Abstrak
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang terdiri dari
alkil monoester dari minyak tumbuhan atau lemak hewan. Minyak jelantah
adalah bahan baku minyak nabati yang tidak dapat dikonsumsi lagi dengan biaya
produksi rendah dan ketersediaannya sangat banyak. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk memanfaatkan minyak jelantah dalam pembuatan biodiesel dengan
menggunakan katalis heterogen yang berasal dari kulit buah kapuk yang
dikalsinasi pada suhu 700 oC selama ±8 jam. Proses transesterifikasi mereaksikan
minyak dan metanol untuk menghasilkan metil ester dan gliserol. Metil ester yang
dihasilkan pada lapisan atas dipisahkan dari gliserol dan kemudian dimurnikan.
Pengaruh dari berbagai variabel proses seperti jumlah katalis dan rasio molar
minyak:metanol diamati dalam percobaan ini. Sifat-sifat biodiesel seperti
densitas, viskositas, kadar air dan bilangan asam dievaluasi dan dibandingkan
dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Yield maksimum adalah 95,45% yang
didapat dengan menggunakan perbandingan mol metanol:minyak adalah 6,4:1
pada suhu 60oC dengan waktu reaksi 60 menit dan katalis 4 (m/m)%. Hasil yang
diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa katalis yang berbasis kulit
kapuk dapat digunakan untuk memproduksi biodiesel.
1. Pendahuluan
Sumber-sumber energi terbarukan mendapat perhatian serius seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk dan berkurangnya cadangan minyak bumi
terhadap minyak bumi sudah saatnya dikurangi dengan mengembangkan sumber
energi alternatif yang memiliki sifat dapat diperbaharui. Sebagai sumber energi
utama yang dikonsumsi oleh penduduk dunia. Ketergantungan krisis energi di
Indonesia disebabkan oleh peningkatan konsumsi minyak bumi dalam kehidupan
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11
sehari-hari. Salah satu jenis minyak bumi adalah solar sebagai bahan bakar mesin
diesel. Hal ini karena harga bahan bakar minyak yang murah, kinerja yang baik,
dan disubsidi oleh pemerintah, menyebabkan bahan bakar yang berasal dari
minyak bumi menjadi pilihan selama bertahun-tahun (Susilowati, 2006). Namun,
tidak selamanya energi tersebut dapat mencukupi seluruh kebutuhan dalam jangka
panjang. Cadangan energi semakin lama semakin menipis dan proses produksinya
membutuhkan waktu yang lama.
Krisis bahan bakar minyak di Indonesia telah terlihat indikasinya dengan
terjadinya kelangkaan dibeberapa tempat. Krisis bahan bakar minyak ini
diakibatkan oleh harga minyak mentah yang melonjak tinggi disamping cadangan
minyak mentah Indonesia yang terbatas sedangkan konsumsi energi terus
meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk
sehingga produksi dalam negeri berkurang. Peningkatan kebutuhan energi
tersebut harus didukung adanya pasokan energi jangka panjang secara
berkesinambungan, terintegrasi dan ramah lingkungan (Nurjannah, 2010).
Makin menipisnya cadangan sumber energi fosil terutama minyak bumi
memaksa pemerintah Indonesia dan masyarakat untuk mencari alternatif lain
sebagai sumber energi. Upaya pencarian, pengembangan, dan penggalian sumber
energi alternatif harus mempertimbangkan faktor-faktor utamanya, yaitu energi,
ekonomi dan ekologi, dengan kata lain sistem yang dikembangkan harus dapat
memproduksi energi dalam jumlah yang besar, dengan biaya yang rendah serta
mempunyai dampak terhadap lingkungan yang minimal. Salah satu alternatif
yang mungkin memenuhi kriteria tersebut adalah pemanfaatan minyak nabati
sebagai bahan bakar motor diesel pengganti bahan bakar minyak konvensional.
Secara umum minyak nabati dapat terurai secara biologis dan lebih sempurna
(lebih dari 90% dalam waktu 21 hari) (Randoyo, dkk., 2007).
Salah satu produk minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel adalah minyak goreng. Minyak goreng merupakan
bahan pangan yang tidak dapat digunakan terus menerus karena dapat
mempengaruhi kesehatan. Oleh karena itu, agar tidak menjadi limbah minyak
2
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11
goreng dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel yang ramah
lingkungan.
