Anda di halaman 1dari 37

Bahan Seminar Proposal

Departemen Kimia

SINTESIS METIL OLEAT DARI ASAM OLEAT DENGAN


METANOL PADA VARIASI WAKTU REAKSI DAN
BERAT KATALIS ABU KULIT DURIAN
MENGGUNAKAN RADIASI
MICROWAVE

PROPOSAL

YOLINDA VERONICA PANJAITAN


200802055

PROGRAM STUDI S1 KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2023
SINTESIS METIL OLEAT DARI ASAM OLEAT DENGAN
METANOL PADA VARIASI WAKTU REAKSI DAN
BERAT KATALIS ABU KULIT DURIAN
MENGGUNAKAN RADIASI
MICROWAVE

DISUSUN OLEH:
YOLINDA VERONICA PANJAITAN
NIM : 200802055

Diketahui/Disetujui Oleh
Departemen Kimia FMIPA USU
Ketua, Pembimbing,

Dr. Sovia Lenny, S.Si., M.Si Prof. Dr. Juliati Br Tarigan, M.Si
NIP. 197510182000032001 NIP. 197205031999032001

i
A. Judul : SINTESIS METIL OLEAT DARI ASAM OLEAT
DENGAN METANOL PADA VARIASI WAKTU
Penelitian
REAKSI DAN BERAT KATALIS ABU KULIT
DURIAN MENGGUNAKAN RADIASI
MICROWAVE
B. Bidang Ilmu : Kimia Organik
C. Latar Belakang : Pertumbuhan industri oleokimia sangat
berkembang di masa sekarang. Menurut PASPI (Palm
Oil Agribusiness Strategic Policy Institute) tahun 2021,
Indonesia merupakan salah satu negara produsen
oleokimia terbesar di dunia. Kapasitas produksi
oleokimia mencapai 19.93 juta ton per tahun. Secara
umum, oleokimia merupakan senyawa kimia yang
dihasilkan dari lemak dan minyak baik bersumber dari
tumbuhan (nabati) maupun hewan. Produksi utama
minyak yang digolongkan dalam oleokimia adalah
asam lemak, lemak alkohol, asam amino, gliserin, metil
ester dan tokoferol (Busroni, 2010).
Salah satu produk oleokimia yang mengalami
pertumbuhan relatif cepat adalah metil ester. Metil
ester memiliki beberapa keunggulan, diantaranya
adalah sebagai bahan bakar alternatif (biodiesel) yang
ramah lingkungan, terbarukan, bersifat biodegradable,
dan hampir tidak mengandung sulfur. Metil ester
memiliki potensi besar untuk dapat digunakan
langsung atau sebagai bahan baku intermediet produk
lain (Rabiu et al., 2018). Metil ester merupakan raw
material yang penting dalam industri kimia (Daryono
et al., 2020). Metil ester dipilih karena mampu
menggantikan fungsi yang sama dari bahan bakar
konvesional berbasis minyak bumi. Oleh karena itu,
penggunaan metil ester dalam berbagai aplikasi terus

1
meningkat, menyebabkan kebutuhan akan metil ester
juga terus meningkat (Irawan et al., 2022).
Salah satu senyawa metil ester yang paling luas
aplikasinya adalah metil oleat. Metil oleat adalah
senyawa yang dapat berperan sebagai plasticizer
(Wibowo et al., 2014), surfaktan (Wibowo et al.,
2021), bahan dasar pembuatan polimer dan pelumas
biodegradable (Wei et al., 2018), serta sebagai carrier
solvent dalam formulasi pestisida (Megat et al., 2018).
Selain itu, metil oleat juga dapat digunakan sebagai
bahan pembuat edible film di industri pangan (Daniel
et al., 2018) dan memiliki peran sebagai zat aktif dalam
bidang kedokteran (Seres et al., 2014). Metil ester
umumnya dapat disintesis melalui reaksi
transesterifikasi dan esterifikasi pada asam-asam lemak
rantai panjang dan alkohol dengan bantuan katalis
(Nenobahan et al., 2020).
Transesterifikasi adalah proses yang
mereaksikan trigliserida dalam minyak nabati atau
lemak hewani dengan metanol menghasilkan metil
ester dan gliserol sebagai produk samping (Kusuma,
2017). Reaksi transesterifikasi pada skala industri
umumnya dikatalisis oleh basa seperti NaOH, KOH,
dan basa lainnya (Likozar et al.,2016). Umumnya
katalis basa lebih aktif dibandingkan katalis
asam,karena katalis asam memerlukan alkohol dalam
jumlah yang besar, dan memerlukan waktu yang
panjang dalam reaksinya (Kurniasih, 2020).
Baidawi (2008) mengatakan bahwa reaksi
transesterifikasi memerlukan minyak dengan
kemurnian tinggi (kandungan Free Fatty Acid <2%).
Jika kandungan Free Fatty Acid (FFA) dalam minyak

2
lebih dari 2%, langkah esterifikasi perlu diambil
sebelum proses transesterifikasi (Aziz et al., 2011).
Esterifikasi bertindak sebagai langkah awal untuk
mengubah FFA menjadi metil ester, sehingga
mengurangi kandungan FFA dalam minyak nabati.
Selanjutnya, dilakukan transesterifikasi dengan katalis
basa untuk mengkonversikan trigliserida menjadi metil
ester.
Esterifikasi merupakan suatu proses di mana
asam lemak bebas (FFA) bereaksi dengan alkohol
rantai pendek seperti metanol, menghasilkan metil
ester dan air (Marchetti, 2008). Reaksi esterifikasi
umumnya dikatalisis oleh katalis homogen seperti
H2SO4, HCl, dan CH3ONa. Namun, katalis homogen
masih memiliki beberapa kekurangan, meskipun
menunjukkan aktivitas tinggi dalam hal konversi dan
hasil. Kekurangan katalis homogen yaitu sifatnya yang
beracun, korosif, biaya produksi mahal, kendala dalam
pemurnian produk dan pemulihan serta penggunaan
kembali katalis membatasi penggunaannya dalam
industri kimia. Akibatnya biaya produksi biodiesel
meningkat (Likozar dan Levec, 2014).
Katalis heterogen muncul sebagai solusi yang
sangat baik dan telah menarik minat para peneliti
sebagai pengganti katalis homogen yang berpotensi
dalam beberapa tahun terakhir karena sifatnya lebih
menarik. Katalis heterogen terutama basa, lebih mudah
dipisahkan dari produk cair dan dapat dirancang untuk
memberikan aktivitas yang lebih tinggi, selektivitas
dan masa pakai katalis yang lebih lama (Liu et al.,
2008). Penggunaan katalis heterogen basa juga lebih
ramah lingkungan, tidak beracun, memiliki potensi

3
untuk didaur ulang, diregenerasi, dan digunakan
kembali. Katalis heterogen basa yang biasa dipakai
yaitu CaO dan K2O (Sirisomboonchai, 2015).
Buah durian merupakan salah satu jenis buah
yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Badan Pusat
Statistik (BPS) melaporkan, produksi durian di
Indonesia mencapai 1,71 juta ton sepanjang 2022.
Buah durian terdiri dari 20-30% daging buah, 5-15%
biji, dan 60-70% kulit buah. Kulit durian banyak
mengandung senyawa K2O. Bagian durian yang
dikonsumsi hanya dagingnya saja, sedangkan biji dan
kulitnya dibuang menjadi limbah. Kehadiran limbah
kulit durian meresahkan karena memiliki bau khas
yang tidak disukai banyak orang. Dibalik dampak
negatifnya, kulit durian bisa dimanfaatkan sebagai
katalis heterogen dalam pembuatan biodiesel yang
lebih rendah biaya dan ramah lingkungan karena
mengandung senyawa K2O (Daosukho et al., 2012).
Untuk memanfaatkan kandungan K2O pada kulit
durian, proses kalsinasi pernah digunakan sebagai
katalis heterogen dalam pembuatan MEAL
menggunakan alat mikrowave (Sitepu, 2023).
Fitriani et al. (2020) telah melakukan penelitian
mengenai pemanfaatan minyak biji karet sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel dengan abu kulit durian
sebagai katalis heterogen. Hasil penelitian yang
dilakukan, menunjukkan bahwa kondisi optimum
diperoleh pada kondisi reaksi berat katalis 10% (b/b),
waktu reaksi 1 jam, rasio molar metanol : minyak biji
karet 8:1, dan suhu 65ºC dengan konversi MEAL
sebesar 96,5%.

