Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN TETAP

METIL ESTER
LABORATORIUM REKAYASA PROSES PRODUK INDUSTRI KIMIA

DISUSUN OLEH:
CINTHYA PUTRI. A (03031282025031)
KGS. MALIK ATA' AL-RAHMAN (03031282025036)
M. DIFA DZIKRA R. G (03031382025092)
RASHYANTI NABILAH ANDJANI (03031382025097)
HIJRAH AYU OKTAVIANI (03031382025109)
AULIA SAVITRI (03031382025114)
BONFILIO SHAQUILLE GUNAWAN (03031382025118)

NAMA CO SHIFT : 1. FRANS RIVALDO SIAHAAN


2. RAHMAD ALFAKHRI

NAMA ASISTEN : 1. RAHMAD ALFAKHRI

2. JENNI NURALDILA SURYA

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
ABSTRAK

Biodiesel dapat dibuat melalui proses pencampuran metanol dengan berbagai


macam minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak kedelai, dan
lain-lain. Minyak jelantah adalah bahan yang potensial sebagai sumber energi
terbarukan yang diproses dengan cara transesterifikasi yang dapat menghasilkan
biodiesel. Praktikum pembuatan biodiesel ini menggunakan minyak jelantah 100
gram dengan kadar free fatty acid (FFA) kurang dari 5% dan metanol sebanyak 35
gram. Proses transesterifikasi digunakan pada pembuatan biodiesel dengan suhu
reaksi 65 oC selama 1 jam. Pembuatan biodiesel ini menggunakan katalis KOH
1,4 gram. Tahapan proses yang digunakan pada pembuatan biodiesel meliputi
homogenisasi, pemisahan campuran biodiesel-gliserol, pencucian dan evaporasi.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa menghasilkan dua lapisan yaitu metil ester
dan gliserol. Massa output yang dihasilkan setelah reaksi adalah sebesar 75.6
gram dengan komposisi gliserol sebanyak 31,8 gram dan biodiesel sebanyak 43,8
gram. Biodiesel yang dihasilkan setelah proses pencucian adalah sebesar 67,7
gram dan biodiesel setelah evaporasi sebesar 67,2 gram. Yield biodiesel diperoleh
sebesar 67,7%. Densitas biodiesel yang dihasilkan sebesar 0,92751 gram/ml.
Kata kunci : Biodiesel, Transesterifikasi, Katalis KOH, Free fatty acid.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kebutuhan energi yang terus meningkat sepanjang tahun menjadi salah
satu permasalahan utama yang dihadapi oleh hampir seluruh negara yang ada di
dunia. Meningkatnya akan kebutuhan akan konsumsi energi sebagai akibat dari
fasilitas yang semakin berkembang dan beberapa manufaktur yang membutuhkan
energi besar sehingga membuat persediaan cadangan bahan bakar fosil semakin
sedikit. Sumber energi yang berasal dari bahan bakar bersifat terbarukan
(renewable) merupakan solusi yang dapat menangani permasalahan kelangkaan
energi fosil.
Sumber energi alternatif yang berpotensi untuk dijadikan sebagai
pengganti sumber daya fosil salah satunya adalah Metil Ester. Metil Ester
(Biodiesel) adalah bahan bakar yang dihasilkan dari sumber bahan baku lemak
dapat diperbarui, seperti minyak hewani dan minyak nabati yang digunakan pada
mesin diesel. Metil ester mampu mengeliminasi emisi gas buang karena tidak
mengandung SO2 dan PbO2 sehingga dianggap sebagai bahan bakar alternatif yang
ramah lingkungan dan juga mempunyai sifat yang menyerupai minyak diesel atau
solar. Metil Ester dalam pembuatannya melalui reaksi transesterifikasi dimana
minyak nabati, minyak hewan, atau minyak jelantah direaksikan dengan alkohol
rantai pendek berupa metanol menggunakan bantuan katalis baik katalis heterogen
maupun homogen.
Metil Ester dalam penggunaannya memberikan banyak keuntungan,
seperti tidak menghasilkan efek rumah kaca yang begitu parah, penyimpanannya
mudah, dan menghasilkan emisi gas yang lebih sedikit. Praktikum ini penting
untuk dilaksanakan sebagai dasar pemahaman praktikan mengenai proses
pembuatan Metil Ester. Praktikum ini bertujuan agar praktikan dapat mengetahui
proses pemanfaatan minyak jelantah menjadi produk Metil Ester melalui proses
transesterifikasi untuk menangani permasalahan akan kebutuhan energi.
Praktikum kali ini juga akan membahas faktor-faktor yang mempengaruhi dalam

1
pembuatan Metil Ester. Seperti katalis yang digunakan, temperatur, kecepatan
pengadukan, dan jumlah alkohol yang dapat digunakan dalam proses pembuatan
Metil Ester.

2
3

1.2. Rumusan Masalah


1) Bagaimana prinsip kerja dan proses pembuatan Metil Ester?
2) Bagaimana pengaruh rasio katalis terhadap kualitas dan produktivitas dari
Metil Ester?
3) Apa saja faktor yang mempengaruhi proses pembuatan Metil Ester?

1.3. Tujuan
1) Untuk mengetahui prinsip kerja dan proses pembuatan Metil Ester.
2) Untuk mengetahui pengaruh rasio katalis terhadap kualitas dan
produktivitas dari Metil Ester.
3) Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi proses pembuatan Metil
Ester.

1.4. Manfaat
1) Bagi praktikan, dapat dijadikan sebagai pemahaman dalam praktikum
tentang pembuatan Metil Ester
2) Bagi peneliti, dapat menambah ilmu pengetahuan peneliti sebagai bahan
rujukan penelitian yang berkaitan dengan pembuatan Metil Ester
3) Bagi masyarakat, dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang
pembuatan Metil Ester yang berguna sebagai pengganti bahan bakar fosil.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Teori Biodiesel


Bioenergi atau bahan bakar nabati yang dibuat dari minyak nabati melalui
esterifikasi dan transesterifikasi disebut dengan biodiesel (Budiman dkk, 2017).
Salah satu sumber energi alternatif seperti biodiesel merupakan pengganti bahan
bakar diesel, renewable, biodegradable, tidak beracun dan tidak mengemisi
karbon. Biodiesel memiliki bentuk cairan berwarna kuning cerah sampai kuning
kecoklatan. Biodiesel tidak dapat dicampurkan dengan air, mempunyai titik didih
tinggi dan biodiesel mempunyai tekanan uap rendah. Senyawa yang dimiliki oleh
biodiesel tidak beracun serta senyawa tidak mengandung sulfur.
Biodiesel terdiri dari campuran mono alkil ester dari rantai panjang asam
lemak. Bahan baku yang paling umum dipakai dalam pembuatan biodiesel adalah
Crude Palm Oil (CPO), minyak kelapa, minyak jelantah, dan masih ada lebih dari
40 jenis minyak nabati yang berpotensi sebagai bahan baku biodiesel di Indonesia.
Pengembangan biodiesel dapat menyesuaikan dari potensi alam yang ada atau
dapat bergantung pada sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara contoh
seperti minyak sawit di Malaysia dan minyak kanola di Jerman dan Australia.
Indonesia sendiri mempunyai banyak sekali tanaman yang dimana dapat menjadi
penghasil minyak lemak nabati. Macam- macam minyak diantaranya adalah
minyak dari kelapa sawit, kelapa, minyak kedelai, jarak pagar dan jarak
nyamplung.
Biodiesel memiliki beberapa keunggulan dari segi lingkungan dibanding
dengan petroleum diesel. Biodiesel dapat diperoleh dengan mereaksikan alkohol
dengan minyak tumbuhan secara kimiawi dengan menggunakan senyawa asam
atau basa sebagai katalis. Katalis basa digunakan pada proses paling umum dalam
memproduksi biodiesel dari minyak tumbuhan dengan reaksi transesterifikasi
yang merubah fatty acid glycerolesters menjadi sebuah metil ester (Prayanto dkk,
2016). Kandungan energi yang dimiliki biodiesel yaitu 10% lebih rendah dari

3
solar, sementara efisiensinya lebih kurang sama dengan solar, yang berarti daya
dan juga torsi yang dihasilkan proporsional dengan kandungan nilai kalornya.