Minyak goreng bekas atau minyak jelantah mengandung kadar asam
lemak bebas (Free Fatty Acid) yang tinggi dikarenakan oleh reaksi oksidasi dan
hidrolisis pada saat penggorengan. Biodiesel dari minyak jelantah dapat dibuat
melalui reaksi transesterifikasi yang dibantu dengan menggunakan katalis
heterogen. Katalis heterogen yang sering digunakan adalah Kalium. Salah satu
bahan yang potensial digunakan sebagai katalis karena pemanfaatannya yang
kurang maksimal yakni kulit dari tanaman kapuk.
Tanaman kapuk (Ceiba Pentandra) adalah tanaman yang tumbuh di
daerah tropis. Pohon kapuk telah dimanfaatkan untuk pembuatan peti kemas,
tripleks, furniture, dan bahan baku pembuatan kertas. Serat kapuk telah
dimanfaaatkan dalam pembuatan kasur tempat tidur, matras, dan sumber serat
yang komersial serta bijinya dimanfaatkan menjadi minyak, sementara kulitnya
cenderung di buang. Abu kulit buah kapuk mengandung senyawa Kalium
Karbonat (K2CO3) 50,78%, Natrium Karbonat (Na 2CO3) 26,27% dan Natrium
Hidroksida (NaOH) 4,37%. [7]
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan biodiesel yang memenuhi
standar kualitas biodiesel menurut SNI 7182-2015 (BSN, 2015) dari minyak
jelantah melalui proses transesterifikasi dengan katalis heterogen yang berasal
dari limbah kulit kapuk.
3
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11
1:6,0; 1:6,4; 1:6,8; 1:7,2 dan 1:7,6 pada temperatur operasi 60 oC, masa minyak
240 gr dengan waktu transesterifikasi 60 menit.
Preparasi katalis dilakukan dengan cara membersihkan kulit buah kapuk
lalu dikeringkan didalam oven pada suhu 110oC kemudian di pijar didalam
furnace pada suhu 700 oC selama 8 jam kemudian didinginkan didalam desikator.
Karakterisasi katalis dilakukan dengan Scanning Electron Microscopy
(SEM), Fourier Transform Infra Red (FTIR), dan X-ray Powder Diffraction
(XRD) sedangkan karakterisasi biodiesel dilakukan dengan uji densitas,
viskositas, kadar air, bilangan asam dan analisa Gas Chormategraphy-Mass
Spectroscopy (GC-MS).
3.2 Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%) Terhadap
Yield (%)
Gambar 1 memperlihatkan bahwa pada umumnya meningkatnya jumlah
katalis yang digunakan maka yield yang dihasilkan akan semakin tinggi. Namun,
pada penggunaan katalis sebanyak 4,5%, yield biodiesel yang dihasilkan
menurun. Hal ini disebabkan karena penggunaan perbandingan molar minyak
terhadap metanol yang berlebih akan menggeser reaksi ke arah kesetimbangan
dan membantu mencapai yield biodiesel yang terbaik. Namun, penggunaan
metanol yang berlebihan dapat dikaitkan dengan fakta bahwa gliserol akan banyak
larut dalam metanol yang berlebihan dan selanjutnya menghambat reaksi metanol
ke reaktan dan katalis yang dapat menyebabkan yield biodiesel menjadi rendah.
4
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11
Gambar 1. Grafik Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%)
Terhadap Yield (%)
3.3 Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%) Terhadap
Densitas (gr/ml)
Meningkatnya jumlah katalis dan rasio molar yang digunakan
mempengaruhi densitas dari biodiesel. Pada Gambar 2 dapat dilihat hasil yang
didapatkan yaitu nilai densitas pada masing-masing sampel biodiesel tidak
konstan dan cenderung turun-naik. Hal ini bisa dikarenakan kurang sempurnanya
proses distilasi sehingga masih terdapat kandungan metanol atau terdapat kotoran
di dalam sampel. Menurut Affandi dkk (2013), tahap pemurnian yang kurang baik
dapat mempengaruhi dan menyebabkan densitas biodiesel bervariasi.
