Anda di halaman 1dari 8

BIODIESEL

Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkyl ester dari rantai
panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan
terbuat dari sumber terbarui seperti minyak sayur atau lemak hewan.

Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester
yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak
seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel
(solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih
sering digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel
petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.

Biodiesel merupakan kandidat yang paling baik untuk menggantikan bahan bakar
fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena biodiesel merupakan bahan bakar
terbarui yang dapat menggantikan diesel petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual
dengan menggunakan infrastruktur zaman sekarang.

Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika
Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan bakar.
Pertumbuhan SPBU membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan
juga pertumbuhan kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.

(Dedi, 2019)

1.Proses pembuatan minyak nabati menjadi biodiesel.

Minyak nabati merupakan trigliserida melalui reaksi transesterifikasi dengan methanol


akan menghasilkan, gliserin, metil stearate, metil oleate. Metil oleate atau biodiesel dan gliserin
harus dipisahkan melalui suatu tangki-pengendap. Setelah gliserin dipisahkan larutan dicuci
dengan air dan selanjutnya didistilasi sehingga menghasilkan biodiesel sesuai standard yang
diinginkan. Masalah yang timbul pada proses transestrifikasi dengan metoda relative mahal,
disamping itu hasil samping gliserin harus diproses lagi agar dapat dimanfaatkan lagi untuk
industri terkait lainnya. Produk akhir yaitu biodiesel merupakan bahan bakar untuk mesin/motor
menghasilkan emisi NOx lebih sedikit tinggi, tetapi emisi CO yang lebih rendah dibandingkan
dengan emisi yang dihasilkan dalam pemanfaatan BBM.
2.Teknologi Proses Pembuatan Bio-Diesel

Teori Dasar Pembuatan Biodiesel

Di Indonesia terdapat lebih 50 jenis tanaman yang dapat menghasilkan minyak nabati baik
untuk non pangan maupun pangan, (rahayu martini, 2005). Namun hanya beberapa jenis yang
dapat diolah menjadi minyak nabati untuk bahan baku pembuatan biodiesel, hal ini dikarenakan
kurangnya pengetahuan masyrakat untuk mengektraksi minyak nabati yang terkandung didalam
bahan baku tersebut, selain itu juga jumlah produksi nya tanaman terseut yang masih sangat
sedikit.

Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi dimana gliserin
dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua produk yaitu metil esters
(biodiesel)/mono-alkyl esters dan gliserin yang merupakan produk samping.

Bahan baku utama untuk pembuatan biodiesel antara lain : minyak nabati, lemak hewani,
lemak bekas/lemak daur ulang. Semua bahan baku ini mengandung trigliserida, asam lemak bebas
(ALB) dan zat-pencemar dimana tergantung pada pengolahan pendahuluan dari bahan baku
tersebut. Sedangkan sebagai bahan baku penunjang yaitu alkohol. Pada pembuatan biodiesel
dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi, katalis dibutuhkan karena alkohol larut dalam minyak.
Kandungan asam lemak bebas Minyak nabati lebih rendah dari pada lemak hewani, minyak nabati
biasanya selain mengandung ALB juga mengandung phospholipids, phospholipids dapat
dihilangkan pada proses degumming dan ALB dihilangkan pada proses refining.

Produk biodiesel tergantung pada minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku serta
pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut. Alkohol yang digunakan sebagai pereaksi
untuk minyak nabati adalah methanol, namun dapat pula digunakan ethanol, isopropanol atau
butyl, tetapi perlu diperhatikan juga kandungan air dalam alcohol tersebut. Bila kandungan air
tinggi akan mempengaruhi hasil biodiesel kualitasnya rendah, karena kandungan sabun, ALB dan
trigliserida tinggi. Disamping itu hasil biodiesel juga dipengaruhi oleh tingginya suhu operasi
proses produksi, lamanya waktu pencampuran atau kecepatan pencampuran alkohol. Katalisator
dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi berlangsung, umumnya katalis
yang digunakan bersifat basa kuat yaitu NaOH atau KOH atau natrium metoksida. Katalis yang
akan dipilih tergantung minyak nabati yang digunakan, apabila digunakan minyak mentah dengan
kandungan ALB kurang dari 2 %, disamping terbentuk sabun dan juga gliserin. Katalis tersebut
pada umumnya sangat higroskopis dan bereaksi membentuk larutan kimia yang akan dihancurkan
oleh reaktan alkohol. Jika banyak air yang diserap oleh katalis maka kerja katalis kurang baik
sehingga produk biodiesel kurang baik. Setelah reaksi selesai, katalis harus di netralkan dengan
penambahan asam mineral kuat. Setelah biodiesel dicuci proses netralisasi juga dapat dilakukan
dengan penambahan air pencuci, HCl juga dapat dipakai untuk proses netralisasi katalis basa, bila
digunakan asam phosphate akan menghasil pupuk phosphat(K3PO4)

Proses transesterifikasi yang umum untuk membuat biodiesel dari minyak nabati (biolipid)
ada tiga macam yaitu :

1.Transesterifikasi dengan Katalis Basa

2.Transesterifikasi dengan Katalis Asam Langsung

3.Konversi minyak/lemak nabati menjadi asam lemak dilanjutkan menjadi Biodiesel

(Sudrajat, 2003)

Reaksi transesterifikasi banyak dikenal secara komersial dalam reaksi organik industri.
Dalam reaksi ini, suatu ester dikonversi menjadi ester lain dengan mempertukarkan gugus asam
atau gugus alkoholik. Apabila transesterifikasi mempertukarkan gugus alkoholik, maka disebut
reaksi alkoholisis. Dalam alkoholisis, alkohol diberikan berlebih untuk memperoleh yield yang
tinggi dari ester yang diinginkan. Akhir-akhir ini, produksi alkil ester, secara khusus metil ester,
dari minyak tumbuhan (seperti minyak kelapa sawit, minyak jarak pagar) menjadi sangat populer
dalam proses pembuatan biodiesel dari bahan baku terbarukan.

Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan yang biasanya dilakukan secara


sederhana dengan mencampurkan reaktan-reaktan. Reaksi ini berjalan sangat lambat sehingga
diperlukan katalis untuk mempercepat reaksi agar dapat digunakan secara komersial. Penggunaan
katalis hanya mempercepat terjadinya kesetimbangan tetapi tidak dapat menggeser posisi
kesetimbangan. Asam kuat dan basa kuat banyak digunakan sebagai katalis. Untuk meningkatkan
konversi reaksi, perlu diperhatikan beberapa aspek seperti perubahan konsentrasi pereaksi maupun
hasilreaksi, volume, tekanan dan temperatur.
Perbandingan stoikhiometri antara metanol dan trigliserida berdasarkan persamaan reaksi
adalah 3:1. Feedman, et al (1984) mendapatkan kadar metil ester hanya 80% pada reaksi
transesterifikasi selama 60 menit pada temperatur 600C dengan perbandingan tersebut. Upaya
menggeser kesetimbangan dilakukan dengan penambahan konsentrasi pereaksi metanol menjadi
6:1 terhadap trigliserida. Hasilnya menunjukkan kenaikan kadar metil ester mencapai sekitar 98%.
Beberapa peneliti lainnya, seperti Supranto (2002), Darnoko, et al (2000), Chitra, et al (2005)
melakukan penelitian serupa dengan bahan baku berbeda dan menghasilkan kecenderungan yang
sama.

Metode pembuatan biodiesel (metil ester asam lemak) berkualitas tinggi menggunakan dua
tahap transesterifikasi, yang meliputi langkah-langkah berikut: :
 transesterifikasi asam lemak bebas menggunakan metanol dan asam sulfat
 memisahkan lapisan bawah (minyak dan metil ester) dan lapisan atas (metanol sisa dan asam
sulfat) pada akhir proses esterifikasi
 transesterifikasi minyak hasil esterifikasi dengan reaksi alkoholisis tahap pertama
menggunakan metanol dan katalis alkali pada temperatur 300C selama 10 menit, untuk
membentuk produk mentah biodiesel pertama dan gliserol.
 memisahkan gliserol dari produk mentah biodiesel pertama.
 transesterifikasi produk mentah biodiesel pertama dengan reaksi alkoholisis tahap kedua tanpa
penambahan metanol dan katalis alkali pada temperatur 300C selama 10 menit, untuk
membentuk produk biodiesel kedua.
 memisahkan gliserol dari produk mentah biodiesel kedua.
(Setiawan, 2010)

4. KendalaPengembangan Biodisel Di Indonesia

Di Indonesia pemasaran biodisel memiliki beberapa kendala yaitu:

1. 1.Menyangkut harga pokok cpo yang tinggi di pasar dunia sehingga harga biodiesel
cenderung lebih mahal dibanding BBM jenis solar.

2. Untuk mengolah satu liter cpo menjadi biodiesel dibutuhkan biaya tambahan sebesar
Rp2.000. Dengan harga CPO Rp8.000 per liter maka harga pemasaran biodiesel kepada
konsumen di atas Rp10.000 per liter, sedangkan BBM jenis solar harganya dibawah
itu.(berita daerah medan 2011)

3. Adanya subsidi BBM jenis solar kepada masyarakat sehingga, masyrakat lebih memilih
BBM jenis solar dari pada biodisel, kerena harga biodisel lebih mahal.

4. Tidak adanya subsidi dari pemerintah kepada pengolah/pembuat biodisel.

5. Biodiesel belum memiliki sistem pasar yang terstruktur dan tertata dengan rapi seperti
manajemen pemasaran BBM oleh Pertamina.

6. Masih minimnya pemahaman di tengah masyarakat karena kurangnya sosialisasi mengenai


biodiesel sehingga muncul stigma yang menyatakan bahwa BBM yang berasal dari fosil
lebih baik bagi kendaraan bermotor dibanding biofuel.

7. Masih kurangnya pengembangan dan penggunaan biodiesel juga diakibatkan belum


adanya infrastruktur kelembagaan, sehingga biodiesel belum tersentuh pelaku pasar bahan
bakar transportasi atau karena belum mengerti manfaat ekonomi makro.

(Sudrajat, 2003)
Diagram Alir Pembuatan Biodiesel Secara Umum
DAFTAR PUSTAKA

Dedi, k. 2019. “Biodiesel”. (https://id.wikipedia.org/wiki/Biodiesel). Diakses pada tanggal 11 November


2019 pukul 20.00 WIB

Setiawan, Budi. 2019. “ Pembuatan Biodiesel”. (http://webcache.googleusercontent.com/search?


q=cache:http://www.unhas.ac.id/lppm/haki/index.php/metode-pembuatan-biodiesel). Diakses
pada tanggal 11 November 2019 pukul 20.30 WIB

Sudradjat, R. dan D. Setiawan. 2003. “Teknologi pembuatan biodisel dari minyak biji jarak pagar”.( Laporan
Hasil Penelitian. Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan). LIPI : Bogor.

Anda mungkin juga menyukai