3
4

2.2. Katalis
Katalis merupakan zat yang biasanya ditambahkan ke dalam reaksi untuk
meningkatkan laju reaksi. Katalis memiliki peran yang sangat penting karena akan
membantu meningkatkan konversi produk dan juga dapat mengurangi biaya
produksi. Katalis dapat ditingkatkan kinerjanya dengan menambahkan suatu
penyangga katalis, salah satu contoh penyangga katalis adalah Gamma Alumina.
Proses pengolahan biofuel umumnya menggunakan katalis pada tahap reaksi
esterifikasi dan transesterifikasi. Katalis digunakan pada kedua proses tersebut
bertujuan untuk mempercepat pembentukan metil ester untuk menghasilkan
rendemen dalam jumlah besar dengan mutu yang baik (Hariska dkk, 2012).
Katalis yang digunakan pada proses produksi biodiesel secara umum
dibagi menjadi katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis diperlukan di
dalam proses reaksi pembentukan metil ester dalam menyediakan ion untuk
pertukaran ion antara metanol dan minyak serta menurunkan energi aktivasi
sehingga reaksi lebih cepat. Umumnya katalis yang digunakan pada proses
pembuatan metil ester yaitu katalis asam dan katalis basa. Katalis asam digunakan
pada tahap esterifikasi pada proses pembuatan metil ester (biodiesel), sedangkan
katalis basa umumnya digunakan pada tahap reaksi transesterifikasi. Faktor yang
yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan jenis katalis pada proses pembuatan
biodiesel adalah kadar asam lemak bebas (FFA), oleh karena itu perlu
dipertimbangkan untuk pemilihan katalisnya.
Katalis asam pada tahap esterifikasi dibutuhkan dalam menurunkan persen
asam lemak bebas. Tingkat asam dari bahan baku pembuatan metil ester
(biodiesel) perlu diturunkan melalui esterifikasi dengan menggunakan bantuan
katalis asam dikarenakan dapat mempengaruhi kualitas dan yield biodiesel (Arita
dkk, 2020). Asam sulfat sering digunakan sebagai katalis pada proses esterifikasi
karena mudah didapatkan dan memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Proses
transesterifikasi itu menggunakan katalis basa di dalam proses pembuatan
biodiesel.
Katalis basa yang umum digunakan adalah katalis natrium hidroksida
(NaOH). Natrium hidroksida pada transesterifikasi menghasilkan reaksi yang
4

lebih singkat yang bermanfaat mempercepat reaksi esterifikasi terjadi. Katalis


basa homogen memiliki tahap reaksi yaitu membentuk spesies aktif, dan
penyerangan.
5

Nukleofilik RO- ke gugus karbonil, perpecahan intermediate, menghasilkan


monoester dan regenerasi spesies aktif (Widayat dan Wibowo, 2013). Penggunaan
basa NaOH sebagai katalis dalam transesterifikasi lebih dipilih karena tidak
terlalu mengemulsi dan tidak sulit dalam proses pemisahan gliserol.
Katalis asam homogen memiliki tiga mekanisme reaksi transesterifikasi.
Tahap pertama yaitu terjadi protonasi pada gugus karbonil trigliserida oleh katalis
asam. Tahapan kedua yaitu terjadi penyerangan nukleofilik oleh senyawa alkohol
dan membentuk intermediate tetrahedral. Tahap ketiga mekanisme reaksi
transesterifikasi yaitu terjadi migrasi proton dan terjadi pemecahan intermediate
menjadi monoester. Katalis asam efisien untuk proses transesterikasi tetapi
sensitif terhadap kandungan air yang menyebabkan pembentukan sabun dan
pemisahan menjadi sulit serta terhambat karena perbedaan sifat bahan.
Katalis heterogen merupakan jenis katalis yang dapat digunakan pada
proses pembuatan biodiesel ketika katalis memiliki fase berbeda dengan reaktan
maupun produk. Katalis homogen yaitu katalis berada dalam fasa cair yang sama
dengan reaktan. Katalis heterogen yang digunakan pada proses transesterifikasi
umumnya berupa oksida logam dari golongan alkali dan golongan alkali tanah
dalam bentuk oksida (Santoso dkk, 2021). Katalis homogen dalam proses sintesis
biodiesel memiliki kekurangan yaitu pada proses pemisahan hasil. Kekurangan
lain dalam penggunaan katalis homogen yaitu tidak dapat digunakan secara
berulang kali. Katalis heterogen memiliki kelebihan dalam penggunaannya
dibandingkan dengan katalis homogen yaitu dapat digunakan berulang kali.
Katalis NaOH memiliki sifat yang jauh lebih reaktif jika dibandingkan
dengan katalis KOH yang juga merupakan katalis basa. Sifat tersebut disebabkan
oleh logam natrium (Na) yang memiliki kereaktifan lebih tinggi daripada kalium
(K). Semakin besar konsentrasi katalis yang digunakan pada campuran maka
semakin cepat pula reaksi itu berlangsung, namun katalis basa yang berlebih juga
tidak direkomendasikan. Penggunaan katalis basa yang berlebih menyebabkan
katalis basa akan terikut pada lapisan organik, sehingga asam lemak bebas yang
terkandung dalam bahan baku akan bereaksi dengan katalis NaOH berlebih.
Reaksi safonifikasi dapat menghambat pembentukan metil ester yang diharapkan.
6

2.3. Metode Pembuatan Biodiesel


Pengembangan di bidang pembangkit energi terbarukan telah membuka
ruang lingkup penelitian untuk produksi biodiesel secara luas. Biodiesel berasal
dari bahan baku terbarukan seperti minyak nabati dan lemak hewani, dan terdiri
dari ester asam lemak rantai panjang. Biodiesel biasanya dibuat dengan
mereaksikan lipid secara kimiawi seperti minyak nabati, minyak jelantah, dan
lemak hewani dengan alkohol, menghasilkan metil, etil atau propil ester. Konversi
minyak nabati dan lemak menjadi biodiesel disebut Transesterifikasi.
Transesterifikasi dalam ilmu kimia organik adalah proses pertukaran gugus
organik R dari suatu ester dengan gugus organik R dari alkohol (Feng dkk, 2010).
Biodiesel ditetapkan sebagai metil atau etil ester dari asam lemak yang dihasilkan
selama reaksi untuk memecah trigliserida menjadi asam lemak. Reaksi
transestrifikasi umumnya dapat dikatalisis dengan penambahan katalis berupa
katalis asam atau katalis basa dan biokatalis.
Reaksi konversi bio-oil menjadi biodiesel dikenal sebagai reaksi
esterifikasi atau transesterifikasi berdasarkan penggunaan katalis asam atau basa
(Dhawane dkk, 2018). Keseluruhan proses produksi biodiesel meliputi reaksi
transesterifikasi, pemulihan metanol yang tidak bereaksi, pemurnian metil ester
dari katalis, dan pemisahan gliserin sebagai produk sampingan dari produk yang
disabunkan. Setelah reaksi transesterifikasi, gliserol dihilangkan dari metil ester.
Karena kelarutan gliserol yang rendah dalam ester, gliserol dan ester dipisahkan.
Pemisahan ini biasanya terjadi dengan cepat dan dapat dilakukan dengan tangki
pengendapan atau sentrifugal. Air dapat ditambahkan ke campuran reaksi setelah
transesterifikasi selesai dengan tujuan untuk meningkatkan laju proses pemisahan
gliserol.
Biodiesel adalah ester monoalkil dari triasilgliserol, dalam reaksi kimia
yang dikenal sebagai transesterifikasi di mana asam lemak bereaksi dengan
alkohol apapun dan membentuk ester monoalkil (biodiesel) dengan adanya
katalis. Jenis-jenis katalis yang digunakan pada produksi biodiesel, yaitu asam,
basa, dan enzimatik, yang digunakan untuk produksi biodiesel. Trigliserida diubah
menjadi digliserida, yang pada gilirannya diubah menjadi monogliserida, dan
6

kemudian menjadi gliserol. Setiap langkah menghasilkan molekul metil ester dari
asam lemak. Reaksi transesterifikasi yang tidak sempurna akan menghasilkan
residu itu
7

berupa trigliserida, digliserida, dan monogliserida dalam campuran reaksi.


Masing-masing senyawa tersebut masih mengandung satu molekul gliserol yang
belum terlepas. Sesuai yang dijelaskan dari (American Society for Testing and
Materials) ASTM D6584, total gliserol harus kurang dari 0,24% (Stidham dkk,
2000).
Metode kimia membutuhkan ester dan katalis untuk proses esterifikasi dan
transesterifikasi, sedangkan metode biologi membutuhkan enzim. Metode kimia
dianggap sudah siap dan banyak digunakan dalam produksi biodiesel. Metode
biologi di nilai lebih ramah lingkungan, namun metode ini umumnya digunakan di
tingkat laboratorium dan penelitian. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
menggunakan metode biologi dalam memproduksi biodiesel dengan kelayakan
ekonomi. Reaksi transesterifikasi umumnya terjadi dalam tiga tahap, di mana
trigliserida bereaksi dengan metanol menghasilkan digliserida. Digliserida
kembali bereaksi dengan metanol menghasilkan monogliserida, dan terakhir
bereaksi dengan alkohol yaitu methanol atau etanol untuk menghasilkan ester.
Ester disini dapat berupa metil atau etil ester dan menghasilkan produk samping
berupa gliserol.
Proses transesterifikasi dimulai dengan protonasi diikuti dengan
penambahan nukleofilik. Pemindahan proton lebih lanjut menetralkan reaksi dan
eliminasi alkohol R'OH dimulai, yang diakhiri dengan produk akhir (Faruque dkk,
2020). Konversi minyak non-edible dan edible menjadi biodiesel dapat dilakukan
melalui metode kimia, dimana terjadi reaksi esterifikasi dan transesterifikasi.
Esterifikasi merupakan proses menggabungkan asam organik dengan alcohol
untuk membentuk ester dan air atau reaksi kimia yang menghasilkan
pembentukan setidaknya satu produk ester. Ester dapat diperoleh dengan reaksi
esterifikasi alkohol dan asam karboksilat. Transesterifikasi adalah proses konversi
dari satu jenis ester asam karboksilat menjadi jenis ester asam karboksilat yang
berbeda.
Proses transesterifikasi merupakan reaksi reversibel dan dilakukan dengan
mencampur reaktan—asam lemak, alkohol, dan katalis. Metode transesterifikasi
yang paling umum adalah reaksi ester dengan alkohol dengan adanya katalis
7