4
Devasan (2023) telah melakukan penelitian
tentang sintesis biodiesel dengan kulit pisang yang
difungsikan dengan asam sulfonat dan digunakan
sebagai katalis heterogen baru. Hasil sulfonasi
menyatakan bahwa sulfur dalam katalis, sebagian besar
adalah gugus sulfonat. Reaksi yang digunakan yaitu
esterifikasi dengan asam oleat menggunakan alat
microwave. Hasil biodiesel yang optimal pada penitian
ini, diperoleh dengan rasio molar metanol;oleat 20:1,
katalis yang digunakan 8% dari b/b selama 55 menit
dan suhu 80°C menghasilkan metil ester sebesar
97,9%.
Namun demikian berdasarkan studi literatur,
produksi metil oleat dari asam oleat dan metanol
menggunaan abu kulit durian sebagai katalis K2O
melalui reaksi esterifikasi dengan alat microwave
belum pernah diteliti. Radiasi microwave secara
signifikan dapat mempercepat reaksi dan
meningkatkan kontrol proses. Banyak penelitian telah
berfokus pada penggunaan microwave untuk
meningkatkan proses produksi metil ester karena
berpotensi mengurangi biaya dan konsumsi energi
(Xiang et al., 2017). Perpindahan panas bahkan lebih
efisien pada microwave daripada pemanasan
konvensional dan menghasilkan waktu reaksi yang
singkat (Tierney dan Lidström, 2009).
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan
di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut
sintesis metil oleat dari asam oleat dan metanol
menggunakan katalis abu kullit durian melalui reaksi
esterifikasi dengan alat microwave. Asam oleat dipilih
sebagai bahan baku (feedstock) dikarenakan

5
sumbernya yang melimpah dan merupakan salah satu
asam lemak yang paling dominan yang terdapat pada
lemak hewan atau minyak tumbuhan terutama minyak
kelapa sawit. Selain itu, asam oleat juga merupakan
salah satu turunan asam karboksilat dalam reaksi
esterifikasi.
Adapun parameter yang akan diteliti adalah
variasi berat katalis (3%, 6%, 9%, 12%, 15%, 18%,
21%) dan variasi waktu reaksi (1, 5, 10, 20, 30, 40, 60
menit). Metil oleat yang diperoleh ditentukan persen
konversinya dengan metode titrasi alkalimetri, kadar
metil esternya dengan menggunakan kromatografi gas
dan perubahan gugus fungsi dengan analisis
Spektrofotometer Fouries Transform Infra Red (FT-
IR).
D. Permasalahan : 1. Apakah reaksi esterifikasi asam oleat dengan
metanol menjadi metil oleat dapat dikatalisis
dengan menggunakan abu kulit durian dan radiasi
microwave?

2. Bagaimanakah kondisi reaksi untuk memperoleh


persen konversi metil oleat maksimum pada
variasi berat katalis (3%, 6%, 9%, 12%, 15%, 18%,
21%) dan variasi waktu reaksi 1, 5, 10, 20, 30, 40,
60 menit?

E. Tujuan : 1. Untuk menentukan reaksi esterifikasi asam oleat


Penelitian dengan metanol menjadi metil oleat dapat
dikatalisis dengan menggunakan abu kulit durian
dan radiasi microwave.
2. Untuk menentukan kondisi reaksi untuk
memperoleh persen konversi metil oleat
maksimum pada variasi berat katalis (3%, 6%, 9%,

6
12%, 15%, 18%, 21%) dan variasi waktu reaksi 1,
5, 10, 20, 30, 40, 60 menit.
F. Manfaat : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
Penelitian baru tentang penggunaan asam oleat dalam produksi
metil ester yang nantinya dapat digunakan sebagai
bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan,
terbarukan atau menjadi turunan oleokimia melalui
proses esterifikasi dan memberikan informasi
mengenai penggunaan katalis heterogen yang berasal
dari abu kulit durian dengan radiasi microwave.
G. Lokasi : Proses penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia
Penelitian Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Sumatera Utara (FMIPA-USU).
Analisa perubahan gugus fungsi dengan
spektrofotometer FT-IR dilakukan di Laboratorium
Terpadu Universitas Lampung (UNILA) dan analisa
kromatografi gas untuk mengetahui konversi metil
esternya dilakukan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit
(PPKS) Medan.
H. Metodologi : Penelitian ini dilakukan melalui eksperimen di
Penelitian laboratorium, kulit durian yang diperoleh dari PT
Ucok Durian Medan diiris tipis-tipis, kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 110°C sampai
kering, selanjutnya kulit durian yang sudah kering
diblender hingga halus seperti serbuk. Serbuk kulit
durian ditanur pada suhu 600°C selama 4 jam hingga
menjadi abu. Katalis abu kulit durian yang diperoleh
kemudian disimpan dalam desikator sebelum
digunakan. Asam oleat dan metanol serta katalis abu
kulit durian direaksikan menggunakan microwave
dalam parameter berat katalis dan waktu reaksi. Pada
parameter berat katalis 3%, 6%, 9%, 12%, 15%, 18%,

7
21% (b/b) menggunakan rasio molar 1:2, waktu reaksi
20 menit dan daya microwave 60P. Kemudian pada
parameter waktu reaksi 1, 5,10, 20, 30, 40, 60 menit
menggunakan berat katalis 18% (b/b), rasio molar 1:2
dan daya microwave 60P. Metil ester yang diperoleh
dipisahkan dengan menggunakan sentrifugasi pada
kecepatan 3500 rpm selama 10 menit. Kemudian
diambil lapisan atas dan dievaporasi dengan
menggunakan oven pada suhu 70oC selama satu
malam hingga metanol habis menguap, lalu
ditimbang. Setelah Kedua parameter tersebut diamati
persen konversi metil oleat yang dihasilkan dengan
menggunakan metode titrasi alkalimetri. Hasil reaksi
dengan persen konversi maksimum pada parameter,
dianalisis gugus fungsinya dengan analisis
spektrofotometer FT-IR dan untuk mengetahui
konversi metil esternya dengan analisa kromatografi
gas.
I. Tinjauan : I.1 Oleokimia
Pustaka Oleokimia merupakan senyawa turunan minyak
lemak yang dihasilkan melalui proses kimia. Minyak
atau lemak secara umum merupakan trigliserida yang
mengandung gliserol dan asam lemak baik jenuh
maupun tidak jenuh. Dalam industri olokimia, dengan
proses kimia struktur minyak tersebut dipecah menjadi
struktur lain seperti asam lemak, gliserol, ester lemak
dan juga alkohol lemak (Suhenda, 2005). Bahan baku
utama untuk oleokimia tersebut adalah minyak sawit
olahan, stearin sawit dan minyak inti sawit (Othman et
al., 2022). Saat ini komponen turunan oleokimia dapat
ditemukan di berbagai produk termasuk makanan,
sabun, karet, perekat, lem, pelumas, cat, pelapis,

