Anda di halaman 1dari 32

PEMBUATAN METIL ESTER DARI MINYAK KELAPA

DENGAN BANTUAN KATALIS KALSIUM OKSIDA (CaO)


DARI CANGKANG ALE-ALE (Meretix-meretix); KAJIAN
WAKTU REAKSI DAN PERBANDINGAN MOL
MINYAK:METANOL PADA PROSES TRANSESTRIFIKASI

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :
TEOVANI ROMANOVA PUTRI
D1121151014

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2020
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL PENELITIAN
Nama / NIM : TEOVANI ROMANOVA PUTRI / (D1121151014)
Judul Tugas Akhir : Pembuatan Metil Ester dari Minyak Kelapa dengan
Bantuan Katalis Kalsium Oksida (CaO) dari Cangkang
Kerang Ale-ale (Meretix-meretix); Kajian Waktu Reaksi
dan Perbandingan Mol Minyak:Metanol.

Tanggal : 24 Februari 2020


Dosen Pembimbing I : Syarul Khairi, S.Si., M.Eng.
Dosen Pembimbing II : Sri Rezeki, S.Si., M.Sc.

Disetujui oleh:

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

Syarul Khairi, S.Si., M.Eng. Sri Rezeki, S.Si., M.Sc.


NIP. 19840623 201404 1 001 NIP. 19850401 201504 2 002

Dosen Penguji I, Dosen Penguji II,

Rinjani Ratih Rakasiwi, S.T., M.T Wivina Diah Ivontianti, S.Si., M.T
NIP. 19900401 201504 2 002 NIP. 19890728 201903 2 020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya ,
penulis dpat menyelesaikan penulisan proposal penelitian ini yang berjudul
”Pembuatan Metil Ester Dari Minyak Kelapa Dengan Bantuan Katalis Kalsium
Oksida (CaO) Dari Cangkang Kearng Ale-ale (Meretix-meretix); Kajian Waktu
Reaksi dan Perbandingan Rasio Mol Minyak:Metanol”. Selama penulisan
proposal ini, penulis telah mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, tidak lupa penulis mengucapkan terimaksih kepada :

1. Dr.rer. nat. Ir. RM. Rustamaji, M.T. Selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Tanjugpura
2. Dr. H. Usman A. Gani, S.T., M.T. selaku Kepala Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura
3. Syahrul Khairi, S.Si., M.Eng. selaku dosen pembimbing I tugas akhir
penelitian yang senantiasa memberikan pencerahan dalam pengerjaan
maupun penyusunan proposal penelitian ini.
4. Sri Rezeki, S.Si., M.Sc. selaku dosen pembimbing II tugas akhir penelitian
yang senantiasa memberikan pencerahan dalam pengerjaan maupun
penyusunan proposal penelitian ini.
5. Seluruh dosen di Jurusan Teknik Kimia, terimakasih atas ilmu yang telah
diberikan kepada penulis.
6. Keluarga besar yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat.
7. Seluruh pihak terkait yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang
telah membantu penulis selama menyelesaikan penulisan proposal
penelitian ini.
Saya menyadari bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
diharapkan untuk menyempurnakan proposal ini. Saya berharap proposal
penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pontianak, 14 Februari 2020

Penulis

RANGKUMAN
Penelitian ini berjudul Pembuatan Metil Ester dari Minyak Kealapa dengan Bantuan Katalis
Kalsium Oksida (CaO) dari Cangkang Ale-ale (Meretix-meretix); Kajian Waktu Reaksi dan
Perbandingan Mol Minyak:Metanol pada Proses Transesterifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh waktu reaksi dan perbandingan mol minyak:metanol pada yield biodiesel
serta mengetahui potensi cangkang kerang ale-ale (Meretix-meretix) terkalsinasi sebagai katalis
heterogen dalam reaksi pembuatan biodiesel dilihat dari yield biodiesel yang dihasilkan. CaO yang
digunakan berasal dari cangkang kerang ale-ale terkalsinasi kemudian diaplikasikan dalam
pembuatan biodiesel melalui reaksi transesterifikasi dengan menggunakan sumber trigliserida
berupa minyak kelapa. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini yaitu variasi waktu
reaksi (1, 2, 3, dan 4 jam), dan perbandingan mol minyak:metanol (1:6; 1:9; 1:12; dan 1:15).
Selain itu, pada penelitian ini digunakan variabel tetap yaitu temperatur reaksi (60°C), konsentrasi
katalis (9% dari berat minyak), dan kecepatan pengadukan (200 rpm). Biodiesel dengan yield
tertinggi dianalisis dengan menggunakan GC-MS.
Kata Kunci : Reaksi Transesterifikasi, Katalis, Biodiesel dan CaO