asam. Basa kuat atau asam kuat dapat digunakan sebagai katalis. Katalis alkali
yang umum digunakan adalah natrium hidroksida, natrium metoksida, kalium
hidroksida, dan kalium metoksida. Katalis asam seperti asam sulfat, fosfat,
senyawa
8

hidroklorik, dan sulfonat digunakan dalam reaksi esterifikasi dan transesterifikasi


tersebut, namun, asam sulfonat lebih disukai (Thangaraj dkk, 2019). Reaksi
transesterifikasi membutuhkan katalis yang cocok untuk mengaktifkan minyak
nabati menjadi biodiesel dengan tingkat konversi yang wajar. Berbagai macam
katalis dapat digunakan untuk memproduksi biodiesel dari berbagai bahan baku.
Setiap sistem produksi membutuhkan peralatan dan fasilitas yang tepat.
Banyak masalah yang terkait dengan pengolahan biodiesel dapat ditangani dengan
rekayasa yang baik desain peralatan pengolahan. Ada berbagai desain sistem
biodiesel untuk konversi minyak nabati menjadi biodiesel yang efektif. Untuk
produksi yang aman dan hemat energi, sistem tertutup yang meminimalkan
peluang keluarnya uap methanol ke dalam ruang kerja atau lingkungan harus
digunakan.
Teknik supercritical fluid (SCF) dari transesterifikasi minyak nabati
merupakan salah satu metode produksi biodiesel yang prosesnya dilakukan tanpa
menggunakan katalis apapun. Proses ini disebut juga proses produksi biodiesel
non-katalitik. Umumnya reaksi transesterifikasi untuk produksi biodiesel terjadi
pada temperatur reaktor 60 -70 °C. Suhu reaktor bila dipertahankan pada suhu
yang lebih tinggi berkisar antara 200 °C pada suhu sub kritis hingga 500 °C pada
keadaan superkritis, maka metode ini dikenal dengan teknik transesterifikasi SCF.
Sebuah penelitian menyatakan suhu reaksi 350°C dianggap sebagai kondisi
terbaik, dengan rasio molar 42:1 metanol dalam minyak rapeseed (Kusdiana dan
Saka, 2001). Metanol superkritis mempunyai potensi yang tinggi untuk proses
transesterifikasi trigliserida dan esterifikasi metil free fatty acid (FFA) menjadi
metil ester.
Variabel utama yang mempengaruhi hasil metil ester selama reaksi
transesterifikasi adalah rasio molar alkohol terhadap minyak nabati dan suhu
reaksi.
Teknik metanol superkritis dari proses transesterifikasi mendapatkan hasil
konversi hingga 95% dalam 10 menit. Demirbas (2008) juga melaporkan bahwa
metode transesterifikasi metanol superkritis katalitik sangat menjanjikan dan hasil
konversi meningkat menjadi 60-90% untuk 1 menit pertama. Pertimbanga dengan
8

metode produksi biofuel konvensional, teknologi SCF memiliki sejumlah


keunggulan yang meliputi kinetika yang cepat, laju produksi bahan bakar yang
tinggi, serta kemudahan pengoperasian terus menerus, dan menghilangkan
kebutuhan katalis.
9

2.4 Bahan Baku dalam Pembuatan Biodiesel


Produksi biodiesel biasanya dilakukan dengan mensintesis ester asam
lemak yang memiliki rantai karbon antara C6-C22 dengan reaksi transesterifikasi.
Sifat fisik yang dimiliki oleh biodiesel hampir menyerupai solar pada umumnya,
oleh sebab itu dapat diaplikasikan secara langsung pada mesin diesel tanpa
dimodifikasi. Kandungan yang terdapat di dalam minyak nabati terdiri dari
trigliserida, lalu asam lemak yang merupakan kandungan terbanyak pada minyak
nabati (sekitar 95%), asam lemak bebas serta beberapa komponen penyusun lain
yang minor. Bahan baku yang dibutuhkan dalam memproduksi biodiesel adalah
asam lemak bebas, alkohol, dan trigliserida yang kemudian diproses dengan
berbagai tahapan. Asam lemak adalah sekelompok dari senyawa hidrokarbon
berantai panjang, memiliki gugus karboksilat pada ujungnya dan berfungsi untuk
menyusun fosfolipid dan glikolipid.
Asam lemak memiliki fungsi lain sebagai jalur sinyal transduksi dan
sumber bahan bakar serta derivat asam lemak berperan sebagai hormon dan
penghubung antar sel (Sartika, 2008). Metode yang dapat dilakukan dalam
menentukan asam lemak bebas ialah dengan titrasi asam basa. Asam lemak harus
memiliki kandungan <5% pada proses pembuatan metil ester. Proses tersebut
harus dilakukan karena kandungan asam lemak yang berlebihan dapat
menyebabkan proses saponifikasi saat transesterifikasi terjadi. Proses tersebut
terjadi karena asam lemak bebas bereaksi dengan NaOH (Mappiratu dan Ijirana,
2010).
Alkohol seringkali digunakan sebagai reaktan dalam reaksi esterifikasi
ataupun transesterifikasi. Alkohol pada pembuatan biodiesel digunakan sebagai
umpan dalam reaksi esterifikasi ataupun transesterifikasi dalam jumlah banyak
untuk mencapai konversi maksimum. Hal tersebut disebabkan karena adanya
reaksi kesetimbangan fasa yang terjadi dalam proses esterifikasi ataupun
transesterifikasi. Trigliserida biasa disebut sebagai lemak atau minyak yang
merupakan suatu substansi yang bersifat insoluble terhadap air atau hirdrofobik
yang terbentuk dari 1 mol gliserol dan 3 mol asam lemak. Panjang dari rantai
karbon asam lemak yang terletak pada trigliserida di alam sangat bervariasi.
9

Panjang dari rantai trigliserida yang paling umum adalah 16 hingga 20 atom
karbon. Senyawa trigliserida yang dimanfaatkan pada pembuatan metil ester akan
dikonversi menjadi senyawa ester.
10

2.5 Berbagai Faktor yang Mempengaruhi Produksi Biodiesel


Proses dalam memproduksi biodiesel tentunya dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang dapat menghambat pembentukannya. Faktor-faktor yang menunjang
proses produksi biodiesel adalah waktu reaksi, konsentrasi, katalisator,
temperatur, pengadukan dan juga perbandingan antar pereaksi. Proses dalam
produksi biodiesel dapat terhambat apabila faktor-faktor tersebut tidak
diperhatikan sehingga produk yang dihasilkan tidak akan memiliki kualitas yang
baik. Waktu reaksi dalam proses produksi biodiesel dapat mempengaruhi kualitas
produk disebabkan oleh semakin panjangnya waktu reaksi maka semakin banyak
kesempatan zat tersebut bereaksi. Penelitian yang telah Santoso dkk (2012)
lakukan, disimpulkan bahwa dengan bertambahnya waktu reaksi maka biodiesel
yang dihasilkan semakin sedikit. Proses tersebut terjadi saat pembuatan biodiesel
telah mencapai kesetimbangan.
Katalis merupakan faktor yang mempengaruhi proses dari memproduksi
biodiesel. Katalis digunakan untuk mempercepat reaksi dengan penurunan energi
aktivasi dari reaksi dan tidak mempengaruhi kesetimbangan reaksi proses
produksi biodiesel. Katalis basa ataupun asam dapat digunakan pada proses
transesterifikasi. Borges dan Diaz (2012) menyatakan dalam reaksi
transesterifikasi katalis basa yang dapat digunakan adalah natrium hidroksida
(NaOH), natrium metoksida (NaOCH3), kalium hidroksida (KOH), dan kalium
metoksida (KOCH3). Katalis yang bersifat asam jarang digunakan dalam produksi
biodiesel karena sifatnya yang korosif sehingga dapat merusak alat yang
digunakan serta memiliki laju reaksi yang lambat. Katalis terbagi menjadi
beberapa jenis, yaitu homogen, heterogen, dan enzim.
Katalis homogen sulit untuk dipisahkan dari campuran suatu reaksi serta
digunakan kembali juga menghasilkan banyak limbah. Katalis heterogen memiliki
kelebihan, yaitu dapat diperoleh kembali saat reaksi berakhir serta proses dalam
pemulihan katalis lebih mudah. Kecepatan reaksi dalam pembuatan biodiesel akan
berbanding lurus dengan konsentrasi dari reaktan yang digunakan. Konsentrasi
reaktan yang tinggi akan menyebabkan meningkatnya kesempatan molekul untuk
saling bertumbukan, sehingga mempengaruhi kecepatan reaksi. Temperatur yang
10

digunakan dalam pembentukkan produk merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas dari biodiesel yang akan dihasilkan.
11

