Anda di halaman 1dari 6

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kacang Tanah menggunakan Katalis

Dolomit Teraktivasi
Rizky Febri Ibra Habibie, Nimas Maylani Yuniffah, Arif Hidayat*
Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia

Jalan Kaliurang KM 14,5 Sleman, Yogyakarta 55584, Indonesia

*Corresponding author: arif.hidayat@uii.ac.id

Abstrak

Kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat seiring berjalannya waktu. Akan tetapi, peningkatan kebutuhan tersebut tidak sebanding dengan
cadangan bahan bakar fosil yang semakin digunakan maka akan habis dan membutuhkan waktu jutaan tahun untuk membentuknya kembali. Hal
tersebut memicu terjadinya krisis energi jika tidak ditemukan solusi alternatif dari masalah tersebut. Bioenergi merupakan salah satu sumber
energi alternatif yang dihasilkan dari biomassa, salah satunya biodiesel. Biodiesel dapat dibuat dari minyak nabati dengan proses transesterifikasi.
Produksi kacang tanah yang melimpah di Indonesia menjadi peluang besar untuk bahan baku biodiesel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dan mempelajari aktivitas katalis pada pembuatan biodiesel dari minyak kacang tanah (Arachis hypogea) dengan dua variabel, yaitu rasio mol
minyak kacang dengan metanol (1:4, 1:6, 1:8, 1:10) dan suhu reaksi (suhu lingkungan, 40⁰C, 60⁰C). Biodiesel yang dihasilkan kemudian dianalisis
menggunakan FTIR sehingga dapat menunjukkan spektrum gelombang metil ester. Parameter utama dari penelitian ini yaitu yield biodiesel yang
dihasilkan menggunakan katalis dolomit aktivasi dengan cara kalsinasi pada suhu 900⁰C pada berbagai variasi rasio mol reaktan dan suhu reaksi.
Yield tertinggi didapatkan dari rasio mol reaktan 1:10 dan suhu 60⁰C dengan nilai yield sebesar 92,3%.

Kata kunci: Biodiesel, minyak kacang, dolomit, transesterifikasi, yield.

Abstract

A rising of the need of energy has been rising through the time. However, the ascending of need has not been equal due to the reserve of fossil
fuel which will runs out over time and it need a million years to reproduce this fuel. These issues creating an energy crisis in case of none have
found an alternative solution. Bio-energy is one of the alternative energy resource which produce from biomass, one of the example is biodiesel.
Biodiesel created from transesterification of vegetable oil. An abundant production of peanuts in Indonesia is a main factor to become a raw
material for producing biodiesel. This research purposing to study and to know the catalytic activity of producing biodiesel from peanut oil
(Arachis hypogea) with 2 variables, which is mol ratio of peanut oil with methanol (1:4, 1:6, 1:8, 1:10) with reaction temperature (room
temperature, 40⁰C, 60⁰C). Produced of biodiesel then analyzed with FTIR to represent the wave spectrum absence of methyl ester. The main
parameter from this research is the yield of biodiesel which generated within the use of activated dolomite as catalyst from calcination in 900
with a varieties mol ratio of reactant and reaction temperatures. The result of highest yield from reactant mol ratio 1:10 with 60 of temperature
is 92,3%.

Keywords: Biodiesel, peanut oil, dolomite, transesterification, yield.

1. Pendahuluan

Minyak bumi, gas alam maupun batu bara merupakan beberapa energi konvensional yang sumbernya tidak terbarukan karena
berasal dari sumber daya alam dengan waktu pembentukan sampai jutaan tahun. Semua energi fosil merupakan energi utama yang
konsumsinya terus meningkat seiring berkembangnya teknologi dan aktivitas industri. Sampai saat ini, kebutuhan energi dunia
akan meningkat dari 8,8 Gtoe (gigatons of oil equivalent) menjadi 11,3 sampai 17,2 Gtoe (IEA,2006).

