Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ENERGI TERBARUKAN

PEMBUATAN BIODIESEL DARI TANAMAN JARAK

Di Susun Oleh:
1. Rachel Mega Jessica Putri 1815041003
2. Elizan Tika 1815041032
3. Elistia Nursafitri 1815041033
4. Dormian R S J Pakpahan 1815041034
5. Maria Fransisca Vabylita 1815041045

Dosen Pengampu:
Dr. Herti Utami, S.T., M.T.
Darmansyah, S.T., M.T.

Jurusan Teknik Kimia


Fakultas Teknik
Universitas Lampung
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alam yangdapat
diperbaharui dan Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbaharui.Salah satu contoh
dari Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbaharui adalah minyak yang menjadi
sumber energi utama di Indonesia. PenggunaanSumber Daya Alam yang tidak dapat
diperbaharui yang terus menerus akan mengakibatkan menipisnya cadangan minyak
bumi, dan dapat diketahui,kenaikan atau ketidak stabilan harga akibat laju permintaan
yang lebih besardari produksi minyak dan polusi gas rumah kaca (terutama CO 2)
akibat pembakaran bahan bakar fosil.
Biodiesel merupakan bahan bakar alternative dari sumber terbarukan
(renewable) dengan komposisi ester asam lemak dari minyak nabati, antara lain
minyak kelapa sawit, minyak jarak pagar, minyak biji kapuk, dan masih banyak lebih
dari 50 macam tumbuhan Indonesia yang potensial untuk dijadikan biodiesel.
Katalisator diperlukan pula guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi
berlangsung, dan kita akan mengetahui peran katalis dalam proses ini.
Oleh karena itu, sudah saatnya mencari inovasi baru, yang
dapat menggantikan minyak sebagai sumber utama energi. Dengan menggunakan
bahan – bahan alami yang berpotensi untuk menggantikan bahan bakar yang ada
saat ini. Sebagai contoh Pohon Jarak, yang selama ini dianggap sebagai pohon yang
hanya memiliki manfaat di bidang kesehatan, ternyatamemiliki potensi untuk
menggantikan bahan bakar solar.

1.3. Rumusan Masalah


1. Apa itu biodiesel?
2. Apa saja alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membuat biodiesel?
3. Bagaimana cara pembuatan biodiesel dari minyak biji jarak?
4. Bagaimana peran katalis dalam proses pembuatan biodiesel
5. Apa manfaat biodiesel dari Tanaman Jarak bagi masyarakat Indonesia di
Bidang Ekonomi dan lingkungan?
6. Bagaimana prospek penggunaan biodiesel dari tanaman jarak di Indonesia?
7. Apa saja keunggulan dan kelemahan dari biodiesel?

1.2 Tujuan / Manfaat


1. Mampu memahami dan mengerti apa itu biodiesel
2. Mampu memahami dan mengerti alat yang dibutuhkan untuk membuat
biodiesel
3. Mampu memahami, mengerti dan menjelaskan cara pembuatan biodiesel dari
minyak biji jarak
4. Mengetahui peranan katalis dalam pembuatan biodiesel.
BAB II
PEMBAHASAN (ISI)
PEMBUATAN BIODIESEL DARI BIJI JARAK

Pembuatan biodiesel dari minyak tanaman memiliki kasus yang berbeda-beda sesuai
dengan kandungan FFA. Pada kasus minyak tanaman dengan kandungan asam lemak bebas
tinggi dilakukan dua jenis proses, yaitu esterifikasi dan transesterifikasi, sedangkan untuk
minyak tanaman yang kandungan asam lemak rendah dilakukan proses transesterifikasi.
Proses esterifikasi dan transesterifikasi bertujuan untuk mengubah asam lemak bebas dan
trigliserida dalam minyak menjadi metil ester (biodiesel) dan gliserol.