Proses transesterifikasi dapat berlangsung pada temperaur yang berbeda


karena bergantung dengan jenis minyak dan alkohol yang digunakan (Abdullah
dkk, 2017). Temperatur yang digunakan dalam pembuatan biodiesel
mempengaruhi kecepatan reaksi dari pembentukan biodiesel, karena semakin
tinggi temperatur yang digunakan maka semakin cepat laju reaksi yang
berlangsung. Sinaga dkk (2014), menyatakan semakin tinggi waktu dan
temperatur reaksi yang digunakan maka rendemen dan karakteristik biodiesel
yang dihasilkan semakin tinggi juga. Temperatur juga mempengaruhi proses
alkoholis yang merupakan proses dalam pembentukan biodiesel terhadap
kecepatan reaksi. Pembentukkan biodiesel juga dipengaruhi oleh zat katalisator
yang digunakan atau diaplikasikan pada proses produksi biodiesel. Faktor lain
yang mempengaruhi proses pembentukkan biodiesel adalah pengadukan dan
perbandingan antar reaksi.
Proses produksi biodiesel dipengaruhi oleh pengadukan karena proses
untuk mencampur bahan dapat dilakukan secara maksimal dengan adanya
pengadukan. Proses tersebut bertujuan untuk membantu laju reaksi berjalan secara
maksimal. Metode pencampuran ini dapat menurunkan tahanan perpindahan
massa. Tahanan perpindahan massa yang berkurang saat reaksi heterogen
berlangsung berpotensi untuk membuat sebagian besar molekul-molekul reaktan
mencapai fase reaksi. Hal tersebut menyebabkan peningkatan terjadinya reaksi
yang berlangsung dengan sempurna. Kecepatan dalam reaksi esterifikasi juga
dapat meningkat dengan seiring bertambahnya kecepatan dalam proses
pengadukan, semakin tinggi pengadukan maka semakin banyak asam lemak bebas
yang terkonversi menjadi ester.
Proses reaksi transesterifikasi dengan menggunakan bantuan dari katalis
dapat menghasilkan konversi yang maksimum dalam jumlah katalis 0,5-1,5%
berat dari minyak nabati. Reaksi dari alkoholis dibutuhkan alkohol dengan kadar
yang lebih sehingga reaksi dapat berjalan dengan baik. Alkohol memiliki fungsi
sebagai penyumbang gugus metil dalam proses esterifikasi. Metanol yang
digunakan dalam proses produksi biodiesel akan memberikan hasil perolehan
ester yang tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan etanol ataupun butanol
11

dengan rasio 6:1. Oleh sebab itu metanol seringkali digunakan oleh berbagai
kalangan industri dalam proses pembuatan biodiesel dan juga harganya murah
serta mudah untuk dijangkau.
12

2.6. Penelitian Terkait


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hadrah dkk (2018) mengenai
analisis minyak jelantah sebagai bahan bakar biodiesel melalui transeterifikasi.
Produksi biodiesel melalui minyak jelantah menggunakan variasi komposisi
NaOH dan metanol, yaitu 2:1; 4:1; dan 8:1. Sampel yang digunakan berupa
minyak goreng bekas dengan 2-3 kali pemakaian. Pembuatan reagen dilakukan
oleh larutan indikator phenolphthalein (PP) 0,5%. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan rasio 2:1, diperoleh densitas 0,87 gr/ml, persen asam lemak bebas
1,22%, viskositas 3,93 cSt dan uji nyala menyala. Rasio 4 : 1 diperoleh 0,87
gr/ml, persen asam lemak bebas 1,01%, viskositas 4,01 cSt dan uji nyala menyala.
Rasio 8:1 diperoleh 0,87 gr/ml, persen asam lemak bebas 1,42%, viskositas 4,31
cSt, dan uji nyala menyala.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan uji
kualitas biodiesel dengan bahan baku minyak jelantah telah memenuhi standar
baku mutu kecuali nilai Free Fatty Acid (FFA). Rasio komposisi metanol dan
NaOH berpengaruh terhadap kualitas biodiesel dari minyak jelantah yaitu pada
parameter viskositas dan asam lemak bebas biodiesel. Melalui penelitian ini,
kesimpulan yang dapat diperoleh adalah nilai viskositas kinematik semakin kecil
seiring penambahan jumlah metanol. Jumlah metanol yang digunakan tidak
berpengaruh pada densitas biodiesel. Sifat fisis yang diperoleh dari minyak
jelantah memenuhi standar mutu biodiesel. Perlakuan lebih lanjut terhadap ester
minyak jelantah agar diperoleh penurunan kadar FFA dapat dilakukan dengan
pengurangan kadar air dan kadar FFA dengan melakukan reaksi esterifikasi
metanol dengan katalisator asam.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Megawati dkk (2022) tentang
analisis sifat fisika dan nilai keekonomian minyak goreng bekas menjadi biodiesel
dengan metode transesterifikasi. Selama proses transesterifikasi, minyak jelantah
dicampur dengan pelarut metanol dengan variasi katalis KOH sebanyak: 1,5 g
(sampel 1), 2 g (sampel 2), dan 2,5 g (sampel 3). Hasil yang diperoleh penelitian
ini pada sampel 1 yaitu, FFA sebesar 0,65 %, angka asam 0,42 mg, gliserol 59
mL, kadar air 0,006 %. Rendemen 0,83 %, massa jenis 852 kg/m 3, pH 7 dan
12

menghasilkan warna kuning emas. Pada sampel 2 yaitu, FFA sebesar 0,56 %,
angka asam 0,50 mg, gliserol 58 mL, kadar air 0 %, rendemen 0,83 %, massa
jenis 845,00
13

kg/m3, pH 7 dan menghasilkan warna kuning emas. Pada sampel 3 yaitu, FFA
sebesar 0,65 %, angka asam 0,50 mg, gliserol 59 mL, kadar air 0,07 %, rendemen
0,78 %, massa jenis 847 kg/m3, pH 7 dan menghasilkan warna kuning emas.
Kadar air juga merupakan penentu kualitas minyak, bila kadar air tinggi
maka minyak mengandung banyak air dan tingkat hidrolisisnya tinggi sehingga
minyak menjadi mudah terurai. Kadar air akan meningkat jika sampel disimpan
dalam kondisi paparan udara dengan suhu tinggi, kadar air yang tinggi sebagai
bahan bakar tidak baik untuk mesin karena dapat berpengaruh pada nilai
bakarnya. Analisis kelayakan produksi biodiesel dari minyak jelantah
menunjukkan bahwa pembuatan biodiesel pada skala industri kecil layak untuk
diproduksi lebih lanjut karena nilai keuntungan yang diperoleh mencapai
Rp.929.750/bulan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Kumar dkk (2020) mengenai
produksi metil ester dari minyak jelantah dan minyak lemak ayam melalui trans-
esterifikasi dan esterifikasi secara simultan menggunakan katalis asam. Jenis
katalis asam yang digunakan berupa katalis karbon tersulfonasi yang bersifat
murah dan ramah lingkungan. Nilai penyabunan pada minyak jelantah adalah
147,20 mg KOH g−1sampel sedangkan nilai asam dan kandungan FFA masing-
masing adalah 35,9 mg KOH/g dan 17,95%. Komponen utama pada minyak
jelantah adalah asam oleat sebesar 37,34% dan asam palmitat sebesar 26,21%.
Nilai asam dan kandungan FFA pada minyak lemak ayam adalah 33,67 mg
KOH/g dan 16,85% dengan nilai penyabunan sekitar 239,87 mg KOH g−1.
Komponen utama minyak lemak ayam adalah asam oleat (37,34%), asam palmitat
(26,21%) dan asam stearat (11,52%).
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa minyak jelantah dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel
baik secara transesterifikasi ataupun esterifikasi. Rasio yang digunakan pada
komposisi metanol dan NaOH berpengaruh terhadap kualitas biodiesel dari
minyak jelantah yaitu pada parameter viskositas dan asam lemak bebas biodiesel.
Kadar air juga digunakan sebagai penentu kualitas biodiesel. Kadar air yang
terlalu besar tidak baik pada penggunaan mesin karena mempengaruhi nilai
13

bakarnya. Produksi biodiesel dapat dilakukan dalam skala kecil karena


keuntungan yang diperoleh cukup besar, selain itu dapat meningkatkan nilai jual
pada minyak jelantah.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
1) Heating mantle
2) Magnetic stirrer
3) Labu leher tiga
4) Termometer
5) Kondenser
6) Pipet hisap
7) Pompa
8) Ember
3.1.2. Bahan
1) Minyak yang digunakan dapat berupa minyak goreng, minyak jelantah,
minyak CPO
2) Metanol
3) Katalis NaOH
3.2. Prosedur Percobaan
3.2.1. Reaksi Esterifikasi
1) Bahan baku dicairkan terlebih dahulu bila bahan baku berwujud padat
hingga mencapai ukuran 100 ml.
2) Setelah minyak berbentuk liquid, masukkan minyak ke dalam labu leher
tiga yang telah dilengkapi dengan thermometer, pemanas, dan condenser.
Kemudian dipanaskan sampai suhu mencapai 70oC. Reaksi berlangsung
secara batch.
3) Metanol dan katalis dalam jumlah tertentu kedalam minyak yang telah
dipanaskan tersebut.
4) Campuran tersebut direaksikan selama 1 (satu) jam.
5) Setelah 1 jam minyak tersebut diangkat dan didinginkan.
3.2.1. Reaksi Esterifikasi

