Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS ORGANIK ANORGANIK

SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2018/2019

MODUL : TRANSESTERIFIKASI

PEMBIMBING : EKO ANDRIJANTO,LRSC.Dr.

PRAKTIKUM : 22 APRIL 2019

PENYERAHAN : 29 APRIL 2019

OLEH :

NAMA : 1. DHEANA PUTRI LESTARI (181411041)


2. DONI HERMAWAN (181411042)
3. GERRY ZEFANYA MARTIN SARAGIH (181411043)
4. I WAYAN ADITAMA NUGRAHA (181411044)

KELAS : 1-B TK

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2019
I. MODUL PRAKTIKUM : TRANSESTERIFIKASI

II. TUJUAN :

 Mampu membuat metil/ester (biodiesel) dari trigliserida (minyak) melalui


transesterifikasi
 Memahami tahapan dan kinetika transesterifikasi minyak nabati
 Melakukan pengujian terhadap produk meteil/eter ester sesuai dengan persyaratan mutu
biodiesel Indonesia, SNI-04-7182-2006

III. LANDASAN TEORI

Pengertian Reaksi Transesterifikasi


Transesterifikasi adalah reaksi pertukaran gugus organik R1 suatu ester dengan gugus
organik R2 suatu alkohol (R adalah alkil). Reaksi ini sering dikatalisis dengan penambahan
katalis asam atau basa. Reaksi dapat diselesaikan dengan bantuan enzim (biokatalis) khususnya
lipase.

Asam kuat mengkatalisis reaksi dengan mendonasikan sebuah proton pada gugus
karbonil, sehingga membuatnya menjadi elektrofil kuat. Sedangkan katalis basa mengkatalisis
reaksi dengan melepaskan sebuah proton dari alkohol, sehingga menjadikannya nukleofilik.
Transesterifikasi adalah proses transformasi kimia molekul trigliserida yang besar,
bercabang dari minyak nabati dan lemak menjadi molekul yang lebih kecil, molekul rantai
lurus, dan hampir sama dengan molekul dalam bahan bakar diesel. Minyak nabati atau lemak
hewani bereaksi dengan alkohol (biasanya metanol) dengan bantuan katalis (biasanya basa)
yang menghasilkan alkil ester (atau untuk metanol, metil ester) (Knothe et al., 2005).
Tidak seperti esterifikasi yang mengkonversi asam lemak bebas menjadi ester, pada
transesterifikasi yang terjadi adalah mengubah trigliserida menjadi ester. Perbedaan antara
transesterifikasi dan esterifikasi menjadi sangat penting ketika memilih bahan baku dan katalis.
Transesterifikasi dikatalisis oleh asam atau basa, sedangkan esterifikasi, bagaimanapun hanya
dikatalisis oleh asam (Nourredine, 2010). Pada transesterifikasi, reaksi saponifikasi yang tidak
diinginkan bisa terjadi jika bahan baku mengandung asam lemak bebas yang mengakibatkan
terbentuknya sabun. Lotero et al. (2005) merekomendasikan bahan baku yang mengandung
kurang dari 0,5% berat asam lemak saat menggunakan katalis basa untuk menghindari
pembentukan sabun.
Transesterifikasi trigliserida dengan katalis basa homogen merupakan aspek kimia
biodiesel yang paling penting. Spesies reaktif dalam transesterifikasi menggunakan katalis basa
homogen alkoksida yang terbentuk ketika alkohol dan katalis bereaksi. Alkoksida yang sangat
reaktif kemudian terlibat dalam serangan nukleofilik pada gugus karbonil dari asam lemak
sehingga memungkinkan serangan nukleofilik oleh alkohol melalui oksigen yang bersifat
elektronegatif.

Alkohol yang paling umum digunakan adalah metanol dan etanol, terutama metanol,
karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksinya disebut
metanolisis). Produk yang dihasilkan (jika menggunakan metanol) lebih sering disebut sebagai
metil ester asam lemak (fatty acid methyl ester/FAME) daripada biodiesel (Knothe et al.,
2005), sedangkan jika etanol yang digunakan sebagai reaktan, maka akan diperoleh campuran
etil ester asam lemak (fatty acid ethyl ester/FAEE) (Lam et al., 2010). Dengan minyak berbasis
bio (minyak nabati) maka hubungan stoikiometrinya memerlukan 3 mol alkohol per mol TAG
(3:1), tetapi reaksi biasanya membutuhkan alkohol berlebih berkisar 6:1 hingga 20:1,
tergantung pada reaksi kimia untuk transesterifikasi katalis basa dan 50:1 untuk
transesterifikasi katalis asam (Zhang et al., 2003).