Biodiesel
Biodiesel merupakan monoalkil ester dari asam-asam lemak rantai panjang yang
terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani untuk digunakan sebagai bahan bakar
mesin diesel. Biodiesel dapat diperoleh melalui reaksi transesterikasi trigliserida dan atau
reaksi esterifikasi asam lemak bebas tergantung dari kualitas minyak nabati yang digunakan
sebagai bahan baku. Transesterifikasi adalah proses yang mereaksikan trigliserida dalam
minyak nabati atau lemak hewani dengan alkohol rantai pendek seperti methanol atau etanol
(pada saat ini sebagian besar produksi biodiesel menggunakan metanol) menghasilkan metal
ester asam lemak (Fatty Acids Methyl Esters / FAME) atau biodiesel dan gliserol (gliserin)
sebagai produk samping. Katalis yang digunakan pada proses transeterifikasi adalah
basa/alkali, biasanya digunakan natrium hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH).
Esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan alkohol rantai
pendek (metanol atau etanol) menghasilkan metal ester asam lemak (FAME) dan air. Katalis
yang digunakan untuk reaksi esterifikasi adalah asam, biasanya asam sulfat (H 2SO4) atau
asam fosfat (H2PO4). Berdasarkan kandungan FFA dalam minyak nabati maka proses
pembuatan biodiesel secara komersial dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Transesterifikasi dengan katalis basa (sebagian besar menggunakan kalium
hidroksida) untuk bahan baku refined oil atau minyak nabati dengan kandungan FFA
rendah.
2. Esterifikasi dengan katalis asam ( umumnya menggunakan asam sulfat) untuk minyak
nabati dengan kandungan FFA tinggi dilanjutkan dengan transesterifikasi dengan
katalis basa.
Proses pembuatan biodiesel dari minyak dengan kandungan FFA rendah secara
keseluruhan terdiri dari reaksi transesterifikasi, pemisahan gliserol dari metil ester, pemurnian
metil ester (netralisasi, pemisahan methanol, pencucian dan pengeringan/dehidrasi),
pengambilan gliserol sebagai produk samping (asidulasi dan pemisahan metanol) dan
pemurnian metanol tak bereaksi secara destilasi/rectification. Proses esterifikasi dengan
katalis asam diperlukan jika minyak nabati mengandung FFA di atas 5%. Jika minyak
berkadar FFA tinggi (>5%) langsung ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan
bereaksi dengan katalis membentuk sabun. Terbentuknya sabun dalam jumlah yang cukup
besar dapat menghambat pemisahan gliserol dari metil ester dan berakibat terbentuknya
emulsi selama proses pencucian. Jadi esterifikasi digunakan sebagai proses pendahuluan
untuk mengkonversikan FFA menjadi metil ester sehingga mengurangi kadar FFA dalam
minyak nabati dan selanjutnya ditransesterifikasi dengan katalis basa untuk mengkonversikan
trigliserida menjadi metil ester.
Esterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi
mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter
asam kuat, dan karena ini, asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation asam
kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam praktek industrial (Soerawidjaja,
2006). Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna pada
temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120° C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam
jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air
produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui
kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode penyingkiran air,
konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1
sampai beberapa jam. Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester adalah :

RCOOH + CH3OH RCOOH3 + H2O


Asam Lemak Metanol Metil Ester Air

Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam
lemak bebas tinggi (berangka-asam P 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak bebas akan
dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan tahap
transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi diumpankan ke tahap transesterifikasi, air
dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.

Hal-hal yang Mempengaruhi Reaksi Esterifikasi


Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi antara lain :
a. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar
sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah
tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena
tidak memperbesar hasil.
b. Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan
zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna. Sesuai
dengan persamaan Archenius :

k = A e(-Ea/RT)
dimana :
T = Suhu absolut ( ºC)
R = Konstanta gas umum (cal/gmol ºK)
E = Tenaga aktivasi (cal/gmol)
A = Faktor tumbukan (t-1)
k = Konstanta kecepatan reaksi (t-1)

Semakin besar tumbukan maka semakin besar pula harga konstanta kecepatan reaksi.
Sehingga dalam hal ini pengadukan sangat penting mengingat larutan minyak katalis
methanol merupakan larutan yang immiscible (bercampur).
c. Katalisator
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi sehingga
pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada reaksi
esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi katalis antara 1
- 4 % berat sampai 10 % berat campuran pereaksi (Mc Ketta, 1978).
d. Suhu Reaksi
Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang
dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga k
makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar.

Transesterifikasi
Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari
trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan
menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang
menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan,
karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis).
Jadi, di sebagian besar dunia ini, biodiesel praktis identik dengan ester metil asam-asam
lemak (Fatty Acids Metil Ester, FAME). Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metal
ester adalah :

Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis,


konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat
(Mittlebatch,2004). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis
basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi. Reaksi transesterifikasi sebenarnya
berlangsung dalam 3 tahap yaitu sebagai berikut:

Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam
lemak.
Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu:
a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi
b. Memisahkan gliserol
c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm)

Hal-hal yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi


Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar
didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi reaksi yang
mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai
berikut (Freedman, 1984) :
a. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang lebih
kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas
lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus
bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis
menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak
mengalami reaksi dengan uap
air dan karbon dioksida.
b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk
setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol.
Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98%
(Bradshaw and Meuly, 1944). Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak
jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin
bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-
99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1
karena dapat memberikan konversi yang maksimum.
c. Pengaruh jenis alkohol
Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi
dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.
d. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila
dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi
transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH),
natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis sejati bagi
reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan
menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak
nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk
natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium hidroksida.
e. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined.
Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel,
cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan
disaring.
f. Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65° C (titik didih
methanol sekitar 65° C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan
semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat.