8
deterjen, tekstil, plasticizer, biofuel, kosmetik,
perlengkapan mandi, lilin dan sebagainya (Zarli, 2019).
Oleokimia dikenal dua jenis berdasarkan bahan
bakunya, yakni oleokimia alami dan oleokimia sintetik
(Sipayung, 2012).
Umumnya oleokimia sintetik berasal dari minyak
bumi dan tall oil, sedangkan oleokimia yang berasal
dari minyak dan lemak nabati maupun hewani serta
hasil laut sering disebut sebagai oleokimia alami
(Ismail et al., 2014). Sumber minyak lemak alami yang
berasal dari lautan adalah sperm oil, dan minyak
sarden. Minyak lemak yang berasal dari hewan adalah
lemak hewan. Tumbuhan merupakan sumber minyak
terbesar, dimana di dunia ini terdapat banyak jenis
tumbuhan yang mengandung minyak yang tersebar di
bagian tanaman. Sebagai sumber minyak, tumbuhan
dikelompokkan menjadi dua yaitu plant oil yang antara
lain terdiri dari minyak kelapa dan minyak sawit serta
seed oil. Seed oil dapat dihasilkan dari biji-biji tanaman
seperti biji kedelai, biji lobak, biji bunga matahari, biji
kapas, kacang dan Lin seed (Suhenda, 2005).
Tanaman kelapa sawit dapat menghasilkan dua
bentuk minyak yang berbeda yaitu crude palm oil
(CPO) dan palm kernel oil (PKO) (Murgianto et al.,
2021). CPO dapat diolah lebih lanjut menjadi minyak
sawit yang digunakan sebagai minyak goreng. Selain
itu minyak sawit dari CPO beserta PKO dan coconut oil
dapat menghasilkan asam lemak atau turunannya yang
banyak diaplikasikan pada makanan, sabun ataupun
kosmetik (Suhenda, 2005).
Bagan industri oleokimia dapat dinyatakan pada
gambar I.1.

9
Gambar I.1 Bagan Industri Oleokimia
(Suhenda, 2005)
I.2 Metil Ester Asam Lemak
Metil Ester Asam Lemak (MEAL) merupakan
bahan yang dihasilkan dari reaksi kimia antara minyak
nabati atau lemak hewani dengan alkohol. Alkohol
yang paling banyak digunakan adalah metanol dan
etanol (Mahlia et al., 2020). Metil ester termasuk
bahan oleokimia dasar, turunan dari trigliserida
(minyak atau lemak) yang dapat dihasilkan melalui
proses esterifikasi dan transesterifikasi. Bahan baku
pembuatan metil ester antara lain minyak sawit,
minyak kelapa, minyak jarak, minyak kedelai, dan
lainnya (Pratono, 2021).
MEAL dapat diperoleh dari berbagai limbah
termasuk minyak nabati (lobak, kedelai, kelapa sawit,

10
bunga matahari dan jagung), lemak hewan (lemak
babi dan ikan) dan limbah minyak lemak (minyak
goreng bekas) (Ginn et al., 2009). MEAL merupakan
bahan bakar cair alternatif yang dapat digunakan
untuk menggantikan solar fosil dalam transportasi
sekaligus mengurangi polusi gas buang (Miladinović
et al., 2022). MEAL telah diusulkan sebagai pengganti
diesel berbasis minyak bumi karena merupakan
biofuel terbarukan, biodegradable dan ramah
lingkungan dengan sifat yang mirip dengan bahan
bakar konvensional (Salleh et al. 2022).
MEAL memiliki struktur molekul umum
CH3(CH2)nCOOCH3 (jenuh) dan CH3(CH2)n(CH)x
COOCH3 (tidak jenuh) (Thomas et al., 2017). MEAL
lebih mudah terbentuk dibandingkan dengan etil ester
asam lemak. Hal ini karena metil ester asam lemak
lebih reaktif dan lebih volatil dari pada etil ester asam
lemak. Saat ini MEAL menerima banyak minat karena
biodegradabilitasnya, emisi CO2 dan CO yang rendah,
kandungan sulfur yang rendah, sifat terbarukan, dan
keramahan lingkungan. Selain itu MEAL (biodiesel)
dapat digunakan pada mesin diesel konvensional
tanpa perlu modifikasi (Soltani et al., 2017).
Tabel I.1 Sifat-sifat Fisik Metil Ester Asam Lemak
Sifat Nilai
Wujud Cair
Warna Jernih kekuningan
Densitas 810 kg/m3
Titik Beku -11°C
Titik Didih 182-338°C

11
I.3 Sintesis Senyawa Ester
Ester adalah turunan asam karboksilat dengan
gugus OH menggantikan gugus -OR (Hart et al., 2003).
Ester merupakan senyawa turunan asam karboksilat
yang diperoleh melalui reaksi esterifikasi Fisher yaitu
dengan memanaskan campuran asam karboksilat dan
alkohol berlebih dengan bantuan katalis. Reaksi
esterifikasi merupakan reaksi yang sangat penting
dalam reaksi sintesis senyawa organik dalam skala
laboratorium dan industri (Khan et al., 2021). Ester
memiliki rumus umum RCO2R’ (atau RCOOR’),
dimana gugus karbonil terikat dengan grup alkoksil.
Berbagai metode dapat digunakan untuk membuat
senyawa ester, yaitu:
1. Esterifikasi: merupakan pembentukan dari
sebuah ester dengan reaksi antara asam
karboksilat dengan alkohol (Solomons, 2016).

2. Transesterifikasi, yang meliputi reaksi:


a. Alkoholisis, merupakan suatu reaksi antara
ester dengan alkohol sehingga terbentuk
ester yang baru.

b. Asidalisis, merupakan suatu reaksi antara


ester dengan asam karboksilat membentuk
ester yang baru.

12
c. Interesterifikasi, merupakan suatu reaksi
pertukaran gugus asil atau reaksi penataan
ulang antara dua ester.

I.4 Reaksi Esterifikasi


Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara
asam karboksilat dan alkohol membentuk ester.
Turunan asam karboksilat membentuk ester asam
karboksilat. Ester asam karboksilat ialah suatu
senyawa yang mengandung gugus -CO2R dengan R
dapat berupa alkil maupun aril. Reaksi esterifikasi
mengkonversi asam lemak bebas yang terkandung di
dalam trigliserida menjadi metil ester. Metode ini
sesuai untuk minyak atau lemak yang memiliki
kandungan asam lemak bebas yang relatif tinggi.
Karena, FFA yang terkandung didalam trigliserida
akan bereaksi dengan metanol membentuk metil ester
dan air (Arita et al., 2020).
Mekanisme reaksi esterifikasi dapat dijelaskan
melalui beberapa tahap reaksi, yaitu pembentukan
senyawa proton pada asam karboksilat yang kemudian
alkohol, nukleufil menyerang karbon positif dan
protonasi terhadap salah satu gugus hidroksil yang
diikuti dengan pelepasan molekul air menghasilkan
ester (Antonius et al., 2021).

13
I.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses
Esterifikasi
I.5.1 Suhu
Esterifikasi merupakan reaksi reversible (bolak
balik), sehingga suhu reaksi adalah salah satu faktor
penting yang berpengaruh pada konstanta
keseimbangan reaksi kimia. Semakin tinggi suhu yang
digunakan maka konversi yang didapat pada reaksi
esterifikasi akan semakin besar, namun penggunaan
suhu yang besar membutuhkan energi yang besar,
sehingga suhu optimal merupakan salah satu faktor
yang penting dalam proses esterifikasi (Anggriawan et
al., 2020). Meningkatkan suhu maka akan
meningkatkan gerakan molekul yang secara signifikan
dapat meningkatkan produksi biodiesel. Ketika suhu
reaksi melebihi titik didih metanol, banyak gelembung
terbentuk mencegah reaksi berlanjut (Zhang et al.,
2012).
Secara umum di yakini bahwa microwave dapat
meningkatkan laju reaksi dan memiliki efek
menguntungkan lainnya (Kostas et al., 2017). Efek
termal yang paling penting dari microwave adalah suhu
pelarut naik dengan cepat di atas titik didihnya,dalam
hal ini pelarut mendidih pada suhu di atas titik didih
normalnya. Banyak peneliti telah menyatakan bahwa
radiasi microwave mengungguli proses pemanasan
umum dalam kondisi serupa (Khedri et al., 2019).
I.5.2 Pengadukan
Pengadukan merupakan salah satu faktor yang
memengaruhi laju reaksi karena reaktan-reaktan yang
terlibat tidak akan dapat bereaksi jika tidak terjadi
kontak pada tingkat molekular (Shah et al., 2012).