Laju reaksi transesterifikasi sangat dipengaruhi oleh suhu reaksi. Umumnya reaksi
dilakukan pada suhu yang dekat dengan titik didih metanol (60-70oC) pada tekanan atmosfer.
Dengan menaikkan lagi dari suhu tersebut, maka akan lebih banyak lagi metanol yang hilang
atau menguap (Ramadhas et al., 2005).

Mekanisme Reaksi Transesterifikasi

Pada mekanisme transesterifikasi, karbon karbonil dari ester awal (RCOOR1) mengalami
serangan nukleofilik oleh alkoksida (R2O−) untuk menghasilkan intermediet tetrahedral, yang
bisa saja berubah menjadi bahan awal (reaktan) maupun produk reaksi transesterifikasi
(RCOOR2). Berbagai spesies yang ada dalam kesetimbangan, dan distribusi produk tergantung
pada energi relatif dari reaktan dan produk.
Mekanisme basa

1. Nukleofil diserang oleh alkoksida

2. Pelepasan gugus pergi

Karena kedua reaktan dan produk adalah ester dan alkohol, reaksi bersifat reversibel (dapat
balik) dan konstanta kesetimbangan nilainya mendekati satu. Akibatnya, prinsip Le Chatelier
telah digunakan untuk mendorong reaksi sampai selesai. Cara termudah untuk melakukannya
adalah dengan menggunakan alkohol sebagai pelarut.

Manfaat Reaksi Transeterifikasi

Beberapa aplikasi dan kegunaan reaksi transesterifikasi adalah sebagai berikut:

a. Produksi poliester

Aplikasi skala terbesar transesterifikasi adalah dalam sintesis poliester. Diester mengalami
transesterifikasi dengan diol untuk membentuk makromolekul. Sebagai contoh, dimetil
tereftalat dan etilen glikol bereaksi membentuk polietilen tereftalat dan metanol, yang diuapkan
untuk mendorong reaksi ke depan.
b. Metanolisis dan produksi biodiesel

Reaksi kebalikannya yaitu metanolisis juga merupakan contoh dari transesterifikasi. Proses ini
telah digunakan untuk mendaur ulang poliester menjadi monomer individu. Hal ini juga
digunakan untuk mengkonversi lemak (trigliserida) menjadi biodiesel.

c. Transesterifikasi tekanan tinggi

Transesterifikasi dengan katalis basa ditandai dengan volume aktivasi negatif (kira-kira −12
cm3) dan oleh karena itu proses lebih cepat di bawah kondisi tekanan tinggi. Telah terbukti
bahwa alkoholisis berkatalis amina dari ester berhalangan sterik (misalnya gugus terlindung,
kiral) berlangsung cepat pada suhu kamar di bawah tekanan 10 kbar, memberikan hasil
kuantitatif.

Pada transesterifikasi atau alkoholisis, satu mol trigliserida direaksikan dengan tiga mol
alcohol untuk menghasilkan satu mol gliserol dan tiga mol alkil ester asam lemak. Proses ini
terdiri dari tiga reaksi reversible yaitu molekul trigliserida dipecah secara bertahap menjadi
gliserida, monogliserida dan gliserol. Pada setiap tahap reaksi akan digunakan satu mol alcohol
dan melepaskan satu mol ester.

Berdasarkan penelitian Darkono dan Cheryan (2000) disebutkan bahwa reaksi


transesterifikasi merupakan reaksi orde-2 dengan tahap reaksi sebagai berikut
Untuk mendorong agar kesetimbangan bergeser ke arah kanan, maka jumlah methanol
ditambahkan harus berlebih dari jumlah stoikiometrinya. Dengan demikian harga k7 >>>> k8
dan diharapkan akan menghasilkan biodiesel yang lebih banyak.

Transesterifikasi juga menggunakan katalisdalam reaksinya. Tanpa adanya katalis,


produk biodiesel yang diperoleh dapat mencapai maksimum, tetapi reaksinya berjalan lambat.
Katalis yang biasa digunakan pada proses tranesterifikasi adalah katalis baik homogeny
maupun heterogrn.