Proses Pembuatan Biodiesel dari Jatropha curcas


Dalam proses pengolahan biji jarak menjadi biodiesel, dilakukan dengan beberapa tahap,
yaitu :

1. Proses Pembuatan Crude Jatropha Oil (CJO)


1) Biji jarak dibersihkan dari kotoran dengan cara dicuci secara manual atau
masinal (dengan mesin).
2) Biji direndam sekitar 5 menit di dalam air mendidih, kemudian ditiriskan
sampai air tidak menetes lagi.
3) Biji dikeringkan dengan menggunakan alat pengering atau dijemur di bawah
matahari sampai cukup kering, kemudian biji tersebut dimasukkan ke dalam
mesin pemisah untuk memisahkan daging biji dari kulit bijinya.
4) Daging biji yang telah terpisah dari kulitnya, digiling dan siap untuk dipres.
Lama tenggang waktu dari penggilingan ke pengepresan diupayakan
sesingkat mungkin untuk menghindari oksidasi.
5) Proses pengepresan biasanya meninggalkan ampas yang masih mengandung
7 – 10 % minyak. Oleh sebab itu, ampas dari proses pengepresan dilakukan
proses ekstraksi pelarut, sehingga ampasnya hanya mengandung minyak
kurang dari 0,1% dari berat keringnya. Pelarut yang biasa digunakan adalah
pelarut n – heksan dengan rentang didih 60 – 70 0C.
6) Tahap ini menghasilkan Crude Jatropha Oil (CJO), yang selanjutnya akan
diproses menjadi Jatropha Oil (JO).

2. Proses Pembuatan Biodiesel


a. Reaksi Esterifikasi
CJO mempunyai komponen utama berupa trigliserida dan asam lemak bebas.
Asam lemak bebas harus dihilangkan terlebih dahulu agar tidak mengganggu reaksi
pembuatan biodiesel (reaksi transesterifikasi). Penghilangan asam lemak bebas ini dapat
dilakukan melalui reaksi esterifikasi.
Pada reaksi ini asam lemak bebas direaksikan dengan metanol menjadi biodiesel sehingga
tidak mengurangi perolehan biodiesel. Tahap ini menghasilkan Jatropa Oil (JO) yang
sudah tidak mengandung asam lemak bebas, sehingga dapat dikonversi menjadi biodiesel
melalui reaksi transesterifikasi.

b. Reaksi Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi utama dalam pembuatan biodiesel.
Pada reaksi ini, trigliserida (minyak) bereaksi dengan metanol dalam katalis basa untuk
menghasilkan biodiesel dan gliserol (gliserin).

Transesterifikasi
Produksi metil ester dapat dilakukan melalui transesterifikasi minyak nabati dengan
metanol ataupun esterifikasi langsung asam lemak hasil hidrolisis minyak nabati dengan
metanol. Namun transesterifikasi lebih intensif dikembangkan, karena proses ini lebih efisien
dan ekonomis. Transesterifikasi adalah reaksi ester untuk menghasilkan ester baru yang
mengalami penukaran posisi asam lemak. Untuk mendorong reaksi ke arah kanan, perlu
digunakan banyak alkohol atau memindahkan salah satu produk dari campuran reaksi (Swern,
1982). Tujuan dari transesterifikasi adalah untuk memecah dan menghilangkan gliserida, serta
menurunkan boiling, pour, flash point, dan viskositas minyak (Mittelbach, 1996). Metanol
lebih dipilih sebagai sumber alkohol daripada etanol karena harganya yang lebih murah
(Zhang et al., 2003). Persamaan reaksinya digambarkan oleh Gambar 1. Reaksi
transesterifikasi dipengaruhi oleh faktor internal dan factor eksternal. Faktor internal adalah
kondisi yang berasal dari minyak, misalnya kandungan air, asam lemak bebas, dan zat
terlarut/tak terlarut. Faktor eksternal adalah kondisi yang bukan berasal dari minyak dan dapat
mempengaruhi reaksi, di antaranya adalah waktu reaksi, kecepatan pengadukan, suhu, jumlah
rasio molar metanol terhadap minyak, serta jenis dan konsentrasi katalis.
CH2OCOR''' CH3OH CH2OH R'''COOCH3
| Katalis |
CHOCOR'' + CH3OH CHOH + R''COOCH3
||
CH2OCOR' CH3OH CH2OH R'COOCH3
Trigliserida Metanol Gliserol Metil Ester

