Disusun Oleh:
Izdihar Nurnafisah
Mina Marlina
Vidyatami Hanum Pratiwi
Nadia Fitriana
Diah Asih Asmara
C34110015
C34110015
C34110023
C34110024
C34110066
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Paradigma pembangunan energi sudah berubah. Persoalan energi bukan
hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun harus menjadi tanggung jawab
bersama seluruh elemen masyarakat. Masyarakat sebagai pengguna energi juga
memiliki tanggung jawab dalam menciptakan ketahanan energi nasional.
Persoalan energi harus menjadi upaya bersama dan tidak dapat dibebankan pada
salah satu pihak. Upaya yang dilakukan pemerintah melalui penghematan
penggunaan energi hanya akan berhasil jika didukung oleh seluruh masyarakat.
Permasalahan lain yang timbul dari energi adalah ketidakseimbangan permintaan
dan penawaran serta akses terhadap sumberdaya energi. Berbagai faktor yang
menciptakan ketidakseimbangan tersebut antara lain adalah pesatnya laju
pertambahan penduduk dan masifnya industrialisasi dunia.
Penggunaan bahan bakar fosil terus meningkat, salah satunya untuk
memenuhi kebutuhan bahan bakar kendaraan bermotor. Sampai tahun 2008
jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 65 juta buah atau naik sekitar
11,5% dari tahun sebelumnya (BPS 2010). Akibatnya konsumsi bahan bakar
minyak (BBM) terus meningkat, sehingga memacu peningkatan produksi BBM.
Data produksi BBM selama tiga tahun terakhir dari tahun 2007 sampai 2009
adalah 244,4 juta barrels; 251,5 juta barrels; dan 254,9 juta barrels (DESDM
2010). Data Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral juga menunjukkan
bahwa cadangan minyak bumi Indonesia hanya cukup untuk 18 tahun ke depan,
sementara cadangan gas bumi masih mencukupi untuk 61 tahun ke depan dan
cadangan batu bara baru habis dalam waktu 147 tahun lagi (DESDM 2005).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil
di antaranya pengembangan energi alternatif yang terbarukan. Energi alternatif
yang telah dikembangkan adalah energi surya, angin, gelombang, dan nuklir.
Selain itu energi alternatif yang berasal dari tumbuhan dan hewan memiliki
potensi yang bagus untuk dikembangkan, seperti bioetanol dari singkong, biogas
dari limbah pertanian, dan biodiesel yang berasal dari jarak, sawit, minyak
jelantah, dan minyak ikan.
METODE
Pembuatan Biodiesel
Bahan yang digunakan adalah limbah minyak ikan hasil samping
pengalengan, metanol, asam sulfat, aquades, NaOH, dan HCl. Alat yang
digunakan adalah pemanas, erlenmeyer, water bath, dan rotary evaporator. Proses
pembuatan biodiesel terdiri dari tahap dehidrasi, esterifikasi dan transesterifikasi
(Costa JF et al. 2013).
Dehidrasi: Pemanasan minyak ikan dengan suhu sekitar 100 C sampai beratnya
konstan. Esterifikasi: Minyak ikan hasil dehidrasi ditempatkan ke dalam reaktor
kemudian ditambahkan metanol dan katalis (asam sulfat). Reaksi esterifikasi
menggunakan 90 g minyak ikan, 1- 3 % katalis dan jumlah metanol dengan
minyak ikan adalah 6:1. Reaksi dilakukan pada suhu 65 C selama 1 jam.
Setelah reaksi, kemudian dilakukan evaporasi pada rotary evaporator
untuk menghilangkan metanol dan produk dicuci dengan menggunakan aquades
(dalam volume yang sama) sebanyak empat kali. Produk akhir dilakukan
pemanasan pada sekitar suhu 100 C sampai beratnya konstan.
Transesterifikasi: tahap ini menggunakan peralatan yang sama dengan proses
esterifikasi. Reaksi tersebut menggunakan 1% NaOH, jumlah rasio metanol
dengan minyak ikan adalah 6: 1, dengan suhu 65 C selama 1,5 jam. Reaksi ini
dilakukan dua tahap, yang masing-masing dilakukan selama 45 menit. Setelah
reaksi pertama, gliserol dipisahkan dan sisa larutan metanol ditambahkan untuk
melakukan 45 menit reaksi tahap kedua.