Hal-hal yang mempengaruhi reaksi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi


adalah sebagai berikut (Mittelbach, 2004).

a. Pengaruh Air dan Asam Lemak Bebas


Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang lebih kecil
dari 1. Banyak penelitian yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil
(<0,2%). Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas air. Adanya kandungan
air akan menyebabkan jumlah katalis berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak
dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbondioksida.
b. Pengaruh Perbandingan Molar Alkohol dengan Minyak Nabati
Secara stoikiometri, jumlah alcohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk
setiap 1 mol trigliserida sehingga diperoleh 3 mol alkil ester dan 2 mol gliserol.
Perbandingan alcohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98%.
Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alcohol yang digunakan, maka
konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah (Mittelbach, 2004)
c. Pengaruh Jenis Alkohol
Pada rasio 6:1, methanol akan memberikan perolehan ester yang tinggi dibandingkan
dengan menggunakan etanol atau butanol. Metanol bersifat lebih reaktif dibandingkan
dengan etanol maupun butanol. Selain itu methanol mudah diperoleh dalam bentuk absolut
dan harganya lebih murah.
d. Pengaruh Jenis Katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi tranesterifikasi bila dibandingkan
dengan katalis asam, pada umumnya katalis yang digunakan sebanyak 0,5-1,0% berat
minyak (E. Hambali, 2006).
Katalis basa yang digunakan pada reaksi tranesterifikasi adalah katalis homogen seperti
natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3) dan
kalium metoksida (KOCH3). Penggunaan KOH lebih baik dibandingkan NaOH karena
KOH memiliki berat molekul lebih besar sehingga fasa antara biodiesel dengan gliserol
dapat terlihat lebih jelas (Mittelbach, 2004).
Saat ini banyak peniliti yang menggunakan katalis heterogen seperti kalsium oksida (CaO)
atau MgO. Dalam hal ini pemisahan antara biodiesel dengan produk sampingnya lebih
mudah dibandingkan dengan menggunakan katalis heterogen. Namun demikian, CaO
murni harganya lebih mahal dibandingkan dengan NaOH atau KOH yang umum
digunakan.
e. Metanolisis Crude dan Refined MinyakNabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati murni (refined
oil). Namun, apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel,
cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan
disaring.
f. Pengaruh Suhu
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada suhu 30-650C (titik didih methanol sekitar
650C). Semakin tinggi suhu, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu
lebih singkat. Suhu yang rendah akan menghasilkan konversi yang lebih tinggi namun
dengan waktu reaksi yang lebih banyak.

Pada pembuatan biodiesel (alkil ester) terdapat beberapa tahap pengerjaan, yaitu :

- Penentuan jumlah katalis


- Pembuatan senyawa alkoksi
- Reaksi transesterifikasi
- Pemisahan biodiesel dari gliserol
- Pencucian (penetralan) dan pengeringan
- Pengujian terhadap produk metil/etil ester sesuai dengan persyaratan mutu biodiesel
Indonesia, SNI-04-7182-2006
IV. ALAT DAN BAHAN

No. Alat Bahan


1. Neraca teknis Corong pemisah Minyak kelapa
2. Labu erlenmeyer Corong kaca KOH
3. Gelas kimia Termometer Butanol
4. Gelas ukur Pipet tetes Aquades
5. Labu leher tiga dan peralatan
refluks

Prosedur Kerja
A. PembuatanSenyawaAlokasi

Membuat campuran antara Butanol dengan KOH dengan jumlah KOH 1 % (w


KOH/ w minyak goreng)

Perbandingan mol metanol dan minyak yang digunakan sebesar 10 : 1

B. Proses Transesterifikasi

Mengambil 100 gr minyak goreng dan mencampurkan senyawa diatas dalam labu
leher 4

Mentukan index bias, densitas, dan viscositas

Merangkai peralatan dan memanaskan campuran tersebut pada suhu sekitar 60 0C

Memisahkan produk dari gliserol dengan menggunakan corong pisah


V. Data Pengamatan

1. Persiapan
Massa Titik Titik
No. Bahan Volume Rumus
Molekul Didih Leleh

1. Minyak Goreng 100 gr 850,32 g/mol C55H98O6 350oC 61oC

2. Methanol 20 gr 74 g/mol CH3OH 64,5oC -97,8oC

3 KOH 1 gr 56,11 g/mol KOH 1327oC 380oC

2. Setelah Pencampuran
a. Berat larutan = (Berat larutan dan piknometer) – Berat piknometer

= (43,8 – 20,93) gr

= 22,87 gr

22,87 gram
b. 𝜌= = 0,915 gr/ml
25 𝑚𝑙

c. Indeks Bias = 1,4554

3. Sebelum Penyaringan di Corong Pisah


a. Berat larutan = (Berat larutan dan piknometer) – Berat piknometer

= (43,50 – 20,93) gr

= 22,57 gr

22,57 gram
b. ƿ = = 0,9028 gram/ml
25 𝑚𝑙
VI. Pembahasan

Transesterifikasi adalah proses transformasi kimia molekul trigliserida yang besar,


bercabang dari minyak nabati dan lemak menjadi molekul yang lebih kecil, molekul rantai
lurus, dan hampir sama dengan molekul dalam bahan bakar diesel. Minyak nabati atau lemak
hewani bereaksi dengan alkohol (butanol) dengan bantuan katalis (biasanya basa) yang
menghasilkan alkil ester (butil ester) (Knothe et al., 2005). bahan baku yang digunakan pada
praktikum ini adalah minyak goreng (minyak kelapa) yang direaksikan dengan senyawa
alkohol (metanol) dengan katalis basa (KOH). Pada reaksi transerterifikasi, akan terbentuk
ester (biodiesel) dan hasil samping berupa gliserol.

