Anda di halaman 1dari 25

13

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Transesterifikasi
Transesterifikasi merupakan suatu reaksi organik dimana suatu
senyawa ester diubah menjadi senyawa ester lain melalui pertukaran gugus
alkohol dari ester dengan gugus alkil dari senyawa alkohol lain. Dalam
reaksi transesterifikasi, senyawa ester direaksikan dengan suatu alkohol
sehingga reaksi transesterifikasi juga disebut reaksi alkoholisis.[1]
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan, oleh
karena itu adanya katalis dapat mempercepat tercapainya keadaan
kesetimbangan dari reaksi. Sedangkan untuk memperoleh kelimpahan
yang besar dari senyawa ester produk, salah satu pereaksi yang digunakan
harus dalam jumlah berlebih. Katalis yang biasa digunakan dapat berupa
asam kuat atau basa kuat.

2.2 Reaksi Trans-Esterifikasi


Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi dari minyak atau lemak
dengan alkohol untuk membentuk ester dan gliserol. Transesterifikasi
terdiri dari tiga reaksi reversibel yaitu konversi trigliserida menjadi
digliserida, digliserida menjadi monogliserida dan monogliserida menjadi
metil ester dan gliserol. Reaksi ini dibagi atas tiga jenis yaitu:
a. Interesterifikasi, yaitu pembentukan alkil ester dari ester dengan ester
b. Alkoholisis, yaitu pembentukan alkil ester dari suatu ester dengan
alkohol
c. Asidolisis, yaitu reaksi antara suatu ester dengan asam karboksilat.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi


Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi :
a. Suhu Reaksi
Pengaruh suhu terhadap reaksi transesterifikasi menghasilkan metil
ester dengan bahan baku trigliserida dapat dilakukan dalam berbagai
suhu reaksi. Panelitian telah melakukan reaksi transesterifikasi minyak
jarak dengan variasi suhu reaksi 50 sampai 100. Peningkatan suhu
menghasilkan peningkatan laju transesterifikasi. Meskipun demikian,
suhu yang paling tepat untuk transesterifikasi adalah 80 dengan tidak
adanya kandungan asam lemak bebas di dalam bahan baku.[2]
b. Perbandingan Molar Alkohol dengan Minyak
Perbandingan molar antara metanol dengan minyak merupakan salah
satu faktor yang sangat penting dengan adanya asam lemak bebas yang
14

terkandung di dalam bahan baku minyak maupun lemak. Karena


transesterifikasi merupakan reaksi yang setimbang, maka dibutuhkan
alkohol berlebih agar kesetimbangan mengarah pada pembentukan
ester asam lemak. Penelitian telah melakukan reaksi transesterifikasi
minyak biji kapas dengan variasi mol alkohol dengan minyak yaitu 3 :
1 ; 9 : 1 ; 12 : 1 (mol / mol) dengan metil ester maksimal yang
diperoleh pada perbandingan 12 : 1 (mol / mol).
c. Konsentrasi Katalis
Konsentrasi katalis yang digunakan bergantung pada bahan baku yang
digunakan. Dalam katalis asam heterogen, konsentrasi katalis mengacu
pada banyaknya gugus sulfonat yang terikat pada katalis tersebut yang
bersifat polar sehingga mampu menkonversi asam lemak bebas dalam
bahan baku yang digunakan. Penelitian sebelumnya menggunakan
konsentrasi katalis sebesar 2 6,5% (berat) untuk transesterifikasi
minyak jarak dengan asam lemak bebas 8,17%.
d. Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi transesterfikasi maka semakin besar yield
yang diperoleh dari reaksi tersebut. Penelitian telah melakukan reaksi
transesterifikasi minyak biji kapas dengan variasi waktu 1-5 jam.
Diperoleh hasil bahwa metil ester meningkat pada waktu reaksi 1 dan 2
jam sedangkan pada 3-5 jam peningkatan kadar metil ester yang terjadi
tidak terlalu signifikan.
Reaksi transesterifikasi meliputi pengubahan minyak menjadi
senyawa metil ester. Reaksi transesterifikasi diperlukan adanya katalis
seperti reaksi berikut:

Gambar 1. Skema Reaksi Transesterifikasi

2.4 Katalis
Katalis merupakan suatu senyawa yang dapat meningkatkan laju
reaksi tetapi tidak terkonsumsi oleh reaksi. Katalis digunakan secara luas
baik di alam, laboratorium dan industri. Katalis yang berada pada fase
yang sama (liquid) dengan reaktan disebut sebagai katalis homogen.
15