14
15

1) Minyak yang telah terbentuk pada reaksi esterfikasi dipanaskan kembali


pada suhu 65°C.
2) Setelah mencapai temperatur 65°C minyak tersebut ditambahkan dengan
campuran methanol dan katalis NaOH dalam jumlah tertentu.
3) Campuran minyak, alkohol, dan NaOH tersebut direaksikan selama satu
jam, reaksi ini berlangsung pada kondisi batch.
4) Setelah satu jam minyak tersebut diangkat dan didinginkan, serta
dihilangkan alkoholnya.
5) Didiamkan selama 24 jam agar terlihat dua lapisan yaitu lapisan atas metil
ester dan lapisan bawah berupa gliserol, kemudian kedua lapisan tersebut
dipisahkan dengan corong pemisah.
6) Metil ester yang telah terpisah kemudian dicuci dengan cara
mencampurkan air yang telah dipanaskan pada suhu 50°C.
7) Didiamkan sampai terbentuk dua lapisan kembali, kemudian dua lapisan
tersebut dipisahkan dengan corong pemisah. Lakukan hal ini beberapa kali
hingga hasil cucian terakhir terlihat bersih.
8) Metil ester (biodiesel) dipanaskan sampai suhu 100°C untuk
menghilangkan kadar alkohol yang masih ada pada biodiesel.
9) Produk metil ester adalah biodiesel yang dapat dianalisa.
16

3.3. Blok Diagram

Minyak yang telah terbentuk pada reaksi esterifikasi dipanaskan


kembali pada suhu 65°C.

setelah mencapai temperatur 65°C minyak tersebut ditambahkan


dengan campuran metanol dan katalis NaOH.

Campuran minyak, alkohol, dan NaOH tersebut direaksikan selama


satu jam, reaksi ini berlangsung pada kondisi batch.

Minyak tersebut diangkat dan didinginkan, dan dihilangkan alkoholnya.

Didiamkan selama 24 jam agar terlihat dua lapisan yaitu


lapisan atas metil ester dan lapisan bawah gliserol, kemudian
dipisahkan dengan corong pemisah.

Metil ester yang telah terpisah kemudian


dicuci dengan cara dicampurkan dengan air
yang telah dipanaskan pada suhu 50°C.

Didiamkan sampai terbentuk dua lapisan kembali, kemudian


dua lapisan tersebut dipisahkan dengan corong pemisah.

Metil ester (biodiesel) dipanaskan sampai suhu 100°C.

Produk metil ester adalah biodiesel yang dapat dianalisa.

Gambar 3.1 Blok Diagram Pembuatan Metil Ester


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan


Tabel 4.1. Data Praktikum Metil Ester
No. Parameter Nilai
1. Berat Minyak Jelantah 100,0000 gram
2. Nisbah Katalis 1,4000 gram
3. Nisbah Metanol 35,0000 gram
4. Massa Metil Ester 67,2 gram
5. Densitas Metil Ester 0,9306 gr/ml
6. Percent Loss Teoritis 0,0155%
7. Percent Loss Praktek 0,1653%

Tabel 4.2. Neraca Massa Teoritis dengan Katalis 1,4%


No. Parameter Input (g) Output (g)
1. Trigliserida 100,0000 -
2. Metanol 35,0000 24,1408
3. Metil Ester - 100,4328
4. Gliserol - 10,4052
5. KOH 1,4000 1,4000
Total 136,4000 136,3788

Tabel 4.3. Neraca Massa Secara Praktek dengan Jumlah Katalis 1,4%
No. Parameter Input (g) Output (g)
1. Trigliserida 100,0000 32,8848
2. Metanol 35,0000 27,7344
3. Metil Ester - 67,2000
4. Gliserol - 6,9552
5. KOH 1,4000 1,4000
Total 136,4000 136,1744

17
18

4.2. Grafik Hasil Pengamatan

yield ME T IL E S T E R
0.84
0.835
YIELD
0.83
0.825
0.82
0.6 0.8 1 1.2 1.4

nisbah KATALIS

Gambar 4.1. Grafik Yield Metil Ester Terhadap Jumlah Katalis


19

4.3. Pembahasan
Praktikum yang dilakukan kali ini merupakan pembuatan metil ester atau
biodiesel. Pembuatan metil ester memiliki tujuan yaitu untuk mengetahui prinsip
dan cara kerja dari pembuatan metil ester. Bahan yang digunakan adalah minyak
jelantah dan menggunakan katalis yang berupa KOH sebanyak 1,4 gram.
Praktikum ini dilakukan dengan cara mereaksikan minyak jelantah dengan
metanol kemudian direaksikan kembali menggunakan katalis basa. Proses dalam
pembentukkan metil ester melalui dua proses, yaitu esterifikasi dan
transesterifikasi. Syarat yang wajib dilakukan dalam pembuatan metil ester adalah
kandungan asam lemak bebas pada minyak yang digunakan tidak boleh melebihi
5% serta menggunakan katalis basa.
Katalis basa harus bersifat anhidrat sebab jika katalis mengandung air dan
kandungan asam lemak pada minyak melebihi batas yang telah ditetapkan maka
dapat terjadi pembentukan sabun hingga terbentuk emulsi. Pembentukan emulsi
dapat menyebabkan reaksi metanolisis atau transesterfikasi dengan menggunakan
metanol tidak dapat terjadi. Proses transesterifikasi merupakan proses alkoholis,
yang dimana proses ini biasanya berlangsung dalam waktu yang lama, akan tetapi
dapat dipercepat dengan adanya bantuan dari katalis. Katalis yang digunakan
dalam pembentukan metil ester ini berupa KOH atau kalium hidroksida. Katalis
basa yang digunakan karena metanol memiliki titik didih yang rendah.
Penggunaan katalis asam dapat menyebabkan metanol menguap karena katalis
asam memiliki titik didih yang cenderung tinggi dan produk bisa memiliki
kandungan air yang banyak.
Katalis KOH yang digunakan pada praktikum ini berbentuk solid sehingga
katalis akan melalui proses homogenisasi terlebih dahulu. Proses homogenisasi ini
dilakukan dengan melarutkan KOH di dalam metanol kemudian dicampurkan
dengan menggunakan bantuan dari magnetic stirrer. Tujuan dari proses tersebut
adalah untuk meningkatkan luas kontak antara katalis dengan reaktan yang akan
digunakan. Metanol dan katalis KOH dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian
magnetic stirrer diletakkan ke dalam erlenmeyer tersebut. Erlenmeyer ditutup
menggunakan aluminium foil untuk memastikan KOH dapat larut secara merata.
19

Proses homogenisasi katalis KOH cukup lama karena bentuknya yang masih
padat dan seringkali terjadi pengendapan saat proses homogenisasi berlangsung.
20

Biodiesel yang dihasilkan melalui proses transesterifikasi dipengaruhi oleh


beberapa faktor berupa homogenisasi, jenis katalis, suhu dan waktu reaksi, rasio mol
alkohol dengan minyak serta kandungan free fatty acid (FFA) dalam bahan baku.
Sampel minyak jelantah pada tahapan awal dalam proses pembuatan metil ester
dipanaskan hingga mencapai suhu 65℃ dalam labu leher tiga. Suhu harus dijaga
konstan selama proses berlangsung karena apabila suhu dibiarkan terlalu tinggi dapat
mengakibatkan metanol yang ada didalamnya akan menguap. Pemanasan minyak
jelantah yang diatur hingga suhu 65℃ dilakukan agar terjadi pemecahan molekul
minyak menjadi molekul lebih kecil sehingga memudahkan untuk bereaksi.
Jenis alkohol yang digunakan pada proses pembuatan metil ester berupa
metanol. Metanol yang digunakan pada praktikum ini yaitu sebanyak 35 gram.
Metanol dipilih karena mudah didapatkan, dan mempunyai ikatan rantai yang
pendek dan mudah putus sehingga lebih mudah bereaksi dibandingkan dengan
alkohol rantai panjang. Metanol menjadi alkohol yang umum digunakan karena
memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan alkohol rantai panjang
lainnya, sehingga menjadi pilihan yang ekonomis untuk proses produksi metil ester.
Metanol juga sangat mudah larut dalam minyak nabati atau lemak hewan sehingga
memungkinkan reaksi transesterifikasi yang terjadi pada proses pembuatan metil ester
lebih efektif dan efisien. Metanol bersifat lebih stabil karena hanya memiliki satu ikatan
karbon saja sehingga memudahkan untuk memperoleh pemisahan gliserol pada proses
transesterifikasi.
Kandungan FFA dalam bahan baku termasuk salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi yield biodiesel (metil ester) yang dihasilkan. Kandungan FFA
yang tinggi (lebih dari 5%) akan memicu pembentukan reaksi samping berupa
reaksi saponifikasi pada proses transesterifikasi. Reaksi saponifikasi sebagai
reaksi samping apabila terjadi pada proses transesterifikasi akan menyulitkan
dalam proses pemisahan metil ester dengan gliserol. Gliserol yang sulit
dipisahkan dengan metil ester akibat adanya reaksi saponifikasi, maka dapat
meningkatkan bilangan asam pada biodiesel yang dihasilkan. Hal ini
menyebabkan proses transesterifikasi yang dilakukan menjadi tidak efisien dan
akan mengurangi yield biodiesel yang dihasilkan. Bahan baku yang mengandung
20

kadar FFA yang tinggi dapat diturunkan hingga kadar FFA kurang dari 5%
dengan melalui proses esterifikasi.
21