Produk akhir didekantasi semalam. Penjernihan biodiesel dilakukan
dengan destilasi menggunakan tekanan untuk mengilangkan metanol diikuti
dengan pencucian sebanyak satu kali dengan larutan asam klorida 0,2 % dari
produk dan pencucian sebanyak tiga kali dengan aquades (dalam volume yang
sama), kemudian dilakukan pemanasan dengan suhu 100 C sampai beratnya
konstan untuk menghilangkan air. Proses pembutan biodiesel dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
Minyak ikan
Gliserol
Biodiesel
Pemurnian
Gambar 1 Proses pembuatan biodiesel dari minyak ikan
dengan HCl 0,5 M dalam metanol yang sebelumnya untuk mengetahui sisa KOH
yang tidak tereaksikan. Jumlah KOH mula-mula diketahui melalui titrasi blanko
dengan cara sama (Kusumaningsih et al. 2006).
Pengukuran parameter biodiesel
Pengukuran parameter biodiesel dilakukan pada minyak jarak sebelum reaksi
transesterifikasi dan ester hasil reaksi transesterifikasi. Pengukuran tersebut
meliputi pour point, kinematic viscosity, water content dan conradson carbon
residue (Kusumaningsih et al. 2006).
KAJIAN PUSTAKA
Biodiesel
Biodiesel adalah fatty acid methyl ester (FAME) yang dihasilkan dari
reaksi transesterifikasi trigliserida (minyak) dengan alkohol ringan menggunakan
katalis basa. Alkohol yang digunakan biasanya metanol atau etanol, sedangkan
katalis yang digunakan adalah KOH, NaOH atau senyawa basa yang lain.
Transesterifikasi adalah proses mereaksikan trigliserid dengan kelebihan alkohol
menggunakan NaOH sebagai katalis untuk menghasilkan ester asam lemak dan
gliserol. Trigliserida yang pertama dikurangi menjadi digliserida, maka digliserida
dikurangi menjadi monogliserida, monogliserida ini akan menghasilkan asam
lemak metil ester (Wu et al. 2014).
Biodiesel mempunyai potensi untuk dikembangkan karena teknologi
pembuatannya sederhana serta sumber bahan baku yang mudah didapat. Selain itu
penggunaan biodiesel cukup mudah sebagai bahan bakar mesin diesel. Biodiesel
merupakan bahan bakar alternatif yang produksinya dapat diperbaharui. Biodisel
diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui
esterifikasi dengan alkohol (Fatmawati dan Shakti 2013). Minyak nabati dapat
diperoleh dari minyak sawit atau minyak jarak. Sedangkan minyak hewani dapat
diperoleh dari minyak ikan.
Dewasa ini biodiesel diminati untuk digunakan sebagai alternatif bahan
bakar diesel karena alasan berikut ini (Fan dan Burton 2009):
1. dapat mengurangi ketergantungan impor minyak mentah dan meningkatkan
keamanan energi.
2. Energi dapat diperbaharui dan diinvestasikan
3. dapat mengurangi efek rumah kaca dan memiliki emisi berbahaya yang lebih
rendah.
4. Bersifat bidegradable dan nontoksik
5. dapat membantu meningkatkan ekonomi pedesaan karena surplus pertanian
digunakan sebagai bahan baku.
Biodiesel memiliki karakteristik sebagai bahan bakar yang penting karena
biodegradabilitasnya tinggi, baik untuk dijadikan pelumas, tidak menghasilkan
Nitrat
Polyaromatic
Hidrokarbon
(NPAH)
yang
merupakan
senyawa
cara,
pemisahan minyak
dilanjutkan
(Rasyid 2003).
Minyak ikan dapat dimanfaatkan sebagai biodiesel karena mengandung
asam lemak bebas. Peningkatan asam lemak bebas secara cepat terjadi karena
adanya enzim lipase aktif pada saat proses pembuatan minyak ikan menjadi
laut seperti
tuna,
Result
General characteristics
Dark
brown,
viscous
liquid
with
distinctive smell
Water content (wt.%)
0.05-0.26
-1
0.1-28.4
88a
875.3-978.9
39.71-40.21
Flash point ( C)
156.0-178.5
o
2 -1
3.883-4.360
mengganggu
proses pemurnian
digunakan sebagai katalis karena mereka bereaksi untuk menetralkan FFA dalam
minyak (Vicente et al. 2004).