Sedangkan katalis yang berada pada fase yang berbeda dengan reaktannya
(dapat berupa padatan, cairan yang tidak dapat bercampur ataupun gas)
disebut sebagai katalis heterogen.[3]
Berikut macam-macam katalis yang digunakan untuk suatu reaksi:
a. Katalis Homogen
Katalis homogen terdiri atas dua jenis yaitu katalis asam homogen
dan katalis basa homogen. Katalis yang umum digunakan dalam reaksi
transesterifikasi yaitu KOH dan NaOH. Penggunaan katalis ini
menimbulkan masalah pada proses pemisahan produk reaksi sehingga
menghasilkan limbah pencucian dalam jumlah yang besar. Di samping
itu, katalis basa bekerja dengan baik pada batas asam lemak bebas
(ALB) < 0,5%. Jika bahan baku mengandung ALB tinggi, akan terjadi
reaksi antara katalis dengan asam lemak bebas membentuk sabun.
Katalis asam homogen yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi
misalnya H2SO4, HCl, dan H3PO4. Akan tetapi penggunaan katalis ini
memerlukan waktu reaksi yang lama, menyebabkan korosi pada
reaktor yang digunakan, rasio molar alkohol dengan minyak harus
besar serta memerlukan suhu yang tinggi.
b. Katalis Heterogen
Katalis heterogen terdiri atas dua jenis yaitu katalis heterogen yang
bersifat asam dan katalis heterogen yang bersifat basa. Beberapa
katalis heterogen telah disintesis baik yang bersifat asam maupun basa.
Katalis basa heterogen yang paling umum digunakan adalah senyawa
oksida logam seperti logam alkali, alkali tanah sebagai katalis
transesterifikasi minyak nabati. Oksida logam alkali tanah (MgO, CaO,
SrO, dan BaO) dikenal sebagai oksida logam tunggal (single metal
oxides). Penelitian telah menggunakan CaO pada reaksi
transesterifikasi minyak bunga matahari dengan yield 98%.
Katalis basa heterogen juga dapat berupa pencampuran atau
pendopingan oksida logam untuk meningkatkan kebasaannya seperti
logam Na, Li, dan K yang didoping pada CaO, MgO dan BaO pada
reaksi tranesterifikasi minyak lobak dengan yield 96,7% dan oksida
campuran antara Na, Li, dan La2O3 untuk transesterifikasi minyak
kacang tanah menghasilkan metil ester asam lemak dengan yield>
99%.
Selain katalis basa heterogen, katalis asam heterogen juga telah
banyak digunakan untuk mengkatalisis reaksi transesterifikasi. Sintesis
asam polianilin sulfonat sebagai katalis transesterifikasi dan
esterifikasi menghasilkan biodiesel yang menunjukkan kereaktifan dan
kestabilan katalis yang tinggi. Katalis senyawa karbon dengan basis
16

sulfonat menjadi katalis yang paling diminati saat ini karena memiliki
gugus SO3H dengan kerangka karbon yang stabil sehingga mudah
dipisahkan dari sistem reaksi.
Katalis heterogen memiliki keuntungan dibandingkan dengan
katalis homogen yaitu: mudah dipisahkan dari produk reaksi, lebih
tahan terhadap asam lemak bebas yang terkandung di dalam bahan
baku tanpa melalui reaksi saponifikasi sehingga memungkinkan untuk
melakukan reaksi transesterifikasi dan esterifikasi sekaligus dengan
bahan baku yang mengandung kadar asam lemak bebas yang tinggi,
baik bahan baku yang berasal dari hewan maupun yang berasal dari
tumbuhan.
c. Katalis Enzim
Reaksi transesterifikasi secara enzimatis mencegah terbentuknya
sabun, reaksi terjadi pada pH netral, suhu reaksi yang lebih rendah
sehingga lebih bersifat ekonomis. Beberapa metode secara enzimatis
bertujuan untuk memecah ikatan kovalen, ikatan silang (cross linking)
dan enkapsulasi mikro. Lipase merupakan enzim yang paling banyak
digunakan pada reaksi transesterifikasi, karena harganya lebih murah
dibandingkan dengan enzim yang lain dan mampu mengkatalisis baik
reaksi hidrolisis maupun transesterifikasi trigliserida dalam kondisi
biasa untuk menghasilkan biodiesel.
Penggunaan katalis enzim dalam reaksi transesterifikasi memiliki
permasalahan yaitu selain harga enzim yang mahal juga adanya asam
lemak bebas pada bahan baku yang bereaksi dengan alkohol rantai
pendek (seperti metanol dan etanol) menyebabkan enzim terdenaturasi.
Gliserol sebagai salah satu produk reaksi, memberi efek negatif pada
enzim yang digunakan.