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Seiring dengan berjalannya waktu kebutuhan energi semakin meningkat dan
tidak bisa dihindari dari kehidupan masyarakat. Peningkatan ini terus terjadi
seiring dengan meningkatnya populasi manusia, aktivitas industri, dan kemajuan
teknologi transportasi. Salah satu energi yang kita gunakan berasal dari bahan
bakar fosil. Cadangan minyak bumi dari fosil ini diperkirakan akan habis dalam
kurun waktu 10-15 tahun lagi, hal ini terjadi karena bahan bakar jenis fosil yang
digunakan merupakan bahan bakar yang tidak bisa diperbaharui, dan waktu untuk
proses pembentukannya sangat lama.
Salah satu cara mengatasi masalah kelangkaan energi ini ialah dengan
mengembangkan sumber daya alternatif. Selain karena menipisnya cadangan
bahan bakar fosil, penggunaan bahan bakar berbasis fosil ini juga dapat
menyebabkan masalah lingkungan diantaranya ialah menurunnya kualitas udara
karena pencemaran dari pembakaran bahan bakar fosil, dan menyebabkan
kenaikan suhu bumi (global warming). Oleh karena itu diperlukan sumber energi
alternatif yang bisa diperbaharui dan ramah lingkungan.
Salah satu solusi untuk mengatasi masalah energi ialah biodiesel.Biodiesel
merupakan bahan bakar yang berasal dari minyak tumbuhan atau dari lemak
hewani. Penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar mmpunyai bberapa
keuntungan yaitu, ketersediaannya yang melimpah sehingga dapat diperbaharui,
dan mampu mengurangi emisi karbon dioksida dan emisi rumah kaca karena
memiliki karakter pembakaran bersih.
Biodiesel dapat dibuat dari minyak tumbuhan dan minyak hewani. Salah
satu bahan baku yang bisa digunakan dalam pembuatan biodiesel ialah minyak
kelapa. Pemilihan minyak kelapa sebagai bahan baku pembuatan biodiesel
dikarenakan ketersediaannya yang melimpah (menurut data dari Kementrian
Perkebunan luas perkebunan kelapa diIndonesia tahun 2019 sebesar 3.500.726
ha), serta bisa langsung dilakukan proses transesterifikasi sehingga bisa
mengurangi energi dan biaya dalam proses pembuatannya.
Biodiesel dapat dibuat dengan cara mengubah trigliserida yang terkandung
dalam bahan baku menjadi metil etil dan gliserol melalui proses transesterifikasi.
Reaksi transesterifikasi biasanya berjalan dengan lambat sehingga diperlukan
katalis untuk membantu proses ini agar berjalan lebih cepat. Salah satu jenis
katalis yang bisa digunakan dalam proses transeterifikasi ialah katalis basa
heterogen. Katalis basa heterogen memiliki beberapa keuntungan jika
dibandingkan dengan jenis katalis lain, diantaranya lebih mudah dipisahkan, tidak
korosif, dan bisa digunakan kembali.
Katalis basa heterogen bisa dibuat dangan mengkalsinasi CaCO 3 menjadi
CaO. CaCO 3bisa ditemukan pada cangkang kerang-kerangan, kulit telur, dan
tulang-tulangan. Penggunaan CaO dari alam ini mempunyai keuntungan yaitu
ketersediaannya yang melimpah dialam, serta dapat mengurangi limbah yang
dihasilkan oleh bahan baku tersebut.
Reaksi transesterifikasi sendiri dipengaruhi oleh : temperatur reaksi, waktu
reaksi, perbandingan rasio mol minyak:alkohol, berat katalis, dan jenis katalis.
Dari uraian ditas maka pada penelitian ini akan dikaji tentang pembuatan metil
ester dari minyak kelapa dengan bantuan katalis CaO dari cangkang kerang ale-ale
dengan variasi pada waktu reaksi dan perbandingan mol minyak:metanol pada
reaksi transesterifikasi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana potensi cangkang kerang ale-ale terkalsinasi sebagai katalis
basa heterogen dalam reaksi pembuatan biodiese berdasarkan yield yang
dihasilkan ?
b. Bagaimana pengaruh waktu reaksi pada proses transesterifikasi terhadap
yield biodiesel yang dihasilkan ?
c. Bagaimana pengaruh perbandingan rasio mol minyak:metanol pada proses
transesterifikasi terhadap yield biodiesel yang dihasilkan ?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui potensi cangkang kerang ale-ale terkalsinasi sebagai katalis
basa heterogen dalam pembuatan biodiesel dilihat dari yield yang
dihasilkan.
b. Mengetahui pengaruh variasi waktu reaksi dalam proses transesterifikasi
terhadap yield yang dihasilkan.
c. Mengetahui perbandingan rasio mol minyak:metanol pada proses
transesterifikasi terhadap yield biodiesel yang dihasilkan.