Gambar 1. Reaksi Pembentukan Metil Ester

Transesterifikasi minyak menjadi metil ester dilakukan dengan satu atau dua tahap
proses, bergantung pada mutu awal minyak. Minyak yang mengandung asam lemak bebas
tinggi dapat dikonversi menjadi esternya melalui dua tahap reaksi yang melibatkan katalis
asam untuk mengesterifikasi asam lemak bebas yang dilanjutkan dengan transesterifikasi
berkatalis basa yang mengkonversi sisa trigliserida (Canakci dan Gerpen, 1999). Kandungan
asam lemak bebas dan air yang lebih dari 0,5% dan 0,3% dapat menurunkan rendemen
transesterifikasi minyak (Freedman et al., 1984). Senyawa polar (zat tidak terlarut)
merupakan hasil degradasi minyak goring yang terdiri dari dekomposisi senyawa hasil
pemecahan asam lemak dari trigliserida. Jika senyawa polar ini jumlahnya cukup banyak
dapat memicu terjadinya kerusakan lemak yang lebih jauh dan menghasilkan persenyawaan
yang lebih beragam, sehingga dapat mengganggu kesetimbangan reaksi transesterifikasi dan
menurunkan rendemen metil ester. Kecepatan pengadukan berpengaruh terhadap kecepatan
reaksi. Semakin tinggi kecepatan pengadukan akan meningkatkan pergerakan molekul dan
menyebabkan terjadinya tumbukan. Dengan semakin banyaknya metil ester yang terbentuk
menyebabkan pengaruh pengadukan semakin rendah (tidak signifikan) sampai dengan
terbentuknya keseimbangan (Noureddini dan Zhu, 1997; Hankins dan Hankins, 1974).
Gambar 2. Reaksi Transesterifikasi Bertahap. Reaksi transesterifikasi yang berlangsung
antara metanol dan trigliserida melalui pembentukan berturut-turut digliserida dan
monogliserida menghasilkan metil ester pada tiap tahapnya seperti terlihat pada Gambar 2
(Mao et al., 2004). Laju konversi monogliserida menjadi metil ester lebih cepat daripada
digliserida dan trigliserida (Darnoko dan Cheryan, 2000).

Trigliserida + CH3OH → Digliserida + RCOOCH3


Digliserida + CH3OH → Monogliserida + RCOOCH3
Monogliserida + CH3OH → Gliserol + RCOOCH3
-----------------------------------------------------------------------
Trigliserida + 3 CH3OH → Gliserol + 3 RCOOCH3