2.5 Biodiesel
Biodiesel merupakan salah satu jenis bahan bakar yang berasal dari
sumber energi terbarukan dari minyak tumbuhan yang dipercaya akan
menjadi bahan bakar yang digunakan pada alat transportasi untuk
menggantikan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi sehingga
menyebabkan banyaknya polusi udara. Biodiesel dapat dibuat dari minyak
murni tumbuhan, limbah minyak setelah pemakaian maupun minyak yang
berasal dari lemak hewan. Minyak tumbuhan dapat diklasifikasi menjadi
dua jenis yaitu edibel dan non edibel. Beberapa jenis minyak baik edibel
maupun non edibel seperti minyak bunga matahari, minyak kelapa sawit,
dan minyak kemiri telah ditransesterifikasi untuk menghasilkan
biodiesel.[4]
17

Karena bahan bakunya berasal dari minyak tumbuhan atau lemak


hewan, biodiesel digolongkan sebagai bahan bakar yang dapat diperbarui.
Pada dasarnya semua minyak nabati atau lemak hewan dapat digunakan
sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Banyak penelitian yang telah
dilakukan untuk mendapatkan bahan baku alternatif yang dapat
dikembangkan secara luas sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.
Biodiesel berasal minyak sawit, minyak jelantah, minyak jarak, dan
minyak kedelai. Namun terjadi perdebatan karena bahan bakar ini
terutama minyak kedelai termasuk dalam pangan sehingga hal ini tidak
wajar mengingat semakin meningkatnya populasi manusia.

2.6 Proses Pembuatan Biodiesel

Gambar 2. Proses Pembuatan Biodiesel

Tahapan proses dari pembuatan biodiesel adalah sebagai berikut:


a. Jika kandungan asam lemak bebas dan air terlalu tinggi, hal ini akan
mengakibatkan pembentukan sabun (saponifikasi) dan menimbulkan
masalah pada pemisahan gliserol nantinya. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pengolahan pendahuluan bahan baku dilakukan proses
degumming dan refined.[5]
b. Katalis dilarutkan dalam methanol dengan menggunakan mixer atau
agitator standar.
18

c. Campuran methanol dan katalis dimasukkan ke dalam reaktor tertutup


baru kemudian ditambahkan minyak nabati. Sistem harus tertutup total
untuk menghindari penguapan methanol.
d. Reaksi dijaga pada suhu diatas titik didih alkohol (sekitar 70) guna
mempercepat reaksi meskipun beberapa sistem merekomendasikan
suhu kamar. Lama reaksi adalah 1 8 jam. Pemberian methanol
berlebih diperlukan untuk memastikan konversi yang sempurna.
e. Meskipun densitas gliserol lebih tinggi daripada biodiesel sehingga
gliserol tertarik ke bawah karena gravitasi, alat sentrifugal masih
diperlukan untuk mempercepat pemisahan kedua senyawa tersebut.
Setelah terjadi pemisahan gliserol dan biodiesel , kelebihan methanol
diambil dengan proses evaporasi atau distilasi.
f. Produk samping gliserol yang masih mengandung katalis dan sabun
selanjutnya dinetralkan dengan larutan asam sulfat.
g. Setelah biodiesel dipisahkan dari gliserol selanjutnya dimurnikan lagi
dengan air hangat untuk membuang sisa-sia katalis atau sabun. Lalu
dikeringkan dan dikirim ke tangki penyimpan biodiesel.

2.7 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Biodiesel


Tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu
diinginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang
maksimum. Beberapa variabel operasi yang mempengaruhi konversi serta
perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut :
a. Pengaruh air dan asam lemak bebas
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka
asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar
kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5% (<0.5%). Selain
itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air
akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi
berkurang.
b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi
adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol
alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak
nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98%. Secara umum
ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan,
maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada
rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-
99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89%. Nilai perbandingan yang
19

terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang


maksimum.[6]
c. Pengaruh katalis
Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu
reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi
semakin besar. Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi
transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa
yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium
hidroksida (NaOH). Penambahan katalis NaOH sebesar 10 ml
memberikan yield tinggi sebesar 96,27 % dibandingan dengan katalis
NaOH sebesar 8 ml yield yang diperoleh 94,77 %.
d. Pengaruh temperatur
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 - 65 C
(titik didih metanol sekitar 65 C). Semakin tinggi temperatur,
konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih
singkat. Pada suhu 60 merupakan suhu optimum untuk produksi
biodiesel.
e. Pengadukan
Pada reaksi transesterifikasi reaktan-reaktan awalnya membentuk
sistem cairan dua fasa. Reaksi dikendalikan oleh difusi diantara
diantara fase-fase yang berlangsung lambat. Seiring dengan
terbentuknya metil ester ia bertindak sebagai pelarut tunggal yang
dipakai bersama oleh reaktan-reaktan dan sistim dengan fase
tunggalpun terbentuk. Dampak pengadukan ini sangat signifikan
selama reaksi. Setelah sistem tunggal terbentuk maka pengudukan
menjadi tidak lagi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
reaksi. Pengadukan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
campuran reaksi yang bagus. Pengadukan yang tepat akan mengurangi
hambatan antar massa. Pengadukan transesterifikasi 1500 rpm.