Untuk mendorong agar kesetimbangan reaksi bergeser ke arah produk (kanan) maka
jumlah butanol yang ditambahkan harus berlebih dari jumlah stoikiometrinya. Seharusnya pada
praktikum perbandingan mol butanol : mol minyak yang digunakan adalah 10 : 1. Tetapi
praktikan melanjutkan praktikum dengan perbandingan 10 : 2. Apabila jumlah alkohol terlalu
berlebih akan menyebabkan gliserol dan biodiesel bercampur dan sulit dipisahkan.

Proses pemanasan dilakukan selama 60 menit pada suhu 60oC dan dilakukan pada
reaktor berpengaduk dengan kondensor untuk proses refluks.

Berdasarkan data yang didapat,semakin pekat biodiesel maka indeks bias juga semakin besar
karena kecepatan rambat cahayanya semakin kecil. Viskositas dari biodiesel ini adalah 0,9028
gram/ml seharusnya biodiesel mempunyai viskositas sekitar 890 gr/mL (SNI-04-7182-2006).

Setelah di dinginkan pada suhu ruang selama beberapa menit dalam corog pisah
terbentuk dua lapisan. Lapisan atas merupakan biodiesel berwarna kuning agak bening dan
bagian bawah merupakan gliserol berwarna kuning kecokelatan Biodiesel kasar mempunyai
Ph 10, seharusnya biodiesel mempunyai pH netral (pH 7) untuk menghindari kerusakan pada
mesin yang menggunakan biodiesel.

Pada praktikum ini tidak dilakukan perhitungan yield dikarenakan tidak dilakukan
pemurnian dengan distilasi, sehingga biodiesel yang didapat masih merupakan biodiesel kasar
dan belum murni.
VII. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang dilakukan praktikan dapat memberi simpulan:

 Pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan proses transesterifikasi antara asam lemak
dalam minyak kelapa direaksikan dengan butanol membentuk alkil ester (biodiesel).
 pH biodiesel kasar yaitu 10
 Densitas biodiesel sebesar 0,9028 gr/mL
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Reaksi Transesterifikasi. http://www.ilmukimia.org/2015/11/reaksi-
transesterifikasi.html diakses pada 29 Desember 2016.

Andrijanto,Eko.2010. Transesterifikasi (Pembuatan Biodiesel) . Bandung: POLBAN.

Djenar, Nancy Siti. 2010. Proses Transesterikasi (Pembuatan Biodiesel) Edisi Revisi.
Bandung:POLBAN.

Fessenden, R.J dan Fessenden J.S. 1995. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Hambali,Erliza,dkk.2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta : Agromedia.

Herlina idra. 2014. Reaksi Transesterifikasi Pada Pembuatan Biodiesel.

http://herlinaidra.blogspot.co.id/2014/03/reaksi-transesterifikasi-pada pembuatan. html

diakses pada 29 Desember 2016

ITB dan PT Rekayasa Industri.2007. Intensifikasi Proses Produksi Biodiesel, Laporan

Penelitian.

Mittlebach, M. Remschmidt, Claudia. 2004. Biodiesel The Comprehensive Handbook. Vienna:

Baersedruct Ges.

Utami,Tania Surya,dkk.2007.Kinetika Reaksi Transesterifikasi CPO terha-dap Produk Metil

Palmitat dalam Reaktor Tumpak.Depok: Departemen Teknik Kimia,Fakultas Teknik

Universitas Indonesia.
LAMPIRAN

1. Perhitungan Bahan-bahan
Densitas (ƿ) minyak goreng = 0,8796 gr/ml
Berat minyak goreng = 100 gr
BM minyak goreng = 850,32 gr/mol
Mol minyak goreng = 0,1176 mol
Index bias minyak goreng = 1,4627 (pada 30oC)
Berat KOH = 1 % dari vol minyak goreng (berat KOH/berat minyak)
= 1 gram
Butanol = 0.2703 mol (Mol butanol dan minyak goreng = 10 : 2 )
BM butanol = 74 gr/mol
Berat butanol = 20 gram
Densitas (ƿ) butanol = 0,792 gr/ml
Gambar 1. Reaktor Gambar 2. Reaktor
transesterfikasi (depan) transesterfikasi (atas)

Gambar 3. Biodiesel dan


gliserol pada corong pisah

Anda mungkin juga menyukai