METIL ESTER
LABORATORIUM REKAYASA PROSES PRODUK INDUSTRI KIMIA
DISUSUN OLEH:
CINTHYA PUTRI. A (03031282025031)
KGS. MALIK ATA' AL-RAHMAN (03031282025036)
M. DIFA DZIKRA R. G (03031382025092)
RASHYANTI NABILAH ANDJANI (03031382025097)
HIJRAH AYU OKTAVIANI (03031382025109)
AULIA SAVITRI (03031382025114)
BONFILIO SHAQUILLE GUNAWAN (03031382025118)
1
pembuatan Metil Ester. Seperti katalis yang digunakan, temperatur, kecepatan
pengadukan, dan jumlah alkohol yang dapat digunakan dalam proses pembuatan
Metil Ester.
2
3
1.3. Tujuan
1) Untuk mengetahui prinsip kerja dan proses pembuatan Metil Ester.
2) Untuk mengetahui pengaruh rasio katalis terhadap kualitas dan
produktivitas dari Metil Ester.
3) Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi proses pembuatan Metil
Ester.
1.4. Manfaat
1) Bagi praktikan, dapat dijadikan sebagai pemahaman dalam praktikum
tentang pembuatan Metil Ester
2) Bagi peneliti, dapat menambah ilmu pengetahuan peneliti sebagai bahan
rujukan penelitian yang berkaitan dengan pembuatan Metil Ester
3) Bagi masyarakat, dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang
pembuatan Metil Ester yang berguna sebagai pengganti bahan bakar fosil.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
solar, sementara efisiensinya lebih kurang sama dengan solar, yang berarti daya
dan juga torsi yang dihasilkan proporsional dengan kandungan nilai kalornya.
3
4
2.2. Katalis
Katalis merupakan zat yang biasanya ditambahkan ke dalam reaksi untuk
meningkatkan laju reaksi. Katalis memiliki peran yang sangat penting karena akan
membantu meningkatkan konversi produk dan juga dapat mengurangi biaya
produksi. Katalis dapat ditingkatkan kinerjanya dengan menambahkan suatu
penyangga katalis, salah satu contoh penyangga katalis adalah Gamma Alumina.
Proses pengolahan biofuel umumnya menggunakan katalis pada tahap reaksi
esterifikasi dan transesterifikasi. Katalis digunakan pada kedua proses tersebut
bertujuan untuk mempercepat pembentukan metil ester untuk menghasilkan
rendemen dalam jumlah besar dengan mutu yang baik (Hariska dkk, 2012).
Katalis yang digunakan pada proses produksi biodiesel secara umum
dibagi menjadi katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis diperlukan di
dalam proses reaksi pembentukan metil ester dalam menyediakan ion untuk
pertukaran ion antara metanol dan minyak serta menurunkan energi aktivasi
sehingga reaksi lebih cepat. Umumnya katalis yang digunakan pada proses
pembuatan metil ester yaitu katalis asam dan katalis basa. Katalis asam digunakan
pada tahap esterifikasi pada proses pembuatan metil ester (biodiesel), sedangkan
katalis basa umumnya digunakan pada tahap reaksi transesterifikasi. Faktor yang
yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan jenis katalis pada proses pembuatan
biodiesel adalah kadar asam lemak bebas (FFA), oleh karena itu perlu
dipertimbangkan untuk pemilihan katalisnya.
Katalis asam pada tahap esterifikasi dibutuhkan dalam menurunkan persen
asam lemak bebas. Tingkat asam dari bahan baku pembuatan metil ester
(biodiesel) perlu diturunkan melalui esterifikasi dengan menggunakan bantuan
katalis asam dikarenakan dapat mempengaruhi kualitas dan yield biodiesel (Arita
dkk, 2020). Asam sulfat sering digunakan sebagai katalis pada proses esterifikasi
karena mudah didapatkan dan memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Proses
transesterifikasi itu menggunakan katalis basa di dalam proses pembuatan
biodiesel.