2.8 Standar Mutu Biodiesel


Dari peraturan pengujian biodiesel berdasarkan peraturan dirjen
migas No. 002/P/DM/MIGAS/1979 tanggal 25 mei 1979 tentang
spesifikasi bahan bakar minyak dan gas dan standar pengujian SNI
(Standart Nasional Indonesia) dapat dianalisa :
a. Angka Setana
Untuk bahan bakar motor diesel digunakan acuan Angka Setana,
yaitu dengan bahan referensi normal cetane (C16H34) yang tidak
memiliki keterlambatan menyala dan aromat methyl naphtalene
(C10H7CH3) yang keterlambatannya besar sekali. Angka Setana dari
20

biodiesel sebesar minimal 51 sedangkan standar dari solar sebesar 48,


berarti angka Setana biodiesel 1,05 lebih rendah daripada solar. Tetapi
angka Setana dari biodiesel yang dihasilkan masih termasuk dalam
kisaran standar biodiesel yaitu minimal 51. Pada mesin diesel udara
dimampatkan sampai tekanan 30 sampai 40 kg/cm2, akibat
pembakaran maka tekanan yang ada di dalam ruang bakar mencapai 60
sampai 65 kg/cm2. Disini diharapkan tidak ada keterlambatan dari
nyala agar kenaikan tekanan tidak terlalu tinggi. Kenaikan tekanan
yang terlalu tinggi akan menyebabkan detonasi. Hambatan lain yaitu
proses pembakaran tidak sempurna sehingga terbentuk jelaga.[7]
Pada bahan bakar biodiesel yang memiliki Angka Setana 46,95
berarti bahan bakar tersebut mempunyai kecenderungan menyala pada
campuran 46,95 bagian normal angka Setana dan 53,05 bagian methyl
naphtalena. Apabila dilihat dari angka Setana biodiesel yaitu 51 maka
dapat digolongkan sebagai bahan bakar mesin diesel jalan cepat (mesin
diesel jalan cepat pada angka cetane 40 sampai 70). Makin tinggi
angka setananya maka makin rendah titik penyalaannya.
b. Viskositas Kinematik
Standar Kinematik viscosity dari biodiesel adalah sebesar 2,3 cSt
sampai 6 cSt. Jika harga viskositas terlalu tinggi maka akan besar
kerugian gesekan di dalam pipa, kerja pompa akan berat,
penyaringannya sulit dan kemungkinan kotoran ikut terendap besar,
serta sulit mengabutkan bahan bakar. Sebaliknya jika viskositas terlalu
rendah berakibat pelumasan yang tipis, jika dibiarkan terus menerus
akan mengakibatkan keausan.
c. Massa jenis (specific gravity)
Specific gravity dari biodiesel masih masuk dalam kisaran solar yaitu
antara 0,82 sampai 0,95. Dari pengujian spesific gravity pada 600F ini
juga dapat ditentukan.
d. Nilai Kalor
Standar minimal kalori yang dihasilkan oleh biodiesel adalah 17,65
Btu/lb.
e. Angka Asam
Penentuan angka asam sampel biodiesel dilakukan dengan metode
analisa standart untuk angka asam. Biodiesel menurut SNI-04-7182-
2006, yaitu 0,8 mg KOH/g minyak. Angka asam yang tinggi dapat
menyebabkan endapan dalam sistem bakar dan juga merupakan
indikator bahwa bahan bakar tersebut dapat berfungsi sebagai pelarut
yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas pada sistem bahan
bakar. Makin tinggi angka asam makin rendah kualitas biodieselnya.
21

f. Analisa angka penyabunan


Angka penyabunan adalah banyaknya milligram KOH yang
dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram contoh biodiesel. Angka
penyabunan dalam penelitian ini ditentukan dengan proses titrimetri.
Angka sabun biodiesel dari masing-masing sampel harus sesuai
dengan syarat mutu biodiesel menurut SNI-04-7182-2006 sebesar <
500, yaitu antara 267,7354,2 mg KOH/gram.
Reaksi transesterifikasi penggunaan katalis basa yang berlebih dan
suhu tinggi akan menyebabkan terjadinya reaksi penyabunan pada
pembuatan biodiesel. Hal ini terjadi karena minyak (trigliserida) telah
tersabunkan pada saat penggunaan konsentrasi katalis konsentrasi
katalis dan suhu tinggi, sehingga HCl yang dibutuhkan untuk
mengetahui KOH berlebih juga semakin kecil (angka penyabunan
semakin kecil).