Meningkatnya kebutuhan energi tidak sebanding dengan cadangan bahan bakar fosil yang terdapat di bumi. Penipisan jumlah
sumber bahan bakar fosil mengharuskan para ilmuwan untuk menemukan sumber energi alternatif yang bersifat renewable seperti
bioenergi. Hal tersebut dapat mencegah terjadinya krisis energi (cadangan minyak) di Indonesia. Konsep utama dalam penemuan
sumber energi alternatif yaitu dengan mempertimbangkan ketahanan, dapat diperbaharui dan mengurangi polusi.
Salah satu bioenergi yang dapat dihasilkan dari biomassa yaitu biodiesel, merupakan bahan bakar pengganti diesel yang bahan
bakunya berupa minyak nabati atau minyak hewani. Minyak nabati untuk membuat biodiesel dapat diperoleh dari sumber hayati
yang melimpah di Indonesia, diantaranya biji tanaman kacang tanah (Aracis hypogaea), jagung (Zea mays), Jarak pagar (Jatropha
curcas L.) dan lain sebagainya. (Haryadi, dkk 2009). Rudolf Diesel sebagai penemu mesin diesel pada awalnya telah melakukan
penelitian terhadap minyak kacang sebagai bahan bakar alternatif, sehingga dapat dibuktikan bahwa minyak nabati dapat langsung
digunakan di mesin diesel karena memiliki sifat fisis yang sama dengan bahan bakar diesel dari minyak bumi. (Singh, dkk.2019)

Biodiesel adalah komponen mono alkil ester yang diperoleh melalui reaksi transesterifikasi trigliserida dalam minyak nabati
atau minyak hewani dengan alkohol rantai pendek, seperti metanol atau etanol, dengan bantuan katalis. Proses transesterifikasi
untuk produksi biodiesel dapat dikatalisis dengan katalis homogen (asam atau basa) maupun katalis heterogen (asam, basa atau
enzimatis).

Produksi biodiesel yang berasal dari minyak nabati antara lain minyak kacang dapat dilakukan dengan reaksi transesterifikasi.
Transesterifikasi merupakan proses kimia yang mengganti gugus alkoksi pada senyawa ester dengan alkohol. Alkohol yang sesuai
untuk reaksi transesterifikasi meliputi metanol, etanol, propanol dan butanol. Alkohol yang sangat umu digunakan adalah etanol
dan metanol, dan metanol banyak digunakan karena memiliki sifat kimia yang lebih baik dan biaya yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan etanol. Untuk mempercepat reaksi pada transesterifikasi, harus ditambahkan katalis. Katalis homogen lebih
sering digunakan untuk produksi biodiesel daripada katalis heterogen karena nilai efisiensi produk yang lebih tinggi dengan waktu
reaksi yang lebih pendek dan suhu reaksi yang lebih rendah, namun membutuhkan biaya yang lebih besar untuk proses pemisahan
produk dengan katalis. Katalis heterogen juga seringkali digunakan karena mengurangi korosi pada alat, pemisahan lebih mudah,
dan umur yag lebih panjang.

Dari permasalahan tersebut, untuk mengatasi keterbatasan jumlah cadangan fosil di dunia, sedangkan jumlah produksi kacang
di Indonesia sangat melimpah sekitar 600-700 ribu ton/tahun, maka minyak kacang dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan biodiesel. (BPS,2019). Katalis heterogen yaitu dolomit juga digunakan dalam penelitian ini karena dapat mempermudah
pemisahan katalis yang berupa padatan dengan produk biodiesel yang berupa cairan dengan biaya yang lebih murah. Kedua hal
penting tersebut merupakan landasan utama peneliti dalam melakukan penelitian pembuatan Biodiesel dari minyak kacang
menggunakan dolomit, sehingga diharapkan biodiesel yang dihasilkan dapat memiliki efisiensi yang tinggi dan dapat menjadi
energi aternatif di masa mendatang.

2. Metodologi
2.1 Bahan

Minyak kacang DKP (peanut oil) yang diperoleh dari toko online, katalis dolomit, metanol teknis 98% , dan Aquadest yang
di dapat dari toko bahan kimia general labora.