Transesterifikasi merupakan tahap konversi dari trigliserida menjadi etil
ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu
gliserol. Jenis alkohol yang paling umum digunakan adalah methanol, karena
harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut
metanolisis). Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa
adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan
dengan lambat ( Mittlebatch 2004). Tiga jenis katalis yang dapat digunakan untuk
proses transesterifikasi yaitu alkali kuat, asam kuat, dan enzim. Alkali kuat sering
digunakan sebagai katalis dalam proses transesterifikasi karena waktu reaksi lebih
cepat dan jumlah katalis yang diperlukan lebih sedikit (Zhang et al. 2003). Reaksi
transesterifikasi antara trigliserida dan methanol menjadi metal ester dapat dilihat
pada gambar di bawah ini:
TG + 3 ROH
katalis
3 FAME + 3 GI
K1
TG + ROH
DG + FAME
K2
DG + ROH
K3
MG + FAME
K4
K5
GL + FAME
MG + ROH
Keterangan notasi :
K6
TG
: Trigliserida
GL : Gliserida
GL
: Gliserol
ROH : Alkohol
DG
: Digliserida
FAME : Biodiesel
MG : Monogliserida
k
Method
Standard
from fish oil
from used
cooking oil
Acid number, mg /g
D664
max 0.50
0.26
0.23
Flash point,
D93
min 93
>130
>130
D2709
max 0.05
methanol, vol. %.
EN 14110
max 0.2
0.038
0.029
D6584
max 0.24
0.151
0.126
D6584
max 0.02
0.005
soap, ppm
AOCS Cc1795
test
Content
water plus sediment, vol.
%
moisture, ppm
D6304
same
619
319
sulfur, ppm
D4294
max 15
2.9
2.3
Supplement to
max 360
473
128
ASTM D6751
Cloud point,
D2500
test
11
EP (90 %)
D1140
max 360
348
339
Oxidation stability, h
EN14112
min 3
0.4
12
Water Content
Biodiesel yang terkontaminasi dengan air dapat menyebabkan korosi
mesin atau reaksi dengan gliserida untuk menghasilkan sabun dan gliserol. Air
juga dapat berfungsi sebagai media pertumbuhan bakteri, yang menyebabkan
penyumbatan dalam penyaringan.
Acid Number
Jumlah asam, dinyatakan sebagai miligram kalium hidroksida per gram
sampel, adalah ukuran dari zat asam dalam minyak. Hal ini digunakan sebagai
panduan dalam kontrol kualitas serta dalam memantau degradasi minyak selama
penyimpanan. Jumlah asam biodiesel kurang dari 0,5 mg KOH/g yang ditentukan
sebagai nilai maksimum sesuai ASTM D 6751.
Cold Soak Filtration
Tes ini adalah evaluasi kualitatif yang dirancang untuk meniru kinerja
biodiesel dalam cuaca dingin. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi dingin
rendam hasil filtrasi, termasuk pilihan dan kualitas bahan baku dan pemurnian
pendekatan.
Methanol Content
Pemantauan sisa metanol dalam biodiesel adalah masalah keamanan
karena bahkan sejumlah kecil dari material ini dapat mengurangi titik nyala
biodiesel. Selain itu, sisa metanol dapat mempengaruhi pompa bahan bakar, segel,
dan elastomer, sehingga sifat pembakaran miskin.
Free and Total Glycerol
Bahan bakar dengan gliserol bebas yang berlebihan dapat meningkatkan
aldehida dan emisi akrolein dan biasanya akan menyebabkan masalah dengan
dan
dilanjutkan
mempunyai
kualitas
sesuai
transesterifikasi.
standar
biodiesel
Biodiesel
yang
dihasilkan
SNI 04-7128-2006
yang
Parameter Uji
Hasil
Standar
Satuan
0.8735
0.850-0.900
g/mL
<0,05
Maks. 0.05
%v
Bilangan saponifikasi
182.16
Mg KOH/g
0.188
Maks. 0.8
Mg KOH/g
0.0051
Maks. 0.02
%w
0.138
Maks. 0.24
%w
Kandungan ester
98.51
Min. 95
%w
Titik nyala
166
Min. 100
Kualitas biodiesel yang dihasilkan dari limbah minyak ikan dan European
Biodiesel Standard (EN 14214) terdapat pada Tabel 4.
Tabel 4 Kualitas biodiesel dari limbah minyak ikan dengan standar EN 14214
Parameter
Results
EN 14214
Aspect
NA
619a
500
0.26-1.19
0.50
860-889
860-900
Cetane number
50.9b
51.0
103-220
101oC
-1
3.50-5.00
96.5
95.74-100.00
biodiesel memiliki nilai yang bervariasi dan terdapat beberapa yang tidak sesuai
dengan standar. Hal tersebut disebabkan karena kualitas minyak ikan tergantung
pada prosedur pemurnian dan penyimpanan (Costa JF et al. 2013). Oleh karena
itu, diperlukan studi lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas biodiesel.