Katalis basa yang umum digunakan adalah katalis natrium hidroksida
(NaOH). Natrium hidroksida pada transesterifikasi menghasilkan reaksi yang
4
kemudian menjadi gliserol. Setiap langkah menghasilkan molekul metil ester dari
asam lemak. Reaksi transesterifikasi yang tidak sempurna akan menghasilkan
residu itu
7
asam. Basa kuat atau asam kuat dapat digunakan sebagai katalis. Katalis alkali
yang umum digunakan adalah natrium hidroksida, natrium metoksida, kalium
hidroksida, dan kalium metoksida. Katalis asam seperti asam sulfat, fosfat,
senyawa
8
Panjang dari rantai trigliserida yang paling umum adalah 16 hingga 20 atom
karbon. Senyawa trigliserida yang dimanfaatkan pada pembuatan metil ester akan
dikonversi menjadi senyawa ester.
10
digunakan dalam pembentukkan produk merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas dari biodiesel yang akan dihasilkan.
11
dengan rasio 6:1. Oleh sebab itu metanol seringkali digunakan oleh berbagai
kalangan industri dalam proses pembuatan biodiesel dan juga harganya murah
serta mudah untuk dijangkau.
12
menghasilkan warna kuning emas. Pada sampel 2 yaitu, FFA sebesar 0,56 %,
angka asam 0,50 mg, gliserol 58 mL, kadar air 0 %, rendemen 0,83 %, massa
jenis 845,00
13
kg/m3, pH 7 dan menghasilkan warna kuning emas. Pada sampel 3 yaitu, FFA
sebesar 0,65 %, angka asam 0,50 mg, gliserol 59 mL, kadar air 0,07 %, rendemen
0,78 %, massa jenis 847 kg/m3, pH 7 dan menghasilkan warna kuning emas.
Kadar air juga merupakan penentu kualitas minyak, bila kadar air tinggi
maka minyak mengandung banyak air dan tingkat hidrolisisnya tinggi sehingga
minyak menjadi mudah terurai. Kadar air akan meningkat jika sampel disimpan
dalam kondisi paparan udara dengan suhu tinggi, kadar air yang tinggi sebagai
bahan bakar tidak baik untuk mesin karena dapat berpengaruh pada nilai
bakarnya. Analisis kelayakan produksi biodiesel dari minyak jelantah
menunjukkan bahwa pembuatan biodiesel pada skala industri kecil layak untuk
diproduksi lebih lanjut karena nilai keuntungan yang diperoleh mencapai
Rp.929.750/bulan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Kumar dkk (2020) mengenai
produksi metil ester dari minyak jelantah dan minyak lemak ayam melalui trans-
esterifikasi dan esterifikasi secara simultan menggunakan katalis asam. Jenis
katalis asam yang digunakan berupa katalis karbon tersulfonasi yang bersifat
murah dan ramah lingkungan. Nilai penyabunan pada minyak jelantah adalah
147,20 mg KOH g−1sampel sedangkan nilai asam dan kandungan FFA masing-
masing adalah 35,9 mg KOH/g dan 17,95%. Komponen utama pada minyak
jelantah adalah asam oleat sebesar 37,34% dan asam palmitat sebesar 26,21%.
Nilai asam dan kandungan FFA pada minyak lemak ayam adalah 33,67 mg
KOH/g dan 16,85% dengan nilai penyabunan sekitar 239,87 mg KOH g−1.
Komponen utama minyak lemak ayam adalah asam oleat (37,34%), asam palmitat
(26,21%) dan asam stearat (11,52%).
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa minyak jelantah dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel
baik secara transesterifikasi ataupun esterifikasi. Rasio yang digunakan pada
komposisi metanol dan NaOH berpengaruh terhadap kualitas biodiesel dari
minyak jelantah yaitu pada parameter viskositas dan asam lemak bebas biodiesel.
