Biodiesel terbuat dari minyak nabati yang berasal dari sumber daya yang dapat
diperbaharui, antara lain kelapa sawit, kedelai, bunga matahari, jarak pagar dan lain-lain.
Selain itu dapat pula dibuat dari minyak bekas penggorengan. Biodiesel dapat dibuat melalui
proses transesterifikasi, esterifikasiatau proses esterifikasi-transesterifikasi (E. Hambali,
2007)
1.2 TujuanPercobaan
Asam kuat mengkatalisis reaksi dengan mendonasikan sebuah proton pada gugus
karbonil, sehingga membuatnya menjadi elektrofil kuat. Sedangkan katalis basa
mengkatalisis reaksi dengan melepaskan sebuah proton dari alkohol, sehingga menjadikannya
nukleofilik.
Transesterifikasi adalah proses transformasi kimia molekul trigliserida yang besar,
bercabang dari minyak nabati dan lemak menjadi molekul yang lebih kecil, molekul rantai
lurus, dan hampir sama dengan molekul dalam bahan bakar diesel. Minyak nabati atau lemak
hewani bereaksi dengan alkohol (biasanya metanol) dengan bantuan katalis (biasanya basa)
yang menghasilkan alkil ester (atau untuk metanol, metil ester) (Knothe et al., 2005).
Tidak seperti esterifikasi yang mengkonversi asam lemak bebas menjadi ester, pada
transesterifikasi yang terjadi adalah mengubah trigliserida menjadi ester. Perbedaan antara
transesterifikasi dan esterifikasi menjadi sangat penting ketika memilih bahan baku dan
katalis. Transesterifikasi dikatalisis oleh asam atau basa, sedangkan esterifikasi,
bagaimanapun hanya dikatalisis oleh asam (Nourredine, 2010). Pada transesterifikasi, reaksi
saponifikasi yang tidak diinginkan bisa terjadi jika bahan baku mengandung asam lemak
bebas yang mengakibatkan terbentuknya sabun. Lotero et al. (2005) merekomendasikan
bahan baku yang mengandung kurang dari 0,5% berat asam lemak saat menggunakan katalis
basa untuk menghindari pembentukan sabun.
Alkohol yang paling umum digunakan adalah metanol dan etanol, terutama metanol,
karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksinya disebut
metanolisis). Produk yang dihasilkan (jika menggunakan metanol) lebih sering disebut
sebagai metil ester asam lemak (fatty acid methyl ester/FAME) daripada biodiesel (Knothe et
al., 2005), sedangkan jika etanol yang digunakan sebagai reaktan, maka akan diperoleh
campuran etil ester asam lemak (fatty acid ethyl ester/FAEE) (Lam et al., 2010). Dengan
minyak berbasis bio (minyak nabati) maka hubungan stoikiometrinya memerlukan 3 mol
alkohol per mol TAG (3:1), tetapi reaksi biasanya membutuhkan alkohol berlebih berkisar
6:1 hingga 20:1, tergantung pada reaksi kimia untuk transesterifikasi katalis basa dan 50:1
untuk transesterifikasi katalis asam (Zhang et al., 2003).
Laju reaksi transesterifikasi sangat dipengaruhi oleh suhu reaksi. Umumnya reaksi
dilakukan pada suhu yang dekat dengan titik didih metanol (60-70oC) pada tekanan atmosfer.
Dengan menaikkan lagi dari suhu tersebut, maka akan lebih banyak lagi metanol yang hilang
atau menguap (Ramadhas et al., 2005).
Pada mekanisme transesterifikasi, karbon karbonil dari ester awal (RCOOR1) mengalami
serangan nukleofilik oleh alkoksida (R2O) untuk menghasilkan intermediet tetrahedral, yang
bisa saja berubah menjadi bahan awal (reaktan) maupun produk reaksi transesterifikasi
(RCOOR2). Berbagai spesies yang ada dalam kesetimbangan, dan distribusi produk
tergantung pada energi relatif dari reaktan dan produk.