Komposisi biodiesel yang bervariasi disebabkan oleh karakteristik minyak
ikan dan asam lemak yang terkandung dalam limbah minyak ikan yang
digunakan. Sedangkan parameter kunci dari kualitas biodiesel adalah pada proses
pembutan biodiesel seperti pada proses pretreatment dan konsentrasi katalis
selama esterifikasi asam, sehingga harus dipelajari dan dioptimalkan (Dias JM et
al. 2009).
Biodiesel dari minyak ikan laut memiliki sejumlah asam lebih besar dari
biodiesel komersial. Cvengros dan Cvengrosova menemukan bahwa jumlah asam
dari biodiesel meningkat 3 mg KOH/g/1% kadar air dalam minyak mentah. Kadar
air dalam minyak mentah menyebabkan bilangan asam lebih besar untuk
biodiesel. Biodiesel minyak ikan laut memiliki angka asam yang lebih besar
dibandingkan biodiesel mentah minyak ikan. Biodiesel minyak ikan mengandung
20% asam lemak tak jenuh pada ikatan rantai karbon ganda seperti EPA dan
DHA.
Nilai peroksida umumnya untuk menentukan tingkat oksidasi bahan bakar.
Nilai peroksida akan meningkat seiring dengan peningkatan oksidasi. Biodiesel
minyak ikan laut yang disimpan pada suhu ruang 25
menghasilkan nilai
peroksida yang meningkat secara signifikan dari 12,4 meq/kg pada hari pertama
dan menjadi 37,3 meq/kg pada hari kesepuluh. Nilai peroksida biodiesel minyak
ikan lebih rendah dibandingkan biodiesel komersial, karena asam lemak jenuh
lebih besar dan stabilitas oksidasi lebih tinggi.
Berat jenis biodiesel umumnya berkisar antar 0,86-0,90. Berat jenis dari
biodiesel minyak ikan sebesar 0,91 dan hasilnya lebih besar dari biodiesel
komersial. Knothe menyatakan bahwa proporsi asam lemak jenuh yang lebih
tinggi dengan rantai karbon yang lebih panjang menyebabkan peningkatan
viskositas kinematik. Hasil dari biodiesel minyak ikan yang memiliki 37,06% dan
37,3% asam lemak jenuh dengan rantai panjang (C20-C22) memiliki viskositas
berhubungan dengan titik didih bahan bakar cair dan secara signifikan akan
mempengaruhi pembakaran karakteristik mesin diesel. Suhu distilasi yang lebih
tinggi akan mempercepat pengapian bahan bakar dan mengurangi probabilitas di
mesin diesel (Zheng dan Hanna 1996).
Heating value adalah entalpi setelah reaksi pembakaran bahan bakar pada
tekanan yang konstan. Semakin tinggi nilai kalor bahan bakar, semakin rendah
konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan untuk tenaga mesin. Monyem dan Van
Gerpen menyatakan bahwa biodiesel memiliki nilai kalor yang rendah yaitu 12,714,7%
Jumlah cetane atau indeks setana digunakan untuk menunjukkan kualitas
pengapian bahan bakar diesel. Graboski dan McCormick (1998) menyatakan
bahwa indeks setana biodisel dari minyak kedelai berkisar antar 45,7-56,4. Indeks
setana dari biodisel minyak ikan adalah 50,9 lebih besar dari indeks setana
biodiesel komersial. Hal ini dikarenakan biodiesel minyak ikan mengandung
37,06% asam lemak jenuh yang mengakibatkan peningkatan indeks setana. Titik
nyala biodiesel minyak ikan adalah 103
biodiesel komersial. Hal ini kemungkinan dikarenakan biodiesel minyak ikan laut
masih terdapat kandungan metanol.
Bahan bakar cair dengan titik nyala yang tinggi dapat mencegah auto
ignition dan bahaya kebakaran pada suhu tinggi selama penyimpanan. Kuantitas
residu karbon yang dilepaskan setelah pembakaran dari biodiesel minyak ikan
adalah 0,76%. Adanya kotoran, abu, dan aditif dalam bahan bakar cair dapat
mempengaruhi kuantitas residu karbon setelah pembakaran. Pada saat
pembakaran, biodiesel minyak ikan menghasilkan residu karbon lebih banyak
dibandingkan biodiesel komersial, kemungkinan dikarenakan minyak ikan yang
terbuat dari soapstock yang memiliki kandungan kotoran berlebih. Biodiesel
komersial memiliki residu karbon yang rendah karena mengandung tingkat
oksigen elemental yang lebih tinggi
biodiesel minyak ikan hanya 7,19% (Yuan Lin dan Rong JL 2008).