Kadar air juga digunakan sebagai penentu kualitas biodiesel. Kadar air yang
terlalu besar tidak baik pada penggunaan mesin karena mempengaruhi nilai
13
14
15
Tabel 4.3. Neraca Massa Secara Praktek dengan Jumlah Katalis 1,4%
No. Parameter Input (g) Output (g)
1. Trigliserida 100,0000 32,8848
2. Metanol 35,0000 27,7344
3. Metil Ester - 67,2000
4. Gliserol - 6,9552
5. KOH 1,4000 1,4000
Total 136,4000 136,1744
17
18
yield ME T IL E S T E R
0.84
0.835
YIELD
0.83
0.825
0.82
0.6 0.8 1 1.2 1.4
nisbah KATALIS
4.3. Pembahasan
Praktikum yang dilakukan kali ini merupakan pembuatan metil ester atau
biodiesel. Pembuatan metil ester memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui prinsip
dan cara kerja dari pembuatan metil ester. Bahan yang digunakan adalah minyak
jelantah dan menggunakan katalis yang berupa KOH sebanyak 1,4 gram.
Praktikum ini dilakukan dengan cara mereaksikan minyak jelantah dengan
metanol kemudian direaksikan kembali menggunakan katalis basa. Proses dalam
pembentukkan metil ester melalui dua proses, yaitu esterifikasi dan
transesterifikasi. Syarat yang wajib dilakukan dalam pembuatan metil ester adalah
kandungan asam lemak bebas pada minyak yang digunakan tidak boleh melebihi
5% serta menggunakan katalis basa.
Katalis basa harus bersifat anhidrat sebab jika katalis mengandung air dan
kandungan asam lemak pada minyak melebihi batas yang telah ditetapkan maka
dapat terjadi pembentukan sabun hingga terbentuk emulsi. Pembentukan emulsi
dapat menyebabkan reaksi metanolisis atau transesterfikasi dengan menggunakan
metanol tidak dapat terjadi. Proses transesterifikasi merupakan proses alkoholis,
yang dimana proses ini biasanya berlangsung dalam waktu yang lama, akan tetapi
dapat dipercepat dengan adanya bantuan dari katalis. Katalis yang digunakan
dalam pembentukan metil ester ini berupa KOH atau kalium hidroksida. Katalis
basa yang digunakan karena metanol memiliki titik didih yang rendah.
Penggunaan katalis asam dapat menyebabkan metanol menguap karena katalis
asam memiliki titik didih yang cenderung tinggi dan produk bisa memiliki
kandungan air yang banyak.
Katalis KOH yang digunakan pada praktikum ini berbentuk solid sehingga
katalis akan melalui proses homogenisasi terlebih dahulu. Proses homogenisasi ini
dilakukan dengan melarutkan KOH di dalam metanol kemudian dicampurkan
dengan menggunakan bantuan dari magnetic stirrer. Tujuan dari proses tersebut
adalah untuk meningkatkan luas kontak antara katalis dengan reaktan yang akan
digunakan. Metanol dan katalis KOH dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian
magnetic stirrer diletakkan ke dalam erlenmeyer tersebut. Erlenmeyer ditutup
menggunakan aluminium foil untuk memastikan KOH dapat larut secara merata.
19
Proses homogenisasi katalis KOH cukup lama karena bentuknya yang masih
padat dan seringkali terjadi pengendapan saat proses homogenisasi berlangsung.
20
kadar FFA yang tinggi dapat diturunkan hingga kadar FFA kurang dari 5%
dengan melalui proses esterifikasi.
21
Pada praktikum yang kali ini tidak melakukan reaksi esterifikasi karena
tidak melakukan tes kadar FFA untuk minyak jelantah yang dipakai. Secara teori
diatas akan memperbesar kemungkinan akan membentuk reaksi saponifikasi yang
dikarenakan menggunakan katalis KOH yang merupakan basa kuat sehingga
mampu mengubah FFA menjadi sabun. Minyak jelantah dipanaskan dahulu pada
suhu 65oC hal ini bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi saat katalis KOH
dan metanol dimasukkan ke dalam labu. Minyak jelantah yang sudah dipanaskan
ditambahkan dengan campuran katalis KOH dan methanol ekmudian direaksikan
selama 1jam. Selama berlangsungnya reaksi suhu dijaga dan harus stabil pada
suhu 65oC dikarenakan pada suhu tersebut kemungkinan metanol akan menguap.
Menjaga agar metanol tidak terbuang sia-sia maka ditambahkan dengan
kondensor agar metanol yang menguap akan mengembun dan kembali jatuh ke
labu.