2.2 Peralatan

Peralatan yang digunakan di laboratorium meliputi peralatan gelas, lumpang porselen, ayakan, oven, furnace, timbangan
digital, kertas saring, hot plate magnetic stirrer, pengaduk magnet, klem dan buret, kondensor, dan termometer. Alat instrumen
yang digunakan yaitu Spektrofotometer inframerah.

2.3 Metode

Penelitian ini dilakukan pada suhu lingkungan, suhu 40 ⁰C dan suhu 60 ⁰C dengan perbandingan rasio mol minyak kacang
dengan metanol yaitu 1:4, 1:6, 1:8 dan 1:10.

2.3.1 Preparasi dan Aktivasi Katalis Dolomit dengan proses Kalsinasi

Memasukkan katalis dolomit kedalam lumpang porselen, lalu memasukkannya kedalam furnace, kemudian
mengatur kondisi operasi furnace yaitu suhu : 900⁰C dengan penambahan suhu 5⁰C per menit dan waktu tinggal selama 4
jam.

2.3.2 Menentukan jumlah methanol yang dibutuhkan

Menentukan jumlah metanol yang di butuhkan untuk tiap tiap perbandingan konsentrasi dengan menggunakan
rumus:

Massa Minyak Massa Metanol


= (1)
BM Minyak koef pembanding x (BM Metanol)

2.3.3 Proses Reaksi Transesterifikasi


Menimbang 50 gram minyak kacang DKP kemudian mengukurnya menggunakan gelas ukur dan mencatat
volumenya. Kemudian menimbang jumlah metanol teknis sesuai dengan jumlah yang sudah di tentukan untuk setiap
perbandingan koefisien dan mencatat volumenya. Lalu menimbang katalis seberat 2 gram. Memanaskan minyak sesuai
dengan suhu yang telah ditentukan untuk tiap variabel sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer. Setelah suhu minyak
mencapai suhu yang diinginkan, kemudian memasukkan metanol dan dolomit ke labu reaksi alas datar yang sudah
dilengkapi dengan pendingin balik dan magnetic stirrer. Mengukur suhu setiap 15 menit selama 2 jam.
2.3.4 Proses Filtrasi katalis
Memisahkan katalis dengan menaruh hasil reaksi kedalam corong yang telah di lapisi oleh kertas saring serta
menaruh nya di atas corong pisah. Meninggalkan proses filtrasi selama sehari semalam sampai terbentuk 2 fase yang secara
jelas terlihat terpisah. Kemudian menimbang massa, mengukur volume dan menghitung densitas biodiesel yang diperoleh
serta menampung gliserol yang terbentuk. Kandungan biodiesel kemudian diuji dengan menggunakan instrumen Fourier-
transform infrared spectroscopy (FTIR).

2.3.5 Perhitungan Yield Biodiesel


Setelah proses pengukuran selesai, sampel disimpan dalam botol sampel berukuran 100 ml. kemudian melakukan
perhitungan total yield yang dihasilkan dengan menggunakan persamaan:

𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


yield = 𝑥 100% (2)
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑚𝑢𝑙𝑎 𝑚𝑢𝑙𝑎

3. Hasil dan Pembahasan

Tabel 1 Perbandingan hasil biodiesel


Hasil Biodiesel
Rasio Suhu volume massa Yield
(mL) (gram) (%)
1:4 Lingkungan 52,5 46,2 84
40°C 51,55 45,55 83
60°C 56 48.4 88
1:6 Lingkungan 50 44,34 81
40°C 46 39,85 72
60°C 55 48,04 87
1:8 Lingkungan 47 41,45 75,4
40°C 57 48,65 88,5
60°C 59 50,6 92
1 : 10 Lingkungan 54 47,28 86
40°C 55,5 49,02 89,1
60°C 58,5 50,77 92,3

3.1 Pengaruh Rasio Mol Minyak Kacang dengan Metanol terhadap Yield Biodiesel
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi yang dapat berlangsung secara dua arah (reversible) yang dibatasi oleh keadaan
kesetimbangan. Untuk dapat menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan produk, salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah
membuat jumlah mol pereaksi berlebihan, dalam penelitian ini jumlah mol metanol yang dibuat berlebihan. Untuk menghitung
jumlah metanol yang berlebihan pada setiap perbandingan, dapat dicari menggunakan rumus yang terdapat pada rumus 3.1. Hasil
perhitungan massa metanol untuk setiap perbandingan adalah sebagai berikut:

