Anda di halaman 1dari 5

Dasar Teori

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang memiliki karakteristik


menyerupai solar atau diesel, diproduksi dari berbagai sumber terbarukan seperti
lemak nabati atau hewani dan dapat digunakan secara langsung pada mesin-mesin
diesel tanpa perlu modifikasi mesin (Lee, et.al.,2011).

Lee, S.B., Lee, J.D., & Hong, I.K. (2011). Ultrasonic energy effect on vegetable
oil based biodiesel synthetic process. Journal of Ind. Eng. Chem, 17(1), 138- 143.

Biodisel adalah bahan bakar alternatif yang dihasilkan dari reaksi kimia antara
minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek, misalnya etanol,
metanol atau butanol dengan dibantu katalis. Dari sudut pandang lingkungan
penggunaan biodisel memiliki keuntungan misalnya mereduksi emisi
karbonmonoksida dan karbndioksida. Nontoxic dan Biodegradable. Diharapkan
biodisel dapat mereduksi meggunakan bahan bakar fosil( Maceiras, R. dkk.2011).

Maceiras, R., Rodriguez, M., Cancela, A., Urrejola, S., Sanchez, A.2011.
“Macroalgae: Raw Material for Biodiesel Production”, Applied Energy, 88, hal.
3318-3323.

Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat
pengolah bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggoreng
sangat penting dan kebutuhannya semakin meningkat. Setelah digunakan, minyak
goreng tersebut akan mengalami perubahan dan bila ditinjau dari komposisi kimianya,
minyak bekas penggorengan mengandung senyawa-senyawa yang bersifat
karsibogenik, yang terjadi selama proses penggorengan. Perubahan sifat ini
menjadikan minyak goreng tersebut tidak layak lagi digunakan sebagai bahan
makanan. Oleh karena itu minyak goreng yang telah dipakai atau minyak jelantah
menjadi barang buangan atau limbah dari industry penggorengan (Rosita dan
Widasari, 2009).

Rosita, Fradiani, dan Widasari Arum.2009. Peningkatan Kualitas Minyak Goreng


Bekas dari KFC dengan Menggunakan Adsorben Karbon Aktif. Seminar Tugas Akhir
S1 jurusan Teknik Kimia Undip 2009.

Minyak goreng bekas merupakan salah satu bahan baku yang memiliki peluang
untuk pembuatan biodiesel, karena minyak ini masih mengandungtrigliserida, di
samping asam lemak bebas. Data statistik menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan
peningkatan produksi minyak goreng. Dari 2,49 juta ton pada tahun 1998, menjadi 4,53
juta ton tahun 2004 dan 5,06 juta ton pada tahun 2005 (Darmawan, 2013).

Darmawan, F. I. (2013). Proses Produksi Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan


Metode Pencucian Dry-Wash Sistem. JTM. Volume 02 Nomor 01 Tahun 2013, 80 - 87.

Minyak goreng bekas mengandung asam lemak bebas (Free Fatty Acid) yang
dihasilkan dari reaksi oksidasi dan hidrolisis pada saat penggorengan. Adanya FFA
dalam minyak goreng bekas dapat menyebabkan reaksi samping yaitu reaksi
penyabunan, jika dalam proses pembuatan biodiesel langsung menggunakan reaksi
transesterifikasi. Sabun yang dihasilkan dapat mengganggu reaksi dan proses
pemurnian biodiesel. Reaksi transesterifikasi memerlukan minyak dengan kemurnian
tinggi (kandungan FFA <2%). Jika FFA tinggi akan mengakibatkan reaksi
transesterifikasi terganggu akibat terjadinya reaksi penyabunan antara katalis dengan
FFA. Kadar asam lemak bebas minyak nabati harus kecil dari 1% (Aziz, 2011).

Aziz, I. (2011). Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari MinyakGoreng Bekas. Valensi
Vol. 2 No. 2, Mei 2011 (384‐388).

