Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan tujuan perancangan


Salah satu kekayaan alam yang memiliki nilai strategis bagi pembangunan
nasional secara berkelanjutan adalah energi. Hingga detik ini, permasalahan
terkait energi tidak henti-hentinya menjadi pokok bahasan dunia. Sumber energi
ini sebagian besar, yaitu 85% dari kebutuhan energi diperoleh dari bahan bakar
fosil yaitu minyak, gas, dan batu bara. Sisanya disupplay oleh energi bersumber
dari nuklir, hidroelektrik, dan energi terbarukan. Sebagian kecil kebutuhan energi
dipenuhi oleh panas matahari, energi angin, dan bio energi.
Sekarang ini cadangan energi fosil di Indonesia dan dunia semakin sedikit
sedangkan jumlah penduduk semakin bertambah. Hal ini akan mengakibatkan
jumlah pengguna kendaraan bermotor yang juga semakin meningkat, sehingga
kebutuhan akan bahan bakar minyak yang bersumber dari fosil semakin
meningkat pula.
Kebutuhan bahan bakar fosil yang semakin besar merupakan tantangan yang perlu
diantisipasi dengan mencari sumber energi alternatif. Energi fosil merupakan
sumber energi yang tak terbarukan. Butuh waktu jutaan bahkan ratusan juta tahun
untuk mengkonversinya. Oleh karena itu, perlu diambil langkah-langkah untuk
mendapatkan sumber energi alternatif yang bersumber dari energi terbarukan.
Salah satu solusi sumber energi alternatif untuk hal tersebut adalah biodiesel.
Biodiesel atau metil ester merupakan bahan bakar dari minyak nabati dan lemak
hewani yang memiliki sifat menyerupai minyak diesel atau solar. Penggunaan
biodiesel sebagai sumber energi merupakan solusi menghadapi kelangkaan energi
fosil pada masa mendatang. Hal ini karena biodiesel bersifat dapat diperbarui

(renewable), dapat terurai (biodegradable) dan memiliki sifat pelumasan terhadap


piston mesin karena termasuk kelompok minyak tidak mengering (non-drying oil)
dan mampu mengurangi emisi karbon dioksida dan efek rumah kaca. Biodiesel
juga bersifat ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh
lebih baik dibandingkan diesel/solar, yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke
number) rendah, terbakar sempurna (clean burning), dan tidak menghasilkan
racun (non toxic) (Anonim, 2014).
Pembuatan biodiesel dari minyak jelantah semakin pesat dengan dilarangnya
pemakaian minyak jelantah untuk campuran makan ternek, karena sifatnya yang
karsinogenik (suatu bahan yang dapat mendorong atau menyebabkan kanker)
(Keputusan Menteri, 2001).
Alasan dikembangkan biodiesel dari minyak jelantah adalah proses ini lebih
ekonomis jika dipandang dari segi biaya bahan baku dibandingnkan menggunkan
minyak sawit murni (CPO), karena minyak jelantah merupakan minyak sisa ayng
kurang termanfaatkan. Hal yang sangat mendukung dalam pengembangan
biodiesel minyak jelantah ini adalah pola konsumsi minyak goreng masyarakat
yang sebagian besar menggunakan minyak goreng kelapa sawit untuk
menggoreng makanan yang akan dikonsumsi. Hal ini merupakan titik awal dalam
penyediaan bahan baku pembuat biodiesel secara kontinu (Beni Satria, 2005).
Tujuan pra rancangan pabrik biodisel dari minyak jelantah ini adalah untuk
memenuhi kebutuhan akan Bahan Bakar Minyak bumi yang semakin menipis.
Sehingga diperoleh energi alternatif yang dapat diperbarui yang ramah lingkungan
untuk memaksimalkan nilai ekonomis dari bahan baku menjadi produk yang lebih
bermanfaat. Selain itu, tujuan pra rancangan pabrik ini adalah untuk menerapkan
disiplin ilmu teknik kimia khususnya perancangan, proses, dan operasi teknik
kimia.

1.2 Lokasi pabrik


Pabrik pembuatan biodiesel dari minyak jelantah ini direncanakan di Kabupaten
Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Dasar pertimbangan yang dilakukan
dalam pemilihan lokasi pabrik tersebut adalah :
a. Bahan baku
Bahan baku utamanya yaitu minyak jelantah yang dapat diperoleh dari
hotel, cafe, dan rumah makan yang ada di Penajam Paser Utara.
b. Transportasi
Penajam Paser Utara merupakan daerah yang mudah dijangkau karena
sarana transportasi darat yang memadai serta terdapat pelabuhan
Buluminung yang akan semakin mempermudah akses pengiriman produk.
c. Kebutuhan air
Penajam Paser Utara dekat dengan air sungai yang dapat memenuhi
kebutuhan air untuk proses, sarana utilitas, dan keperluan domestik.
d. Tenaga kerja
Tenaga kerja termasuk hal yang sangat menunjang dalam operasional
pabrik, tenaga kerja untuk pabrik ini direkrut dari perguruan tinggi lokal
yang ada di Kalimantan Timur, masyarakat sekitar dan perguruan tinggi
lainnya serta tenaga ahli ynag bersal dari daerah sekitar dan luar daerah.
e. Kemungkinan perluasan dan ekspansi
Penajam paser utara masih memiliki banyak lahan kosong, sehingga
perluasan lahan masih dapat dilakukan.
f. Pemasaran
Produk biodiesel dapat diangkut ataupun dikapalkan

dengan mudah

kedaerah pemasaran dalam dan luar negeri. Kebutuhan biodiesel


menunjukkan

peningkatan dari tahun ke tahun, dengan demikian

pemasaran tidak akan mengalami hambatan. Dengan adanya pelabuhan


Bulungan, memudahkan untuk proses pemasaran.