Karena menurut Mao et al. (2004) monogliserida lebih mudah larut dalam fase polar
(gliserol) atau fase larutnya katalis. Noureddini dan Zhu (1997) menjelaskan bahwa semakin
besar suhu yang digunakan untuk transesterifikasi, semakin singkat waktu yang diperlukan
untuk reaksi. Proses transesterifikasi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan
mendekati titik didih metanol (68°C). Perhitungan stoikimetri pada reaksi transesterifikasi
membutuhkan 3 mol alkohol setiap mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol asam ester dan
1 mol gliserol (lihat Gambar 1). Rasio molar yang lebih tinggi menghasilkan konversi ester
yang lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat (Krisnangkura, 1992). Swern (1982) dan
Noureddini dan Zhu (1997) menyatakan bahwa perbandingan metanol-asam lemak yang
optimum adalah perbandingan 5-6:1. Untuk reaksi yang membutuhkan energi aktivasi tinggi,
seperti transesterifikasi, diperlukan penambahan katalis untuk menurunkan energy aktivasi
dan mempercepat reaksi. Menurut Wikipedia (2008), katalis bereaksi
dengan satu atau lebih reaktan untuk membentuk produk intermediet menuju pembentukan
produk.
Reaksi transesterifikasi dapat berkataliskan basa, asam, atau enzim. Penelitian saat ini
banyak difokuskan pada dua metode awal dikarenakan waktu yang lebih singkat dan biaya
yang lebih murah. Katalis yang bersifat basa lebih umum digunakan pada reaksi
transesterifikasi karena menghasilkan metil ester yang tinggi dan waktu yang cepat (Wang et
al., 2006). Swern (1982) menambahkan bahwa konsentrasi katalis yang umum digunakan
adalah 0.5-4%. Namun pemakaian katalis basa hanya berlangsung sempurna bila minyak
dalam kondisi netral dan tanpa keberadaan air. Selain itu, dapat terbentuk sabun dimana
katalis hilang karena penyabunan dan terbentuk gel yang dapat menghambat proses
pemisahan. Katalis enzim menjanjikan kemampuan penggunaan berulang-ulang hingga 50
kali tanpa kehilangan potensi katalitiknya, serta penggunaan metanol yang sedikit. Tetapi
kerugiannya adalah waktu yang lama, pH
tertentu, pelarut tertentu, dan kandungan air tertentu (Pinto et al., 2005). Transesterifikasi
berkatalis asam lebih toleran terhadap asam lemak bebas tinggi, tetapi membutuhkan
pemanasan tinggi dan waktu yang lama (Canakci dan Gerpen, 1999).
Transesterifikasi juga dapat dilakukan tanpa katalis yang memberikan keuntungan
yaitu kemudahan dalam proses pencucian biodiesel. Kerugiannya adalah membutuhkan suhu
tinggi hingga 350°C, tekanan hingga 45 MPa, dan metanol yang banyak (Fukuda et al.,
2001). Menurut perbedaan fase dengan reaktan, katalis dapat dibagi menjadi katalis heterogen
yang berbeda fase dengan reaktannya (contohnya, katalis
padat pada campuran reaktan cair) dan katalis homogen yang memiliki fase yang sama
dengan reaktannya. Katalis heterogen menyediakan permukaan luas untuk tempat reaksi
kimia terjadi. Agar reaksi terjadi, satu atau lebih reaktan harus tersebar pada permukaan
katalis dan teradsorb ke dalamnya. Setelah reaksi selesai, produk harus mengabsorb dari
permukaan dan menjauh dari permukaan katalis padat. Seringkali, perpindahan reaktan dan
produk dari satu fase ke fase lainnya ini berperan dalam menurunkan energi aktivasi
(Wikipedia, 2008).
Katalis homogen selama ini telah digunakan secara luas pada produksi biodiesel,
karena harganya yang murah. Walaupun begitu, untuk aplikasi industri katalis heterogen yang
berwujud padat menawarkan keuntungan dibandingkan katalis homogen, yaitu mudahnya
pemisahan katalis dari produk dengan cara penyaringan dan tidak perlu proses netralisasi
untuk menghilangkan sisa katalis. Peterson dan Scarrah (1984) pernah menguji beberapa
katalis heterogen pada proses pembuatan biodiesel dan menyimpulkan bahwa katalis yang
mengandung campuran unsur Ca dan Mg, serta katalis yang mengandung K menghasilkan
rendemen metil ester yang tinggi. Katalis bersifat basa yang umum digunakan adalah basa
Brönsted sederhana seperti NaOH dan KOH. Pada umumnya penggunaan katalis tersebut
berkisar antara 0,5-1%. Freedman et al. (1984) membandingkan penggunaan katalis basa
NaOH dan NaOCH3 pada saat memproduksi biodiesel dari minyak kedelai.
Cara lain untuk menekan biaya produksi biodiesel adalah pemanfaatan katalis yang
murah. Katalis yang sangat mungkin berharga murah adalah katalis abu yang berasal dari
limbah tandan kosong sawit. Haryanto (2002) menyebutkan bahwa katalis yang bersumber
dari limbah seperti janjang sawit dan sekam padi juga dapat digunakan sebagai katalis.
Janjang atau tandan kosong sawit banyak mengandung komponen K yang baik sebagai
katalis.
Krisis minyak bumi di dunia memang tidak mungkin diatasi, karena bahan baker fosil
itu sudah tidak dapat diproduksi lagi. Tapi kita masih bisa mencari ALTERNATIVE dengan
menggunakan biodisel yang masih memungkinkan untuk di kembangkan atau ditanam.

BIODIESEL bisa menggunakan Minyak Jarak, Minyak Kelapa Sawit, Minyak Biji
Matahari, dan lainnya. Bahkan kita juga bisa menggunakan minyak jelantah (minyak goreng
bekas pakai) yang harganya sangat murah.

Manfaat Biodiesel Secara Umun

1. Mengurangi emisi asap


2. Mengurangi emisi CO

3. Tidak menghasilkan SO2

4. Terbarukan dan biodegradable

5. Non toksik

Keunggulan Biodiesel dari Tanaman Jarak Dibandingkan dengan Solar

Menurut Dody Hidayat (2005:1), dibandingkan dengan minyak solar, biodiesel


memiliki angka cetane yang lebih tinggi dan daya lumas yang lebih baik. Minyak jarak pagar
memiliki angka setana 51 sedangkan solar 45. Angka setana (cetane rating) adalah tolak ukur
kemudahan menyala/terbakar dari suatu bahan bakar di dalam mesin diesel. Semakin tinggi
angka setane semakin aman emisi gas buangnya, karena bahan bakar dapat terbakar dengan
sempurna, sehingga kadar emisi gas sulfur (SOx), nitrogen (NOx) dan karbon yang termasuk
dalam gas-gas rumah kaca lebih rendah.