1.3 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ialah :
a. Memberi informasi tentang pengaruh waktu reaksi pada proses
transesterifikasi terhadap yield yang dihasilkan.
b. Memberi informasi tentang pengaruh perbandingan rasio mol
minyak:metanol terhadap yield yang dihasilkan.
c. Menambah katalis yang berasal dari alam.
d. Mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh cangkang kerang ale-ale.
e. Mengurangi penggunaan bahan bakar fosil
.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembuatan Biodiesel
Penelitian tentang pembuatan biodiesel berbahan baku campuran minyak
kelapa dan minyak jelantah telah dilakukan oleh Elma dkk (2016). Dalam
penelitian ini minyak kelapa dan minyak jelantah dicampurkan dengan
perbandingan 100:0; 75:25; 50:50; 25:75; dan 0:100 berdasarkan %-v/v dari 250
ml. Dalam proses transesterifikasi dilakukan variasi metanol sebanyak 20, 21, 25,
dan 19 ml, yang akan dicampurkan dengan 0,9% katalis basa KOH (Kalium
Hidroksida). Dari hasil penelitian diperoleh sampel terbaik pada perbandingan
50:50 antara minyak kelapa dan minyak jelantah, selama 60 menit untuk proses
esterifikasi dan 70 menit untuk proses transesterifikasi. Adapun hasil analisis
biodieselnya yaitu : nilai gliserol total sebesar 0,23%; angka asam sebesar 0,211;
angka penyabunan 198,11; ester content 98,163%; dan water content sebesar 0,56
hal ini menunjukan bahwa biodiesel yang dihasilkan sudah memenuhi standar EN
14214 (European Commite for Standarization).
Prayanto dkk (2016) telah melakukan penelitian pembuatan biodiesel
menggunakan gelombang mikro (microwave). Penelitian ini bertujuan untuk
membuat biodiesel berbahan baku minyak kelapa dengan menggunakan radiasi
microwave. Proses transesterifikasi dilakukan mencampurkan metanol dan
minyak kelapa dengan rasio massa sebesar 1:9. Kemudian dilakukan variasi pada
laju umpan sebanyak 0,73; 1,25; dan 1,72 ml/s, variasi konsentrasi NaOH sebesar
0,25; 0,5; dan 1%, serta variasi pada daya microwave sebesar 100, 264, 400, 600,
dan 800 Watt. Dari penelitian ini diperoleh kondisi optimum pada konsentrasi
NaOH sebesar 1%, daya 800 Watt, laju umpan 0,73 ml/s. Adapun yield tertinggi
biodiesel yang diperoleh sebesar 89,55%, dengan densitas sebesar 0,876 gram/
3
cm , dan viskositas sebesar 3,087 cSt hal ini menunjukkan bahwa biodiesel yang
dihasilkan sudah memenuhi standar.
Adhani dkk (2016) juga telah melakukan penelitian tentang pembuatan
biodiesel dari minyak goreng bekas. Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap
yaitu adsorpsi (untuk menurunkan asam lemak bebas minyak goreng bekas) lalu
dilanjutkan dengan proses transesterifikasi. Pada proses adsorpsi 350 gram
minyak goreng bekas dicampurkan dengan 12% H-zeolit untuk membantu proses
adsorpsi, pada proses ini dilakukan variasi pada waktu adsorpsi (30, 45, 60, 75,
dan 90 menit), konsentrasi adsorben (6%, 9%, 12%, 15%, dan 18%), ukuran
partikel H-Zeolit (2 mm; 0,2 mm; dan 0,63 mm), dan temperatur adsorpsi (30, 50,
70, 90, dan 110°C). Sedangkan pada proses transesterifikasi padatan KOH 0,46
gram dilarutkan pada 12,5 ml metanol lalu dicampurkan pada 50 ml minyak
goreng bekas hasil proses sebelumnya yang dipanaskan pada temperatur 60°C
dengan waktu reaksi selama 60 menit. Dari penelitian ini diperoleh kondisi
optimum pada waktu 90 menit (pada proses adsorpsi), konsentrasi H-Zeolit 12%,
temperatur 90°C, dan ukuran partikel 0,22 mm yang menurunkan kadar FFA dari
3,2% menjadi 1,1%. Biodiesel yang diperoleh sudah sesuai dengan SNI (Standar
Nasional Indonesia) 04-7182-2006 dengan nilai kadar air 0,02%, massa jenis
857,60 kg/m^3, bilangan asam 0,29 mg-KOH/g, bilangan iod 15,71, bilangan
penyabunan 168,02, dan indeks setana 75,62,
Muhammad dkk (2014) juga telah melakukan penelitian tentang
pembuatan biodiesel berbahan baku minyak nyamplung dengan menggunakan
bantuan pemanasan dari gelombang mikro. Penelitian ini bertujuan untuk
mensintesis biodiesel dari minyak nyamplung dengan proses transesterifikasi
dengan bantuan microwave, dan untuk melihat pengaruh variasi daya, jumlah
katalis, dan rasio mol minyak:metanol pada biodiesel yang dihasilkan. Penelitian
ini dilakukan dengan dua tahap yaitu proses esterifikasi dan transesterifikasi
setelah sebelumnya dilakukan proses degumming (proses untuk penghilangan
impuritis bahan baku seperti getah dll). Proses selanjutnya ialah proses esterifikasi
yang bertujuan untuk mengubah FFA (free fatty acid) menjadi metil ester. Setelah
kadar FFA minyak nyamplung menjadi < 2% dilakukan proses transesterifikasi
untuk mengubah trigliserida yang berada dalam bahan baku menjadi metil ester
dan gliserol. Dalam proses transesterifikasi ini dilakukan variasi kadar katalis CaO
(2, 3, 4, 5, dan 6%), rasio mol minyak metanol (1:9 dan 1:12), dan daya
microwave (100, 264, dan 400 watt). Dari penelitian diketahui bahwa minyak
nyamplung dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dengan
daya optimal untuk proses esterifikasi pada 100 watt, katalis sebesar 4%, serta
rasio mol minyak:metanol pada rasio 1:9.
Penelitian tentang pembuatan biodiesel berbahan baku minyak kelapa
dengan bantuan gelombang ultrasonik juga telah dilakukan oleh Putri dkk (2012).
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh penggunaan gelombang
ultrasonik dalam pembuatan biodiesel berbahan baku minyak kelapa. Penelitian
ini dilakukan pada suhu 60°C, dengan bantuan gelombang ultrasonik pada
frekuensi 42 kHz, daya 32 watt, dan 220 volt, dengan perbandingan
minyak:metanol sebesar 1:5, katalis NaOH sebanyak 1%, dan lama reaksi
transesterifikasi selama 60 menit. Dari penelitian ini diketahui bahwa gelombang
ultrasonik dapat meningkatkan konversi reaksi dan mempercepat laju reaksi,
konversi yang dihasilkan sebesar 85,66%, empat kali lipat lebih besar jika
dibandingkan dengan konversi pada proses konvensional (20,15%). Penggunaan
gelombang utrasonik dapat membantu mempercepat terjadinya proses
transesterifikasi minyak kelapa dan metanol karena pengaruh kavitasi dan termal
yang dihasilkan gelombang elektronik dapat memberikan energi yang besar
kepada molekul-molekul pereaksi untuk mengatasi energi aktifasi reaksi sehingga
kecepatan reaksi meningkat. Peningkatan laju reaksi ini akan menghasilkan
konversi pembentukan metil ester yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih
pendek jika dibanding dengan proses tanpa bantuan gelombang ultrasonik.
Kavitasi sendiri ialah salah satu efek dimana jika gelombang ultrasonik
dipancarkan pada cairan, maka tekanan pada cairan tersebut akan bertambah jika
amplitudo positif, dan akan berkurang jika amplitudonya negatif.
Aziz dkk (2011) telah melakukan penelitian tentang pembuatan biodiesel
dari minyak goreng bekas dengan dua cara yaitu melalui proses esterifikasi dan
transesterifikasi. Pada tahap esterifikasi kadar asam lemak yang semula kadarnya
2,5% turun menjadi 1,1%. Sedangkan dalam proses transesterifikasi diperoleh
yield biodiesel sebesar 88%. Biodiesel yang dihasilkan sudah sesuai dengan SNI
dengan viskositas 3,2 cSt, densitas 0,85 g/ml, kadar air 0,002%, angka setana 51,
titik nyala 176°C, dan titik tuang 9°C.
Penelitian tentang pembuatan biodiesel berbahan baku minyak goreng
bekas melalui dua tahap (esterifikasi dan transesterifikasi) juga telah dilakukan
oleh Silalahi dkk (2011). Pada penelitian ini proses esterifikasi dilakukan dengan
bantuan katalis H 2 SO 4 dan proses transestifikasi dengan bantuan katalis KOH.
Pada proses esterifikasi dilakukan beberapa variasi yaitu pada variasi mol
minyak:metanol (1:5,3; 1:6,3; 1:7,3; 1:8,3; dan 1:9,3), variasi suhu (60, 70, dan
80°C), dan variasi katalis (0,5%, 1%, 1,5%, dan 2%), dari proses ini diperoleh
hasil yang optimum pada suhu reaksi 60°C, perbandingan mol minyak metanol
sebesar 1:9,3. Sedangkan pada proses transesterifikasi dilakukan variasi mol
minyak:metanol (1:5,3; 1:6,3; 1:7,3; dan 1:8,3) dan variasi waktu (90 dan 120
menit). Dari proses ini diperoleh waktu optimum pada waktu 90 menit dan
perbandingan mol minyak:metanol pada perbandingan 1:7,3; dengan yield
biodiesel tertinggi sebesar 95,21%.