Pada praktikum yang kali ini tidak melakukan reaksi esterifikasi karena
tidak melakukan tes kadar FFA untuk minyak jelantah yang dipakai. Secara teori
diatas akan memperbesar kemungkinan akan membentuk reaksi saponifikasi yang
dikarenakan menggunakan katalis KOH yang merupakan basa kuat sehingga
mampu mengubah FFA menjadi sabun. Minyak jelantah dipanaskan dahulu pada
suhu 65oC hal ini bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi saat katalis KOH
dan metanol dimasukkan ke dalam labu. Minyak jelantah yang sudah dipanaskan
ditambahkan dengan campuran katalis KOH dan methanol ekmudian direaksikan
selama 1jam. Selama berlangsungnya reaksi suhu dijaga dan harus stabil pada
suhu 65oC dikarenakan pada suhu tersebut kemungkinan metanol akan menguap.
Menjaga agar metanol tidak terbuang sia-sia maka ditambahkan dengan
kondensor agar metanol yang menguap akan mengembun dan kembali jatuh ke
labu.
Labu dimasukkan dengan magnetic stirrer dengan kecepatan 240 rpm agar
homogen sehingga mempercepat reaksi. Selain mempercepat reaksi juga karena
minyak jelantah dan metanol memiliki tingkat kepolaran yang berbeda sehingga
perlu diaduk. Proses reaksi yang terjadi yaitu trigliserida yang ada pada minyak
jelantah akan bereaksi dengan metanol membentuk metil ester dan produk
samping yaitu digliserida. Digliserida akan kembali bereaksi dengan metanol
membentuk metil ester dan monogliserida, yang kemudian bereaksi kembali
menjadi metil ester membentuk produk samping gliserol. Katalis sangat
mempengaruhi konversi trigliserida menjadi metil ester. Apabila katalis terlalu
sedikit maka reaksi akan sangat berjalan lambat, tetapi yield yang dihasilkan akan
besar. Apabila jumlah katalis yang dipakai terlalu banyak maka reaksi akan
berjalan sangat cepat, tetapi jumlah yield akan berkurang dan terbentuk sabun
yang sangat banyak.
Kegunaan katalis dalam proses kali ini mempercepat reaksi dan
menghasilkan yield sebesar mungkin, oleh karena itu diperlukan jumlah yang
cukup. Hal ini juga bergantung dengan waktu reaksi yang dibatasi dengan waktu 1
jam reaksi. Apabila tidak memakai katalis kemungkinan pada waktu 1 jam belum
banyak metil ester yang terbentuk karena reaksi yang lambat. Untuk proses
21

kontinyu penggunaan katalis sangat diperlukan karena melihat waktu, namun


untuk proses batch yang menginginkan konversi yield besar mungkin tidak
diperlukan.
22

Reaksi transesterifikasi yang dilakukan pada campuran minyak jelantah


dengan larutan katalis-metanol selama 1 jam akhirrnya membentuk dua lapisan.
Lapisan yang terbentuk pada reaksi transesterifikasi ini berupa biodiesel pada
lapisan atas dan gliserol pada lapisan bawah. Kedua larutan tersebut selanjutnya
melalui proses settling selama 15 menit. Proses ini dilakukan guna memastikan
biodiesel dan gliserol terpisah. Kedua larutan selanjutnya dipisahkan dengan
menggunakan corong pemisah. Pemisahan menggunakan corong pemisah
memiliki prinsip pemisahan karena perbedaan massa jenisnya. Biodiesel memiliki
massa jenis yang lebih rendah jika dibandingkan dengan gliserol. Perbedaan
massa jenis antara gliserol dan biodiesel yang cukup signifikan, merupakan alasan
utama penggunaan corong pemisah pada proses pemisahan biodiesel dan gliserol.
Biodiesel yang sudah terpisahkan dengan gliserol selanjutnya dicuci
dengan aquadest pada suhu 50°C. Pengukuran suhu aquadest pada percobaan kali
ini tidak dilakukan. Perbedaan massa jenis antara aquadest dengan biodiesel
menyebabkan kembali terbentuknya dua lapisan. Aquadest memiliki massa jenis
yang lebih besar dibandingkan dengan biodiesel, berada dilapisan bawah,
sementara biodiesel dengan massa jenis lebih rendah berada dilapisan atas.
Sebelum pemisahan dilakukan, corong pemisah dikocok terlebih dahulu dengan
tujuan terjadinya kontak antara aquadest dan biodiesel untuk mengikat impurities
yang masih tersisa. Proses pencucian dilakukan hingga biodiesel jernih atau tidak
keruh. Proses pencucian yang tidak langsung dilakukan setelah proses pemisahan
dan adanya kemungkinan sampel metil ester yang kurang tertutup rapat
menyebabkan terdapatnya sedikit endapan putih sehingga diakhir pencucian tidak
terlalu jernih.
Evaporasi biodiesel yang dilakukan pada temperatur 100°C selama 1 jam
menggunakan hotplate dan magnetic stirrer merupakan proses terakhir. Kecepatan
pengadukan pada proses ini yaitu 450 rpm. Penggunaan temperatur evaporasi
100°C bertujuan untuk menguapkan air yang masih tersisa dalam biodiesel.
Kandungan air yang tersisa tersebut harus dihilangkan, agar tidak terjadi reaksi
samping seperti hidrolisis atau saponifikasi. Reaksi saponifikasi dapat memicu
22

terbentuknya sabun, sehingga dapat mengurangi konsentrasi produk atau yield


biodiesel dikarenakan proses pemisahan produk dan impuritas lebih sulit.
23

Konsentrasi katalis basa KOH yang digunakan pada praktikum kali ini
bervariasi yaitu 0,6%, 0,8%, 1%, 1,20%, dan 1,40%. Penggunaan konsentrasi
yang bervariasi mempengaruhi jumlah yield dan densitas pada minyak yang
dihasilkan. Mohadesi dalam (Suherman dkk, 2022) mengatakan meningkatnya
persentase berat katalis ke tingkat menengah (sekitar 1,1 wt%) meningkatkan
kemurnian biodiesel, namun, jika melebihi konsentrasi tersebut dapat mengurangi
kemurnian biodiesel. Berdasarkan praktikum ini, persentase yield optimum
terletak ketika konsentrasi KOH yang digunakan sebesar 1% diperoleh nilai
persentase yield sebesar 94,6%. Nilai persentase yield menurun ketika konsentrasi
katalis KOH yang digunakan 1,2% dan 1,4% dengan nilai yield yang diperoleh
sebesar 77,1% dan 67,2%.
Penggunaan konsentrasi katalis basa KOH juga berpengaruh pada densitas
yang dihasilkan. Pengujian densitas dilakukan dengan alat piknometer 5 ml.Uji ini
dilakukan untuk mengindikasikan adanya zat pengganggu pada biodiesel. Hasil
densitas yang diperoleh ditentukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Rentang SNI yang ditetapkan untuk densitas biodiesel adalah 0,85-0,89 g/ml dan
pada praktikum ini densitas yang sesuai standar SNI dihasilkan ketika konsentrasi
katalisnya sebesar 1% dengan nilai densitas yang diperoleh sebesar 0,88 g/ml.
Nilai densitas tertinggi dan terendah diperoleh ketika konsentrasi katalis KOH
berada di 1,4% dan 1,2%. Terdapat beberapa faktor lain yang berpengaruh
terhadap perolehan nilai densitas seperti gliserol yang terkandung, proses
pencucian serta pemurnian kurang sempurna menyebabkan semakin besar kadar
densitas (Busyairi dkk, 2020).
Pengujian pada penentuan karakteristik biodiesel dapat dilakukan dengan
menguji parameter densitas, viskositas, angka asam, angka nyala, angka setana
dan lain-lain. Praktikum ini, hanya menguji kadar densitas saja mengingat
keterbatasan waktu dan alat pada laboratorium. Praktikum ini menghasilkan dua
produk, yaitu gliserol dan metil ester. Gliserol dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku kosmetik. Pencucian metil ester pada praktikum ini dilakukan sebanyak 6
kali dengan suhu 50oC. Pemilihan suhu ini dilakukan untuk mengikat zat
impurities yang terkandung pada minyak. Berdasarkan praktikum yang telah
23

dilakukan, penting sekali dalam mengikuti prosedur yang telah ditetapkan.