14
Pengadukan dapat mempercepat berlangsungnya
reaksi esterifikasi (Anggriawan et al., 2020). Karena
pengadukan bertujuan untuk memperbesar peluang
tumbukan antar molekul-molekul pereaksi, hal ini akan
mempercepat terjadinya reaksi (Setyaningsih et al.,
2017).
I.5.3 Rasio Molar
Rasio molar antara alkohol dan minyak nabati
dapat mempengaruhi hasil metil ester yang diperoleh.
Semakin besar jumlah alkohol yang digunakan, maka
semakin besar konversi ester yang diperoleh (Hadrah et
al., 2018). Namun, terdapat keterbatasan dari
menggunakan alkohol berlebih pada beberapa
penelitian dimana, peningkatan konsentrasi alkohol
mengakibatkan persen konversi menurun atau tidak
menunjukkan peningkatan yang signifikan (Khan et al.,
2021).
Berthelot dan Saint Gilles pada tahun 1862
merupakan kimiawan pertama yang melakukan reaksi
esterifikasi alkohol dengan asam karboksilat. Mereka
menemukan bahwa pada kondisi ekuimolar hanya 2/3
asam karboksilat yang bereaksi dan kemudian
reaksinya berhenti. Begitu juga jika pada kondisi
ekuimolar etil asetat dan air dipanaskan bersamaan
hanya 1/3 ester yang mengalami hidrolisis.
Berdasarkan hal tersebut dengan memvariasikan rasio
molar alkohol terhadap asam karboksilat diperoleh
persen konversi lebih dari 66% dikarenakan
berubahnya arah kesetimbangan. Rasio stoikiometri
reaksi esterifikasi adalah 1:1 yaitu 1 mol asam
karboksilat dibutuhkan untuk bereaksi dengan 1 mol
alkohol. Pada reaksi esterifikasi umumnya konsentrasi

15
alkohol akan dinaikkan untuk mendorong arah reaksi
ke arah produk.(Khan et al., 2021). Jenis alkohol yang
paling sering digunakan adalah metanol karena
memiliki harga murah dan secara fisik maupun kimiawi
dapat menguntungkan perolehan yield biodiesel yang
dihasilkan (Gashaw dan Abile, 2014).
I.5.4 Waktu Reaksi
Semakin lama waktu reaksi semakin banyak
produk yang dihasilkan karena keadaan ini akan
memberikan kesempatan terhadap molekul-molekul
reaktan untuk bertumbukan satu sama lain. Namun
setelah kesetimbangan tercapai tambahan waktu
reaksi tidak mempengaruhi reaksi, melainkan dapat
menyebabkan produk berkurang karena adanya reaksi
balik, yaitu metil ester terbentuk menjadi trigliserida
(Affandi, et al., 2013). Yield akan meningkat hingga
mencapai maksimum dan kemudian akan menurun
seiring peningkatan waktu reaksi. Hal ini disebabkan
oleh hidrolisis ester (Uzun et al., 2012).
I.5.5 Konsentrasi Katalis
Katalis merupakan bahan yang digunakan untuk
membantu mempercepat suatu reaksi. Kehadiran
katalis dapat mempercepat pembentukan
kesetimbangan. Katalis dapat mengurangi energi
aktivasi sehingga laju reaksi akan meningkat
(Awaluddin et al., 2012). Pada reaksi esterifikasi yang
sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi
katalis antara 1-4 % berat sampai 10 % berat campuran
pereaksi. Namun, penambahan katalis yang berlebih
akan menurunkan yield produk dengan pembentukan
sabun (Mathiyazhagan & Ganapathi, 2011).

16
Reaksi kimia dipercepat oleh katalis dengan
membentuk ikatan dengan molekul yang mengalami
reaksi dan memungkinkan mereka berinteraksi untuk
menghasilkan produk yang terpisah dari katalis dan
membiarkannya tidak berubah serta tersedia untuk
reaksi selanjutnya (Kakaei et al., 2019).
I.6 Asam Oleat
Asam oleat (C18H34O2) merupakan asam lemak
tidak jenuh yang mengandung omega-9 dan dapat
diperoleh dari hewan ataupun tumbuhan. Nama
International Union of Pure and Applied Chemistry
(IUPAC) dari asam lemak ini adalah asam cis-9-
oktadekenoat. Berat molekul dari asam lemak ini
adalah 282,46 g/mol (Hudaya & Wiratama, 2014).
Asam lemak ini pada suhu ruang berupa cairan
kental dengan warna kuning pucat atau kuning
kecokelatan. Asam ini memiliki aroma yang khas. Ia
tidak larut dalam air, titik leburnya 15,3°C dan
titik didihnya 360°C (Parhusip & Miskah, 2012).
Beberapa sifat asam oleat dapat dilihat sebagai
berikut:
1. Densitas : 0,895 gr/ml
2. Titik Beku :13-140C (286 K)
3. Titik Didih : 3600C (633 K)
4. Tidak larut dalam air
5. Larut dalam metanol (CH3OH)

Gambar I.2 Struktur Asam Oleat

17
I.7 Metanol
Metanol yang juga sering disebut metil alkohol
adalah senyawa kimia yang tersusun dari 3 unsur kimia
yaitu karbon, hidrogen dan oksigen. Rumus kimia dari
metanol yaitu CH3OH (Borges & Díaz, 2012). Metanol
merupakan alkohol primer dan merupakan alkohol
alifatik paling sederhana yang tersusun atas gugus metil
dan alkohol. Metanol secara luas digunakan sebagai
pelarut amfiprotik dan bahan bakar. Senyawa ini secara
alami terbentuk dari gas vulkanik, vegetasi, aktivitas
mikroba, serta aktivitas industri. Paparan metanol
secara berlebihan dapat menyebabkan pandangan
buram, sakit kepala, pusing, dan mual. Metanol adalah
alkohol umum yang digunakan dalam produksi
biodiesel. Karena efek percepatannya, pelarut polar
dengan berat molekul rendah dan konstanta dielektrik
yang tinggi dapat mencapai titik didihnya lebih cepat
(Khaled et al., 2016). Biodiesel yang dihasilkan dengan
menggunakan metanol memiliki kemurnian paling
tinggi dibandingkan penggunaan alkohol jenis lainnya
seperti etanol, propanol, iso-propanol dan butanol
(Suryani et al., 2014).

Gambar I.3 Struktur 3D Metanol


I.8 Microwave
Microwave merupakan alat pemanas makanan
yang menggunakan gelombang elektromagnetik dan
telah digunakan untuk pemanasan produk makanan
sejak awal tahun 1990-an. Pemanasan pada
18
microwave terjadi karena perambatan gelombang,
tidak terjadi karena temperatur gradien. Gelombang
pada mikrowave menggunakan gelombang mikro dan
diarahkan ke ruang pemanas. Dimana waktu
pemanasan yang cepat dan pemanasan volumetrik
adalah keuntungan dari pemanasan microwave.
Namun, kerugian dari pemanasan gelombang mikro
adalah pemanasan yang tidak merata (Permatasari,
2015).
Gelombang mikro adalah hasil radiasi yang
dapat ditransmisikan, dipantulkan atau diserap dari
bahan yang berinteraksi dengannya. Gelombang
mikro dihasilkan oleh magnetron dan kemudian
ditransmisikan ke waveguide (sebuah komponen yang
digunakan untuk mengarahkan gelombang),
gelombang tersebut lalu dipantulkan ke dinding dari
ruangan di dalam oven dan diserap oleh molekul-
molekul bahan makanan (Effendy et al., 2020).