2.2 Potensi CaO Sebagai Katalis


Zuhra, dkk (2015) telah melakukan penelitian tentang pembuatan biodiesel
dengan bahan baku minyak nyamplung dengan bantuan katalis dari kulit kerang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan abu kulit kerang
yang mengandungCaCO3 sebagai katalis heterogen terhadap rendemen biodiesel.
Proses transestrifikasi pada penelitian dibantu dengan manambahkan katalis yang
tidak dikalsinasi dan yang dikalsinasi pada temperatur 600, 700, dan 900°C..
Reaksi transesterifikasi minyak nyamplung dengan metanol dilakukan dalam
reaktor berpengaduk berukuran 250 ml selama 3 jam. Minyak nyamplung
ditimbang sebanyak 100 g dengan rasio mol minyak:metanol sebanyak 1:8, katalis
ditambahkan sebanyak 3% dari berat minyak. Dari penelitian ini diperoleh hasil
rendemen biodiesel tertinggi sebesar 87,4% ketika menggunakan abu kulit kerang
yang dikalsinasi pada suhu 900°C, dan karakteristik biodiesel telah memenuhi
SNI.
Mahreni dan Sulistyawati (2011) juga telah melakukan penelitian
pembuatan biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit dengan katalis kulit
telur. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbandingan
katalis:minyak terhadap ester yang dihasilkan. Kulit telur yang akan digunakan
sebagai katalis dikalsinasi pada temperatur 900°C selama 2 jam, dan proses
transesterifikasi dilakukan dengan mencampurkan minyak kelapa sawit sebanyak
100 gram dengan metanol 38 gram dengan variasi waktu reaksi selama 60-180
menit. Dilakukan variasi penambahan CaO kedalam minyak dengan perbandingan
CaO:minyak sebanyak 1:100; 3:100; 6:100; 8:100; dan 10:100 (berat/berat). Dari
penelitian ini diperoleh hasil suhu kalsinasi terbaik diantara temperatur 700-
900°C, dan diperoleh ester >90% pada temperatur 60°C selama 1 jam.
Rahkadima dan Abdi (2016) telah melakukan penelitian tentang
pembuatan biodiesel berbahan baku minyak jelantah dengan bantuan katalis CaO.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh temperatur reaksi dan waktu
reaksi terhadap nilai viskositas dan yield dari biodiesel yang dihasilkan. Penelitian
dilakukan dengan dua tahapan yaitu dengan proses esterifikasi dan dilanjutkan
dengan proses transesterifikasi. Proses transesterifikasi dilakukan dengan
memanaskan minyak jelantah dengan temperatur 60°C dan ditambahkan metanol
dengan rasio molar minyak:metanol sebesar 1:6, dan ditambahkan H 2 SO4
sebanyak 2,5% kedalam campuran. Sedangkan reaksi transesterifikasi dilakukan
dengan mencampurkan metanol:minyak dengan rasio molar sebanyak 1:48, dan
menambahkan katalis CaO sebanyak 8% dari berat minyak. Dari penelitian
diperoleh hasil yield biodiesel tertinggi sebesar 81,83% pada temperatur 50°C
selama 6 jam, dengan rasio minyak:metanol sebanyak 1:48.
Setiowati, dkk (2014) telah melakukan penelitian tentang pembuatan
biodiesel berbahan baku minyak goreng bekas dengan bantuan katalis CaO dari
cangkang kerang darah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh
temperatur kalsinasi terhadap yield biodiesel yang dihasilkan. Reaksi
transesterifikasi dilakukan dengan melakukan variasi berat katalis (1, 2, 3, dan
4%), rasio mol minyak:metanol (1:6; 1:9; 1:12; 1:15; 1:18; dan 1:21), waktu
reaksi (1, 2, 3, dan 4 jam), dan temperatur reaksi (50, 55, 60, 65, dan 70°C). Dari
penelitian ini diperoleh yield biodiesel tertinggi sebesar 81,67% dengan berat
katalis 3%, rasio mol minyak:metanol sebesar 1:15, dan waktu reaksi
transesterifikasi selama 3 jam.

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Yield Biodiesel


Prayanto dkk (2016) menyatakan bahwa konsentrasi katalis
mempengaruhi nilai yield biodiesel yang dihasilkan. Reaksi transesterifikasi pada
penelitian ini dilakukan pada variasi konsentrasi katalis NaOH sebanyak 0,25%;
0,5%; dan 1%. Semakin tinggi konsentrasi katalis yield biodiesel yang dihasilkan
juga semakin meningkat, hal ini terjadi karena semakin banyak konsentrasi katalis
maka akan semakin banyak pula trigliserida yang berada dalam minyak kelapa
bereaksi dengan metanol yang akan menghasilkan lebih banyak biodiesel. Adapun
nilai dari yield biodiesel yang dihasilkan pada variasi konsentrasi katalis NaOH
(0,25%; 0,5% dan 1%) berturut-turut ialah 79,67%; 83,5%; dan 89,55%.
Menurut Saputra dkk (2012) temperatur kalsinasi, berat katalis, dan waktu
reaksi transesterifikasi mempengaruhi yield biodiesel yang dihasilkan. Dalam
penelitian ini CaO dari cangkang bekicot di kalsinasi pada temperatur 700, 800,
dan 900°C, sedangkan untuk proses transesterifikasi dilakukan dengan
memvariasikan katalis (variasi katalis sebanyak 5, 10, 15, dan 20%) dan waktu
reaksi (variasi waktu reaksi selama 30, 60, 90, dan 120 menit). Dari penelitian ini
kalsinasi yang dilakukan pada temperatur 700°C masih terdapat banyak CaCO3
yang belum terkonversi menjadi CaO dibanding dengan kalsinasi yang dilakukan
pada temperatur 800°C yang menghasilkan CaO lebih banyak. Namun pada
temperatur kalsinasi 900°C terjadi penurunan intensitas, hal ini karena reaksi
reversibel yang terjadi dalam proses pembentukan CaO. Pembentukan CaO
biasanya terjadi pada temperatur 700-1000°C namun pada CaO dipenelitian ini
temperatur kalsinasi optimum yang diperlukan pada temperatur 800°C. Variasi
berat katalis dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak katalis yang diperlukan
agar reaksi bisa berlangsung dengan efektif dan efisien. Pada penelitian ini berat
katalis yang paling opimum yaitu pada berat 10%. Semakin banyak katalis yang
ditambahkan akan semakin banyak pula molekul reaktan yang tersedia sehingga
kemungkinan terjadinya tumbukan juga akan semakin besar hingga kecepatan
reaksipun akan semakin meningkat. Namun jika kondisi optimum sudah tercapai
penambahan berat katalis tidak akan memberi hasil yang signifikan. Waktu reaksi
juga merupakan parameter yang cukup penting dalam proses reaksi
transesterifikasi dimana semakin lama waktu reaksi maka akan semakin banyak
pula produk yang dihasilkan. Hal ini terjadi karena kesempatan reaktan untuk
bertumbukan satu sama lain akan terjadi lebih lama. Yield biodiesel tertinggi
sebesar 80% diperoleh pada temperatur kalsinasi 800°C, dengan berat katalis
sebesar 10%, dan waktu reaksi selama 60 menit.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Setiowati dkk (2014) rasio mol
minyak:metanol dan temperatur reaksi transesterifikasi mempengaruhi yield
biodiesel yang dihasilkan. Reaksi transesterifikasi diakukan dengan
mencampurkan 1 gram katalis CaO dari cangkang kerang darah dan 21,9174
gram metanol dengan melakukan variasi mol minyak:metanol (sebanyak 1:6; 1:9;
1:12; 1:15; 1:18; dan 1:21) serta variasi temperatur reaksi transesterifikasi (50, 55,
60, 65, dan 70°C). Dari penelitian ini diperoleh yield biodisel pada tertinggi
sebesar 81,67% pada kondisi perbandingan mol minyak:metanol sebesar 1:15.
Semakin besar perbandingan antara minyak dan metanol maka konversi reaksi
akan semakin meningkat. Hal ini terjadi karena peluang terjadinya tumbukan
antar reaktan akan semakin besar sehingga pada waktu yang sama akan
menghasilkan konversi yang lebih besar. Selain itu semakin tinggi perbandingan
reaktan akan menggeser kesetimbangan ke arah kanan sehingga pembentukan
produk akan semakin banyak, kelebihan penggunaan metanol diperlukan agar
reaksi berjalan searah (irreversible). Namun jika metanol yang digunakan terlalu
banyak akan menyebabkan peningkatan gliserol yang terlarut didalam biodiesel
sehingga pemisahan akan sulit dilakukan, efeknya yield biodiesel tidak akan
meningkat secara signifikan atau bahkan bisa menurun. Sedangkan untuk
temperatur reaksi transesterifikasi pada penelitian ini optimal pada temperatur
60°C karena pada awal reaksi reaktan langsung bereaksi dengan katalis, namun
pada temperatur 65°C yield biodiesel yang dihasilkan mengalami penurunan
karena metanol menguap (titik didih metanol sebesar 64,5°C).

