sempurnanya
proses distilasi sehingga masih terdapat kandungan metanol atau terdapat kotoran
di dalam sampel. Menurut Affandi dkk (2013), tahap pemurnian yang kurang baik
dapat mempengaruhi dan menyebabkan densitas biodiesel bervariasi.
Standar SNI untuk nilai densitas biodiesel adalah 850-890 kg/m3 pada
suhu 40⁰C. Namun, pada penelitian ini tidak semua nilai densitas sesuai dengan

5
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11

SNI, sehingga berdasarkan hasil yang didapat, biodiesel dengan perbandingan


rasio molar 1:6,4 yang memperoleh densitas sesuai dengan SNI.

Gambar 2. Grafik Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%)
Terhadap Densitas (gr)

3.4 Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%) Terhadap
Viskositas (mm2/s)
Viskositas merupakan sifat intrinsik fluida yang menunjukkan resistensi
fluida terhadap alirannya. Dari Gambar 3 dapat disimpulkan bahwa rata-rata
viskositas dari setiap variabel sesuai dengan range SNI biodiesel yaitu 2,3-6,0
mm2/s. Kemudian dapat dilihat bahwa % masa katalis mempengaruhi viskositas
biodiesel, hasil yang didapatkan yaitu nilai viskositas pada masing-masing sampel
biodiesel dengan variasi berat katalis tidak konstan yaitu cenderung turun-naik.

Gambar 3. Grafik Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%)
Terhadap Viskositas (mm2/s)

6
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11

3.5 Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%) Terhadap
Kadar air (%vol)
Berdasarkan hasil uji nilai kadar air yang didapat, dari Gambar 4 dapat
dilihat bahwa % masa katalis mempengaruhi kadar air biodiesel, hasil yang
didapatkan yaitu kadar air pada masing-masing sampel biodiesel dengan variasi
berat katalis tidak konstan yaitu cenderung turun-naik. Hal ini dipengaruhi adanya
akumulasi air pada minyak jelantah pada proses transesterifikasi. Penurunan kadar
air ini dapat mendorong terjadinya proses hidrolisis antara trigliserida dan
molekul air sehingga membentuk gliserol dan asam lemak bebas. Jumlah katalis
berpengaruh terhadap presentase kadar air biodiesel. Kadar air tertinggi diperoleh
pada penggunaan katalis 4% dengan persentase 0,044%. SNI untuk kadar air
adalah Maks. 0,05 %Vol. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kadar air sudah
memenuhi SNI.

Gambar 4. Grafik Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%)
Terhadap Kadar Air (%Vol)

3.6 Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%) Terhadap
Bilangan Asam (Mg-KOH/g)
Angka asam adalah salah satu parameter yang dapat digunakan untuk
mengukur kualitas suatu biodiesel. Semakin kecil angka asam maka akan semakin
baik kualitas dari biodiesel. Dari Gambar 5 diketahui bahwa nilai bilangan asam
tidak konstan, namun semua sampel biodiesel masih memenuhi Standar Nasional
Indonesia (2015) yang menyatakan bahwa batas maksimum bilangan asam yakni sebesar
0,5 mg KOH/gr.

7
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11

Gambar 5. Grafik Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%)
Terhadap Bilangan Asam (Mg-KOH/g)

3.7 Komposisi senyawa dalam biodiesel


Untuk mengetahui komposisi asam lemak yang terkandung dalam
biodiesel dilakukan analisa GC-MS.

Gambar 6. Hasil analisa GC-MS pada Biodiesel

Dari kromatogram Gambar 6 menunjukkan bahwa biodiesel pada


penelitian ini mengandung metil ester yang sesuai dengan asam-asam lemak yang
terkandung dalam minyak jelantah. Tetapi pada biodiesel tidak tampak metil
laurat, seperti asam laurat pada minyak jelantah. Kemungkinan metil laurat juga
terbentuk, tetapi tidak terbaca oleh alat karena ada kandungan senyawa yang
terlalu tinggi seperti metil oleat, linoleat dan palmitat, sehingga metil laurat tidak
teramati karena kandungannya terlalu kecil.

8
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11

Berdasarkan hasil analisis GC, komponen asam lemak yang utama pada
sampel minyak goreng bekas adalah pada puncak 1 yaitu asam lemak jenuh
berupa asam palmitat sebesar 440,28% dan puncak 4 yaitu asam lemak tidak
jenuh berupa asam oleat sebesar 31,99%.