Tabel 2 Massa metanol untuk setiap perbandingan

Perbandingan mol Massa metanol


1:4 10,5 gr
1:6 15,7 gr
1:8 20,9 gr
1:10 26,2 gr

Hasil penelitian yang menunjukkan pengaruh rasio mol minyak kacang dengan metanol (1:8 dan 1:10) terhadap yield
biodiesel dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
100,0% 88,5% 89,1% 92% 92,3%
86%
90,0%
80,0% 75,4%

Yield Biodiesel
70,0%
60,0%
50,0%
40,0% 1:8
30,0% 1 : 10
20,0%
10,0%
0,0%
Lingkungan 40°C 60°C
Suhu reaksi

Gambar 1 Hubungan rasio mol reaktan dengan yield biodiesel pada berbagai suhu

Dari Gambar 1 terlihat bahwa semakin besar perbandingan mol minyak kacang dengan metanol, yield biodiesel meningkat.
Pada suhu lingkungan, yield biodiesel pada 1:8 dan 1:10 meningkat dari 75% menjadi 86%, begitu juga peningkatan pada suhu 40
⁰C dan 60 ⁰C. Peningkatan yield dari biodiesel ini disebabkan oleh banyaknya metanol yang ikut bereaksi sehingga menghasilkan
fame (Free acid methyl ester) yang lebih banyak sehingga menggeser kesetimbangan ke arah kanan yang berarti produk biodiesel
yang dihasilkan semakin banyak.

3.2 Pengaruh Suhu Reaksi terhadap Yield Biodiesel.


Peran penting suhu pada reaksi transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel ini yaitu semakin tinggi suhu maka membuat
reaksi berjalan semakin cepat, sehingga biodiesel yang dihasilkan semakin banyak. Selama proses reaksi, digunakan waterbath
agar proses reaksi berjalan secara isothermal sehingga dapat diasumsikan bahwa tidak ada suhu yang keluar ke lingkungan selama
proses reaksi transesterifikasi. Pengaruh suhu reaksi yang dipelajari dalam penelitian ini adalah suhu lingkungan, 40 dan 60 ⁰C.
Hasil penelitian yang menunjukkan pengaruh suhu reaksi terhadap yield biodiesel dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

100% 88% 87% 88,5% 92% 89,1%92,3%


90% 83%
80% 72%
Yield biodiesel

70%
60%
50%
40% Series2
40 ⁰C
30% Series3
60 ⁰C
20%
10%
0%
1:4 1:6 1:8 1 : 10
Rasio mol reaktan

Gambar 2 Hubungan suhu dengan yield biodiesel pada berbagai rasio mol reaktan

Dari Gambar 2 terlihat bahwa semakin tinggi suhu reaksi, yield biodiesel meningkat. Hal ini disebabkan karena meningkatnya
suhu reaksi akan menurunkan viskositas yang menjadikan mixing lebih baik sehingga transfer massa antar reaktan dan katalis lebih
baik juga.

3.3 Analisa Biodiesel menggunakan FTIR


Reaksi transesterifikasi dianggap berhasil dengan bergantung beberapa faktor, antara lain suhu, rasio mol alkohol dengan
minyak, pengadukan dan katalis. Rasio mol minyak dengan alkohol diuji dengan beberapa rasio, tetapi harus dipahami bahwa
perbandingan yang terlalu kecil juga dapat mengakibatkan reaksi tidak berjalan dengan sempurna, sebaliknya rasio yang terlalu
besar membuat pemisahan gliserol dengan biodiesel jauh lebih susah.