BAB III
DASAR TEORI
3.1 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang
diproduksi dengan reaksi esterifikasi atau transesterifikasi minyak tumbuhan atau
atau lemak hewan dengan alkohol rantai pendek, misalnya metanol (Prayanto dkk,
2016). Biodiesel juga dikenal sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan daan
emisi gas buang yang relatif lebih bersih jika dibanding bahan bakar konvensional
(Areta dkk, 2008). Biodiesel mempunyai sifat fisis yang sama dengan solar
sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk kendaraan
bermesin diesel. Menurut Putri dkk (2012) penggunaan biodiesel sebagai bahan
bakar mempunyai beberapa keuntungan yaitu :
- Dapat diperoleh dari bahan pertanian sehingga dapat diperbaharui.
- Ramah lingkungan karena tidak mengandung sulfur sehingga tidak ada
emisi SOX.
- Aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung
racun.
- Tidak mudah terbakar karena biodiesel sendiri mempunyai titik bakar
yang relatif tinggi.
Menurut Aziz dkk (2011) biodiesel termasuk bahan bakar yang ramah
lingkungan karena tidak mengandung bahan yang berbahaya seperti Pb, bersifat
biodegradable, emisi buangnya lebih rendah jika dibanding emisi dari bahan
bakar diesel. Biodiesel sendiri memiliki efek pelumasan yang tinggi sehigga dapat
memperpanjang umur mesin dan memiliki angka setana yang tinggi (>50).
Biodiesel dapat dibuat melalui proses esterifikasi-transesterifikasi atau
hanya dengan proses transeserifikasi. Proses esterifikasi-transesterifkasi dilakukan
jika bahan baku yang digunakan mengandung kadar FFA yang tinggi (lebih dari
2%), namun jika kadar FFA bahan baku yang digunakan kurang dari 2%
pembuatan biodiesel dapat langsung dilakukan dengan proses transsterifikasi
(Haryanto, 2002). Beberapa sumber nabati yang bisa dijadikan bahan baku dalam
pembuatan biodiesel dapat dilihat dalam tabel berikut (Prayanto dkk, 2016).
Tabel 3.1 Sumber bahan baku nabati biodiesel
Kelompok Sumber Minyak
Minyak tumbuhan Kelapa, jagung, biji kapas, canola,
olive, kacang, safflower, wijen, kedelai,
dan bunga matahari.
Minyak kacang-kacangan Almond, cashew, hazelnut, macadamia,
pecan, pistachio, dan walnut.
Beberapa minyak masak Amaranth, apricot, argan, articoke,
alpukat, babassu, biji anggur, hmp, biji
kapok, biji lemon, dan mustard.
Minyak lainnya Alga, jatropha, nyamplung, jojoba, biji
karet, radish, dan dedak padi.

3.2 Reaksi Pembuatan Biodiesel


3.2.1 Reaksi Esterifikasi
Reaksi esterifikasi adalah reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol
membentuk ester. Turunan dari asam karboksilat ini membentuk ester asam
karboksilat. Ester asam karboksilat merupakan senyawa yang mengandung gugus
-CO 2 R dengan R berupa alkil maupun aril. Esterifikasi biasanya dikatalis dengan
katalis asam dan bersifat reversibel (Fessenden, 1981). Secara umum reaksi
esterifikasi mempunyai sifat sebagai berikut :
- Alkohol primer bereaksi paling cepat, disusul alkohol sekunder, dan yang
paling lambat yaitu alkohol tersier.
- Ikatan rangkap memperlambat reaksi.
- Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai
batas konversi yang tinggi.
- Makin panjang rantai alkohol akan cenderung mempercepat reaksi atau
tidak terlalu berpengaruh terhadap laju reaksi.
Reaksi esterifikasi mengkonversi asam lemak bebas yang terkandung
dalam trigliserida menjadi metil ester. Reaksi esterifikasi biasanya menggunakan
asam kuat sebagai katalis. Reaksi esterifikasi berkatalis asam biasanya berjalan
lebih lambat, namun metode ini sesuai untuk minyak atau lemak yang memiliki
kandungan asam lemak bebas yang relatif tinggi. Beberapa asam kuat yang sering
digunakan ialah asam sulfat dan asam klorida. Asam sulfat lebih sering digunakan
sebagai katalis jika dibandingkan dengan asam klorida karena kandungan air yang
ada dalam asam sulfat lebih sedikit jika dibandingkan dengan kandungan air yang
ada pada asam klorida. Adapun reaksi transesterifikasi menurut J. Van Gerpen,
dkk (2004) ialah :

Gambar 3.1 Reaksi Transesterifikasi

3.2.2 Reaksi Transesterifikasi


Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi antara alkohol dengan
trigliserida yang berada dalam minyak nabati atau lemak hewani menghasilkan
metil ester dan gliserol sebagai produk samping dengan bantuan katalis basa.
Alkohol yang digunakan biasanya metanol atau etanol. Reaksi jenis ini biasanya
lebih cepat membentuk metil ester jika dibandingkan dengan menggunakan katalis
asam. Namun bahan baku yang digunakan pada reaksi transesterifikasi harus
memiliki nilai asam lemak bebas yang kecil (<2%) untuk menghindari terjadinya
proses saponifikasi (Muhammad dkk, 2014).
Transesterifikasi ialah reaksi yang menghasilkan ester dimana salah satu
pereaksinya juga merupakan jenis senyawa ester. Pada proses ini terjadi proses
pemecahan senyawa trigliserida dan migrasi gugus alkil antara senyawa ester.
Ester yang dihasilkan dari proses ini disebut juga dengan nama biodiesel. Adapun
reaksi yang terjadi dalam proses transesterifikasi ialah sebagai berikut (Aziz dkk,
2011) :

Gambar 3.2 Reaksi Transesterifikasi


Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi yang berjalan secara reversible
atau dapat bolak balik, sehingga apabila reaksi telah mencapai keseimbangan
maka reaksi dapat bergerak kembali kearah reaktan. Reaksi ini membutuhkan
waktu yang lama dan temperatur yang tinggi (sekitar 250°C) tanpa katalis
(Haryanto, 2002).Menurut Wahyuni dkk (2015) ada beberapa hal yang
mempengaruhi proses transesterifikasi yaitu :
- Waktu reaksi : semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak
antar zat semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi (yield) yang
lebih besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka penambahan
waktu tidak akan menguntungkan karena tidak akan memperbesar hasil.
- Suhu reaksi : semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka akan semakin
banyak yield yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius,
dimana jika suhu naik maka harga k akan semakin besar sehingga reaksi
berjalan cepat dan hasil konversi semakin besar.
- Pengaruh air dan asam lemak bebas : minyak yang akan dikonversikan
menjadi biodiesel harus memiliki angka asam lebih kecil dari 2. Selain itu
bahan baku yang digunakan harus bebas air, karena air akan bereaksi
dengan katalis sehingga katalis akan berkurang.
- Pengaruh perbandingan mol alkohol dengan bahan baku : secara
stoikiometri jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol
unuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1
mol gliserol. Secara umum semakin banyak jumlah alkohol yang
digunakan maka akan semakin banyak pula konversi yang diperoleh.