Standar SNI untuk nilai densitas biodiesel adalah 850-890 kg/m3 pada
suhu 40⁰C. Namun, pada penelitian ini tidak semua nilai densitas sesuai dengan
5
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11
Gambar 2. Grafik Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%)
Terhadap Densitas (gr)
3.4 Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%) Terhadap
Viskositas (mm2/s)
Viskositas merupakan sifat intrinsik fluida yang menunjukkan resistensi
fluida terhadap alirannya. Dari Gambar 3 dapat disimpulkan bahwa rata-rata
viskositas dari setiap variabel sesuai dengan range SNI biodiesel yaitu 2,3-6,0
mm2/s. Kemudian dapat dilihat bahwa % masa katalis mempengaruhi viskositas
biodiesel, hasil yang didapatkan yaitu nilai viskositas pada masing-masing sampel
biodiesel dengan variasi berat katalis tidak konstan yaitu cenderung turun-naik.
Gambar 3. Grafik Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%)
Terhadap Viskositas (mm2/s)
6
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11
3.5 Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%) Terhadap
Kadar air (%vol)
Berdasarkan hasil uji nilai kadar air yang didapat, dari Gambar 4 dapat
dilihat bahwa % masa katalis mempengaruhi kadar air biodiesel, hasil yang
didapatkan yaitu kadar air pada masing-masing sampel biodiesel dengan variasi
berat katalis tidak konstan yaitu cenderung turun-naik. Hal ini dipengaruhi adanya
akumulasi air pada minyak jelantah pada proses transesterifikasi. Penurunan kadar
air ini dapat mendorong terjadinya proses hidrolisis antara trigliserida dan
molekul air sehingga membentuk gliserol dan asam lemak bebas. Jumlah katalis
berpengaruh terhadap presentase kadar air biodiesel. Kadar air tertinggi diperoleh
pada penggunaan katalis 4% dengan persentase 0,044%. SNI untuk kadar air
adalah Maks. 0,05 %Vol. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kadar air sudah
memenuhi SNI.
Gambar 4. Grafik Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%)
Terhadap Kadar Air (%Vol)
3.6 Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%) Terhadap
Bilangan Asam (Mg-KOH/g)
Angka asam adalah salah satu parameter yang dapat digunakan untuk
mengukur kualitas suatu biodiesel. Semakin kecil angka asam maka akan semakin
baik kualitas dari biodiesel. Dari Gambar 5 diketahui bahwa nilai bilangan asam
tidak konstan, namun semua sampel biodiesel masih memenuhi Standar Nasional
Indonesia (2015) yang menyatakan bahwa batas maksimum bilangan asam yakni sebesar
0,5 mg KOH/gr.
7
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11
Gambar 5. Grafik Pengaruh Rasio Molar Reaktan (ml) dan Masa Katalis (%)
Terhadap Bilangan Asam (Mg-KOH/g)
8
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11
Berdasarkan hasil analisis GC, komponen asam lemak yang utama pada
sampel minyak goreng bekas adalah pada puncak 1 yaitu asam lemak jenuh
berupa asam palmitat sebesar 440,28% dan puncak 4 yaitu asam lemak tidak
jenuh berupa asam oleat sebesar 31,99%.
Wavenumber (cm-1)
9
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11
yang dikalsinasi pada 700 oC selama 8 jam belum berhasil terbentuk. Adanya
kandungan kalium yang tinggi, maka serbuk kulit limbah buah kapuk dapat
digunakan sebagai katalis dalam pembuatan proses transesterifikasi dalam
pembuatan biodiesel dari minyak jelantah, ini juga dibuktikan dengan
terbentuknya metil ester dari minyak jelantah.
Gambar 9. Foto SEM Katalis dengan pembesaran (kiri) 1000x (kanan) 5000x
Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa profil permukaan katalis nampak tidak
seragam dan terbentuk aglomerasi serta terdiri dari lempeng-lempeng yang tidak
beraturan untuk setelah diperbesar hingga 5000x ukuran rongga terlihat berpori
10
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11
dan dari Tabel 1 telah menunjukkan bahwa katalis tersusun dari campuran
Kalium, CaO dan silika.
Tabel 1. Hasil uji EDS
No Komponen Persentase (%)
1 Karbon 30,60
2 Oksigen 42,96
3 Magnesium 1,35
4 Silika 0,11
5 Fosfor 0,53
6 Klorin 0,30
7 Kalium 20,41
5. Daftar Pustaka
1. Affandi, Formo dan Gita, 2013. Produksi Biodiesel dari Lemak Sapi
dengan Proses Transesterifikasi dengan Katalis Basa NaOH. Jurnal
Teknik Kimia USU., Vol. 2. No. 1.
11
Zharifa Nazhira / Jurnal Teknologi Kimia Unimal 1:1 (November 2020) 1–11
12