Labu dimasukkan dengan magnetic stirrer dengan kecepatan 240 rpm agar
homogen sehingga mempercepat reaksi. Selain mempercepat reaksi juga karena
minyak jelantah dan metanol memiliki tingkat kepolaran yang berbeda sehingga
perlu diaduk. Proses reaksi yang terjadi yaitu trigliserida yang ada pada minyak
jelantah akan bereaksi dengan metanol membentuk metil ester dan produk
samping yaitu digliserida. Digliserida akan kembali bereaksi dengan metanol
membentuk metil ester dan monogliserida, yang kemudian bereaksi kembali
menjadi metil ester membentuk produk samping gliserol. Katalis sangat
mempengaruhi konversi trigliserida menjadi metil ester. Apabila katalis terlalu
sedikit maka reaksi akan sangat berjalan lambat, tetapi yield yang dihasilkan akan
besar. Apabila jumlah katalis yang dipakai terlalu banyak maka reaksi akan
berjalan sangat cepat, tetapi jumlah yield akan berkurang dan terbentuk sabun
yang sangat banyak.
Kegunaan katalis dalam proses kali ini mempercepat reaksi dan
menghasilkan yield sebesar mungkin, oleh karena itu diperlukan jumlah yang
cukup. Hal ini juga bergantung dengan waktu reaksi yang dibatasi dengan waktu 1
jam reaksi. Apabila tidak memakai katalis kemungkinan pada waktu 1 jam belum
banyak metil ester yang terbentuk karena reaksi yang lambat. Untuk proses
21
Konsentrasi katalis basa KOH yang digunakan pada praktikum kali ini
bervariasi yaitu 0,6%, 0,8%, 1%, 1,20%, dan 1,40%. Penggunaan konsentrasi
yang bervariasi mempengaruhi jumlah yield dan densitas pada minyak yang
dihasilkan. Mohadesi dalam (Suherman dkk, 2022) mengatakan meningkatnya
persentase berat katalis ke tingkat menengah (sekitar 1,1 wt%) meningkatkan
kemurnian biodiesel, namun, jika melebihi konsentrasi tersebut dapat mengurangi
kemurnian biodiesel. Berdasarkan praktikum ini, persentase yield optimum
terletak ketika konsentrasi KOH yang digunakan sebesar 1% diperoleh nilai
persentase yield sebesar 94,6%. Nilai persentase yield menurun ketika konsentrasi
katalis KOH yang digunakan 1,2% dan 1,4% dengan nilai yield yang diperoleh
sebesar 77,1% dan 67,2%.
Penggunaan konsentrasi katalis basa KOH juga berpengaruh pada densitas
yang dihasilkan. Pengujian densitas dilakukan dengan alat piknometer 5 ml.Uji ini
dilakukan untuk mengindikasikan adanya zat pengganggu pada biodiesel. Hasil
densitas yang diperoleh ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Rentang SNI yang ditetapkan untuk densitas biodiesel adalah 0,85-0,89 g/ml dan
pada praktikum ini densitas yang sesuai standar SNI dihasilkan ketika konsentrasi
katalisnya sebesar 1% dengan nilai densitas yang diperoleh sebesar 0,88 g/ml.
Nilai densitas tertinggi dan terendah diperoleh ketika konsentrasi katalis KOH
berada di 1,4% dan 1,2%. Terdapat beberapa faktor lain yang berpengaruh
terhadap perolehan nilai densitas seperti gliserol yang terkandung, proses
pencucian serta pemurnian kurang sempurna menyebabkan semakin besar kadar
densitas (Busyairi dkk, 2020).
Pengujian pada penentuan karakteristik biodiesel dapat dilakukan dengan
menguji parameter densitas, viskositas, angka asam, angka nyala, angka setana
dan lain-lain. Praktikum ini, hanya menguji kadar densitas saja mengingat
keterbatasan waktu dan alat pada laboratorium. Praktikum ini menghasilkan dua
produk, yaitu gliserol dan metil ester. Gliserol dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku kosmetik. Pencucian metil ester pada praktikum ini dilakukan sebanyak 6
kali dengan suhu 50oC. Pemilihan suhu ini dilakukan untuk mengikat zat
impurities yang terkandung pada minyak. Berdasarkan praktikum yang telah
23
5.1. Kesimpulan
1) Prinsip kerja pembuatan metil ester menggunakan reaksi transesterifikasi
disertai beberapa tahapan proses yang meliputi homogenisasi, pemisahan
campuran biodiesel-gliserol, pencucian dan evaporasi.