3.3 Katalis Biodiesel


Katalis merupakan zat yang dapat digunakan untuk mempercepat reaksi
tanpa ikut terkonsumsi dalam keseluruhan reaksi. Katalis harus ikut bereaksi
dengan reaktan untuk membentuk suatu zat antara yang aktif, zat antara ini
kemudian bereaksi dengan molekul reaktan yang lain untuk menghasilkan produk
(Arita dkk, 2008).
Katalis secara umum dibagi menjadi dua yaitu dalam bentuk liquid dan
solid. Katalis liquid banyak digunakan karena karena pengontrolannya yang lebih
mudah, serta membutuhkan panas reaksi yang lebih kecil dibandingkan dengan
katalis solid, namun penggunaan katalis liquid mempunyai kelemahan yaitu
membutuhkan pencucian dan separasi yang cukup kompleks. Katalis solid jarang
digunakan dalam pembuatan proses pembuatan biodiesel karena membutuhkan
panas reaksi yang lebih besar sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk mencapai keadaan optimum. Keunggulan dari katalis solid adalah tidak
membutuhkan pencucian dan separasi katalis yang lebih mudah jika dibanding
katalis liquid, selain itu katalis ini bersifat thermostabil dan harganya yang jauh
lebih murah (Muhammad dkk, 2014).
Berdasarkan fasanya katalis dibagi menjadi 2 yaitu katalis homogen dan
katalis heterogen. Katalis homogen merupakan katalis yang mempunyai fasa sama
dengan reaktan dan produk sedangkan katalis heterogen ialah katalis yang
mempunyai fasa yang tidak sama dengan reaktan dan produknya. Penggunaan
katalis homogen mempunyai kelemahan yaitu bersifat korosif, berbahaya karena
dapat merusak kulit, mata, dan paru-paru jika tertelan, sulit dipisahkan dari
produk, mencemari lingkungan, dan tidak bisa digunakan kembali. Katalis sendiri
mempunyai beberapa sifat yaitu (Saputra dkk, 2016):
- Katalis tidak berubah selama reaksi. Ada kemungkinan katalis ikut terlibat
dalam reaksi tetapi setelah reaksi berakhir, katalis tersebut bisa diperoleh
kmbali.
- Katalis tidak mempengaruhi kesetimbangan reaksi.
- Katalis tidak mngawali suatu reaksi, reaksi yang dikatalis harus sudah
berjalan walaupun berjalan dengan sangat lambat.
Katalis basa memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mempercepat
reaksi transesterifikasi pada proses pembuatan biodiesel. Keuntungan lain dari
penggunaan katalis basa ialah kondisi operasi reaksi (temperatur dan tekanan)
yang rendah menghasilkan konversi yang tinggi (98%) dengan waktu yang
singkat dan hasil produk samping yang sedikit (Haryanto, 2002). Katalis asam
biasanya digunakan dalam proses pretreatment terhadap bahan baku minyak
tumbuhan yang memiliki kandungan FFA yang tinggi, namun sangat jarang
digunakan dalam proses utama pembuatan biodiesel karena sifatnya yang korosif,
sulit dipisahkan dari produk, cenderung mahal, dan memiliki kemampuan
katalisasi yang jauh lebih rendah jika dibandingkan katalis basa.
Katalis basa heterogen CaO dapat dibuat melalui proses kalsinasi CaCO3.
Salah satu sumber CaCO 3 yang mudah diperoleh ialah cangkang kerang ale-ale.
Dalam penelitian yang dilakukan Hairunisa dkk (2019) cangkang kerang ale-ale
mengandung 87,139% CaO. Proses kalsinasi cangkang kerang ale-ale bertujuan
untuk menghilangkan kandungan air, senyawa organik, serta karbon dioksida
yang berada dalam cangkang kerang ale-ale. Air dan senyawa organik umumnya
bisa dihilangkan pada temperatur dibawah 600°C, sedangkan karbon dioksida
baru bisa dilepaskan pada temperatur sekitar 700-1000°C.

3.4 Cangkang Kerang Ale-Ale


Kerang merupakan salah satu hewan air yang memiliki kulit (cangkang)
dengan struktur yang keras serta memiliki permukaan yang berbeda-beda. Daging
kerang biasanya diambil untuk dikonsumsi masyarakat. Beberapa jenis kerang
yang biasa dikonsumsi masyarakat yaitu : kerang darah, kerang hijau, kerang
bambu, kerang tiram dan kerang ale-ale. Daging kerang banyak dikonsumsi
masyarakat karena banyak mengandung protein dan mineral, namun cangkang
kerang cenderung menjadi limbah karena langsung dibuang tanpa dimanfaatkan
terlebih dahulu.
Kerang ale-ale merupakan jenis kerang moluska air tawar endemik yang
ada di daerah Ketapang, Kalimantan Barat. Kerang ini memiliki permukaan luar
cangkang yang licin berwarna putih, kecoklatan, hingga kehitaman, dengan
bagian dalam kerang yang berwarna putih (Priyanto, 2010). Menurut penelitian
yang dilakukan Suci (2016), cangkang kerang ale-ale memiliki kandungan
kalsium yang cukup besar yaitu sekitar 79,24%. Kandungan kalsium yang
dikandung oleh cangkang kerang ale-ale yaitu kalsium dalam bentuk oksida atau
biasa dikenal dengan CaO. Proses perubahan dari CaO menjadi CaCO3 dapat
dilakukan melalui proses kalsinasi.
Kalsinasi berfungsi melepaskan gas-gas dalam bentuk karbonat atau
hidroksida sehingga menghasilkan bahan dalam bentuk oksida. Kalsinasi juga
berfungsi untuk menghilangkan zat-zat yang tidak dibutuhkan seperti H 2 O dan
gas CO 2. Adapun komponen penyusun cangkang ale-ale bisa dilihat pada tabel
berikut (Hairunisa dkk, 2019).
Tabel 3.2 Komponen Penyusun Cangkang Ale-ale
Komponen Persentase
MgO 1,818%
Al2 O3 2,111%
SiO2 4,197%
P2 O5 0,579%
Cl 0,042%
CaO 87,476%
Ti 0,175%
V 0,005%
Mn 0,016%
Fe2 O 3 1,816%

3.5 Minyak Kelapa


Kelapa (Cocos nucifera) merupakan jenis tumbuhan yang memiliki satu
unit gliserin dan sejumlah asam lemak dalam setiap satu molekul minyak kelapa.
Minyak kelapa memiliki potensi untuk menghasilkan Coco methyl ester yang
dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan biodiesel (Elma dkk,
2016). Penggunaan kelapa sebagai bahan baku pembuatan biodiesel mampu
mengefisienkan waktu dan pemakaian bahan kimia karena tidak membutuhkan
proses esterifikasi (Kumar dkk, 2010).
Minyak kelapa disebut juga dengan minyak laurat karena kandungan asam
lemak jenis lauratnya yang lebih banyak jika dibandingkan asam lemak lainnya.
Jika minyak kelapa mengandung kadar ALB yang tinggi, maka pembuatan
biodiesel dilakukan melalui dua tahap, dimana pada tahap pertama dilakukan
proses esterifikasi pada tahap ini ALB diubah menjadi metil ester, dan pada tahap
kedua dilakukan proses transesterifikasi dimana trigliserida diubah menjadi metil
ester. Adapun komposisi asam lemak penyusun minyak kelapa dapat dilihat dalam
tabel berikut (Prayanto, 2016).