Pembuktian bahwa yang dihasilkan dari proses transesterifikasi adalah metil ester, maka dilakukan uji analisis menggunakan
Fourier Transform Infrared (FTIR). FTIR memiliki fungsi untuk dapat mengetahui gugus-gugus fungsi yang terbentuk dalam
sampel. Biodiesel yang dihasilkan dari proses transesterifikasi diuji dengan FTIR untuk dapat mengetahui dan membuktikan bahwa
menggunakan minyak kacang tanah dengan katalis dolomit berhasil membentuk metil ester sebagai gugus fungsi utama dari
biodiesel.

Sampel yang diujikan menggunakan FTIR hanya sampel biodiesel pada rasio 1:10 dengan suhu 40 oC dan 60oC begitu juga
dengan gliserol yang merupakan hasil proses transesterifikasi dengan rasio dan suhu yang sama.

Gambar 3 Spektra FTIR Biodiesel minyak kacang (1:10; 40⁰C)

Dari Gambar 3.3, Hasil uji biodiesel minyak kacang dengan suhu 40 oC, pada spektra metil ester terdapat puncak vibrasi C=O
pada 1743.10 cm-1. Puncak vibrasi tekuk C-O pada 721.66 cm-1; 877.28 cm-1; 1168.78 cm-1. Puncak vibrasi untuk C-H alkana pada
1370.37 cm-1; 1458.34 cm-1. Puncak vibrasi untuk X=C=Y (C,O,N,S) pada 2031.98 cm -1; 2321.47 cm-1. Dan puncak vibrasi O-H
pada 2852.49 cm-1; 2921.06 cm-1; 3008.48 cm-1; 3456.96 cm-1. Dari hasil analisis dapat disimpulkan gugus metil ester sudah
terbentuk.

Gambar 4 Spektra FTIR Biodiesel minyak kacang (1:10; 60⁰C)

Dari Gambar 4, Hasil uji biodiesel minyak kacang dengan suhu 60 oC pada vibrasi C=O pada 1654.67 cm -1; 1742.65 cm-1.
Puncak vibrasi tekuk C-O pada 722.61 cm-1; 1167.75 cm-1; 1371.15 cm-1; 1459.84 cm-1. Puncak vibrasi untuk X=C=Y (C,O,N,S)
pada 2033.90 cm-1; 2359.75 cm-1. Dan puncak vibrasi O-H pada 2678.18 cm-1; 2853.19 cm-1; 2922.02 cm-1; 3006.70 cm-1; 3472.24
cm-1. Dari hasil analisis dapat disimpulkan gugus metil ester sudah terbentuk.

4. Kesimpulan
Pembuatan biodiesel dari minyak kacang tanah yang menggunakan katalis dolomit terbukti dapat menghasilkan yield biodiesel
yang cukup tinggi, dengan hasil tertinggi terdapat pada sampel yang menggunakanan perbandingan 1:10, dijalankan pada suhu
reaksi 600C dan katalis yang teraktivasi dengan suhu 9000C menghasilkan yield biodiesel sebsar 92,3%. Berdasarkan uji analisis
FTIR didapatkan bahwa gugus metil ester telah terbentuk. Ditandai dengan terdapatnya spektra gugus metil ester pada spektra
sampel biodiesel dari minyak kacang yang dihasilkan.
Referensi