Pembuatan biodiesel hingga saat ini masih perlu diteliti lebih lanjut karena
penggunaannya yang belum optimal.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1) Prinsip kerja pembuatan metil ester menggunakan reaksi transesterifikasi
disertai beberapa tahapan proses yang meliputi homogenisasi, pemisahan
campuran biodiesel-gliserol, pencucian dan evaporasi.
2) Semakin tinggi jumlah katalis yang digunakan maka %yield metil ester
yang diperoleh akan semakin menurun.
3) Faktor yang mempengaruhi proses pembuatan metil ester ialah proses
homogenisasi, suhu, rasio katalis.
4) Digunakan magnetic stirrer dalam proses pengadukan komponen minyak
dan metanol karena keduanya memiliki kepolaran yang berbeda.
5) Semakin kecil kandungan asam lemak bebas pada bahan baku minyak
maka akan semakin bagus kualitas metil ester yang dihasilkan.
5.2. Saran
1) Penggunaan hot plate lebih disarankan untuk digunakan sebagai alat
pemanas sehingga temperatur reaksi dapat dijaga dan lebih akurat.
2) Penggunaan krim Vaseline untuk rangkaian alat agar tidak macet atau
tersangkut saat ingin dilepaskan.
3) Sebaiknya sterilisasi dan kebersihan peralatan dan bahan baku dilakukan
semaksimal mungkin agar mencegah adanya kontaminan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Arita, S., Rifqi, M., Nugroho, T., Agustina, T. E., dan Hadiah, F. 2020.
Pembuatan Biodiesel dari Limbah Cair Kelapa Sawit dengan Variasi
Katalis Asam Sulfat Pada Proses Esterifikasi. Jurnal Teknik Kimia. Vol.
26(1): 1-11.
Abdullah., Savitri, A., dan Irwan, A. 2017. Pengaruh Temperatur dan Waktu
Reaksi pada Karakteristik Biodiesel Hasil Transesterifikasi Minyak Sawit
dengan Sistem Pelarut Petroleum Benzin. Sains dan Terapan Kimia. Vol.
11(1): 37-44.
Budiman, A., Kusumaningtyas, R. D., dan Pradana, Y. S. 2017. Biodiesel Bahan
Baku Proses dan Teknologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Busyairi, M., Za’im Muttaqin, A., Meicahyanti, I., dan Saryadi, S. 2020. Potensi
Minyak Jelantah Sebagai Biodiesel dan Pengaruh Katalis Serta Waktu
Reaksi Terhadap Kualitas Biodiesel Melalui Proses
Transesterifikasi. Jurnal Serambi Engineering.Vol. 5(2): 933-940.
Borges, M. E. dan Díaz, L. 2012. Recent Developments on Heterogeneous
Catalysts for Biodiesel Production by Oil Esterification and
Transesterification Reactions: A Review. Renewable and Sustainable
Energy Reviews. Vol. 16(5): 2839-2849.
Demirbas, A. 2008. Comparison of Transesterification Methods for Production of
Biodiesel from Vegetable Oils and Fats. Energy Conversion and
Management. Vol. 49 (1): 125130.
Dhawane, S. H., Kumar, T., dan Halder, G. 2018. Recent Advancement and
Prospective of Heterogeneous Carbonaceous Catalysts in Chemical and
Enzymatic Transformation of Biodiesel. Energy Conversion
Management. Vol. 167 (1): 176202.
Feng, Y., He, B., Cao, Y., Li, J., Liu, M., Yan, F., dan Liang, X. 2010. Biodiesel
Production Using Cation-Exchange Resin as Heterogeneous Catalyst.
Bioresource Technology. Vol. 101(5): 15181521.
Faruque, M., Razzak, S., dan Hossain, M. 2020. Application of Heterogeneous
Catalysts for Biodiesel Production from Microalgal Oil: A Review.
Catalysts. Vol. 10 (1): 1025.
Hadrah, H., Kasman, M., dan Sari, F. M. 2018. Analisis Minyak Jelantah Sebagai
Bahan Bakar Biodiesel dengan Proses Transesterifikasi. Jurnal Daur
Lingkungan. Vol. 1(1): 16-21.
Hariska, A., Suciati,R. F., dan Ramdja, A. F. 2012. Pengaruh Metanol dan Katalis
pada Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah Secara Esterifikasi
dengan Menggunakan Katalis K2CO3. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 18(1): 1-
9.
Kumar, S., Shamsuddin, M. R., Farabi, M. A., Saiman, M. I., Zainal, Z., dan
Taufiq-Yap, Y. H. 2020. Production of Methyl Esters from Waste Cooking
Oil and Chicken Fat Oil via Simultaneous Esterification and
Transesterification Using Acid Catalyst. Energy Conversion and
Management. Vol. 226 (1): 113366.
Kusdiana, D., dan Saka, S. (2001). Kinetics of Transesterification in Rapeseed Oil
to Biodiesel Fuel as Treated in Supercritical Methanol. Fuel. Vol. 80 (5):
693-698.
Mappiratu dan Ijirana. 2010. Penelitian Pembuatan Metil Ester Asam Lemak
Rantai Sedang dan Panjang serta Pemurnian Gliserol dari Minyak Kelapa
Murni. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 28(4): 415-426.
Megawati, E., Ardiansyah, A., Mukminin, A., Ariyani, D., Yuniarti, Y., & Lutfi,
M. (2022). Analisis Sifat Fisika dan Nilai Keekonomian Minyak Goreng
Bekas Menjadi Biodiesel Dengan Metode Transesterifikasi. al Kimiya:
Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan. Vol. 9(1): 48-54.
Prayanto, D. S., Salahudin, M., Qadariyah, L., dan Mahfud, M. 2016. Pembuatan
Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis NaOH Menggunakan
Gelombang Mikro (Microwave) Secara Kontinyu. Jurnal Teknik ITS. Vol.
5(1): 2337-3539.
Santoso, A., Rizky, M., Sumari, S., Wijaya, A. R., Retnosari, R., dan Asrori, M.
R. 2021. Pengaruh Jenis Alkohol pada Sintesis Alkil Ester dari CPO
melalui Reaksi Transesterifikasi Menggunakan Katalis Heterogen CaO-
MgO. Jurnal Rekayasa Bahan Alam dan Energi Berkelanjutan. Vol. 5(1):
1-9.
Santoso, M. P. B., Susantyo, E. B., dan Prasetya, A. T. 2012. Sintesis Biodiesel
dari Minyak Biji Kapuk dengan Katalis Zeolit Sekam Padi. Indonesian
Journal of Chemical Science. Vol. 1(2): 98-103.
Sartika, R. A. D. 2008. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh,dan Asam
Lemak Trans terhadap Kesehatan. Kesmas Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional. Vol 2(4): 154-160.
Sinaga, S. V., Haryanto, A., dan Triyono, S. 2014. Pengaruh Suhu dan Waktu
Reaksi pada Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jelantah. Jurnal Teknik
Pertanian Lampung. Vol. 3(1): 27-34.
Stidham, W., Seaman, D., dan Danzer, M. (2000). Method for Preparing a Lower
Alkyl Ester Product from Vegetable Oil. US Patent No. 6,127,560.
Suherman, S., Sabri, M., Silitonga, A. S., dan Suroso, B. 2022. Pengaruh
Perbedaan Jumlah Katalis terhadap Angka Yield pada Proses Pembuatan
Biodiesel dari Minyak Goreng Sisa Menggunakan Pemanas Double
Jacket. Jurnal Rekayasa Mesin. Vol.17(1): 113-120
Thangaraj, B., Solomon, P. R., Muniyandi, B., Ranganathan, S., dan Lin, L. 2019.
Catalysis in Biodiesel Production: A Review. Clean Energy. Vol. 3(1):
2023.
Widayat, W dan Wibowo, A. 2013. Study on Production Process of Biodiesel
from Rubber Seed (Hevea Brasiliensis) by In Situ (Trans) Esterification
Method with Acid Catalyst. Journal Energy Procedia. Vol. 31(5): 70.
LAMPIRAN A
LAMPIRAN PERHITUNGAN

A.1. Mol Minyak Jelantah (Trigliserida)


m minyak
nminyak =
Mr minyak
100 ,0000 gram
= = 0,1131 mol
884 ,0000 gram/mol
A.2. Massa Metanol
mmetanol = 35% x mminyak
35
= x 100,0000 gram = 35,0000 gram
100
A.3. Mol Metanol
m metanol
nmetanol =
Mr metanol
35 ,0000 gram
= = 1,0937 mol
32 ,0000 gram/mol
A.4. Massa Katalis
mkatalis = 1,4% x mminyak
1 ,4
= x 100,0000 gram = 1,4000 gram
100
A.5. Densitas Metil Ester
massa piknometer ( isi ) -massa piknometer (kosong)
ρmetil ester = x 0,9457
volume piknometer
( 14,2869-9,3664 ) gram
= x 0,9457
5 ml
= 0,9306 gr/ml
A.6. Perhitungan Secara Teoritis
(C17H33COO)3C3H5 +3CH3OH ⇌ 3C17H33COOCH3 + C3H5(OH)3
m 0,1131 mol 1,0937 mol - -
b 0,1131 mol 0,3393 mol 0,3393 mol 0,1131 mol
s - 0,7544 mol 0,3393 mol 0,1131 mol
gram
Massa gliserol = 0,1131 mol x 92,0000 = 10,4052 gram
mol
gram
Massa metil ester = 0,3393 mol x 296,0000 = 100,4328 gram
mol
gram
Massa metanol sisa = 0,7544 mol x 32,0000 = 24,1408 gram
mol
A.7. Perhitungan Secara Praktek
Massa metil ester = 67,2000 gram
m metil ester praktek 67,2 000 gram
Mol metil ester = = = 0,2270 mol
Mr metil ester 296 ,0000 gram /mol
(C17H33COO)3C3H5 + 3CH3OH ⇌ 3C17H33COOCH3 + C3H5(OH)3
m 0,1131 mol 1,0937 mol - -
b 0,0756 mol 0,2270 mol 0,2270 mol 0,0756 mol
s 0,0372 mol 0,8667 mol 0,2270 mol 0,0756 mol
gram
Massa gliserol sisa = 0,0756 mol x 92,0000 = 6,9552 gram
mol
gram
Massa trigliserida sisa = 0,0372 mol x x 884,0000 = 32,8848 gram
mol
gram
Massa metanol sisa = 0,8667 mol x 32,0000 = 27,7344 gram
mol
A.8. Menghitung % yield
m metil ester
%yield metil ester = × 100 %
Mr minyak jelantah
67,2000 gram
= ×100 %
100,0000 gram