Aplikasi
Biodiesel merupakan alternatif yang paling dekat untuk menggantikan
bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena ia
merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol di
mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan
infrastruktur sekarang ini.
Biodiesel digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM untuk
mesin diesel. Biodiesel dapat diaplikasikan dalam bentuk 100% (B100) atau
dicampur dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (BXX), seperti
10% biodiesel dicampur dengan solar 90% yang dikenal dengan nama B10
(Hambali 2007). Biodiesel dari minyak ikan mempunyai kualitas yang dapat
dipakai sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Biodiesel dari minyak ikan
mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan dengan biodiesel dari produk
tumbuhan. Biodiesel dari minyak ikan menghasilkan emisi gas buang yang kecil
dibandingkan dengan biodiesel dari tumbuhan (Molin dan Ledebjer 2009).
Biodiesel dari limbah perikanan juga tidak memberi kan dampak terhadap
pencemaran lingkungan seperti pembentukan gas rumah kaca, photochemical
oksidasi, pembentukan hujan asam, dan perusakan lapisan ozon. Penelitian
Raheman dan Phadatare (2004) menunjukkan bahwa pengunaan biodiesel dan
campuran biodiesel dengan solar dapat mereduksi emisi CO dan oksida nitrogen.
PENUTUP
Pemanfaatan limbah perikanan merupakan salah satu upaya yang
mendukung kegiatan Zero Waste. Selain dengan maksud untuk mengurangi
dampak pencemaran bau dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan, ternyata
dampak positif lain juga dihasilkan dari produknya, yaitu biodiesel yang
merupakan energi ramah lingkungan. Sumber utama limbah cair industri
perikanan adalah air proses (pencucian, sisa pemasakan dan pengepresan ikan)
yang mengandung banyak bahan organik terlarut, padatan tersuspensi dan terlarut,
nutrien, dan minyak. Limbah cair industri perikanan salah satunya adalah minyak
ikan. Proses pembuatan biodiesel terdiri dari tahap dehidrasi, esterifikasi dan
transesterifikasi. Pembuatan biodiesel dari limbah minyak ikan terdapat dua reaksi
yaitu, esterifikasi dan transesterifikasi. Esterifikasi biasanya dilakukan jika
minyak yang digunakan mengandung asam lemak bebas tinggi. Efisiensi proses
produksi biodiesel diperoleh dari reaksi kinetika dimana tetapan laju reaksi
transesterifikasi sangat tergantung pada suhu, katalis, dan intervensi
lain.
Peningkatan suhu pada proses produksi biodiesel akan mengakibatkan tetapan laju
reaksi menjadi besar. Efisiensi proses produksi biodiesel diperoleh dari kinetika
reaksi di mana tetapan laju reaksi transesterifikasi sangat tergantung pada suhu,
katalis, dan intervensi lain. Minyak ikan dapat dimanfaatkan sebagai biodiesel
karena mengandung asam lemak bebas. Peningkatan asam lemak bebas secara
cepat terjadi karena adanya enzim lipase aktif pada saat proses pembuatan minyak
ikan menjadi biodiesel. Penggunaan limbah minyak ikan sebagai bahan
pembuatan biodiesel ini berpotensi untuk mengurangi biaya produksi. Biodiesel
dari minyak ikan mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan dengan biodiesel
dari produk tumbuhan. Biodiesel dari minyak ikan menghasilkan emisi gas buang
yang kecil dibandingkan dengan biodiesel dari tumbuhan. Biodiesel dari limbah
perikanan juga tidak memberikan dampak terhadap pencemaran lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Aro T, Tahvonenr, Mattilat, Nurmij, Sivonent, Kallioh. 2000. Effects of season
and processing on oil content and fatty acids of baltic herring (Clupea
harengus membras). Jagric Food Chem. 48 (12) : 608593.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Perkembangan jumlah kendaraan bermotor
menurut jenis.http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1
&id_subyek=17¬ab=12. (8 November 2014).