2.9 Minyak dan Lemak


Minyak dan lemak merupakan senyawa yang sangat melimpah di
alam dalam bentuk lipida. Minyak dan lemak berbentuk triester dari reaksi
kondensasi antara tiga molekul asam lemak dengan sebuah molekul
gliserol. Triester tersebut umumnya dikenal dengan trigliserida.
Lemak dan minyak yang dijumpai di alam terdiri dari trigliserida
campuran yang merupakan ester dari asam lemak rantai panjang.
Trigliserida dapat berwujud padat atau cair. Pada umumnya minyak
berwujud cair pada suhu kamar karena mengandung sejumlah besar asam
lemak tak jenuh seperti oleat, linoleat, dan linolenat. Sedangkan lemak
umumnya berwujud padat pada suhu kamar karena mengandung sejumlah
besar asam lemak jenuh seperti stearat, palmitat, dan laurat. Minyak dapat
diperoleh dari tumbuh-tumbuhan dan lemak dapat diperoleh dari hewan.
Ada beberapa reaksi penting pada minyak dan lemak yaitu hidrolisa,
oksidasi, hidrogenasi, dan esterifikasi / transesterifikasi.
Minyak dan lemak yang diperdagangkan merupakan campuran-
campuran dari lipid, mayoritas tersusun atas triasilgliserol (umumnya
>95%) bersama dengan diasilgliserol, monoasilgliserol dan asam lemak
bebas. Namun, minyak dan lemak juga mengandung fosfolipida, sterol
bebas dan ester-ester sterol, tokols (tokoferol dan tokotrienol), triterpen
alkohol, hidrokarbon dan vitamin-vitamin yang terlarut dalam minyak.
Kebanyakan minyak dan lemak biasanya dinamai berdasarkan
sumber biologisnya (seperti minyak kedelai) tetapi masing-masing minyak
dan lemak memiliki rentang parameter fisika, kimia, dan komposisinya
sehingga dapat dikenali.[8]
22

2.10 Mekanisme Reaksi Trans-Esterifikasi


Berikut mekanisme reaksi transesterifikasi dengan katalis basa :

C O O
R+ R+ R+
O R C O R C O
R

O O
R" R"
O R"

O
R"
C O OH R+

Gambar 3. Mekanisme Reaksi Transesterifikasi

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN
23

3.1 Diagram Alir

Diagram alir pada percobaan ini adalah sebagai berikut :

1 gr NaOH Gelasbeker
41 ml Metanol
Diaduk dan dipanaskan

200 ml minyak sayur Gelasbeker

Dipanaskan sampai suhu 45 C


dan diaduk 45 menit

Mendinginkan campuran 10 menit

Corong Pemisah

Biodiesel Gliserol

Dicuci air panas

Dipanaskan 15 menit pada suhu 100C

Biodiesel Murni

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Biodiesel

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat
24

Berikut ini merupakan alat-alat yang digunakan pada percobaan sintesis


trans-esterifikasi :

a. Agitator 1 Buah
b. Alumunium Foil 1 Buah
c. Batang Pengaduk 1 Buah
d. Buret 1 Buah
e. Bulb 1 Buah
f. Corong 1 Buah
g. Corong Pemisah 1 Buah
h. Gelas Piala 500 ml 1 Buah
i. Gelas Piala 250 ml 1 Buah
j. Gelas Ukur 100 ml 1 Buah
k. Gelas Ukur 50 ml 1 Buah
l. Gelas Ukur 25 ml 1 Buah
m. Kaca Arloji 1 Buah
n. Labu Erlenmeyer 250 ml 2 Buah
o. Lumping Porselindan Mortar 1 Buah
p. Neraca Analitik 1 Buah
q. Pipet Tetes 1 Buah
r. Piknometer 1 Buah
s. Stopwatch 1 Buah
t. Spatula 1 Buah
u. Statif dan Klem 1 Buah
v. Termometer 1 Buah
w. Viskometer Ostwald 1 Buah
x. Water Bath 1 Buah

3.2.2 Bahan

Berikut ini merupakan alat-alat yang digunakan pada percobaan sintesis


trans-esterifikasi :
a. Aquades
b. Indikator Phenoftalein 3 tetes
c. Metanol 41 ml
d. Minyak Sayur 200 ml
e. NaOH 1,5 gram

3.3 Metode Percobaan

Berikut ini merupakan prosedur percobaan sintesis trans-esterifikasi :


25

A.Pembuatan biodiesel

Pada percobaan ini, yang dilakukan pertama kali menimbang 1,5 gram
NaOH yang telah dihaluskan dan di larutkan dengan 41 ml metanol dalam
gelas beker 250 ml selanjutnya mengaduk larutan hingga homogen di dalam
water bath dengan suhu 70C. Kemudian mencampurkan 200 ml minyak sayur
secara perlahan ke dalam larutan Natrium Metoksida yang telah homogen dan
melakukan pencampuran secara perlahan sambil melakukan pengadukan kira-
kira 200 rpm yang dipanaskan selama 45 menit. Setelah itu mendinginkan
larutan selama 10 menit dan memisahkan biodiesel dengan corong pisah
kemudian melakukan pengukuran volume serta pengujian mutu biodiesel yang
di dapat.