Mekanisme basa
Mekanisme asam
5. Deprotonasi
Karena kedua reaktan dan produk adalah ester dan alkohol, reaksi bersifat reversibel (dapat
balik) dan konstanta kesetimbangan nilainya mendekati satu. Akibatnya, prinsip Le Chatelier
telah digunakan untuk mendorong reaksi sampai selesai. Cara termudah untuk melakukannya
adalah dengan menggunakan alkohol sebagai pelarut.
Aplikasi skala terbesar transesterifikasi adalah dalam sintesis poliester. Diester mengalami
transesterifikasi dengan diol untuk membentuk makromolekul. Sebagai contoh, dimetil
tereftalat dan etilen glikol bereaksi membentuk polietilen tereftalat dan metanol, yang
diuapkan untuk mendorong reaksi ke depan.
Reaksi kebalikannya yaitu metanolisis juga merupakan contoh dari transesterifikasi. Proses
ini telah digunakan untuk mendaur ulang poliester menjadi monomer individu. Hal ini juga
digunakan untuk mengkonversi lemak (trigliserida) menjadi biodiesel.
Transesterifikasi dengan katalis basa ditandai dengan volume aktivasi negatif (kira-kira 12
cm3) dan oleh karena itu proses lebih cepat di bawah kondisi tekanan tinggi. Telah terbukti
bahwa alkoholisis berkatalis amina dari ester berhalangan sterik (misalnya gugus terlindung,
kiral) berlangsung cepat pada suhu kamar di bawah tekanan 10 kbar, memberikan hasil
kuantitatif.
Pada transesterifikasi atau alkoholisis, satu mol trigliserida direaksikan dengan tiga mol
alcohol untuk menghasilkan satu mol gliserol dan tiga mol alkil ester asam lemak. Proses ini
terdiri dari tiga reaksi reversible yaitu molekul trigliserida dipecah secara bertahap menjadi
gliserida, monogliserida dan gliserol. Pada setiap tahap reaksi akan digunakan satu mol
alcohol dan melepaskan satu mol ester.
Pada reaksi berikut ini, ditunjukkan tahapan reaksi transesterifikasi dengan methanol
(metanolisi)
SkemaReaksiTransesterifikasidariTrigliseridadenganMetanol
(sumber :Mittelbach, 2004)
f. Pengaruh Suhu
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada suhu 30-650C (titik didih methanol sekitar
650C). Semakin tinggi suhu, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu
lebih singkat. Suhu yang rendah akan menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun
dengan waktu reaksi yang lebih banyak.
Pada pembuatan biodiesel (alkil ester) terdapat beberapa tahap pengerjaan, yaitu :
Membuat campuran antara metanol dengan KOH dengan jumlah KOH 0,5 % (w
KOH/ v minyak goreng)
B. Proses Transesterifikasi
Mengambil 100 ml minyak goreng dan mencampurkan senyawa diatas serta THF
dalam labu leher 3
Merangkai peralatan dan memanaskan campuran tersebut pada suhu sekitar 50 0C,
55 0C atau 60 0C
Menyampling setiap 5 menit dan ukur index bias, sampai mendapatkan index bias
konstant
C. Proses Distilasi
Melakukan distilasi pada suhu 60- 65 0C sampai didapatkan biodiesel yang murni
1. Persiapan
Massa Titik Titik
No. Bahan Volume Rumus
Molekul Didih Leleh
2. Setelah Pencampuran
a. Berat larutan = (Berat larutan dan piknometer) Berat piknometer
= (43,8 20,93) gr
= 22,87 gr
22,87 gram
b. = = 0,915 gr/ml
25
3. Proses Transesterifikasi
= (43,50 20,93) gr
= 22,57 gr
22,57 gram
b. = = 0,9028 gram/ml
25
Indeks
No Hasil pH Berat Larutan Pengamatan
Bias
6,7 gr Biodiesel yang terbentuk ada
(Biodiesel yang dibagian atas corong pisah dan
1. Biodiesel 1,4351 10
dihasilkan kurang dari warna biodiesel yang dihasilkan
25 ml) adalah kuning agak bening.