Gambar I.4 Alat Microwave


I.9 Katalis
Katalis pertama kali diperkenalkan oleh
Berzellius pada tahun 1935. Katalis adalah zat yang

19
meningkatkan laju reaksi kimia, tetapi zat itu tidak
mengalami perubahan kimia yang permanen. Katalis
membuat jalan pintas bagi berlangsungnya reaksi
dengan membuat energi aktivasi reaksi menjadi lebih
rendah. Dengan demikian, laju kesetimbangan menjadi
lebih cepat. Katalis sendiri berperan dalam reaksi dan
karena itu dapat menjalani perubahan fisik (misalnya
berubah menjadi serbuk) (Prasetya, 2012).
Katalis dapat menyediakan situs aktif yang
befungsi untuk mempertemukan reaktan dan
menyumbangkan energi dalam bentuk panas sehingga
molekul pereaktan mampu melewati energi aktivasi
secara lebih mudah. Karena fungsinya yang sangat
penting, maka penggunaan katalis menjadi kebutuhan
yang sangat penting dalam berbagai industri.
Kebutuhan akan katalis dalam berbagai proses industri
cenderung mengalami peningkatan. Hal ini terjadi
karena proses kimia yang menggunakan katalis
cenderung lebih ekonomis (Lestari, 2012).
Cara kerja katalis yaitu dengan membiarkan
reaksi mengambil alih melewati mekanisme alternatif
yang memerlukan energi aktivasi yang lebih kecil.
Perubahan ini dibawakan oleh interaksi spesifik antara
katalis dengan komponen-komponen reaksi. Laju
konstanta dari reaksi adalah fungsi eksponensial dari
aktivasi energi, jadi pengurangan sedikit saja dari
Energi aktivasi (Ea) bisa memberikan yield yang
meningkat dalam laju reaksi (Lower, 2020). Terdapat
dua tipe katalis yang digolongkan berdasarkan fasenya,
yaitu katalis homogen yang memiliki fase yang sama
dengan reaktan dan katalis heterogen yang memiliki
fase berbeda dengan reaktan (Bahl et al., 2016).

20
I.10 Katalis Heterogen
Katalis heterogen merupakan katalis yang
memiliki fase yang berbeda dengan reaktan. Katalis
jenis ini umumnya merupakan padatan sehingga
bentuk, ukuran, dan permukaan katalis merupakan
faktor utama penentu kemampuan katalis dalam
mengubah laju reaksi (Bahl et al., 2016). Secara
umum, ada dua kategori katalis heterogen yang
digunakan untuk produksi biodiesel yaitu katalis
heterogen asam dan katalis heterogen basa (Abbas &
Magfirah Ilyas, 2021). Variasi katalis basa heterogen
padat digunakan seperti logam oksida CaO, SrO,
MgO, dan lainnya; Oksida campuran Ca/Zn, Ca/Mg,
dan lain sebagainya (Dehkordi & Ghasemi, 2012).
Beberapa contoh katalis heterogen misalnya
CaO, MgO SrO, Zeolit, Al2O3, ZnO, TiO2, dan ZrO
telah digunakan dalam proses biodiesel. Di antara
katalis ini, logam alkali oksida (misalnya MgO, CaO,
K2O dan SrO) memiliki aktivitas tinggi digunakan
dalam proses biodiesel (Hadrah et al., 2018).
Umumnya katalis basa lebih aktif dibandingkan katalis
asam,karena katalis asam memerlukan alkohol dalam
jumlah yang besar, dan memerlukan waktu yang
panjang dalam reaksinya (Kurniasih, 2020).
Katalis heterogen terutama basa, lebih mudah
dipisahkan dari produk cair dan dapat dirancang untuk
memberikan aktivitas yang lebih tinggi, selektivitas
dan masa pakai katalis yang lebih lama (Liu et al.,
2008). Penggunaan katalis heterogen basa juga lebih
ramah lingkungan, tidak beracun, memiliki potensi
untuk didaur ulang, diregenerasi, dan digunakan
kembali. Katalis heterogen basa yang biasa dipakai

21
yaitu CaO dan K2O (Sirisomboonchai, 2015).
Komposisi K2O tersebar merata pada permukaan pori
karbon aktif. K2O berperan sebagai fasa aktif yang
memiliki kemampuan meningkatkan aktivitas katalis.
Deposisi kalium oksida pada karbon menghasilkan
interaksi yang sangat baik antara fasa aktif dengan
penyangga karbon, sehingga katalis memiliki
aktivitas yang tinggi (Zaki et al, 2019).
Tabel I.2 Ciri-ciri K2O
Rumus Molekul K2O
Nama Kimia Kalium Oksida
Berat Molekul 94,196 g/mol
Muatan Formal 0
Reaksi dengan air Larut
Densitas 2,3 g/ml
Jumlah unit ikatan kovalen 3
Suhu Dekomposisi 350oC
I.11 Taksonomi Tanaman Durian (Durio
Zibethinus Murrai)
Durian merupakan tanaman daerah tropis,
karenanya dapat tumbuh baik di Indonesia. Panjang
buah durian yang matang bisa mencapai 30-45 cm
dengan lebar 20-25 cm, dan berat antara 1,5-2,5 kg.
Setiap buah berisi 1-5 biji yang di selimuti daging buah
berwarna putih, krem, kuning atau kuning tua. Tiap
varietas durian menetukan besar kecilnya ukuran buah,
rasa, tekstur dan ketebalan daging (Syamsul, 2010).
Buah durian disebut juga the king of fruit yang sangat
digemari oleh berbagai kalangan masyarakat karena
rasanya yang khas (Lestari, 2011).
Di habitat aslinya tanaman durian dapat berumur
sampai kurang lebih 200 tahun. Ketinggian durian

22
dapat mencapai 25-50 m. Durian termasuk tanaman
tahunan, batang durian memiliki diameter 100 cm
dengan warna kayu makin dalam semakin kemerah-
merahan, beserta kasar, ringan dan tidak berbau.
(Patmasari & Amarullah, 2020). Durian diketahui
sebagai tumbuhan asli Indonesia. Ada sekitar 31 jenis
durian di seluruh dunia, 19 jenis diantaranya ditemukan
di Kalimantan dan 7 jenis durian lainnya tersebar di
Sumatera dan sebagian besar masih tumbuh liar di
hutan (Navia & Chikmawati, 2015).
Adapun taksonomi tanaman durian (Durio
Zibethinus Murrai) menurut Sobir (2010) sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Sub divisi : Angiospermae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Bombacales
Famili : Bombacaeae
Genus : Durio
Spesies : Durio Zibethinus Murrai

Gambar I.5 Buah Durian


Durian merupakan buah berpotensi tinggi
karena seluruh bagiannya bisa dimanfaatkan. Potensi
durian di Indonesia amat besar karena telah ditanam
hampir di seluruh Indonesia (Widiya et al., 2013).
23
Produksi durian di Indonesia menurut Badan Statistik
(BPS) 20 dijelaskan dalam oleh Lumbantoruan tahun
2013 mencapai sekitar 1.818.949 ton. Bobot total buah
terdiri dari tiga bagian diantaranya daging buah sekitar
20-30%, biji 5-15% dan sisanya adalah bagian kulit
mencapai 60-70%. Masyarakat hanya mengkonsumsi
bagian buahnya saja, sementara bagian kulit dan biji
dibuang (Lumbantoruan et al., 2014). Pemanfaatan
dan pengolahan kembali limbah kulit durian sangat
penting untuk meminimalkan produksi limbah di
industri pangan dan memberikan nilai tambah dari
kulit durian.