Selain itu dalam membangkitkan tenaga listrik, biodiesel tidak memerlukan genset
baru karena minyak jarak dapat langsung digunakan pada genset yang sudah ada.

Manfaat Penggunaan Biodiesel dari Tanaman Jarak terhadap Lingkungan

Penggunaan bahan bakar fosil telah meninbulkan berbagai dampak buruk bagi
lingkungan. Seperti meningkatnya kadar gas rumah kaca di atmosfer bumi. Jika hal ini
dibiarkan secara terus menerus, maka pemanasn global adalah konsekuensi yang harus
dihadapi oleh seluruh penduduk bumi.

Sebagai salah satu sumber energi alternatif, Biodiesel dari tanaman jarak dapat
dikategorikan sebagai sumber energi ramah lingkungan. Karena menurut Humas (2005:2),
pembakaran mesin yang berbahan bakar biodiesel menghasilkan emisi gas buang, asap dan
partikel, yang lebih rendah. Angka setane yang lebih tinggi dibandingkan solar membuat
kadar emisi gas karbon, nitrogen, dan sulfur lebih rendah.

Selain itu, penggunaan biodiesel dari tanaman Jarak Pagar membuka kemungkinan
penanaman kembali lahan-lahan kritis yang ada di Indonesia. Menurut Humas (2005:2), saat
ini terdapat 13 juta hektar lahan kering di seluruh Indonesia. Mengingat tanaman Jrak Pagar
merupakan tanaman yang dapat tumbuh di lahan keirng dan kurang subur,maka dengan
menggunakan biodiesel di Indonesia, lahan-lahan kering tersebut akan dapat ditanami
kembali.

Penanaman kembali lahan-lahan kritis di Indonesia akan memberikan dampak yang


positif bagi lingkungan, karena akan membentuk suatu sumber penghasil gas oksigen yang
sangat penting bagi kehidupan, mengurangi pencemaran oleh gas-gas rumah kaca, dan
membentuk suatu benteng penahan banjir dan longsor

Manfaat Penggunaan Biodiesel dari Tanaman Jarak bagi masyarakat Indonesia di


Bidang Ekonomi

Dengan dihijaukannya kembali lahan-lahan kritis, berarti akan membuka lapangan


pekerjaan baru yang layak bagi masyarkat. Mereka dapat bekerja sebagai petani yang
menanam dan merawat tanaman-tanaman jarak yang akan digunakan sebagai bahan baku
biodiesel. Buah jarak yang dihasilkan dijual kepada perusahaan yang mengolahnya menjadi
biodiesel dengan harga tertentu. Dalam hal ini peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam hal
penyediaan bibit dan penentuan harga minimum dari buah Jarak Pagar, agar petani tidak
dirugikan.

Jika petani diberi hak mengelola tiga hektar lahan kering, dengan kerapatan tanaman
2500 pohon per hektar dan produktivitas 10.000 kilogram biji per hektar serta harga biji lima
ratus rupiah per kilogram, setiap keluarga petani akan memperoleh panghasilan satu juta dua
ratus lima puluh ribu per bulan hanya berasal dari penjualan biji jarak (Anonim, 2005:2).
Pendapatan ini dapat bertambah jika bagian lain dari tanaman juga dimanfaatkan

Menurut Humas (2005:2), dari tiga juta hektar lahan kering akan dihasilkan 92.000
barel minyak per hari. Untuk memnuhi lahan tersebut diperlukan 7,5 miliar bibit. Bila dari
seluruh tanah tandus seluas 13 juta hektar ditanami jarak, maka akan dihasilkan lebih dari
400.000 barel minyak per hari. Dengan demikian kita akan mengehmat penggunaan devisa
negara yang biasa digunakan untuk mengimpor solar.

Dalam Kompas (2005: 14), biaya produksi biodiesel tergolong murah, rata-rata biaya
produksinya antara 600 hingga 100 per liter. Harga jual netto minyak jarak tersebut
diperkirakan Rp. 1.400-Rp. 2.100 per liter, harga ini jauh lebih murah jika dibandingkan
dengan harga minyak saat ini. Sehingga , pengolahan jarak menjadi biodiesel yang relatif
mudah dapat dilakukan dalam usaha skala kecil yang tidak membutuhkan modal yang besar.
Sehingga hal ini pun akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia.