B.Pengujian Density

Pada percobaan ini ,yang dilakukan pertama kali menimbang labu


piknometer yang bersih dan kering sebagai a gram. Setelah itu piknometer diisi
dengan contoh dan diimpitkan pada suhu tC. Kemudian timbang sebagai b
gram. Lalu labu di bersihkan dengan sabun.

C.Pengujian Viskositas

Pada percobaan ini, yang dilakukan pertama kali membersihan terlebih


dahulu alat ostwald dengan contoh 2-3 kali mengambil sampel 5 ml dan
memasukkan ke dalam alat ostwald. Kemudian tetapkan berapa waktu yang
diperlukan untu mengalirkan sampel dengan jalan menghisapnya sampai
melebihi tanda garis atas. Bila miniskus berhimpit perhitungan di mulai lagi
dengan tanda garis bawah. Lalu pengamatan dilakukan 2 kali kemudian
mencatat suhu pada saat pengamatan.

D.Pengujian Asam Lemak Bebas.

Pada percobaan ini, yang dilakukan pertama kali menimbang 2-5 gram
metil ester, menambahkan larutan 50 ml metanol 95% netral dan 3 tetes
phenoftalein. Kemudian melakukan titrasi dengan NaOH 0.1 N sampai warna
merah muda dan mencatat banyaknya NaOH yang digunakan.

3.4 Gambar Alat

Berikut adalah alat yang digunakan pada proses pembuatan biodiesel :

1 Keterangan :

1. Agitator
2
26

2. Gelas beker
3. Waterbath

Gambar 5. Alat Percobaan Transesterifikasi

3.5 Variabel Percobaan


Variabel dalam percobaan sintesis trans-esterifikasi berupa variabel
terikat dan berubah.Variabel terikat meliputi minyak sayur yang di
tambahkan yaitu 200 ml ke dalam pembuatan biodiesel, waktu yang
dibutuhkan untuk mendinginkan campuran selama 10 menit, waktu yang
dibutuhkan untuk memanaskan biodiesel selama 45 menit lebih kurang
dengan suhu 100C. Adapun variabel berubah pada percobaan ini adalah
jenis katalis basa menggunakan NaOH.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


27

4.1 Hasil Percobaan

Berikut hasil dari percobaan transesterifikasi biodiesel :

Tabel 1. Data Hasil Percobaan

Data
Densitas (gr/mL) 0,93
Bilangan Asam (mg KOH/gr biodiesel) 0,022
Viskositas Kinematik (cSt) 57,463

4.1 Pembahasan
Biodiesel yang secara umum didefinisikan sebagai ester monoalkil
dari tanaman dan lemak hewan merupakan bahan bakar alternatif yang
sangat potensial digunakan sebagai pengganti solar karena kemiripan
karakteristiknya, biodiesel diperoleh dari proses transesterifikasi.

Gambar 6. Mekanisme Reaksi Transesterifikasi


Transesterifikasi merupakan reaksi organik dimana suatu senyawa
ester diubah menjadi senyawa ester lain melalui pertukaran gugus alkohol
dari ester dengan gugus alkil dari senyawa alkohol lain. Sedikit berbeda
28

dengan reaksi hidrolisis, pada reaksi transesterifikasi pereaksi yang


digunakan bukan air melainkan alkohol.
Larutan alkali (NaOH) dan metanol (CH3OH) dicampurkan untuk
membentuk larutan Natrium metoksida (Na+CH3). Ketika larutan
Natrium metoksida ini dicampurkan dengan minyak sawit, ikatan polar
yang kuat dari natrium metoksida memecah trigliserida menjadi gliserin
dan rantai ester (biodiesel), bersama-sama juga terbentuk sabun bila tidak
berhati-hati dalam pembuatannya.
Pada pembuatan biodiesel ini, hal pertama yang dilakukan adalah
penyiapan larutan natrium metoksida. Larutan natrium metoksida ini
dibuat dengan mencampurkan natrium hidroksida (NaOH) dan metanol
(CH3OH). Pencampuran ini dilakukan hingga semua natrium hidroksida
larut dalam metanol. Natrium hidroksida larut dalam metanol karena
memiliki kepolaran yang sama. Sambil melarutkan, campuran diaduk agar
natrium hidroksida lebih cepat larut. Pengadukan disini dapat menambah
kelarutan karena dengan pengadukan maka interaksi atau tumbukan antar
partikel larutan meningkat. Dengan adanya pengadukan, energi kinetik
masing-masing partikel akan bertambah sehingga partikel-partikel mudah
bergerak dan interaksi serta tumbukannya semakin kuat. Pengadukan ini
merupakan metode konvensional yang dapat meningkatkan kelarutan.
Reaksi antara semua natrium hidroksida dengan metanol merupakan reaksi
eksoterm (menghasilkan panas) membentuk molekul polar (Na+CH3).