Gambar I.6 Kulit durian


Abu dari kulit durian mengandung P2O5, MgO,
CaO, SiO2, Fe2O3, SO3, Na2O, Al2O3, MnO dan K2O
sebagai komponen terbesar. Senyawa ini dapat
terbentuk melalui pemanasan pada suhu 500C
(Daosukho et al., 2012). Pemberian panas (treatment)
terhadap suatu material untuk terjadinya dekomposisi
termal, transisi fasa atau penghilangan fraksi-fraksi
yang volatile, biasa disebut dengan kalsinasi. Abu yang
mengandung komponen kalium baik sebagai katalis
basa heterogen (Ritonga & Putra, 2015).
I.12 Kromatografi Gas
Kromatografi gas merupakan metode untuk
melakukan pengukuran secara kualitatif dan kuantitatif

24
untuk bahan-bahan yang mudah menguap, serta stabil
pada pemanasan yang tinggi. Prinsip pemisahan dalam
kromatografi gas yaitu dengan cara partisi dari
komponen senyawa dengan menggunakan fase gas
sebagai fase gerak dan fase cair sebagai fase diam
(Dean, 1995). Pada analisis kromatografi, sampel
disuntikkan ke dalam aliran gas pembawa (mobile
phase) yang akan membawa sampel melewati kolom
yang mengandung fase diam (stationary phase). Fase
diam tersebut terdiri dari cairan non volatil yang
tersuspensi pada padatan inert dengan luas 16
permukaan yang besar atau dinding kolom dilapisi oleh
lapisan film tipis. Suspensi fase diam dapat berasal dari
silika gel, alumina, atau arang.
Pemisahan terjadi dikarenakan komponen pada
sampel memiliki perbedaan kelarutan pada fase diam
cair atau perbedaan adsorptivitas pada fase diam solid.
Sehingga setiap komponen akan terhambat dengan
jumlah yang berbeda-beda pada fase diam dan dibawa
oleh fase gerak dengan laju yang berbeda-beda. Sebuah
detektor pada ujung kolom akan mendeteksi perbedaan
antara gas pembawa dan komponen-komponen pada
sampel, yang kemudian akan direkam oleh rekorder
dan menghasilkan kromatogram yang terdiri dari
beberapa peak (puncak) (Hendayana, 2006).
I.13 Fourier transform infrared spectroscopy
Fourier transform infrared spectroscopy (FT-
IR) adalah teknik yang digunakan untuk memperoleh
spektrum infra merah dari sampel zat padat, cair, dan
gas berdasarkan absorbansi, emisi, foto konduktivitas
atau Raman-Scatterin. Daerah inframerah pada
spektrum gelombang elektromagnetik dimulai dari

25
panjang gelombang 14000 cm-1 hingga 10-1.
Berdasarkan panjang gelombang tersebut daerah
inframerah dibagi menjadi tiga daerah, yaitu IR dekat
(14000-4000 cm-1) yang peka terhadap vibrasi
overtone, IR sedang (4000-400 cm-1) berkaitan dengan
transisi energi vibrasi dari molekul yang memberikan
informasi mengenai gugus-gugus fungsi dalam
molekul tersebut, dan IR jauh (400-10 cm-1) untuk
menganalisis molekul yang mengandung atom-atom
berat seperti senyawa anorganik tapi butuh teknik
khusus (Sari et al., 2018).
Karakterisasi dengan menggunakan FT-IR
bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis vibrasi antar
atom. FT-IR juga digunakan untuk menganalisa
senyawa organik dan anorganik serta analisa kualitatif
dan analisa kuantitatif dengan melihat kekuatan
absorpsi senyawa pada panjang gelombang tertentu
(Hindryawati, 2010)Adapun cara kerja FTIR, mula
mula zat yang akan diukur diidentifikasi, berupa atom
atau molekul. Sinar infra merah yang berperan sebagai
sumber sinar dibagi menjadi dua berkas, satu
dilewatkan melalui sampel dan yang lain melalui
pembanding. Kemudian secara berturut-turut melewati
chopper. Setelah melalui prisma atau grating, berkas
akan jatuh pada detektor dan diubah menjadi sinyal
listrik yang kemudian direkam oleh rekorder.
Selanjutnya diperlukan amplifier bila sinyal yang
dihasilkan sangat lemah (Pambudi et al., 2017).
J. Prosedur : J.1 Preparasi Abu Kulit Durian
Penelitian Tahap pertama, kulit durian yang diperoleh dari
PT Ucok Durian Medan diiris tipis-tipis kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 110℃ sampai

26
kering, selanjutnya kulit durian yang sudah kering
diblender hingga halus seperti serbuk. Lalu, serbuk
kulit durian ditanur pada suhu 600°C selama 4 jam
hingga menjadi abu.
J.2 Pembuatan Metil Ester Asam Lemak
J.2.1 Parameter Variasi Berat Katalis
Sebanyak 2 mL asam oleat dimasukkan kedalam
labu alas ditambahkan katalis 3% (b/b) dari berat asam
oleat dan 2,9 mL metanol p.a, dimasukkan magnetic
bar. Dirangkai alat microwave. Dipanaskan dan
distirrer dengan waktu reaksi 20 menit dan daya 60P.
Hasil reaksi disentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm
selama 10 menit. Diambil lapisan atas dan dievaporasi
dengan menggunakan oven pada suhu 70oC selama satu
malam hingga metanol habis menguap, lalu ditimbang.
Setelah itu, ditentukan persen konversi reaksi dengan
menggunakan metode titrasi alkalimetri. Dilakukan
prosedur yang sama sesuai pada kondisi reaksi pada
tabel J.1 dan dilakukan perulangan sebanyak 3x pada
setiap parameter.
Tabel J.1 Kondisi Reaksi pada Variasi berat katalis
(b/b)
No Berat Rasio Waktu Power
Katalis Molar Reaksi Mikrowave

1 3 1:12 20 60
2 6 1:12 20 60
3 9 1:12 20 60
4 12 1:12 20 60
5 15 1:12 20 60
6 18 1:12 20 60
7 21 1:12 20 6

27
J.2.2 Parameter Waktu Reaksi
Sebanyak 2 mL asam oleat dimasukkan kedalam
labu alas ditambahkan katalis 18% (b/b) dari berat asam
oleat dan 2,9 mL metanol p.a, dimasukkan magnetic
bar. Dirangkai alat microwave. Dipanaskan dan
distirrer dengan waktu reaksi 1 menit dan daya 60P.
Hasil reaksi disentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm
selama 10 menit. Diambil lapisan atas dan dievaporasi
dengan menggunakan oven pada suhu 70oC selama satu
malam hingga metanol habis menguap, lalu ditimbang.
Setelah itu, ditentukan persen konversi reaksi dengan
menggunakan metode titrasi alkalimetri. Dilakukan
prosedur yang sama sesuai pada kondisi reaksi pada
tabel J.2 dan dilakukan perulangan sebanyak 3x pada
setiap parameter.
Tabel J.2 Kondisi Reaksi pada Variasi Waktu Reaksi
No Berat Rasio Waktu Power
Katalis Molar Reaksi Mikrowave

1 18 1:12 1 60
2 18 1:12 5 60
3 18 1:12 10 60
4 18 1:12 20 60
5 18 1:12 30 60
6 18 1:12 40 60
7 18 1:12 60 60

J.2.3 Penentuan Persen Konversi Metil Oleat


Persen konversi metil oleat ditentukan
berdasarkan perubahan nilai bilangan asam tanpa
katalis dan menggunakan katalis.

28
𝑉×𝑁×56,1
Bilangan Asam (mg KOH/g percontoh)= 𝑊

....(1)

Keterangan :
V : Volume larutan alkali standar yang digunakan
dalam titrasi (mL)
N : Konsentrasi alkali standar (N)
W : Massa sampel (g)
56,1 : Massa molekul relatif (Mr) KOH

𝐵𝐴𝑜−𝐵𝐴𝑛
Persen Konversi (%) = X 100%
𝐵𝐴𝑜

BA0 = Bilangan asam tanpa katalis


BAn = Bilangan asam menggunakan katalis
K. Jadwal Penelitian

Kegiatan I II III IV V

Persiapan

Pelaksanaan

Analisa data

Penulisan Laporan

L. Organisasi Penelitian

1. Pelaksana Penelitian
Nama : Yolinda Veronica Panjaitan
NIM : 200802055
2. Pembimbing Penelitian
Nama : Prof. Dr. Juliati Br Tarigan, M.Si
NIP : 197205031999032001

29
DAFTAR PUSTAKA

Abbas GH, Ilyas NM, 2021. A Review: Use of Heterogeneous Catalysts in


Biodiesel Production. Jurnal Chemica, 22(2): 99-107.

Anggriawan R, Zahrina I, Helwani Z, 2020. Aplikasi Re-Used Katalis Pada Sintesis


Emulsifier. Jom FTEKNIK, 7: 1-5.

Awaluddin A, Saryono, Nelvia S, Wahyuni, 2012. Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Produksi Biodiesel dari Minyak Sawit Mentah Menggunakan
Katalis Padat Kalsium Karbonat yang Dipijarkan. Jurnal Natur Indonesia,
11(2): 129.