= 67,2%

A.9. Menghitung % error


m metil ester teoritis −mmetil ester praktek
%yield metil ester = ×100 %
m metil ester teoritis
100,4328 gram−67,2000 gram
= ×100 %
100,4328 gram

= 33,08%
A.10. Perhitungan Percent Loss

minput total−moutput total


Percent loss teoritis = × 100 %
minput total
136,4000 g−136,3788 g
= ×100 %
136,4000 g
= 0,0155%

minput total−moutput total


Percent loss praktek = × 100 %
minput total
136,4000 g−136,1744 g
= ×100 %
136,4000 g
= 0,1653%

LAMPIRAN B
DOKUMENTASI PERCOBAAN

Gambar 1. Rangkaian Alat Transesterifikasi


Gambar 2. Proses Pemisahan Dua Lapisan Gambar 3. Proses Pencucian

Gambar 4. Metil Ester dan Gliserol Gambar 5. Katalis KOH

Gambar 6. Timbangan Digital Gambar 7. Gelas Kimia


Gambar 8. Aluminium Foil Gambar 9. Pipet Tetes

Gambar 10. Gelas Ukur Gambar 11. Labu Leher 3

Gambar 12. Spatula Gambar 13. Termometer


LAMPIRAN C
BUKTI PLAGIARISME

Gambar 1. Lampiran Cek Plagiarsime.

.
JOB SAFETY ANALYSIS

Judul Percobaan Metil Ester


Shift/Kelompok Senin 09.00-12.00 WIB/5 (Lima)
Nama Praktikan 1. Cinthya Putri. A 03031182025031
2. Kgs. Malik Ata' Al-Rahman 03031282025036
3. M. Difa Dzikra R. G 03031382025092
4. Rashyanti Nabilah Andjani 03031382025097
5. Hijrah Ayu Oktaviani 03031382025109
6. Aulia Savitri 03031382025114
7. Bonfilio Shaquille Gunawan 03031382025118

Identifikasi B Penyebab Tindakan yang Dibutuhkan


ahaya
Pecahan alat y Terkena goresan dari Menggunakan alat pelindung diri sepert
ang terbuat da pecahan alat yang ter i sepatu tertutup, jas lab, dan sarung tan
ri kaca buat dari kaca karen gan. Jika terkena luka, bersihkan serpih
a terjatuh atau pecah. an kaca, dan diberi obat dibagian yang t
erkena luka. 
Korsleting list Sumber listrik atau s Matikan seluruh aliran listrik, jika terda
rik top kontak terkena p pat kebakaran kecil gunakan APAR.
ercikan air. 
Kebakaran Kontak langsung ant Memadamkan api dengan cara mengura
ara metanol dan sum ngi supplay oksigen yang masuk atau m
ber api enutup api dengan kain basah. Jika terd
apat kebakaran kecil gunakan APAR. Ji
ka kebakaran besar, segera evakuasi dir
i dan keluar dari laboratorium, kemudia
n hubungi pemadam kebakaran.
Pemanas labu Saat menuangkan Pada bagian yang terkena panas segera
leher tiga larutan dan minyak alirkan air dengan suhu normal hingga
jelantah dari corong panas berkurang.
tidak dengan hati-
hati.
Iritasi mata Terkena percikan se Menggunakan APD seperti kaca mata p
nyawa NaOH dan m elindung, pelindung wajah. Apabila ter
etanol pada area yan kena mata, bilas dengan air bersih yang
g sensifif sepertinya mengalir. 
mata.
Cedera pada Tidak mengangkat p Menggunakan teknik mengangkat yang
pinggang eralatan dalam posisi benar dan jika mengangkat yang berat
tubuh yang benar. minta bantuan kepada rekan kerja lain.
Luka bakar pa Terkena percikan se Menggunakan APD seperti sepatu tertu
da kulit nyawa NaOH pada k tup, jas lab, dan sarung tangan. Apabila
ulit yang dapat meny terkena kulit, bilas dengan air bersih ya
ebabkan luka bakar. ng mengalir.
MATERIAL SAFETY DATA SHEET

Judul percobaan Metil Ester


Shift/Kelompok Selasa 09.00-12.00 WIB/5 (Lima)
Nama Praktikan 8. Cinthya Putri. A 03031182025031
9. Kgs. Malik Ata' Al-Rahman 03031282025036
10. M. Difa Dzikra R. G 03031382025092
11. Rashyanti Nabilah 03031382025097
Andjani 03031382025109
12. Hijrah Ayu Oktaviani 03031382025114
13. Aulia Savitri 03031382025118
14. Bonfilio Shaquille
Gunawan

No. Bahan Sifat Bahan Tindak


Sifat Fisika Sifat Kimia Penangulangan
1. Minyak - Dalam reaksi - Warna coklat - Hindari
Jelantah hidrolisa, kekuning- penggunaan
minyak kuningan yang mengenai
diubah - Berbau tengik mata
menjadi asam - Terdapat - Alirkan air ke
lemak bebas endapan bagian yang
dan gliserol. - Titik terkena minyak
- Proses kekeruhan jelantah
oksidasi dengan - Hindari
berlangsung mendinginkan pembuangan ke
jika terjadi campuran
kontak antara minyak lingkungan
sejumlah dengan
oksigen dan pelarut lemak
minyak.
- Proses
hidrogenasi
untuk
menumbuhkan
ikatan rangkap
dari rantai
karbon asam
lemak pada
minyak.

2. KOH - Senyawa ini - Wujud padat - Gunakan


tidak mudah - Warna putih sarung tangan,
menyala. - Tidak berbau pakaian
- Korosif - pH: >14 pelindung,
terhadap - Titik lebur: pelindung mata,
logam. 319-322oC dan pelindung
- Dapat terurai - Titik didih: wajah.
dengan cepat 1390oC - Hindari terkena
jika kontak - Titik nyala: - kulit dan mata
dengan zat - Densitas: 2,13 karena dapat
organik, g/cm3 pada menyebabkan
hydrogen 20oC luka bakar.
sulfide. - Kelarutan - Bilas bagian
- Kondisi yang dalam air: yang terkena
lembab harus 1090 g/l pada senyawa
dihindari. 20oC natrium
hidroksida.
3. Metanol - Dapat - Wujud cair - Jauhkan dari
didistilasi - Tidak panas, percikan
dalam kondisi berwarna api, api terbuka,
tidak terurai - Bau: ciri khas dan permukaan
pada tekanan - Ambang bau: panas.
normal. 10-20.000 - Gunakan
- Uap dapat ppm sarung tangan
membentuk - pH: - pelindung dan
campuran - Titik lebur: pakaian
mudah -98oC pelindung.
meledak - Titik nyala: - Hindari terkena
dengan udara. 10oC kulit, terhirup,
- Senyawa ini - Laju dan tertelan
stabil dibawah penguapan: karena dapat
suhu kamar. 6,3 menyebabkan
- Berisiko - Tekanan uap: kerusakan
meledak 128 hPa pada organ atau
dengan 20oC mata.
oksidator. - Densitas: - Bilas bagian
- Cairan dan 0,792 g/cm3 yang terkena
uap mudah pada 20oC senyawa
terbakar. - Suhu dapat metanol.
- Toksik jika membakar - Simpan
tertelan sendiri: 455oC senyawa di
senyawa - Viskositas tempat yang
metanol. 0,597 mPa.s berventilasi
pada 20oC baik dan jaga
wadah tertutup
rapat.
4. Aquadest - Mudah larut - Wujud cair - Tidak ada
dalam air. - Tidak ketentuan
- Kondisi kimia berwarna khusus untuk
stabil dibawah - Bau: - Tindakan yang
kondisi - pH: 6-8 pada dibutuhkan
storage. 25oC tetapi jauhkan
- Titik lebur: dari sumber
0oC listrik karena
- Titik didih: dapat
100oC menyebabkan
- Densitas: 1 konsleting dan
g/cm3 pada kebakaran.
3,98oC

Anda mungkin juga menyukai