1. Afiyan, K. (2012). Aktivitas Katalitik Dolomit Gresik sebagai Katalis Heterogen dalam Produksi Biodiesel dari Minyak Jarak
Pagar. Skripsi Universitas Airlangga.
2. Appura, T., Rajesh, V.M., & Sanjeev, Y. (2018). Biodiesel production in micro-reactors: A review. Energy for Sustainable
Development, 43, 143-161.
3. Bharadwaj, A.V., Niju, S., Khadhar, M., Meera, S.B., & Anantharaman, N. (2019). Optimization of Continuous Biodiesel
Production from Rubber Seed Oil (RSO) using Clacined Eggshells as Heterogeneous Catalyst. Journal of Environmental
Chemical Engineering, 19, 1-47.
4. Bintang, M.T., & Aisyah, S.A. (2015). Sintesis biodiesel dari minyak biji nyamplung (Callophyllum innophylum L.) dengan
metode ultrasonokimia. Chemical et Natura Acta, 3.2, 84-89.
5. Canan, K., Candan, H., Akin, B., Osman, A., Sait, E., & Abdurrahman, S. (2009). Methyl ester of peanut (Arachis hypogea L.)
seed oil as a potential feedstock for biodiesel production. Renewable Energy, 34, 1257-1260.
6. Dachriyanus. (2004). Analisis struktur senyawa organik secara spektroskopi . Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi
dan Komunikasi (LPTIK), Universitas Andalas.
7. Digambar, S., Dilip, S., S.L. Soni., Sumit, S., Pushpendra, K.S., & Amit, J. (2019). A review on feedstocks, production
processes, and yield for different generations of biodiesel. Fuel, 116553, 1-15.
8. Eman, N.A., & Cadence, I.T. (2013). Characterization of Biodiesel produced from palm oil via base catalyzed
transesterification. Procedia Engineering, 53, 7-12.
9. Euripedes, G.S.J., Euclesio, S., Victor, H.P., Oselys, R.J., Nestor, A.H.Z., 7 Maria, C.V. (2016). Potential of Virginia-type
peanut (Arachis hypogaea L.) as feedstock for biodiesel production. Industrial Crops and Products, 89, 448-454.
10. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). (2017). Perkembangan biodiesel di Indonesia dan terbesar di Asia.
11. Haryadi, Riniati, A., Triady, & I. Hardiyanto. (2009). Pembuatan Biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dengan menggunakan
Dolomit sebagai Katalis Heterogen. Jurnal Teknik Kimia, Politeknik Negeri Bandung.
12. Leandro, M.C., Natalia, S.C., Denise, S.N., Celio, L.C., Juan, A.C., Enrique, R.C., & Rodrigo, S.V. (2015). Characterization
and application of dolomite as catalytic precursor for canola and sunflower oils for biodiesel production. Chemical Engineering
Journal, 15, 1-42.
13. Mahlia, T.M., Syazmi, Z.A., Mofijur, M., Pg Abas, A.E., & Bilad, M.R. (2020). Patent landscape review on biodiesel
production: Technology updates. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 118, 109526.
14. Majid, M., Babak, A., Mahmoud, M., & Ahmadreza, A. (2019). The use of KOH/Clinoptilolite catalyst in pilot of microreactor
for biodiesel production from waste cooking oil. Fuel, 116659, 1-10.
15. Maria, N., & John, V. (2020). Transesterification activity of modified biochars from spent malt rootlets using triacetin. Journal
of Cleaner Production, 20, 1-35.
16. Mohamed, R.M., Kadry, G.A., Abdel-Samad, H.A., & Awad, M.E. (2019). High operative heterogeneous catalyst in biodiesel
production from waste cooking oil. Egyptian Journal of Petroleum, 11002, 1-7.
17. Oyetola, O., & Noor, A. (2019). A review of global current scenario of biodiesel adoption and combustion in vehicular diesel
engines. Energy Reports, 5, 1560-1579.
18. Shajaratun Nur, Z.A., Taufiq-Yap, Y.H., Rabiah Nizah, M.F., Siow, H.T., Syazwani, O.N., & Aminul, I. (2014). Production of
biodiesel from palm oil using modified Malaysian natural dolomites. Energy Conversion and Management, 78, 738-744.
19. Shuang, Z., Shengli, N., Hewei Yu, Yilin, N., Xiangyu, Z., Ximing Li, Yujiaoi, Z., Chunmei Lu., & Kuihua, H. (2019).
Experimental investigation on biodiesel production through transesterification promoted by the La-dolomite catalyst. Fuel, 257,
116092.
20. Soni, S., Nila, T.B., & Tety, S. (2017). Alternatif pembuatan biodiesel melalui transesterifikasi minyak castor (Ricinus
communis) menggunakan katalis campuran cangkang telur ayam dan kaolin. Jurnal Kimia Valensi, 3, 1-10.
21. Wayu, J., & Chawalit, N. (2018). Heterogeneously catalyzed transesterification of palm oil with metanol to produce biodiesel
over calcined dolomite: The role of magnesium oxide. Energy Conversion and Management, 171, 1311-1321.

Anda mungkin juga menyukai