Aziz I, Nurbayati S, Ulum B, 2011. Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak
Goreng Bekas. Jurnal Kimia Valensi, 2(2): 384-388.

Baidawi A, Latif I, Rachmaniah O, 2008. Transesterifikasi dengan Co-Solvent


sebagai salah satu alternatif Peningkatan Yield Metil Ester pada Pembuatan
Biodiesel dari Crude Palm Oil (CPO), Jurnal Daur Lingkungan, 1(1): 16.

Borges ME, Diaz L, 2012. Recent developments on heterogeneous catalysts for


biodiesel production by oil esterification and transesterification reactions: A
review. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 16(5): 2839–2849.

Busroni LR, 2010. Oleokimia Sebagai Bahan Pemacu Pertumbuhan Jaringan


Batang Dan Akar Tanaman Berkayu Serta Prospeknya Dimasa Mendatang.
International Journal of Heritage Studies, 16(1): 1689-1699.

Daniel, Sihaloho O, Saleh C, Magdaleni AR, 2018. Synthesis Of N-Oleyl O-Sulfate


Chitosan From Methyl Oleate With O-Sulfate Chitosan As Edible Film
Material, In. IOP Conference Series(Ed). Earth And Environmental Science.
Vol. 144, Institute Of Physics Publishing, San Francisco.

Daosukho S, Kongkeaw A, Oengeaw U, 2012. The Development of Durian Shell


Biochar as a Nutrition Enrichment Medium for Agricultural Purpose : Part 1
Chemical and Physical Characterization. Bull. Appl. Sci, 1(1): 133-141.

Daryono ED, Prasetyo AP, Bahri S, Sista EM, 2020. Produksi Biodiesel tanpa
Gliserol dari Minyak Kelapa Sawit dengan Variasi Massa Co- solvent dan
Waktu Reaksi. Jurnal Teknik Kimia USU, 09(2): 51-56.

Dean JA, 1995. Analytical Chemistry Handbook. Mc Graw Hill Inc.California.

Dehkordi AM, Ghasemi M, 2012. Transesterification of waste cooking oil to


biodiesel using Ca and Zr mixed oxides as heterogeneous base catalysts. Fuel
Processing Technology, 97, 45-51.

Devasan R, Joseph, Ruatpuia, Gouda SP, Kodgire P, Basumatary S, Halder G,


Rokhum SL, 2023. Microwave Assisted Biodiesel Production Using Bio-
30
Waste Catalyst and Process Optimization Using Response Surface
Methodology and Kinetic Study. Scientific Reports, 13: 2570.

Effendy S, Aswan A, Ridwan KA, Zurohaina, Ramadhania N, Amanda TJ, 2020.


Pengaruh Daya Microwave Dalam Proses Pengolahan Minyak Mawar (Rosa
Hybrida) Dan Minyak Ylang-Ylang (Cananga Odorata Genuine) Dengan
Metode Microwave Hydrodistillation. Jurnal Kinetika, 11(03): 20-27.

Fitriani F, Husin H, Marwan M, Nasution F, Zuhra Z, Asnawi TM, Hisbullah H,


2020. Waste Peel of Durian as Solid Cataysts for Biodiesel Production. IOP
Conference Series: Materials Science and Engineering, 845(1): 6–11.

Hadrah, Kasman M, Sari FM, 2018. Analisis Minyak Jelantah Sebagai Bahan Bakar
Biodiesel dengan Proses Transesterifikasi. Jurnal Daur Lingkungan, 1(1): 16.

Hendayana S, 2006. Kimia Pemisahan Metode Kromatografi dan Elektroforesisi


Modern. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Hindryawati N, Alimuddin, 2010. Sintesis Dan Karakterisasi Silika Gel Dari Abu
Sekam Padi Dengan Menggunakan Natrium Hidroksida (Naoh). Jurnal Kimia
Mulawarman, 7: 75-77.

Hudaya T, Wiratama IGP, 2014. Kajian Hidrodeoksigenasi Minyak Biji Kapok


(Ceiba Pentandra) dengan Katalis Ni-Mo/γ-Al2O3 untuk Sintesa
Biohidrokarbon. Universitas Katolik Parahyangan, 1-60.

Irawan MG, Muljana H, Sugih AK, Oemar U, Atin J, 2022. Sintesis polivinil
alkohol tersulfonasi sebagai katalis dalam produksi metil ester: review. Jurnal
Rekayasa Proses, 16(1): 66.

Ismail R, Hasan ZAA, Hassan HA, 2014. Synergy of Palm and Plant Extracts for
Application in Cosmetics. Palm Oil Developments, 61: 16.

Kakaei K, Esrafili MD, Ehsan A, 201. Introduction to Catalysis. Interface Science


and Technology, 27: 1-21.

Khaled DEl, Novas N, Gazquez JA, Garcia RM, Agugliaro FM. 2016. Alcohols and
alcohols mixtures as liquid biofuels: A review of dielectric properties.
Renewable and Sustainable Energy Reviews, 66: 556-571.

Khan Z, Javed F, Shamair Z, Hafeez A, Fazal T, Aslam A, Zimmerman WB,


Rehman F, 2021. Current developments in esterification reaction: A review on
process and parameters. Journal of Industrial and Engineering Chemistry,
103: 80-101.

Khedri B, Mostafaei M, Ardebili SMS, 2019. A review on microwave-assisted


biodiesel production. Energy Sources, Part A: Recovery, Utilization and
Environmental Effects, 41(19): 2377–2395.

Kostas ET, Beneroso D, Robinson JP, 2017. The application of microwave heating
31
in bioenergy: A review on the microwave pre-treatment and upgrading
technologies for biomass. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 77: 12-
27.

Kurniasih E, 2020. Merancang Energi Masa Depan dengan Biodiesel. CV Andi


Offset. Yogyakarta.

Kusuma AC, 2017. Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari Minyak Jelantah
Melalui Proses Esterifikasi Dengan Variasi Persentase Katalis, Waktu, dan
Suhu Reaksi. Jurnal Fakultas Teknik UMP. 4-15.

Lestari DY, 2012. Pemilihan Katalis Yang Ideal. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA, 1-6.

Lestari S, Fitmawati, Wahibah NN, 2011. Keanekaragaman Durian (Durio


Zibethinus Murr.) Di Pulau Bengkalis Berdasarkan Karakter Morfologi.
Buletin Kebun Raya, 14(2): 29-44.

Likozar B, Levec J, 2014. Effect of Process Conditions on Equilibrium, Reaction


Kinetics and Mass Transfer for Triglyceride Transesterification to Biodiesel:
Experimental and Modeling Based on Fatty Acid Composition. Fuel Process.
Technol, 122: 30-41.

Likozar B, Pohar A, Levec J, 2016. Transesterification of Oil to Biodiesel in a Con-


tinuous Tubular Reactor With Static Mixers: Modelling Reaction Minetics,
Mass Transfer, Scale-up and Optimization Considering Fatty Acid
Composition. Fuel Process. Technol, 142: 326p336.

Liu X, He H, Wang Y, Zhu S, Piao X, 2008. Transesterification of soybean oil to


biodiesel using CaO as a solid base catalyst. Fuel, 87(2): 216-221.

Lumbantoruan DIP, Ginting S, Suhaidi I, 2014, Pengaruh Konsentrasi Bahan


Pengendap dan Lama Pengendapan Terhadap Mutu Pektin Hasil Ekstraksi dari
Kulit Durian. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pert, 2 : 58-64.

Mahlia TMI, Syazmi ZAHS, Mofijur M, Abas AEP, Bilad MR, Ong HC, Silitonga
AS, 2020. Patent landscape review on biodiesel production: Technology
updates. Renewable and Sustainable Energy Reviews, 118: 109526.

Marchetti JM, 2008. Esterification of free fatty acids using sulfuric acid as catalyst
in the presence of triglycerides. Biomass and Bioenergy, 32(9): 892-895.

Mathiyazhagan M, Ganapathi A, 2011. Factors Affecting Biodiesel Production.