Potensi lain adalah ekspor biodiesel ke berbagai negara maju yang saat ini sedang
gencar-gencarnya menekan emisi gas rumah kaca. Negara-negara maju seperti Jerman,
Amerika Serikat, dan Brasil saat ini juga sedang mengembangkan penggunaan biodiesel. Jika
Indonesia mampu mengembangkan biodiesel dari minyak jarak dengan kualitas yang bagus,
pasar internasional terbuka untuk Indonesia.

Prospek Penggunaan Biodiesel dari Tanaman Jarak di Indonesia


Indonesia merupakan negara yang kaya kan berbagai sumber energi fosil, akan tetapi
hal yang tetap harus diingat adalah bahwa penggunaan bahan bakar fosil secara terus menerus
dapat mengakibatkan pencemaran dan krisis energi fosil.

Di Indonesia terdapat banyak lahan kritis yang tidak dapat ditanami karena humusnya
hilang. Jarak adalah tanaman yang dapat hidup dalam segala kondisi, sehingga tanaman jarak
dapat ditanam di lahan-lahan kritis tersebut. Hal ini akan membawa keuntungan baik secara
langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat Indonesia. Keuntungan yang langsung
dapat diperoleh berupa lapangan pekerjaan yang akan memberi keuntungan secara finansial,
sedangkan keuntungan tidak langsung yang diperoleh berupa pengurangan polusi udara dan
penghijauan kembali lahan-lahan kritis yang dapat mengurangi banjir dan bencana alam lain.

Tanaman jarak jenis penghasil biodiesel ini sebenarnya sudah sangat populer di
kalangan masyarakat Indonesia. Di Indonesia tanaman ini dikenal dengan sebutan tanaman
jarak pagar. Sehingga pembudidayaan tanaman ini tidak akan menjadi hal yang asing bagi
masyarakat Indonesia.

Hanya saja untuk hasil yang maksimal, pemerintah perlu mengadakan suatu program
penelitian untuk menghasilkan bibit jarak pagar yang berkualitas unggul, sehingga dapat
dihasilkan biodiesel yang berkualitas unggul pula.

Kerugian / Kelemahan dari Biodiesel

Beberapa kerugian / kelemahan dari dan masalah dengan biodiesel adalah:

1. Harganya relative mahal


2. Kekurangan menggunakan biodiesel dihasilkan dari tanaman pertanian melibatkan
penggunaan lahan tambahan, sebagai daerah tanah diambil dan berbagai input
pertanian dengan efek lingkungan mereka yang tak terelakkan. Beralih ke
biodiesel pada skala besar membutuhkan penggunaan yang cukup dari daerah
garapan kami. Bahkan penggunaan sederhana dari biodiesel akan mengkonsumsi
hampir semua lahan pertanian di beberapa negara di Eropa. Jika hal yang sama
terjadi di seluruh dunia, dampak pada pasokan pangan global bisa menjadi
perhatian utama, dan bisa membuat beberapa negara menjadi importir bersih
produk makanan, dari status mereka saat ini eksportir bersih. Begitu Bisa terjadi
bahwa sebagian besar tanah di planet ini dikerahkan untuk menghasilkan bahan
bakar kendaraan (mobil).

3. Memberikan emisi oksida nitrogen lebih lanjut (emisi Nitrogen oksida dari
campuran biodiesel mungkin bisa dikurangi dengan pencampuran dengan minyak
tanah atau Fischer-Tropsch diesel)

4. Transportasi & penyimpanan biodiesel memerlukan manajemen khusus. Sifat


biodiesel membuatnya tidak diinginkan untuk digunakan pada konsentrasi tinggi.
Misalnya, biodiesel murni tidak mengalir dengan baik pada temperatur rendah,
yang dapat menyebabkan masalah bagi pelanggan dengan tangki penyimpanan
luar ruangan di iklim dingin. Kerugian yang terkait adalah biodiesel yang, karena
sifatnya, tidak dapat diangkut dalam pipa. It has to be transported by truck or rail,
which increases the cost. Ini harus diangkut dengan truk atau kereta api, yang
meningkatkan biaya.