Di bagian bawah pada corong
2. Gliserol 1,4570 11 24,79 gr pisah dihasilkan gliserol dengan
warna kuning kecoklatan.
1.457
1.456
1.455 y = 0.0001x + 1.4539
R = 0.4669
1.454
1.453
1.452
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu
4.2 Pembahasan
Untuk mendorong agar kesetimbangan reaksi bergeser ke arah produk (kanan) maka
jumlah methanol yang ditambahkan harus berlebih dari jumlah stoikiometrinya. Seharusnya
pada praktikum perbandingan mol methanol : mol minyak yang digunakan adalah 4 : 1.
Tetapi praktikan melanjutkan praktikum dengan perbandingan 3:1. Penggunaan methanol
sebagai alcohol yang digunakan karena methanol lebih reaktif dibandingkan alkohol yang
lain seperti etanol dan butanol. Apabila jumlah alkohol terlalu berlebih akan menyebabkan
gliserol dan biodiesel bercampur dan sulit dipisahkan.
Proses pemanasan dilakukan selama 30 menit pada suhu 55oC dan dilakukan
pengambilan sampel setiap 5 menit untuk diukur indeks biasnya.
1.457
1.456
1.455 y = 0.0001x + 1.4539
1.454 R = 0.4669
1.453
1.452
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu
Berdasarkan kurva yang didapat, indeks bias berbanding lurus terhadap waktu, semakin pekat
biodiesel maka indeks bias juga semakin besar karena kecepatan rambat cahayanya semakin
kecil. Viskositas dari biodiesel ini adalah 0,9028 gram/ml seharusnya biodiesel mempunyai
viskositas sekitar 890 gr/mL (SNI-04-7182-2006)..
Setelah di dinginkan pada suhu ruang selama beberapa menit dalam corog pisah
terbentuk dua lapisan. Lapisan atas merupakan biodiesel berwarna kuning agak bening dan
bagian bawah merupakan gliserol berwarna kuning kecokelatan Biodiesel kasar
mempunyai Ph 10, seharusnya biodiesel mempunyai pH netral (pH 7) untuk menghindari
kerusakan pada mesin yang menggunakan biodiesel. Tidak dilakukan pengukuran densitas
karena volume biodiesel yang didapat kurang dari 25 ml (6,7 gr).
Pada praktikum ini tidak dilakukan perhitungan yield dikarenakan tidak dilakukan
pemurnian dengan distilasi, sehingga biodiesel yang didapat masih merupakan biodiesel
kasar dan belum murni.
BAB V
5.2 Saran
Jas lab dan APD saat praktikum
Berhati-hati saat pemasangan reaktor
Pengaruh Suhu pada saat pemanasan dan tahap pencucian biodiesel sangat
mempengaruhi produk yang dihasilkan.
Pastikan saat pembuatan katalis kalium metoksida harus bebas air agar katalis kalium
metoksida dapat terbentuk sempurna
DAFTAR PUSTAKA
Djenar, Nancy Siti. 2010. Proses Transesterikasi (Pembuatan Biodiesel) Edisi Revisi.
Bandung:POLBAN.
Fessenden, R.J dan Fessenden J.S. 1995. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Penelitian.
Universitas Indonesia.
LAMPIRAN
1. Perhitungan Bahan-bahan
Densitas () minyak goreng = 0,8796 gr/ml
Berat 100 ml minyak goreng = 87,96 gr
BM minyak goreng = 850,32 gr/mol
Mol minyak goreng = 0,1034 mol
Index bias minyak goreng = 1,4627 (pada 30oC)
Berat KOH = 0,5 % dari vol minyak goreng (berat KOH/vol minyak)
= 0,5 gram
Metanol = 0,31 mol (Mol metanol dan minyak goreng = 3 : 1 )
BM metanol = 32,04 gr/mol
Berat metanol = 9,88 gram
Densitas () methanol = 0,792 gr/ml
Volume metanol =12,47 ml
THF 2 % volume metanol, jadi vol THF = 0,25 ml
Gambar 1. Reaktor Gambar 2. Reaktor
transesterfikasi (depan) transesterfikasi (atas)