Tabel 3.3 Komposisi penyusun asam lemak minyak kelapa.


Asam lemak Rumus kimia Jumlah (%)
Asam kaproat C 5 H 11 COOH 0,0-0,8
Asam kaprilat C 7 H 15 COOH 5,5-8,5
Asam kaprat C 9 H 19 COOH 4,5-9,5
Asam laurat C 11 H 23 COOH 44,0-52,0
Asam miristat C 13 H 27 COOH 13,0-19,0
Asam palmitat C 15 H 31 COOH 7,5-10,5
Asam stearate C 17 H 35 COOH 1,0-3,0
Asam arachidat C 19 H 39 COOH 0,0-0,4
Asam palmitoleat C 15 H 29 COOH 0,0-1,3
Asam oleat C 17 H 33 COOH 5,0-8,0
Asam linoleat C 17 H 31 COOH 1,5-2,5

3.6 Metanol (CH 3 OH ¿


Metanol dikenal juga dengan nama metil alkohol, wood alkohol, atau
spiritus. Metanol merupakan jenis alkohol paling sederhana. Pada keadaan
atmosfer metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna,
mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (baunya lebih ringan dari
etanol).
Metanol digunakan secara terbatas dalam mesin pembakaran karena
metanol tidak mudah terbakar jika dibandingkan dengan bensin. Salah satu
kelemahan metanol sebagai bahan bakar ialah sifat korosinya terhadap beberapa
logam termasuk aluminium. Metanol merupakan asam lemah yang menyerang
lapisan oksida yang biasanya melindungi aluminium dari korosi. Adapun sifat-
sifat fisik dan kimia metanol ialah :
Massa molar : 32,04 g/mol
Wujud : cairan tak berwarna
Specific gravity : 0,7918
Titik leleh : -97°C, -142,9°F, 175 K
Titik didih : 64,7°C, 148,4°F, 337,8 K
Kelarutan (dalam air) : sangat larut
Keasaman : -15,5 pKa
Metanol banyak digunakan sebagai solven dan antifreeze, dan fluida
pencuci kaca depan mobil. Sekitar 40% metanol diubah menjadi formaldehid dan
dari sana dibuat berbagai produk seperti plastik, cat, peledak, dan tekstil. Dalam
beberapa pabrik pengolahan limbah sejumlah kecil metanol dimasukkan kedalam
air limbah sebagai bahan makanan karbon untuk denitrifkasi bakteri, yang
mengubah nitrat menjadi nitrogen (Hikmah, 2010).

3.7 Karakteristik Biodiesel


Terdapat beberapa standar yang dipakai didunia untuk mengatur kualitas
biodiesel misalnya ASTM (American Society for Testing Material), EN
(European Commite for Standarization), dan SNI (Standar Nasional Indonesia).
Di Indonesia sendiri standar baku mutu yang berlaku untuk biodiesel ialah SNI.
Tabel 3.4 Standar baku mutu biodiesel menurut SNI 7182:2015
Parameter Nilai
Massa jenis pada 40°C 850-890 kg/m3
Viskositas kinematik pada 40°C 2,3-6,0 mm2 /s (cSt)
Angka setana Minimal 51
Titik nyala (dalam mangkok tertutup) Minimal 100°C
Titik kabut Maksimal 18°C
Air dan sedimen Maksimal 0,05%-vol
Angka asam Maksimal 0,8 mg-KOH/g
Angka iodine Maksimal 115
Temperatur destilasi 90% Maksimal 360°C
Abu tersulfaktan Maksimal 0,02%
Fosfor Maksimal 10 ppm
Belerang Maksimal 100 ppm
Gliserol bebas Maksimal 0,02%
Gliserol total Maksimal 0,24%
Kadar ester alkil Minimal 96,5%
Uji Halpen Negatif

3.8 XRD (X-Ray Diddraction)


Karakterisasi XRD dilakukan untuk mengidentifikasikan fasa bulk dari
suatu katalis dan untuk menentukan sifat kristal atau kristalinitas dari suatu
katalis. Pada analisis XRD, kristal katalis memantulkan sinar-X yang dikirimkan
dari sumber dan diterima oleh detektor. Dengan melakukan sudut kedatangan
sinar-X maka spektrum pantulan akan berhubungan langsung dengan lattice
spacing dari kristal yang dianalisis. Pola difraksi ini akan diplotkan berdasarkan
interaksi peak yang menyatakan peta parameter kisi kristal atau indeks Miller
(hkl) sebagai fungsi 2Ɵ, dimana Ɵ menyatakan sudut difraksi (Leofanti dkk,
1997)
Metode ini banyak digunakan untuk mengidentifikasikan dan
mengkarakterisasi material yang digunakan sebagai katalis, karena banyak katalis
yang berwujud kristal. Teknologi XRD ini juga mempunyai kemampuan untuk
mengidentifikasi dan menentukan besarnya bagian fasa dalam padatan, film tipis,
dan sampel multi fasa.

3.9 GC-MC (Gas Chromatography-Mass Spectrometer)


GC-MS atau analisis metode gas kromatografi gas digunakan untuk
mengidentifikasikan alkil ester dari asam-asam lemak (biodiesel)yang dihasilkan
dari reaksi metanolisis trigliserida. Dasar pemisahan secara kromatografi gas ialah
penyebaran sampel diantara dua fase. Salah satu fase ialah fase diam yang
permukaannya lebih luas dari fase yang lain (fase gas). Jika fase diamnya berupa
zat cair maka disebut dengan kromatografi gas-cair (KCG).
Fase cair (pelarut) disapukan pada zat padat yang bersifat lembam (inert)
didalam kolom. Dalam KCG fase gerak adalah gas yang bersifat lembam, seperti
hidrogen dan nitrogen, sedangkan fase diamnya adalah cairan yang mempunyai
titik didih yang tinggi. Syarat gas yang digunakan ialah lembam, murni, dan
cocok untk detektor yang digunakan. Sedangkan untuk fase diam yang digunakan
harus dapat melarutkan sampel yang akan dianalisa dengan baik.
Rekaman tertulis diperoleh dari hasil analisis kromatografi disebut
kromatogram. Kromatogram ini direkam sebagai urutan puncak-puncak dan setiap
puncak ini mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor. Area
dibawah puncak sebanding dengan jumlah setiap senyawa yang telah melewati
detektor (Leofanti dkk, 1997).