5. Biodiesel kurang cocok untuk digunakan dalam suhu rendah, dari petrodiesel.
"Titik awan" adalah suhu di mana sampel bahan bakar mulai muncul mendung,
menunjukkan bahwa kristal lilin telah mulai terbentuk. Pada suhu lebih rendah,
bahan bakar menjadi gel yang tidak dapat dipompa. "tuangkan titik" adalah suhu di
bawah ini yang bahan bakar tidak akan mengalir. Sebagai awan dan tuangkan poin
untuk biodiesel lebih tinggi daripada minyak bumi diesel, kinerja biodiesel dalam
kondisi dingin adalah nyata lebih buruk dari minyak diesel. Pada suhu rendah,
bahan bakar diesel membentuk kristal lilin, yang dapat menyumbat saluran bahan
bakar dan filter dalam sistem bahan bakar kendaraan. Kendaraan berjalan pada
campuran biodiesel karena itu mungkin menunjukkan masalah drivability lebih
kurang suhu musim dingin yang parah daripada kendaraan berjalan pada minyak
solar.

6. Another disadvantage of biodiesel is that it tends to reduce fuel economy .


Kelemahan lain dari biodiesel adalah bahwa ia cenderung untuk mengurangi
ekonomi bahan bakar. Energy efficiency is the percentage of the fuel's thermal
energy that is delivered as engine output, and biodiesel has shown no significant
effect on the energy efficiency of any test engine. Efisiensi energi adalah
persentase energi termal bahan bakar yang disampaikan sebagai output mesin, dan
biodiesel telah menunjukkan tidak berpengaruh signifikan pada efisiensi energi
dari setiap mesin uji. The energy content per gallon of biodiesel is approximately
11 percent lower than that of petroleum diesel. Kandungan energi per galon
biodiesel sekitar 11 persen lebih rendah dibandingkan solar minyak bumi. Vehicles
running on biodiesel are therefore expected to achieve about 10% fewer miles per
gallon of fuel than petrodiesel. Kendaraan berjalan pada biodiesel karena itu
diharapkan untuk mencapai mil lebih sedikit sekitar 10% per galon bahan bakar
dari petrodiesel.

7. Telah ada beberapa kekhawatiran mengenai dampak biodiesel pada daya tahan
mesin

8. Properti pelarut biodiesel juga dapat menyebabkan bahan bakar lainnya-sistem


masalah. Biodiesel mungkin tidak kompatibel dengan segel yang digunakan
dalam sistem bahan bakar kendaraan yang lebih tua dan mesin, memerlukan
penggantian bagian-bagian jika campuran biodiesel digunakan.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Biodiesel merupakan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan, karena


sisa pembakaran mesin yang menggunakan biodiesel menghasilkan emisi gas buang,
asap dan partikel yang lebih rendah daripada solar. Selain itu dengan memproduksi
dan menggunakan biodiesel dalam skala besar berarti membuka kemungkinan
penanaman kembali lahan-lahan kritis sehuingga menambah jumlah sumber
pengahasil oksigen dan mengurangi karbondioksida.
Beberapa kelebihan Biodiesel dari Pohon Jarak dapatdilihat dari sisi ramah
lingkungan, karena mengandung angka cetane yang lebih rendah daripada solar, dan
memungkinkan untuk ditanam di lahan-lahankritis. Sedangkan dari segi
ekonomisnya, Indonesia dapat menghemat devisa negara, bahkan meningkatkannya
melalui pembuatan bahan alternatif pengganti bahan bakar solar menggunakan
pohon jarak, yang termasuk ramahlingkungan.
Daftar Pustaka

Bradshaw GB, Meuly WC (1944). Preparation of detergents. US Patent 2: 360-844.

Canakci, M. and Van Gerpen J., 1999. Biodiesel production via acid catalysis. Trans. ASAE

Fukuda,H., Kondo, A., dan Noda, H., 2001,’’Biodiesel Fuel Production by Transesterification
Oil’’, Journal Bioscience and Bioengineering

Freedman BE, Pryde H, Mounts TL (1984). Variables affecting the yields of fatty esters from
transesterified vegetable oils, JAOCS.

Noureddini, H. and Zhu, D. (1997) Kinetics of Transesterification of Soybean Oil. Journal of


American Oil Chemical Society

Pereira, PA., and Andrade, JB. 2005. Biodiesel : An Overview. J. Braz. Chem. Soc.

Pinto, AC., Guarieiro, LLN., Rezende, MJC., Ribeiro, NM., Torres, EA., Lopes, WA.,

Wang YZ, Shemmeri T, Eames P, McMullan J, Hewitt N, Huang Y (2006). An experimental


investigation of the performance and gaseous exhaust emission of a diesel engine
using blends of a vegetable oil. Appl. Therm.

Zhang YM, Dub A, McLean DD, Kates M (2003). Biodiesel production from waste cooking
oil: 2. Economic assessment and sensitivity analysis. Bioresour Technol

Anda mungkin juga menyukai