Research in Plant Biology, 1(2): 1-5.

Megat S, Mohsin N, Ismail, Raman A, Aldrin Z, Hasan A, Idris Z, 2018. Palm-


based Methyl Esters as Carrier Solvents in Pesticide Formulations. Malaysian
Palm Oil Board, 6: 32-37.

Murgianto F, Edyson E, Ardiyanto A, Putra SK, Prabowo L, 2021. Potential


32
Content of Palm Oil at Various Levels of Loose Fruit in Oil Palm Circle.
Jurnal Agro Industri Perkebunan, 91-98.

Navia ZI, Chikmawati T, 2015. Durio tanjungpurensis (Malvaceae), a new species


and its one new variety from West Kalimantan, Indonesia. Bangladesh Journal
of Botany, 44(3): 429-436.

Nenobahan MA, Ledo MES, Nitsae M, 2020. Pembuatan Biodiesel Minyak


Jelantah Menggunakan Biokatalis Ekstrak Kasar Lipase Dari Biji Kesambi
(Schleichera oleosa L). Jurnal Saintek Lahan Kering, 3(1): 20-25.

Othman N, Tahir MS, Joremi L, 2022. On the duration of trade competitiveness:


the case of the Malaysian palm-based oleochemical industry. Heliyon, 8(11):
11903

Pambudi A, Farid M, Nurdiansah H, 2017. Analisa Morfologi dan Spektroskopi


Infra Merah Serat Bambu Betung (Dendrocalamus Asper) Hasil Proses
Alkalisasi Sebagai Penguat Komposit Absorbsi Suara. Jurnal Teknik ITS, 6(2):
441-444.

Parhusip R, Iswahyudi, Miskah,S, 2012. Pengaruh Waktu Reaksi Dan Penambahan


Katalis Pada Pembuatan Gliserol Monooleat Dari Gliserol Dan Asam Oleat.
Jurnal Teknik Kimiat. 18(1): 54-59.

Patmasari N, Amarullah A, 2020. Kajian Penggunaan Beberapa Bahan Alami


Sebagai Sumber Zpt Dan Metode Sayatan Terhadap Sambung Pucuk Durian
(Durio zibethinus Murr.). J-PEN Borneo : Jurnal Ilmu Pertanian, 3(1): 5-6.

Permatasari R, 2015. Distribusi Temperatur Pada Microwave menggunakan


Metode CFD. Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIV (SNTT M XIV),
1: 1-5.

Prasetya E, 2012. Regenerasi Katalis Campuran Al2O3 Dan Hzsm-5 Melalui Reaksi
Oksidasi Berbasis Udara Bebas Dari Reaksi Etanol Menjadi Hidrokarbon.
[Skripsi]. Jawa Barat: Universitas Indonesia.

Pratono A, 2021. Rancang Bangun Alat Pengontrolan Motor DC Pada Alat


Produksi Biodiesel Dari Minyak Jelantah Berbasis Arduino Mega [Tugas
Akhir]. Sumatera Utara: Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.

Rabiu A, Elias S, Oyekola O 2018. Oleochemicals from palm oil for the petroleum
industry. In. Waisundara V, (Ed). Palm oil. InTech, London.

Ritonga MY, Putra A, 2015. Pembuatan Biodiesel Dari Rbdpo Dengan Katalis
Cangkang Kepah. Jurnal Teknik Kimia USU, 4(2): 20.

Sari NW, Fajri MY, Anjas, 2018. Analisis Fitokimia dan Gugus Fungsi dari Ekstrak
Etanol Pisang Goroho Merah (Musa acuminate (L)). Ijobb, 2(1): 31.

Seres AB, Ducza E, Bathori M, Hunyadi A, Beni Z, Dekany M, Hajagos TJ, Verli
33
J, Gaspar R, 2014. Androgenic effect of honeybee drone milk in castrated rats:
Roles of methyl palmitate and methyl oleate. Journal of Ethnopharmacology,
153: 446-453.

Setyaningsih LWN, Rizkiyaningrum UM, Andi R, 2017. Pengaruh Konsentrasi


Katalis Dan Reusability Katalis Pada Sintesis Triasetin Dengan Katalisator
Lewatit. Teknoin, 23(1): 56-62.

Shah SIA, Kostiuk LW, Kresta SM, 2012. The effects of mixing, reaction rates, and
stoichiometry on yield for mixing sensitive reactions - Part I: Model
development. International Journal of Chemical Engineering, 2012:6.

Sirisomboonchai S, Abuduwayiti M, Guan G, Samart C, Abliz S, Hao X, Kusakabe


K, Abudula A, 2015. Biodiesel Production From Waste Cooking Oil Using
Calcined Scallop Shell as Catalyst. Energy Conversion and Management, 95:
242-247.

Sitepu MP, 2023. Pembuatan Metil Ester Asam Lemak Dari Minyak Oleat Dengan
Katalis Abu Kulit Durian Dan Radiasi Microwave [Skripsi]. Sumatera Utara:
Universitas Sumatera Utara.

Suhenda SS, 2005. Prospek Pemanfaatan Oleokimia Berbasis Minyak Sawit pada
Industri Makanan dan Minuman. Seminar Nasional Pemanfaatan OIeokimia
Berbasis Minyak Sawlt Pada Berbagai Industri, 1-5.

Suryani A, Suprihatin S, Lubis RR, 2014. Penggunaan Model Pengaduk Pitched


Blade Turbin Dan Five Blade Turbin Pada Produksi Biodiesel Dari Residu
Minyak Dalam Tanah Pemucat Bekas (Sbe) Secara in Situ. Jurnal Teknologi
Industri Pertanian, 24(1): 72-81.

Syamsul, 2010. Botani Tanaman Durian (Durio zibethinus Murr.). Repository


Uma.Ac, 20-29.

Thomas AO, Leahy MC, Smith JWN, Spence MJ, 2017. Natural attenuation of fatty
acid methyl esters (FAME) in soil and groundwater. Quarterly Journal of
Engineering Geology and Hydrogeology, 50(3): 301-317.

Tierney JP, Lidström P, 2009. Microwave Assisted Organic Synthesis. CRC


Press.Canada.

Wei Y, Li G, Lv Q, Cheng C, Guo H, 2018. Epoxidation of Methyl Oleate and


Unsaturated Fatty Acid Methyl Esters Obtained from Vegetable Source over
Ti-Containing Silica Catalysts. Ind Eng Chem Res 57: 16284-16294.

Wibowo ADK, Yoshi LA, Handayani AS, Joelianingsih, 2021. Synthesis of


polymeric surfactant from palm oil methyl ester for enhanced oil recovery
application. Colloid Polym Sci, 299: 81-92.

Wibowo TY, Astuti, Yohanes H, Maisaro, 2014. Uji Kompatibel Epoksi Metil

34
Oleat Turunan Minyak Sawit sebagai Plasticizer Plastik Kantong Darah. Pusat
Teknologi Agroindustri. 3(2): 1-6.

Widiya, Idral, Zultiniar, 2013, Pengaruh Suhu dan Waktu Destilasi Terhadap
Komposisi Kimia Asap Cair Dari Kulit Durian. Jurnal Online Mahasiswa
Fakultas Teknik Universitas Riau, 1:01.

Xiang Y, Xiang Y, Wang L, 2017. Microwave Radiation Improves Biodiesel Yields


from Waste Cooking Oil in the Presence of Modified Coal Fly Ash. Journal
of Taibah University for Science, 11(6): 1019-1029.

Zaki M, Asnawi TM, Husin H, Ramli S, Sofyana, Hasfita F, Karo karo JA, 2019.
Jurnal Litbang Industri. Jurnal Litbang Industri, 9: 127–133.

Zarli A,2019. Oleochemicals: All time players of green chemistry. Studies in


Surface Science and Catalysis, 179: 77-95.

Zhang H, Ding J, Zhao Z, 2012. Microwave assisted esterification of acidified oil


from waste cooking oil by CERP/PES catalytic membrane for biodiesel
production. Bioresource Technology, 123: 72–77.

35

Anda mungkin juga menyukai