3.8 Karakterisasi katalis

Pada Gambar 7 menunjukkan hasil analisa menggunakan FTIR dimana


Adanya puncak pada daerah ulur hidrogen (3700-2700 cm-1), terjadi karena
vibrasi ulur dari atom hidrogen dengan atom lainnya. Frekuensinya jauh lebih
besar sehingga interaksi dapat diabaikan. Puncak absorpsi timbul pada daerah
3700-3100 cm-1 karena vibrasi ulur dari O-H atau N-H. Setelah itu muncul
panjang gelombang lagi pada puncak gelombang 3200-3800 cm-1 yang
kemungkinan menunjukkan adanya gugus fungsi O-H Alkohol ikatan
hydrogen/fenol yang biasanya muncul pada panjang gelombang tersebut.
% Transmittance

Wavenumber (cm-1)

Gambar 7. Hasil Analisis FTIR Serbuk Kulit buah kapuk

Dari Gambar 8 menunjukkan bahwa terdapat enam komponen yang


menonjol pada sampel katalis ini yaitu, Kalium sulfat, Sodium kadmium sulfat,
Natrium silikat, Kalium karbonat, Kalium klorida dan Kalsium karbonat.
Komponen-komponen ini merupakan komponen yang terdapat pada kulit buah
kapuk yang teraktivasi. Uji XRD menunjukkan bahwa pembuatan katalis Kalium

9
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11

yang dikalsinasi pada 700 oC selama 8 jam belum berhasil terbentuk. Adanya
kandungan kalium yang tinggi, maka serbuk kulit limbah buah kapuk dapat
digunakan sebagai katalis dalam pembuatan proses transesterifikasi dalam
pembuatan biodiesel dari minyak jelantah, ini juga dibuktikan dengan
terbentuknya metil ester dari minyak jelantah.

Gambar 8. Hasil Analisis XRD

Untuk mengetahui morfologi permukaan katalis limbah maka


dilakukan pengujian dengan menggunakan SEM-EDS. Analisis dengan
menggunakan SEM-EDS hanya menampilkan komponen dalam bentuk unsur
yang dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Foto SEM Katalis dengan pembesaran (kiri) 1000x (kanan) 5000x

Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa profil permukaan katalis nampak tidak
seragam dan terbentuk aglomerasi serta terdiri dari lempeng-lempeng yang tidak
beraturan untuk setelah diperbesar hingga 5000x ukuran rongga terlihat berpori

10
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11

dan dari Tabel 1 telah menunjukkan bahwa katalis tersusun dari campuran
Kalium, CaO dan silika.
Tabel 1. Hasil uji EDS
No Komponen Persentase (%)
1 Karbon 30,60
2 Oksigen 42,96
3 Magnesium 1,35
4 Silika 0,11
5 Fosfor 0,53
6 Klorin 0,30
7 Kalium 20,41

4. Simpulan dan Saran


Dari data hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa limbah kulit buah
kapuk dapat digunakan sebagai katalis heterogen dalam pembuatan biodiesel dari
minyak jelantah dengan hasil yield tertinggi yaitu 95,45% pada jumlah katalis 4%
b/b minyak dan rasio perbandingan 1:6,4. Analisis sifat fisika pada biodiesel
dengan kondisi terbaik meliputi analisis kadar ester, densitas, viskositas
kinematik, kadar air dan bilangan asam telah memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI 7182:2015). Hasil GC-MS membuktikan bahwa hasil yang
diperoleh adalah methyl ester, dimana asam lemak utama yang terdapat dalam
bahan baku minyak jelantah adalah asam palmitat sebesar 55,54% dan asam oleat
sebesar 31,99%.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan untuk
penelitian selanjutnya dapat dilakukan variasi perbandingan molar reaktan yang
lebih rendah untuk mengetahui perbandingan molar reaktan minimum serta perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut dengan penggunaan bahan baku dari minyak
nabati yang lainnya

5. Daftar Pustaka
1. Affandi, Formo dan Gita, 2013. Produksi Biodiesel dari Lemak Sapi
dengan Proses Transesterifikasi dengan Katalis Basa NaOH. Jurnal
Teknik Kimia USU., Vol. 2. No. 1.

11
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11

2. BSN, Badan Standarisasi Nasional 2015. Standar Nasional Biodiesel (SNI


7182:2015). Jakarta.
3. Destianna, M. 2007. Intensifikasi Proses Produksi Biodiesel. Skripsi.
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
4. Kouzu, M., Kasuno, T., Tajika, M., Sugimoto, S., Yamanaka, S., and Hidaka, J.
2008. Calcium Oxide as A Solid Catalyst for Transesterification of Soybean Oil
and Its Application to Biodiesel Production. Fuel. 87:2798-2806.

5. Nurjannah. 2010. Perengkahan Katalitik Minyak Sawit untuk


Menghasilkan Biofuel. Disertasi. Semarang:Institut Teknologi Semarang.
6. Randoyo, Ananta, A.A., dan Saiful, A. 2007. Biodiesel dari Minyak Biji
Kapok. Jurnal Enjiniring Pertanian, Vol. V, No. 1,57-64.
7. Setia, F. 2010. Proses Pemisahan Kalium dan Natrium dari Soda Q.
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponogoro, ISSN
1410-9891.
8. Susilowati. 2006. Biodiesel dari Minyak Biji Kapuk dengan Katalis Zeolit.
Jurnal Teknik Kimia.1(1): 10-14.

12

Anda mungkin juga menyukai