Cherng-Yuan L dan Hsiu-An L. 2006. Diesel engine performance and emission
characteristics of biodiesel produced by the peroxidation process. Fuel 85:
298-305.
Chiou B, El-Mashad HM, Avena-Bustillos RJ, Dunn RO, Bechtel PJ, McHugh
TH. 2008. Biodiesel from waste salmon oil. Trans ASABE 51:797-802.
Costa JF, Almeida MF, Alvim-Ferraz MCM, Dias JM. 2013. Biodiesel production
using oil from fish canning industry wastes. Energy Conversion and
Management. 74 : 1723
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM).2005. Pergeseran
kebijakan
energi
akan
menguntungkan
Sumatera
Selatan.
http://dbm.djmbp.esdm.go.id/old/portaldpmb/modules/_news/news_detail.
php?_id=1518. (8 November 2014).
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM).2010. Direktorat
Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Produksi & spesifikasi, Produksi BBM,
http://www.migas.esdm.go.id/. (8 November 2014).
Dias JM, Alvim-Ferraz MCM, Almeida MF. 2009. Production of biodiesel from
acid waste lard. Bioresour Technol. 100:635561.
Dorado MP, E Ballesteros, JM Arnal, J Gomez, FJ Lopez. 2003. Exhaust
emissions from a diesel engine fueled with transesterified waste olive oil. J
Fuel 82:13111315.
El-Mashad H M, Zhang R, Avena-Bustillo R J. 2008. A two-step process for
biodiesel production from salmon oil. Biosystems Engineering 99: 220
227.
Fan X and Burton R. 2009. Recent development of biodiesel feedstocks and the
applications of glycerol: A review. Open Fuels Energy Sci. J. 2: 100-109.
FAO-Food and Agriculture Organization. 2006. The State of World fisheries and
aquaculture. Rome.
FAO-Food and Agriculture Organization. 2008. Food outlook, global market
analysis. Rome.
Fatmawati D dan Shakti PD. 2013. Reaksi metanolisis limbah minyak ikan
menjadi metil ester sebagai bahan bakar biodiesel dengan menggunakan
katalis NaOH. Jurnal Tekbologo Kimia dan Industri. 2(2) : 68-75.
Gerpen JV. 2005. Biodiesel processing and production. Fuel Process Technol
86:1097-107
Hambali 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
Helwani Z, Othman MR, Aziz N, Fernando WJN, Kim J. 2009. Technologies for
production of biodiesel focusing on green catalytic techniques. Fuel
Process Technol 90:1502-14.
Irianto HE dan Giyatmi S. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Edisi
2. Penerbit Universitas Terbuka.
Kaban J dan Daniel. 2005. Sintesis n-6 etil ester asam lemak dari beberapa
minyak ikan air tawar. Jurnal Komunikasi Penelitian 17 (2): 1622.
Knothe G. 2005. Dependence of biodiesel fuel properties on the structure of fatty
acid alkyl esters. Fuel Processing Technology 86: 1059 1070.
Kusumaningsih T, Pranoto, Saryoso R. 2006. Making biodiesel from jatropha oil:
effect of temperature and KOH concentration on the transesterification
reaction based on base catalysts. Bioteknologi 3(1): 20-26.
Meher LC, Vidya Sagar D, Naik S N. 2006. Technical aspects of biodiesel
production by transesterification: a review. Renewable and Sustainable
Energy Reviews 10(3): 248268.
Mittlebach M dan Remschmidt C. 2004. Biodiesel The Comprehensive
Handbook. Vienna: Boersedruck Ges.m.bH.
Molin, J. and Ledebjer, S. 2009. Evaluation of Biodiesel as Heating Fuel.
Linkopings Universitet, Linkoping, 1417.
Piccolo, T. 2009. Framework analysis of fish waste for biodiesel production.
www.aquaticbiofuel.com. (8 November 2014).
Raheman H dan Phadatare AG. 2004. Emissions and performance of diesel engine
from
blends
of
karanja
methyl
ester
and
diesel.
http://earthbioenergy.com/Pongamia%20Biodiesel%201.pdf. (8 November
2014).
Rasyid A. 2003. Isolasi asam lemak tak jenuh omega 3 dari ikan lemuru.
Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional. BPPT.
Reyes JF dan Sepulveda MA. 2006. PM-10 emissions and power of a Diesel
engine fueled with crude and refined Biodiesel from salmon oil. Fuel 85:
1714-1719.
Rhesa P, Putraarni P, dan Mahfud. 2012. Pembuatan biodiesel secara batch dengan