2) Semakin tinggi jumlah katalis yang digunakan maka %yield metil ester
yang diperoleh akan semakin menurun.
3) Faktor yang mempengaruhi proses pembuatan metil ester ialah proses
homogenisasi, suhu, rasio katalis.
4) Digunakan magnetic stirrer dalam proses pengadukan komponen minyak
dan metanol karena keduanya memiliki kepolaran yang berbeda.
5) Semakin kecil kandungan asam lemak bebas pada bahan baku minyak
maka akan semakin bagus kualitas metil ester yang dihasilkan.
5.2. Saran
1) Penggunaan hot plate lebih disarankan untuk digunakan sebagai alat
pemanas sehingga temperatur reaksi dapat dijaga dan lebih akurat.
2) Penggunaan krim Vaseline untuk rangkaian alat agar tidak macet atau
tersangkut saat ingin dilepaskan.
3) Sebaiknya sterilisasi dan kebersihan peralatan dan bahan baku dilakukan
semaksimal mungkin agar mencegah adanya kontaminan.
24
DAFTAR PUSTAKA
Arita, S., Rifqi, M., Nugroho, T., Agustina, T. E., dan Hadiah, F. 2020.
Pembuatan Biodiesel dari Limbah Cair Kelapa Sawit dengan Variasi
Katalis Asam Sulfat Pada Proses Esterifikasi. Jurnal Teknik Kimia. Vol.
26(1): 1-11.
Abdullah., Savitri, A., dan Irwan, A. 2017. Pengaruh Temperatur dan Waktu
Reaksi pada Karakteristik Biodiesel Hasil Transesterifikasi Minyak Sawit
dengan Sistem Pelarut Petroleum Benzin. Sains dan Terapan Kimia. Vol.
11(1): 37-44.
Budiman, A., Kusumaningtyas, R. D., dan Pradana, Y. S. 2017. Biodiesel Bahan
Baku Proses dan Teknologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Busyairi, M., Za’im Muttaqin, A., Meicahyanti, I., dan Saryadi, S. 2020. Potensi
Minyak Jelantah Sebagai Biodiesel dan Pengaruh Katalis Serta Waktu
Reaksi Terhadap Kualitas Biodiesel Melalui Proses
Transesterifikasi. Jurnal Serambi Engineering.Vol. 5(2): 933-940.
Borges, M. E. dan Díaz, L. 2012. Recent Developments on Heterogeneous
Catalysts for Biodiesel Production by Oil Esterification and
Transesterification Reactions: A Review. Renewable and Sustainable
Energy Reviews. Vol. 16(5): 2839-2849.
Demirbas, A. 2008. Comparison of Transesterification Methods for Production of
Biodiesel from Vegetable Oils and Fats. Energy Conversion and
Management. Vol. 49 (1): 125130.
Dhawane, S. H., Kumar, T., dan Halder, G. 2018. Recent Advancement and
Prospective of Heterogeneous Carbonaceous Catalysts in Chemical and
Enzymatic Transformation of Biodiesel. Energy Conversion
Management. Vol. 167 (1): 176202.
Feng, Y., He, B., Cao, Y., Li, J., Liu, M., Yan, F., dan Liang, X. 2010. Biodiesel
Production Using Cation-Exchange Resin as Heterogeneous Catalyst.
Bioresource Technology. Vol. 101(5): 15181521.
Faruque, M., Razzak, S., dan Hossain, M. 2020. Application of Heterogeneous
Catalysts for Biodiesel Production from Microalgal Oil: A Review.
Catalysts. Vol. 10 (1): 1025.
Hadrah, H., Kasman, M., dan Sari, F. M. 2018. Analisis Minyak Jelantah Sebagai
Bahan Bakar Biodiesel dengan Proses Transesterifikasi. Jurnal Daur
Lingkungan. Vol. 1(1): 16-21.