Biodisel pada umumnya disintesis dari ester asam lemak dengan rantai karbon
antara C6-C22. Minyak kelapa sawit memiliki kandungan kaya akan trigliserida
merupakan sumber potensial untuk pembuatan biodisel, trigliserida memiliki
viskositas dinamik yang sangat tinggi dibandingkan dengan solar. Rantai Karbon
biodisel bersifat sederhana, berbentuk lurus dengan dua buah atom oksigen pada tiap
cabangnya, sehingga lebih mudah didegradasi oleh bakteri. Menurut Leung(2010).
untuk mendapatkan hasil yang baik maka diperlukan perhitungan teoritis, biasanya
volume minyak yang digunakan 100mL akan menghasilkan biodisel sebanyak 107,84
mL jika reaksinya berlangsung sempurna( Leung, dkk, 2010).

Leung, D.Y.C., Wu, X., Leung, M.K.H.2010.” A Rievew on Biodisel Production


Using Catalyzed Transesterification”. Applied Energy, 87. hal 1083-1095.
Transterifikasi merupakan suatu rekasi organik dimana senyawa ester diubah
menjadi senyawa lain melalui pertukaran gugus alkohol dari ester dengan gugus alkul
dari senyawa alkohol lain. Dalam reaksi ini senyawa ester direaksikan dengan suatu
alkohol sehingga reaksinya juga disebut alkoholisis. Reaksi ini merupakan reaksi
kesetimbangan, untuk mempercepat tercapainya kesetimbangan dari reaksi diperlukan
katalis, katalis yang digunakan berupa asam atau basa kuat. Sedangkan untuk
memperoleh kelimpahan yang besar dari senyawa ester produk, salah satu pereaksi
harus dalam jumlah yang banyak (Fesseden, 1996).

Fesseden, Ralph J dan Joan S Fessenden. 1996. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.

Tahapan rekasi transesterifikasi pembuatan biodisel selalu menginginkan agar


didapatlam produk biodisel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi reaksi
yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodisel melalui transesterifikasi adalah
sebagai berikut:

1. Pengaruh air dan asam lemak bebas

Minyak yang akan di transesterifikasi harus memiliki angka asam yang lebih
kecil dari 1. dimana para peneliti menyarankan agar kandungan asam lemak bebas
lebih kecil dari 0.5%. selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari
air. Air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis berkurang.

2. Perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah.

Secara stokiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol
untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol.
Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan 98%. secara
umum semakin banyak alkohol yang digunakan , konversi yang diperoleh juga akan
semakin bertambah. Pada rasio 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan 98%-99%,
sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1
karena dappat memberikan konversi yang maksimum

3. Pengaruh temperatur
Reaksi ini daoat dilakukan ada temperatur 30-65 C. semakin tinggi temperatur,
konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat
( Freedman,1984).

Freedman, B., E.H. Pryde., and T.L. Mounts. 1984. Variables Affecting the
Yields of Fatty Esters from Transesterfied Vegetable Oils. JAOCS. Vol 61 (10).
1638-1639

Standar Biodisel menurut SNI 04-7182-2006

Bilangan asam di dalam bahan bakar dapay mempengaruhi sifat korosinya


terhadap mesin. Semakin tinggi bilangan asam maka korosivitasnya semakin tinggi.
Biangan asam dalam biodiesel yang dihasilkan berkisar dari 2,98 mgKOH/g hingga
4,20 mgKOH/g. jika dibandingkan dengan bilangan asam bahan baku minyak jelantah,
yakni 5,6 mgKOH/g, maka bilangan asam biodisel yang dihasilkan telah mengalami
penurunan. Namun kandungan asam yang dihasilkan masih lebih tinggi dari SNI,
yakni 0,8mgKOH/g. Tingginya bilangan asam karena penggunaan metanol teknis
(70%) sebagai pereaksi sehingga mengakibatkan reaksi kurang sempurna(Satriana,
dkk.2012).

Satriana, N.E. Husna, Desrina dan Supardan, M.D. (2012). .Karakteristik


Biodiesel hasil Transterifikasi Minyak Jelantah Menggunakan Teknik Kavitasi
hidrodinamik. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian 4(2): 15-20.

Anda mungkin juga menyukai