1.3 Kapasitas perancangan

Kebutuhan

biodiesel

cenderung

mengalami

kenaikan

seiring

dengan

meningkatnya kebutuhan akan sarana transportasi dan aktivitas industri di


Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Kebutuhan Biodiesel
Tahun
2010
2011
2012
2013
2014

Kebutuhan biodiesel

Kenaika

(ribu kilometer)*
1076
1297
1641
2079
2734

n (%)
0,17
0,34
0,35
0.39
0,77

*badan pengkaji dan penerapan teknologi, 2013

Untuk dapat memperkirakan kebutuhan biodiesel pada tahun 2020 dapat


menggunakan persamaan garis lurus :
y = ax + b
y = kebutuhan biodiesel
x = tahun
a = gradient garis miring
b = intercept

3000
2500
2000
kebutuhan biodiesel
(ribu kiloliter)

2734
f(x) = 409.8x - 822752.2

1500
1000

1076

1297

2079

1641

500
0
2010

2011

2012
tahun

2013

2014

Grafik 1.1 Proyeksi Kebutuhan Biodiesel


Dari grafik diatas diperoleh persamaan : y = 409,8x 822752
Sehingga pada tahun 2020 kebutuhan biodiesel sebesar 5,044 juta kiloliter atau
sebesar 4.433.676 ton/tahun.
Berdasarkan data diatas, pra rancangan pabrik ini direncanakan berdiri pada tahun
2020 dengan asumsi dapat memenuhi 5% kebutuhan biodiesel dalam negeri
khususnya kawasan Kalimantan Timur. Sehingga pada tahun 2020 pabrik ini
dapat berdiri dengan kapasitas 225.000 ton/tahun.

BAB III
DESKRIPSI PROSES

3.1

Pemilihan proses

Pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan beberapa proses seperti pirolisis,


emulsifikasi, esterifikasi, dan transesterifikasi. Pada Tabel 3.1 menunjukkan
perbandingan dari beberapa proses tersebut.

Tabel 3.1 Perbandingan beberapa proses pembuatan biodiesel


Pirolisis*
Katalis

Emulsifikasi*

Esterifikasi**
Asam
(dalam jumlah
yang besar)

Transesterifikasi***
asam dan basa
(dalam jmlah yang
besar)

300-450 C
9,9-197 atm

1 atm

60-70 C
1 atm

50-120 C
1 atm

10:1 rasio molar


Metanol:FFA

6:1 rasio molar


Metanol:Trigliserida

Struktur
biodiesel yang
dihasilkan mirip
dengan bahan
bakar hasil
minyak bumi.
Viskositas bahan
bakar terlalu
tinggi, abu dan
residu
karbonnya
melebihi nilai
diesel.

Dapat
menurunkan
viskositas
minyak nabati.

SiO2, AL2O3,
MgO

Kondisi operasi:
Temperatur
Tekanan
Rasio umpan

Kelebihan

Kekurangan

*Syah, 2006.
**Kurniasih, 2013.
***Sheehan, 1998.

Banyak
menggunakan
alkohol
sehingga
volalitas tinggi,
titik nyala
rendah.

Yield 95,3%,
biodiesel yang
hasilkan sesuai
dengan standar
mutu biodiesel
Indonesia.
Proses produksi
relatif mahal.
Rendemen
biodiesel
menurun 20-30%.
Waktu reaksi
lebih lama.

Yield 98%, biodiesel


yang hasilkan sesuai
dengan standar mutu
biodiesel Indonesia.

Proses produksi relatif


mahal.
Rendemen biodiesel
menurun 20-30%.
Waktu reaksi lebih
lama.

Pada umumnya, untuk menurunkan kandungan FFA pada minyak jelantah


diperlukan dua tahap konversi yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. Namun,
berdasarkan tabel perbandingan proses diatas dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan dua tahap kurang ekonomis. Dua tahap proses ini dapat
menimbulkan blocking reaksi pembentukan biodiesel, yaitu metanol yang
seharusnya beraksi dengan trigliserida terhalang oleh reaksi pembentukan sabun,
sehingga konsumsi metanol naik dua kali lipat, katalis diperlukan dalam jumlah
besar, sulitnya memisahkan biodiesel dengan gliserol akibat terbentuknya sabun
sehingga rendemen yang dihasilkan menurun.
Oleh karena itu, agar bernilai ekonomis hanya akan digunakan satu tahap konversi
saja yaitu transesterifikasi. Asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak
jelantah merupakan penyebab kerusakan minyak sehingga dapat dihilangkan
dengan menggunakan teknologi mikrofiltrasi. Untuk meningkatkan kuantitas dan
kualitas biodiesel, teknik pemurnian biodiesel menggunakan metode dry washing.
Pelarut yang digunakan adalah metanol karena lebih ekonomis dibandingkan
dengan etanol. Sedangkan katalis yang digunakan adalah basa homogen (NaOH).
Bahan baku yang digunakan adalah minyak jelantah (waste cooking oil). Minyak
jelantah atau minyak goreng bekas memiliki kandungan asam lemak bebas yang
tinggi akibat proses oksidasi, hidrolisis, dan polimerisasi (proses suhu tinggi 170180 C dan waktu yang cukup lama). Proses tersebut menghasilkan senyawasenyawa hasil degradasi minyak seperti keton, aldehid, dan polimer yang dapat
menyebabkan minyak mengalami kerusakan. Kerusakan minyak inilah yang dapat
dihilangkan dengan menggunakan mikrofiltrasi.

3.2

Persiapan bahan baku

Bahan baku yang digunakan

Anda mungkin juga menyukai