Hariska, A., Suciati,R. F., dan Ramdja, A. F. 2012. Pengaruh Metanol dan Katalis
pada Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah Secara Esterifikasi
dengan Menggunakan Katalis K2CO3. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 18(1): 1-
9.
Kumar, S., Shamsuddin, M. R., Farabi, M. A., Saiman, M. I., Zainal, Z., dan
Taufiq-Yap, Y. H. 2020. Production of Methyl Esters from Waste Cooking
Oil and Chicken Fat Oil via Simultaneous Esterification and
Transesterification Using Acid Catalyst. Energy Conversion and
Management. Vol. 226 (1): 113366.
Kusdiana, D., dan Saka, S. (2001). Kinetics of Transesterification in Rapeseed Oil
to Biodiesel Fuel as Treated in Supercritical Methanol. Fuel. Vol. 80 (5):
693-698.
Mappiratu dan Ijirana. 2010. Penelitian Pembuatan Metil Ester Asam Lemak
Rantai Sedang dan Panjang serta Pemurnian Gliserol dari Minyak Kelapa
Murni. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 28(4): 415-426.
Megawati, E., Ardiansyah, A., Mukminin, A., Ariyani, D., Yuniarti, Y., & Lutfi,
M. (2022). Analisis Sifat Fisika dan Nilai Keekonomian Minyak Goreng
Bekas Menjadi Biodiesel Dengan Metode Transesterifikasi. al Kimiya:
Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan. Vol. 9(1): 48-54.
Prayanto, D. S., Salahudin, M., Qadariyah, L., dan Mahfud, M. 2016. Pembuatan
Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis NaOH Menggunakan
Gelombang Mikro (Microwave) Secara Kontinyu. Jurnal Teknik ITS. Vol.
5(1): 2337-3539.
Santoso, A., Rizky, M., Sumari, S., Wijaya, A. R., Retnosari, R., dan Asrori, M.
R. 2021. Pengaruh Jenis Alkohol pada Sintesis Alkil Ester dari CPO
melalui Reaksi Transesterifikasi Menggunakan Katalis Heterogen CaO-
MgO. Jurnal Rekayasa Bahan Alam dan Energi Berkelanjutan. Vol. 5(1):
1-9.
Santoso, M. P. B., Susantyo, E. B., dan Prasetya, A. T. 2012. Sintesis Biodiesel
dari Minyak Biji Kapuk dengan Katalis Zeolit Sekam Padi. Indonesian
Journal of Chemical Science. Vol. 1(2): 98-103.
Sartika, R. A. D. 2008. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh,dan Asam
Lemak Trans terhadap Kesehatan. Kesmas Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional. Vol 2(4): 154-160.
Sinaga, S. V., Haryanto, A., dan Triyono, S. 2014. Pengaruh Suhu dan Waktu
Reaksi pada Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah. Jurnal Teknik
Pertanian Lampung. Vol. 3(1): 27-34.
Stidham, W., Seaman, D., dan Danzer, M. (2000). Method for Preparing a Lower
Alkyl Ester Product from Vegetable Oil. US Patent No. 6,127,560.
Suherman, S., Sabri, M., Silitonga, A. S., dan Suroso, B. 2022. Pengaruh
Perbedaan Jumlah Katalis terhadap Angka Yield pada Proses Pembuatan
Biodiesel dari Minyak Goreng Sisa Menggunakan Pemanas Double
Jacket. Jurnal Rekayasa Mesin. Vol.17(1): 113-120
Thangaraj, B., Solomon, P. R., Muniyandi, B., Ranganathan, S., dan Lin, L. 2019.
Catalysis in Biodiesel Production: A Review. Clean Energy. Vol. 3(1):
2023.
Widayat, W dan Wibowo, A. 2013. Study on Production Process of Biodiesel
from Rubber Seed (Hevea Brasiliensis) by In Situ (Trans) Esterification
Method with Acid Catalyst. Journal Energy Procedia. Vol. 31(5): 70.
LAMPIRAN A
LAMPIRAN PERHITUNGAN
= 67,2%
= 33,08%
A.10. Perhitungan Percent Loss
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI PERCOBAAN
.
JOB SAFETY ANALYSIS