Gambar 7. Proses Pengadukan dan Pemanasan Natrium metoksida dan


minyak

Pemanasan dilakukan pada suhu 45oC, suhu yang digunakan di sini


tergolong rendah dibanding dengan titik didih pelarutnya yaitu metanol.
Ini berfungsi agar konversi yang dihasilkan semakin besar meskipun
membutuhkan waktu yang lebih lama dalam prosesnya.
29

Pemisahan antara biodiesel dengan gliserol dilakukan


menggunakan corong pemisah. Untuk memisahkannya, biodiesel dicuci
dengan air panas. Tujuannya yaitu untuk membawa gliserol turun bersama
dengan air yang keluar sehingga terpisah dari biodiesel. Gliserol akan
turun ke permukaan corong pemisah, sedangkan biodiesel sendiri akan
berada di atasnya. Hal ini dikarenakan keduanya memiliki massa jenis
yang berbeda.
Pada pembuatan biodiesel dengan katalis basa mengisi NaOH
sebanyak 1,0 gram. Penambahan NaOH tersebut berfungsi sebagai
katalisator basa untuk mempercepat reaksi. Setelah itu menambahkan
methanol sebanyak 41 ml yang berfungsi sebagai reaktan pembentukan
biodiesel dan sebagai pelarut NaOH, yang membentuk larutan natrium
etoksida karena pada proses sintesis metil ester ini semua bahan harus
bebas dari air. Hal ini disebabkan karena air akan bereaksi dengan katalis
(NaOH) sehingga jumlah katalis akan berkurang. Lalu, dipanaskan pada
suhu 45C.

Gambar 8. Proses Dekantasi

Pada penentuan bilangan asam menambahkan etanol 100% yang


berfungsi sebagai pelarut. Lalu dengan menambahkan indikator PP
berfungsi sebagai indikator yang bertujuan untuk menentukan titik akhir
titrasi dengan menunjukkan perubahan warna.
.
30

Gambar 9. Proses Titrasi dengan larutan NaOH

Biodiesel yang diperoleh dipanaskan kembali dengan suhu 100 untuk


menghilangkan kandungan air dari proses pemurnian.

Gambar 10. Proses pencucian Biodiesel dengan pemanasan


Dari percobaan, diperoleh massa jenis biodiesel sebesar 0,93 gr/ml,
bilangan asam sebesar 0,022 mg KOH/g biodiesel, dan viskositas
kinematik sebesar 57,463 cst. Perbedaan harga densitas dengan standar
SNI yang sebesar 0,85-0,89 gr/ml dikarenakan adanya kandungan air di
dalam biodiesel. Karena NaOH bersifat higroskopis sehingga NaOH
menyerap air dari udara dan hasilnya tidak murni biodiesel 100%.
Sedangkan harga viskositas yang tinggi diakibatkan karena adanya asam
lemak yang masih terdapat dalam produk transesterifikasi dan tidak
31

berubah menjadi metil ester. Selain itu, proses pemisahan yang tidak
sempurna dan reaktan tidak terkonversi seluruhnya menyebabkan nilai
densitas dan viskositas percobaan tidak sesuai dengan literatur. Bilangan
asam yang diperoleh sangat kecil dibandingkan literatur karena minyak
yang digunakan adalah minyak baru sehingga asam minyak bebas yang
terkandung hanya sedikit dan proses pembuatan biodiesel dapat langsung
melalui reaksi transesterifikasi.
32

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
a) Diperoleh biodiesel dengan densitas sebesar 0,93 gr/ml ; viskositas
sebesar 57,463 dan Bilangan asam sebesar 0,022 mg KOH/g
biodiesel.
b) Pembuatan biodiesel berhasil namun tidak memenuhi SNI.
c) Perbedaan data hasil percobaan dengan Standar Nasional Indonesia
(SNI) untuk biodiesel disebabkan oleh faktor pemanasan dan
pengadukan yang menyebabkan biodiesel tidak 100% murni.

5.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut :
a) Jumlah volume larutan yang dibutuhkan harus akurat.
b) Periksa kondisi alat sebelum melakukan percobaan.
c) Teliti dalam melakukan percobaan agar data hasil percobaan akurat.
33

DAFTAR PUSTAKA

[1] Fessenden, Ralp J dan Joan S Fessenden.1996.Kimia Organik jilid 2.