3. Hipotesis
Berdasarkan uraian dari tinjauan pustaka dan dasar teori maka dalam
penelitian ini dapat diambil beberapa hipotesis sebagai berikut :
- Jika cangkang kerang darah setelah dikalsinasi mengandung CaO, maka
seharusnya cangkang kerang ale-ale dapat menghasilkan CaO juga.
- Jika waktu reaksi mempengaruhi yield biodiesel yang dihasilkan, maka
seharusnya dapat ditentukan waktu optimum untuk proses transesterifikasi.
- Jika perbandingan rasio mol minyak:metanol mempengaruhi yield
biodiesel yang dihasilkan, maka seharusnya dapat ditentukan rasio mol
minyak:metanol pada proses transesterifikasi.

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret sampai bulan Mei 2020 di
Laboratorium Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura,
Pontianak. Sedangkan untuk analisis XRD (X-Ray Difractometer) dilakukan di
laboratorium Fisika Universitas Negeri Padang (UNP), dan untuk analisis GCMS
(Gas Chromatography-Mass Spectrometer) dilakukan di Universitas Brawijaya,
Malang.

4.2 Alat dan Bahan Penelitian


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah : ayakan ukuran 100
mesh, beaker glass, buret ukuran 50 ml, cawan petri, corong buchner, erlenmeyer,
furnace, hot plate dan magnetic stirrer, kondensor, kertas saring, klem, labu leher
tiga, oven, neraca analitik, pipet tetes, pipet volume, stop watch, statif, dan
termometer.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah :
aquadest, asam oksalat, asam sulfat, cangkang kerang ale-ale, etanol, indikator PP,
metanol, NaOH, dan minyak kelapa.

4.3 Rangkaian Alat Penelitian

Gambar 4.1 Rangkaian Alat Reaksi Transesterifikasi


Keterangan gambar :
1. Labu leher tiga
2. Magnetic stirrer
3. Termometer
4. Hot plate
5. Kondensor
6. Statif
7. Klem

4.4 Tahapan Penelitian


4.4.1 Preparasi Katalis
Katalis yang digunakan dalam penelitian ini ialah CaO dari cangkang
kerang ale-ale yang diperoleh dari daerah Ketapang, Kalimantan Barat. Cangkang
kerang ale-ale ini pertama-tama dicuci dan dibersihkan dari sisa daging yang
masih melekat didalam cangkang. Cangkang yang sudah bersih ini kemudian
dijemur dibawah sinar matahari selama 24 jam, lalu dioven pada temperatur
110°C selama 5 jam. Setelah cangkang kerang dingin, cangkang kerang ini
kemudian dihancurkan dan diseragamkan ukurannya dengan menggunakan
ayakan 100 mesh. Serbuk kerang yang sudah diseragamkan ukurannya ini
kemudian dikalsinasi dengan furnace pada temperatur 1000°C selama 3,5 jam,
lalu didiamkan dalam desikator selama 24 jam agar katalis yang dihasilkan lebih
cepat dingin. Hasil kalsinasi ini kemudian dianalisis menggunakan XRD
kemudian dibandingkan datanya dengan data CaO dari JCPDS (Joint Committe
Powder Difraction Standard).

4.4.2 Penentuan ALB Minyak


Asam lemak bebas (ALB) dari minyak kelapa dilakukan dengan cara
titrasi menggunakan larutan standar NaOH 0,1 N. 5 gram minyak kelapa ditambah
25 ml ethanol dimasukkan kedalam erlenmeyer kemudian dipanaskan hingga
homogen, lalu ditetesi dengan indikator PP sebanyak 3-5 tetes. Campuran ini
kemudian dititrasi dengan larutan standar NaOH yang sudah dibuat sebelumnya
hingga larutan berubah warna menjadi merah muda. Volume larutan NaOH
dicatat untuk menghitung %ALB dari minyak kelapa.

4.4.3 Proses Esterifikasi


Proses esterifikasi dilakukan jika %ALB minyak kelapa yang dihasilkan
lebih dari 2%, namun jika %ALB minyak dibawah 2% bisa langsung dilakukan
proses transesterifikasi. Pada proses ini dicampurkan etanol dan katalis asam
sulfat dengan konsentrasi 1% dari berat minyak, campuran ini kemudian diaduk
dan dipanaskan hingga homogen lalu ditambahkan 100 gram minyak kelapa
dalam campuran tersebut. Campuran minyak kelapa, etanol, dan asam sulfat ini
direaksikan pada temperatur 60°C dengan waktu reaksi selama 1 jam. Setelah
waktu reaksi tercapai dipisahkan campuran ester (bagian atas) dan air (bagian
bawah) dengan menggunakan corong pisah. Bagian atas campuran (ester)
kemudian dipanaskan pada temperatur 105°C selama 10 menit.

4.4.4 Proses Transesterifikasi


Proses transesterifikasi dilakukan dengan mencampurkan 9% katalis CaO
dengan rasio mol minyak:metanol sebesar 1:12 dari 100 gram minyak kelapa.
Katalis dan metanol ini dimasukkan kedalam labu leher tiga, dipanaskan sambil
diaduk hingga homogen. Setelah katalis dan metanol sudah tercampur,
dimasukkan minyak kelapa lalu diaduk dengan kecepatan 200 rpm, dengan
temperatur sebesar 60°C, dan waktu reaksi yang divariasikan selama 1-4 jam.
Setelah waktu reaksi yang diinginkan tercapai, katalis CaO dipisahkan dari
campuran dengan menggunakan kertas saring. Campuran minyak kelapa dan
metanol kemudian dimasukkan kedalam corong pisah untuk dipisahkan antara
biodiesel dan gliserol, dengan biodiesel dibagian atas campuran, dan gliserol
dibagian bawahnya. Dihitung yield biodiesel yang dihasilkan untuk menentukan
waktu reaksi optimum dari proses transestrifikasi. Untuk proses penentuan variasi
perbandingan mol minyak:metanol opimuum, dilakukan proses yang sama dengan
proses sebelumnya, hanya ditambahkan variasi mol minyak:metanol sebesar 1:6;
1:9; dan 1:15 pada waktu optimum yang sudah ditentukan sebelumnya. Setelah
ditntukan variasi mol minyak:metanol dan waktu optimum untuk reaksi
transesterifikasi biodiesel dengan yield tertinggi dianalisis menggunakan GCMC
untuk mengetahui keberhasilan dari proses transesterifikasi.
4.6 Jadwal Pelaksanaan
Bulan Ke-
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6
1 Penyusunan proposal
Survey awal dan penentuan
2 lokasi penelitian dan
pengambilan sampel
3 Seminar proposal
4 Pelaksanaan penelitian
Pengolahan data, analisis dan
5
penyusunan laporan
6 Seminar hasil
Konsultasi dengan dosen
7
pembimbing

Anda mungkin juga menyukai