Jakarta:Erlangga
[2] Sitorus, Marham.2010.Kimia Organik Umum.Yogyakarta:Graha Ilmu
[3] Hart, H.1987.Kimia Organik, suatu kuliah singkat.Jakarta:Erlangga
[4] Triana Kusumaningsih dkk.2006.Pembuatan Bahan BAkar Biodiesel dari
Minyak Jarak; Pengaruh Suhu dan Konsentrasi KOH pada Reaksi
Transesterifikasi Berbasis Katalis Basa. No.3 volume I, http://jurnal-mipa-
uns, diakses pada 14 Mei 2016.
[5] Renita Manurung.2006.Transesterifikasi Minyak Nabati. No.5 volume I,
http://Jurnal-Teknologi-Proses-usu, diakses pada 14 Mei 2016.
[6] Nixon Poltak Frederic.2006.Pembuatan Biodiesel dari Minyak Biji Kapok
dengan Proses Esterifikasi Transesterifikasi. No.1 volume IV,
http://jurnal-teknik-kimia_Undip, diakses pada 14 Mei 2016.
[7] HS, Syamsidar , 2013. Pembuatan & Uji Kualitas Biodiesel dari Minyak
Jelantah http://www.uin-alauddin.ac.id/download-6.%20Syamsidar-
Pembuatan%20dan%20Uji.pdf
[8] Said M, , 2010. Studi Kinetika Reaksi pada Metanolisis Minyak Jarak
Pagar http://jtk.unsri.ac.id/index.php/jtk/article/viewFile/95/96
34

LAMPIRAN

A. Contoh Perhitungan
1. Densitas
M piknometer kosong = 17,3 gram
M piknometer + sampel = 40,6 gram
M sampel = (massa piknometer + sampel) (massa
piknometer kosong)
= 40,6 17,3
= 23,3
V sampel = 25 mL

sampel =
23,3
= 25
= 0,93 gram/mL

2. Viskositas
K = 1,438 mm2/s2
T1 = 37,22 s
T2 = 42,7 s
T rata-rata = 39,96 s

V kinematik =kxt
= 1,438 x 39,96
= 57,463 mm2/s
= 57,463 cSt
Keterangan :
1 mm2/s = 1 cSt

3. Bilangan asam minyak sayur


M = 56,1 gram/mol
T = 0,1 N
V = 0,9 mL
m = 23,3 gram

..
Bil. Asam = 10.
56,1.0,9.0,1
= 10.23,3
= 0,022 mg KOH/g Biodiesel
35

B. Mekanisme Reaksi Transesterifikasi

O O
H2C O C R1 H2C O C R1

O Na OH O
HC O C R2 + H3C O H HC O C R2 H3C O
O O
H2C O C R3 H2C O C R3
Trigliserida Metanol Katalis

O
H2C O
H2C O C R1
OCH3 O O
O + H O H C R1
HC O C R2 +
HC O C R2 OCH3
O
O
H2C O C R3
H2C O C R3
Digliserida

H2C O H2C O
O
O
HC O C R2 + H3C O + H O H
HC O C R2
O
O OCH3
H2C O C R3
H2C O C R3

H2C O H2C O

HC O + O C R2 HC O + H3C O
O O
H2C O C R3 OCH3
2 H2C O C R3

Monogliserida
36

H2 C O
H2C O

+ H O H HC O + O C R2
HC O
O OCH3
H 2C O 3
H2C O C R3
OCH3

H2C O H2C OH
Na
HC O + 3H O H
HC OH + OH

H 2C O H2 C OH

H2 C OH

O C R2
+ HC OH + NaOH
OCH3
3
H2C OH

Metil Ester Gliserol Katalis


(Biodiesel)
37

Blangko Percobaan
Biodiesel

Hari/Tanggal : Sabtu/14 Mei 2016


Kelompok : B-9
Nama Anggota : 1. M. Aria Mandalika
2. Riska Maisyanti
3. Rhoma Dhianah
Jurusan : Teknik Kimia
Asisten : Andriano

Data Praktikum

No Waktu (t) Suhu (T)


1 0-5 36
2 5-10 41
3 10-15 45
4 15-20 46
5 20-25 47
6 25-30 48
7 30-35 49
8 35-40 49
9 40-45 49

Penentuan densitas Amil Asetat


Massa sampel = 23,3 gram
Volume sampel =5 mL
Densitas = 0,93 gr/mL

Penentuan viskositas kinematik


K = 1,438 mm2/s2
t1 = 37,22 s
t2 = 42,7 s

Penentuan bilangan asam


Volume titran = 0,9 mL

Anda mungkin juga menyukai